Dirgantara Dwi Pamungkas melajukkan kendaraannya membelah petang, sekali-kali matanya melirik ke arah gadis cantik yang duduk tenang di sampingnya, hati Dirga sering berdebar hebat, wajahnya terasa panas jika berdekatan dengan putri majikannya ini, namun sering kali perasaannya ia abaikan tak ingin menganggapnya berlebihan.
Dirga sadar dengan profesi dan tugasnya sebagai seorang penjaga keselamatan putri dari om Ridwan, pria yang mempercayainya mengemban tanggung jawab, sebisa mungkin Dirga menahan perasaannya hingga selesai tugasnya sebagai Bodyguard.
Drrrtttt… Suara iPhone Rindi memecah keheningan, membuyarkan dua khayalan anak manusia yang berada di dalam mobil.
Rindi meraih ponsel dalam tas kecil yang dibawanya, “Papah..!” ujarnya.
“Angkatlah..!” sahut Dirga, Rindi mengangguk.
“Hallo, Pah..”
“Assalamu’alaikum sayang.” Suara papahnya.
“Wa’alaikumssallam pah.”
“Kau baik-baik saja Nak?” tanya Ridwansyah disebrang telpon.
“Rindi baik pah, bagaimana dengan papah..?”
“Alhamdulillah papah juga baik sayang, kau sedang dimana?”
“Rindi sedang diperjalanan, hendak ke tempat Aviie..?”
“Ooh, apa Dirga bersamamu?”
“Iya, Dirga bersamaku pah, sedang menyetir,” Rindi melirikkan matanya ke arah Dirga, Dirga merasa namanya disebut ikut melirik ke arah Rindi.
“Sepertinya putriku sudah akur dengan Bodyguardnya hhhmmm..!” Ada nada menggoda di suara Ridwansyah.
“Iihhkk maksud papah apaan.?” sergah Rindi, mulai jengah.
“Nada suaramu berbeda, dan caramu menyebut nama Dirga perlu dipertanyakan!”
“Papah apaan siih..? Sok tahu banget” gerutu Rindi, terdengar suara tawa papahnya, membuat hati Rindi gemas ditertawakan sang papah.
Dirga tersenyum simpul, seakan tahu apa yang dibicarakan Rindi dan papahnya.
“Papah kapan pulang? Ini sudah satu bulan sesuai janji papah..?”
“Maaf sayang, tujuan papah telpon untuk memberitahu kalau papah belum bisa pulang sekarang-sekarang”
“Kenapa bisa begitu pah?” tanya Rindi kecewa.
“Terjadi kesalahan, dan ada penambahan bisnis, dari pada papah bolak balik antar benua, jadi papah bertahan dulu disini.”
“Tapi Rindi kangen pah” mata Rindi mulai berkaca, namun ia tahan sebelum airnya bergulir, tidak ingin terlihat cengeng di depan Dirga.
“Sabarlah sayang papah juga kangen, tolong berikan telponnya ke Dirga, papah mau bicara.”
“Iya pah..” Rindi memberikan iPhonenya ke Dirga.
“Papah ingin bicara.”
Percakapan Dirga dengan Ridwansyah tidak berlangsung lama, Dirga menerima intruksi bahwa waktu tugasnya bertambah sebagai Bodyguard Rindi.
***
Kendaraan yang ditumpangi Rindi dan Dirga telah sampai disebuah bangunan hotel, dimana acara yang didatangi Rindi diadakkan di hotel itu.
Dirga membukakan pintu mobil untuk Rindi, lalu menuju lift yang akan membawa mereka ke lantai atas tempat acara diselenggarakan.
Begitu keluar dari lift, tamu telah banyak memenuhi sebagian ruangan hotel, mata Rindi langsung mengedar mencari Aviee Owsam si pemilik undangan diantara berseliwerannya para tamu.
“Rindiii…!” Seruan Aviie membuat Rindi segera menoleh ke arah sahabatnya.
“Akhirnya elo datang juga, ayo kesana…!” ajak Aviie antusias menyambut kedatangan Rindi.
“Ok, tapi sebentar..!” Rindi menoleh ke arah Dirga yang setia berdiri di belakangnya.
“Dirga, ikut aku ya..!” ajak Rindi, diangguki pemuda itu.
“Itu siapa Rin..? Alamaak ganteng banget.” Celetuk Aviie matanya sekali-kali melirik ke belakang ke arah Dirga, dibalas senyuman oleh Dirga, membuat hati Aviie seakan meleleh.
‘Oh My God, senyumnya itu Rin… bikin hati gue meleleh…”
“Idiihhkk lebay sih elo..”
“Seriusan Rin, kasih tau gue dong siapa dia, pacar elo? Kalau bukan gue mau banget jadi pacarnya.”
Rindi menoyor kepala Aviie gemas, mulutnya ga mau berhenti nyerocos kalau sudah ngomongin masalah cowok.
“Dia Dirga Bodyguard gue.” jawab Rindi cuek, seraya menghempaskan pantatnya di atas kursi tamu keluarga yang sudah disediakan Aviie untuknya.
“What..? He’s Your Bodyguard?” Aviie benar-benar terkejut.
Rindi hanya geleng-geleng kepala dengan ekspersi konyol sahabatnya, “Elo itu kaya yang kena serangan jantung kalau lihat Cogan.”
“Oh ya ampun Rindi, gue ga nyangka Bodyguard elo bisa secakep itu, jauh dari feeling elo dulu, gendut, botak dan bangkotan, trus gue ga lihat jelas waktu di telivisi dan surat kabar waktu nyelamatin elo dari serbuan fans dan wartawan, karena wajah bodyguard elo ke tutup topi.”
Rindi tertawa mengingat ucapannya dulu tentang kondisi yang bakal jadi pengawalnya.
“Ciihh, sekarang elo ketawa kalau udah tahu Pengawalnya seperti… siapa tadi namanya..?”
“Dirgantara..” jawab Rindi cepat.
“Namanya aja sudah sekeren itu, apa lagi orangnya, gue curiga elo kaga jadi bikin pengawal elo ngga betah, sepertinya malah sebalikknya elo yang ga betah jauh dar Bodyguard elo…?”
Cibir Aviie, sambil menaik turunkan alisnya.
“Maksud elo apaan sih Viie? jangan mulai deeh..!” ujar Rindi jengah.
“Hhmmm, mulai pura-pura, emang gue ga tahu elo apa…?” kembali Aviie mencibir.
“Jangan sok tahu, gue ngga cinlok sama Bodyguard gue,” elak Rindi agak memelankan suaranya, kata-katanya berbanding terbalik dengan perasaannya.
“Alaaahh, sok muna, I’m sure you will have a special feeling for him.” tambah Aviie, membuat Rindi tertegun, sebenarnya Rindi masih bingung menebak perasaannya sendiri.
Dirga hanya memperhatikan dua gadis itu dengan mimik wajah yang sulit dibaca, dari tingkah laku kedua gadis itu, Dirga yakin mereka sedang membicarakannya.
==========
Acara Universary pernikahan perak orang tua Aviie Owsam berjalan lancar, suasana semakin meriah dengan diadakannya acara hiburan dilanjut dengan makan bersama.
Disudut ruangan dengan penerangan sedikit redup, sepasang mata menyorot penuh amarah, tatapan tajamnya menyimpan dendam, dengan tangan terkepal si pemilik mata fokus memperhatikan dua anak manusia yang sedang asyik berbincang.
Dirga dan Rindi terlibat percakapan santai, sesekali diselingi tawa kecil, tanpa mereka sadari sepasang mata sedang memperhatikan keduanya.
“Ciieee, duaan terus bikin gue sirik aja..” Aviie menyerobot ke tengah-tengah antara Dirga dan Rindi.
“Heeii, main serobot aja sih elo, pinggir gue masih kosong..!” Seru Rindi sedikit jengkel dengan ulah sahabatnya.
“Ceeiilleehh, bilang aja gue kaga boleh deket Dirga! Dirga kan bukan pacar elo jadi gue bebas dekat sama dia, iya kan bang Dirga..?” Aviie mengerling genit dibalas senyuman oleh Dirga, membuat Rindi gusar melihatnya.
“Ciihh, gaya elo genit banget, jijik gue liatnya.” cibirnya.
“Kenapa lo..? hhmmm cemburu ya..?” ledek Aviie.
“What…? Cemburu..? Nggak ada kamus cemburu dalam diri gue.” sergah Rindi mulai jengah dengan ucapan Aviie.
“Ayolah Rindi please lebih realistis, jangan sembunyikan perasaan elo, elo kan udah putus sama Devan, elo single, gue tahu elo suka sama Bodyguard elo.?” bisik Aviie di telinga Rindi.
Rindi sejenak mematung mengurai kalimat demi kalimat yang diucapkan sahabatnya itu.
“Open your heart honey, gue yakin Perasaan elo sama dengan perasaan Dirga.”
tambah Aviie.
“Bagaimana elo bisa seyakin itu tentang perasaannya terhadap gue? Dia tidak lebih sebagai Bodyguard gue, dituntut tanggung jawab menjaga gue.”
“Gue bisa lihat dari sorot mata dia ke elo, bahwa dia suka sama elo, percaya sama gue, dari cara kalian memanggil saja udah beda…!”
“Entahlah gue sendiri belum yakin dengan perasaan gue sendiri.”
“Hei mau kemana lo?” tanya Aviie melihat Rindi hendak pergi.
“Ke toilet dulu, kau tunggu saja disini aku tidak lama” ucap Rindi diangguki oleh Dirga.
***
Rindi berdiri di depan kaca wastafel di dalam toilet, matanya memandang cerminan dirinya, menatap lekat matanya sendiri, seakan mencari sesuatu dibalik manik mata indahnya. “Apakah benar gue mencintainya? Rasanya tidak mungkin..! Dia hanya Bodyguard gue hanya sekedar menjaga gue.?” Rindi menarik nafas lalu menghembuskannya kembali.
Setelah sesak di dadanya mulai longgar, Rindi keluar dari toilet, tiba-tiba tangannya ditarik seseorang, Rindi terlonjak tas yang dipegangnya terlempar saking kagetnya. “Devan…!”
Devan, pria yang menarik Rindi, membawa gadis itu agak menjauh dari toilet, menghindari orang-orang yang hendak masuk ke toilet.
“Devan… lepaskan tangan gue..?” teriak Rindi merasa kesakitan dibagian pergelangannya.
“Aku ga bakal lepasin kamu, aku kangen sama kamu Rin..” Suara Devan dibuat lembut agar Rindi memahami perasaannya.
“Antara kita sudah tidak ada hubungan apa-apa, kita sudah putus, jadi tolong lepasin tangan gue?”
“Kamu salah Rin, aku tidak pernah memutuskan kamu dan tidak menerima keputusan sepihak kamu, jadi kau masih milikku..!”
“Lepas Devan, tangan gue sakit..!” Rindi meringis menahan sakit.
“Ok, aku lepaskan tapi jangan lari, aku masih ingin bicara denganmu.”
Rindi mengangguk setuju.
“Apa lagi yang elo inginkan dari gue?” Tanya Rindi ketus.
“Aku mencintaimu, aku ingin kita seperti dulu, dan cabut kembali pengunduran kontrak kerjamu, kita rajut kembali hubungan kita yang sempat kacau.”
“Sorry Dev gue ga bisa..! Keputusan gue sudah bulat, gue sudah berhenti dari kontrak kerja elo, bahkan jika perlu gue bakal berhenti selamanya dari karir gue.”
Penjelasan Rindi membuat wajah Devan merah padam, tangannya mulai terkepal.
“Dan satu lagi Dev, gue ga bisa kembali sama elo, elo sebaiknya sama Raisya dia lebih mencintai elo.”
“Gue tahu kenapa elo ga bisa lagi nerima gue karena laki-laki bajingan itu..!” Geram Devan mulai dengan kata-kata kasarnya.
“Apa maksud elo..?”
“Bodyguard elo, gue tahu elo mencintai Bodyguard elo, gue dengar omongan elo di toilet tadi…!” tambah Devan dipuncak rasa geramnya.
“Perasaan gue bukan urusan elo..” Rindi melangkah pergi meninggalkan Devan, namun laki-laki itu tidak membiarkan Rindi pergi begitu saja
Devan mengeluarkan sesuatu dari saku baju jasnya, dengan gerakkan cepat Devan membekab hidung Rindi dengan sapu tangan yang sudah dilumuri obat bius, tidak butuh waktu lama, tubuh Rindi melemas, sebelumnya sempat berontak tidak lama.
“Gue tidak akan membiarkan elo pergi dari gue..” bisik Devan.
Devan membopong tubuh Rindi yang sudah terkulai pingsan, meninggalkan gedung hotel tempat acara ulang tahun pernikahan perak orang tua Aviie, tanpa ada yang curiga Devan membopong Rindi, dengan akal bulusnya Devan mengatakan yang dipangkuannya adalah istrinya yang pingsan karena sakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel