Begitu keluar dari mobil Dirga melepas jaket kulit hitamnya, lalu ia pakaikan di tubuh Rindi untuk menyamarkan pakaian yang dikenakan Rindi, yang pastinya sudah terexpose disetiap sosial media.
Jaket Dirga nampak kebesaran di tubuh Rindi, aroma parfum Dirga yang melekat pada jaketnya membuat Rindi merasa nyaman.
Dirga mengajak Rindi menyebrang jalan, entah dorongan dari mana Dirga tiba-tiba menggegam telapak tangan Rindi, Rindi sungguh spheechless dibuatnya.
Untuk sesaat aliran darah Rindi serasa berhenti, rasa hangat dari jemari Dirga seakan menjalar ke seluruh tubuhnya. Rindi menatap ke arah tangannya yang digenggam Dirga, gadis itu tersenyum senang sambil mengikuti langkah Dirga memasuki sebuah warung nasi sederhana.
Jika di lihat dari arah depan kondisi warung nasi ini sesuai dengan namanya SEDERHANA, tapi setelah Dirga membawa Rindi semakin masuk ke dalam, tepatnya halaman belakang dari warung nasi ini membuat mata Rindi terbelalak.
Ternyata di belakang warung ini halamannya begitu luas, dipenuhi berbagai aneka bunga dan pohon Bidara yang dipangkas sedemikan rupa, serta beberapa lesehan tempat untuk makan. Di tengah-tengah terdapat kolam ikan lengkap dengan air mancurnya yang jernih sungguh indah, Rindi mengakui tempat ini begitu nyaman sedikit tersembunyi dari keramaian, siapapun tidak akan menyangka warung yang terlihat sederhana ini memiliki keindahan yang tersembunyi.
Dirga memilih tempat lesehan agak di pojok agar tidak mengundang perhatian orang lain, siapa tahu ada yang jeli dengan sosok gadis yang bersamanya.
“Kau mau makan apa?” tanya Dirga menyadarkan Rindi dari rasa kagum dengan tempat yang di singgahinya.
“Eeh, aku terserah kamu saja, kalau minumnya aku pesan jus jeruk lemon tea,” jawab Rindi menyodorkan buku menu ke arah Dirga.
Tanpa banyak bicara Dirga menulis menu pesanannya di secarik kertas lalu menyerahkan ke pelayan yang menunggunya.
“Aku tidak menyangka tempat ini menarik juga,” puji Rindi.
“Hhmmm..,” Gumam Dirga, dengan tangan asyik memainkan iPhonenya.
“Boleh aku buka kaca matanya?”
“Buka saja, tapi jangan banyak melirik kesana kemari.”
ucap Dirga lebih terkesan melindungi, agar tidak mengundang pengunjung lain.
Rindi mengangguk lalu membuka kaca matanya. Matanya langsung dimanjakan dengan pemandangan taman bunga dan kolam ikan di depannya tanpa penghalang.
Tak berapa lama makanan yang dipesanpun datang.
Mata Rindi nampak berbinar menatap menu yang disajikan di meja, ingin segera melahap nasi yang masih mengepul asap panas dalam bakul serta lauk pauk aneka rasa terkesan sederhana namun menggugah selera siap menggoyang lidah.
Rindi begitu lahap menikmati makannya, “Hhmmm sedap sekali makanan ini.”
Dirga tersenyum menanggapi pujian Rindi untuk makanan yang disantapnya. “Sesuai dengan seleramu?”
“Yups, cocok banget untuk perut yang lapar, kau sering kemari?” tanya Rindi disela-sela suapannya.
“Tidak terlalu sering, mungkin beberapa kali” jawab Dirga.
“Oh iya.? dengan siapa?”
“Dengan adikku, juga Anna”
“Uhuukk, uhuukk..”
Dirga buru-buru menyodorkan minum ke arah Rindi yang tersedak makannya.
“Kau tidak apa-apa?” ucap Dirga menatap iba wajah cantik Rindi yang memerah akibat tersedak.
“Iya aku baik-baik” jawab Rindi, selera makannya tiba-tiba hilang saat Dirga menyebut nama Anna.
“Tidak kau lanjutkan makanmu?” Dirga menatap heran, Rindi tidak melanjutkan makannya yang tinggal setengah.
“Perutku sudah kenyang” jawabnya.
Dirga ikut menyudahi makannya, Dirga merasa ada sesuatu yang membuat selera makan Rindi yang tadinya lahap jadi tidak berselera. Namun Dirga memilih diam, berharap Rindi bercerita tentang perubahannya.
“Kita pulang..!” ajak Dirga, diangguki oleh Rindi tanpa banyak bicara.
Saat hendak ke luar dari tempat makan ini, Rindi berpapasan dengan pengunjung lain. Tangan si pengunjung tidak sengaja menyeggol topi yang dipakai Rindi saat si pengunjung hendak merapihkan rambutnya, otomatis topi yang dikenakan Rindi terjatuh mengakibatkan rambut panjangnya tergerai.
“Ratu..!” ucap si pengunjung terkejut dengan suara cukup keras, mata terbelalak mengenali wajah Rindi.
Rindi ikut terkejut ia lupa tidak memakai kaca mata hitamnya, dan lebih sialnya lagi televisi yang menyala di rumah makan sederhana ini sedang mengexpose seputar dirinya.
“Masyaa Allah Ternyata Ratu Eka Rindiyani ada disini..” Celetuk pengunjung yang lain.
Dirga dan Rindi saling memandang, belum sempat mereka melangkah para pengunjung berdatangan ke arah dimana gadis model itu berada.
“Bawa aku dari sini..!” desis Rindi dengan pandangan memohon ke arah Dirga.
Tanpa banyak berfikir lagi, Dirga langsung menarik tangan Rindi berusaha keluar dari para pengunjung yang semakin banyak berdatangan, memenuhi Rumah makan ini.
Ada yang sekedar melihat, meminta foto bersama, minta tandatangan bahkan sekedar kepo pun ada…
“Ratu ko ada disini…?”
“Mbak Rindi cantik sekali..”
Dan banyak lagi ocehan dari mereka, yang membuat Rindi tambah kalang kabut.
Dirga berhasil menorobos ke luar, tapi bukan berarti aman, penggemar Rindi tidak mau kalah mengikuti dari belakang membuat Dirga terpaksa membawa lari Rindi menjauh dari mereka.
Dirga mencari tempat sembunyi sementara, rasanya bukan hal yang bagus jika harus berlari ke arah mobilnya, bisa-bisa mobilnya hancur dirangsek mereka.
Sambil berlari Dirga mencari tempat sembunyi yang aman dari kejaran. Akhirnya Dirga masuk ke sebuah toko baju dan memasuki salah satu ruang ganti baju, tanpa ada pelayan toko yang menyadarinya.
Nafas keduanya terengah-ngah, Dirga membungkam mulut Rindi dengan telapak tangannya agar nafas memburunya tidak terdengar ke luar, karena suara para pengejar mulai ramai, ada di dekat persembunyian Dirga dan Rindi.
“Aduh Ratu dimana sembunyinya sih? aku ga bakalan berhenti mencari Ratu sebelum mendapatkan foto dan tanda tangannya” kata salah satu si pengejar.
“Aku juga sama, tidak bakal menyerah sebelum ketemu, ini momen yang langka model cantik papan atas ada disekitar kita”
Dirga dan Rindi semakin tegang mendengar pembicaraan orang-orang yang mengejarnya tidak akan menyerah. Rindi membelalakan mata saat salah seorang si pengejar menyuruh temannya melihat dari bawah ke arah ruang ganti baju, jika di dalam ruangan itu terdapat dua orang antara laki-laki dan perempuan itu pasti yang mereka kejar. karena mereka fikir tidak mungkin ganti baju laki-laki dan perempuan bersamaan.
Rindi hampir terpekik, tiba-tiba Dirga memangku Rindi ala Bridel stil spontan Rindi mengaitkan tangannya merangkul leher Dirga, wajah mereka saling memandang lekat dengan jantung berdetak semakin cepat, seakan adrenalin mereka sedang diuji.
==========
Rindi menumpukan dagunya di atas bahu Dirga, cara efektif untuk menghindari tatapan mata tajam Dirga. Keduanya berusaha saling meredakan detakkan jantung mereka yang semakin mengencang.
“Mereka tidak ada di sini, semua isinya hanya satu orang” Celetuk salah satu penggemar Rindi yang mendapat tugas memeriksa dengan cara mengintip dari bawah. Karena pintu pembatas ruang ganti agak menggantung tidak menyentuh lantai, rasanya tidak mungkin menyerobot masuk jika tidak ingin diusir pemilik toko.
“Ya sudah kita cari di tempat lain, mungkin mereka melewati jalan putar, jadi kita tidak berpapasan dengan mereka”
“Ayo kita cari di tempat lain” ajak salah seorang ibu-ibu bertubuh tambun, disetujui yang lainnya.
Rindi dan Dirga menarik nafas lega, akhirnya mereka terlepas dari rasa tegang dan terhindar dari kejaran orang-orang yang memburunya.
“Alhamdulillah” sahut keduanya bersamaan.
“Bisa turunkan aku?” pinta Rindi dengan wajah agak memerah.
“Eehh, iya..” ucap Dirga singkat, dengan rasa gugup tidak seperti biasanya.
“A-aku keluar..!” Rindi ikut gugup.
“Tunggu..!” Cegah Dirga menarik tangan Rindi yang hendak membuka pintu.
“Kenapa? sepertinya sudah aman?”
“Belum tentu, tunggu disini aku tidak lama..!”
“Tapi..?” Rindi tidak melanjutkan kata-katanya karena Dirga keburu pergi.
Dengan perasaan yang mulai jenuh Rindi menunggu Dirga yang entah pergi kemana. Gadis itu mondar-mandir menghalau rasa bosannya.
Tak berapa lama Dirga kembali masuk ke ruangan dimana Rindi menunggunya dengan kesal, di lengan Dirga tersampir beberapa pakaian baru, “ini baju untuk siapa?” tanya Rindi heran.
“Ini untukmu, ganti lah bajumu dengan yang baru, pilih saja yang cocok, semua baju ini sudah dibayar” Dirga menyerahkan beberapa baju baru ke tangan Rindi.
“Tapi ini baju gamis semua?” protes Rindi Sambil memilah baju-baju gamis yang dibawa Dirga lengkap dengan kerudungnya.
“Jika memakai pakaian biasa kau sulit disamarkan, sangat mudah dikenali, tapi jika kau memakai pakaian ini dengan kerudungnya aku yakin tidak akan ada yang mengenalimu” papar Dirga.
“Tapi Dirga..”
“Kalau kau tidak mau, aku yang akan mengganti pakaianmu” ancam Dirga dengan tangan pura-pura diangkat hendak menyentuh baju yang dikenakan Rindi.
“Heeii jangan, aku bisa sendiri, keluarlah..!” usir Rindi cepat dengan wajah merah merona.
Dirga tersenyum simpul, Aku di kamar ganti sebelah untuk ganti bajuku juga”
Rindi mengangguk.
🍀🍀🍀
Rindi merasa kikuk dengan kostum barunya, gadis itu bercermin mencermati penampilannya yang berbeda, tubuhnya yang tertutup pakaian gamis modern agak longgar, namun cocok dikenakan ditubuhnya yang tinggi langsing. Rindi mengakui penampilan barunya dengan memakai jilbab terlihat sangat cantik dan anggun, tapi ia merasa malu untuk keluar menemui Dirga, mungkin karena tidak terbiasa dengan penampilannya yang sekarang.
“Rindi kau sudah selesai?” Sahut Dirga dari luar.
“Su-sudah..” jawab Rindi yang telah berdiri di belