Karya : Tien Kumalasari
"Udah beres mas, masih tersisa tiga orang yang harus mas Adhit sendiri mewawancarainya.
* Dalam Bening Matamu #2- Mirna menundukkan wajahnya dan menekuni pekerjaannya begitu Adhit masuk keruangannya. Adhit memandangnya sekilas, lalu melihat ponsel Mirna tergeletak dimeja disamping laptopnya.
* Dalam Bening Matamu #3- Pagi itu Adhitama melihat Mirna yang berbeda dari biasanya. Wajahnya sedikit pucat, mungkin karena semalam kurang tidur. Hatinya benar-benar gelisah. Ia mendengar semuanya tentang ibunya, kisah hidupnya sungguh membuatnya merinding, lalu tentang dendam yang harus terlapiaskan dan tak ingin dibawanya sampai mati.
* Dalam Bening Matamu #4- Hari masih sekitar pukul delapan malam. Mirna masih tergolek diranjang, didalam kamar yang lebih terlihat bersih dan rapi.
Entah berapa uang yang dihabiskan ibunya untuk menyulap kamar pengapnya menjadi lebih bercahaya.
Ganteng juga anaknya tante Retno, pikir Mirna. Berarti dia masih saudaraan dengan aku.
Apakah aku harus memperkenalkan diriku seandainya nanti bertemu?
* Dalam Bening Matamu #6- Galang benar-benar kaget. Pernyataan Adhitama sungguh tak diduganya, membuatnya tak mampu ber kata-kata.
Sementara itu Mirna yang berada tak jauh dari sana merasa hatinya bagai di cabik-cabik. Pernyataan cinta Adhitya terdengar oleh telinganya, bagai sebuah palu godam dilabuhkan kedadanya.
* Dalam Bening Matamu #7- Ayud terkejut.
"Baiklah bu, nanti Ayud telepone lagi ya, sungkem buat bapak." Kata Ayud kemudian menutup ponselnya.
"Apa kamu bilang Din? Mas Adhit ada di Medan?"
"Iya, barusan Dinda menelpon ibu, Dinda mau ke tempat simbah, ibu mau mesen apa, malah ibu bilang bahwa mas Adhit ada disana."
* Dalam Bening Matamu #8- Mirna tak bisa memejamkan mata dimalam terakhir, dimana keesokan harinya ia harus mengikuti Adhitama ke Sarangan. Ibunya sangat yakin sakit hati dan dendamnya akan terbalas.
* Dalam Bening Matamu #9- "Kamu nih ya, setelah bisa jalan ke mana-mana .. terus ngeluyur sendiri.. " tegur Ayud ketika makan siang bersama.
"Kok ngeluyur sih mbak, aku tuh beli buku, tuh.. ada bukunya, trus aku mampir ke kantor. Pengin makan bareng mas Adhit, habis mas Adhit sekarang sombong." jawab Dinda sambil mengunyah makanannya.
* Dalam Bening Matamu #10- "Ke om Haris pak?" tanya Retno tertegun. Pasti berat bagi seorang gadis kalau harus kesana kemari, mana jauh lagi.
"Hanya beliau yang nanti bisa memberikan keterangan yang dibutuhkan Mirna," kata Raharjo mantap.
"Kasihan ya.."
* Dalam Bening Matamu #11- Widi melangkah cepat kebelakang sambil mengomel, membiarkan pintu digedor ber kali-kali.
"Jadi Mirna keparat itu telah melaporkan aku ke polisi? Bocah eddan, tak tau membalas budi!! Awas kalau ketemu pasti aku remas-remas tubuhmu sampai lumatt!!" geramnya sambil membuka pintu belakang, lalu mengendap-endap melangkah kearah depan.
* Dalam Bening Matamu #12- "Tunggu mas.. lapor polisi ? Bagaimana dengan Mirna?" Tukas Raka dalam perjalanan pulang dari rumah Mirna.
"Sudah jelas ini penganiayaan, bahkan percobaan pembunuhan." Kata Adhit
"Tapi Mirna belum bicara jelas apa penyebabnya.
* Dalam Bening Matamu #13- Tiba-tiba Raka menghentikan sepeda motornya, membuat Dinda heran.
"Ada apa mas? Gembos?"
"Sst.. diam aku mau tilpun mas Adhit dulu.."
"Hallo Ka, " suara Adhit dari seberang.
* Dalam Bening Matamu #15- Kadir merasa ia harus mendapatkan informasi tentang gadis itu. Apakah dia yang mirip isterinya, yang dilihatnya memasuki tempat kost itu? Dan Mirna itu, bukankah nama anaknya?
"Kir, maukah menolongku?"
"Ya pasti aku mau bos, bagaimana, aku harus melakukan apa?"
* Dalam Bening Matamu #16- Raharjo terkejut mendengar teriakan Galang. Ini tidak sewajarnya. Sebuah penolakan keras yang tak akan boleh diganggu gugat. Sesa'at Raharjo tak bisa ber kata-kata. Tapi pembicaraan itu belum terputus.
"Mas, ada apa mas? Kenapa berteriak?" tanya Raharjo bingung.
* Dalam Bening Matamu #17- Adhit sudah sampai dipinggir jalan, ia melihat kesana kemari, namun orang yang ditunjuk Dinda tak lagi kelihatan. Memang tadi ada perempuan bercadar yang berjalan kearah selatan, bajunya biru gelap, demikian juga cadarnya, tapi mengapa bisa sangat cepat hilangnya?
* Dalam Bening Matamu #18- Mirna terpaku, sesa'at tak mampu mengatakan apapun. Hatinya yang bergolak gembira karena akan makan bersama bos gantengnya, surut tiba-tiba. Ia bisa menolak Aji dan membuat alasan apapun yang masuk akal. Tapi ada bapaknya yang juga menunggu.
"Aku baru teringat sesuatu, tentang laki-laki yang tadi bersama Mirna.
"Mas kenal?"
* Dalam Bening Matamu #20- Mirna tertegun, ia tak menyangka ayahnya sudah menerima lamaran Aji, padahal sedikitpun tak ada rasa tertarik dihati Mirna. Entah mengapa wajah bersih menawan itu tak sanggup menggoyahkan hatinya. Barangkali karena kemudian wajah Adhitama tiba-tiba melintas dibenaknya.
* Dalam Bening Matamu #21- Mirna menyukai sikap ramah Dewi, ibunya Bima, kemudian ia berpamit untuk pulang lebih dulu.
"Kenapa buru2?" tanya Dewi.
"Iya mbak, saya sama bapak, kasihan kalau nanti kecapean.
* Dalam Bening Matamu #22- Sesa'at Adhit tak bisa ber kata-kata. Aji menikah dengan Mirna? Mengapa Mirna tak mengatakan apa-apa? Ia justru resign dengan alasan mengikuti ayahnya keluar kota.
"Hallooo... Dhit, kamu masih disitu ?" tanya Dewi karena Adhit diam saja beberapa sa'at lamanya.
"Mirna?"
* Dalam Bening Matamu #24- Adhit memacu mobilnya, tapi jalanan sedang ramai. Mobil Aji sudah tak kelihatan buntutnya. Adhit mengumpat tak habis-habisnya.
"Setan alas, sudah gatal tanganku ingin menghajarnya lagi," umpatnya penuh geram.
* Dalam Bening Matamu #25- "Adhit ada di Medan. Barusan Raharjo menelpon," kata Galang pada isterinya sore hari sepulang kantor.
"Ya ampun, apa yang dilakukan anak itu disana? Bicara tentang Dinda ?"
"Pastinya ya. Raharjo bilang bahwa Adhit tak akan pulang kalau belum mendapat jawaban."
"Tante.." sapanya.
"Mirna, ayo baiklah ke mobil, aku ingin bicara," kata Aji tanpa mau melepaskan pegangannya.
"Tolong lepaskan tanganku," pinta Mirna dengan wajah muram.
"Tidak ada apa-apa bu, hanya suaminya yang ingin memindahkan ke rumah sakit lain." lanjut perawat jaga.
"Apakah ada alasannya mengapa harus pindah?"
"Iya, ada pekerjaan yang nggak bisa ditinggalkan, sini duduklah dekat tante, ada yang mau tante ceritain sama Adhit."
"Yang ada hubungannya dengan berita yang dibawa om Raharjo?"
Tadinya senang-senang saja ketik Adhit merayunya, tapi ketika Adhit mengatakan tidak suka padanya karena dia begini begitu, tak urung Dinda cemberut juga.
* Dalam Bening Matamu #32- Pertemuan itu berlanjut dirumah Anggi yang mungil dan ada salon kecantikan milik ibunya disana. Bu Susan, ibunya Anggi menyambutnya dengan ramah. Mereka duduk dihalaman yang teduh, dibawah pohon tanjung yang rindang, dan menebarkan aroma harum yang menyejukkan rasa.
* Dalam Bening Matamu #33- Mata bening itu masih digenangi titik-titik air. Adhit meraih tissue diatas meja dan mengulurkannya pada Anggi.
Anggi mengusap air matanya, lalu meneguk lagi minumannya. Ia merasa Adhit sedang mengajaknya bercanda. Ia tak menanggapinya, lalu mempermainkan lagi sendok di gelasnya.
* Dalam Bening Matamu #35- Mirna mengeluh dalam hati. Selalu begini setiap kali ada Adhit. Seharusnya tak usah bertemu, sehingga perasaan ini tak mengganggu. Ya Tuhan, aku mencintainya, keluhnya dalam hati. Sementara Adhit sudah berjalan semakin dekat.
* Dalam Bening Matamu #36- Siang itu Adhit pulang kerumah untuk makan siang. Sejak Anggi pintar memasak, bu Broto menyarankan agar Adhit selalu pulang setiap makan siang.
Bu Broto dan Anggi yang menemaninya agak heran melihat wajah Adhit sedikit muram.
* Dalam Bening Matamu #37- Adhit terkejut. Tak percaya apa yang didengarnya, kemudian ia meminggirkan mobilnya. Dipandanginya Anggi yang menatap lurus kedepan.
Wajah Mirna terbayang. Adhit kemudian sadar akan perasaannya. Tapi mana mungkin ia menuruti kemauan Anggi?
* Dalam Bening Matamu #38- Mirna menggenggam pegangan kursi dengan erat. Matanya nanap menatap Anggi yang juga menatapnya tajam.
"Bu Anggi bilang apa?" tanyanya dengan suara bergetar.
"mBak Mirna, aku ber sungguh-sungguh. Mas Adhit mencintai mbak Mirna."
* Dalam Bening Matamu #39- Bu Susan menatap Adhit dengan pandangan tajam. Ada kemarahan disana, sementara bu Broto segera memegang lengan bu Susan.
"Jeng, sabar jeng, nggak bagus menuduh yang bukan-bukan," katanya menenangkan.
* Dalam Bening Matamu #40- Adhit berdiri, lalu menghampiri Dinda serta memeluknya.
"Dengar mas, pelukan ini tidak akan meredakan kemarahan aku. Aku benci mas mengatakan itu, aku benci mas menghianati Anggi."
"Dinda, aku berterus terang sama kamu. Iya benar, itu perasaanku, tapi apa itu salah? Rasa tidak pernah salah."
"Pak Kadir !! "
Tapi bukannya menoleh pak Kadir justru menuju ketepi jalan bersiap untuk menyeberang.
* Dalam Bening Matamu #42- Mirna menunggu bapaknya selesai mandi sambil terus mengamati foto yang ditemukannya. Wajahnya cantik, tapi itu bukan wajah ibu Widi. Apakah isteri bapak? Kalau demikian dia ibuku? Bisik batin Mirna.
* Dalam Bening Matamu #43- "Apa mas ? Mas tau dimana mbak Mirna? Mas menemuinya?"
"Tidak... ada orang yang mengatakan bahwa Mirna bekerja pada sebuah keluarga di Jl. Dr.Supomo, aku mencarinya dan sudah ketemu, tapi aku belum bertemu Mirna. Dan berarti yang digendong dirumah sakit itu bukan anaknya Mirna."
* Dalam Bening Matamu #45- Mirna panik kepada petugas hotel dia minta dipanggilkan dokter.
"Ini hari libur bu, kayaknya susah, adanya dirumah sakit, tapi akan kami usahakan," jawab petugas itu." Mirna berlari kearah kamar, Adhit sudah membaringkan tubuh Anggi di ranjang. Kebetulan ada obat gosok di dalam tasnya.
--- oo ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel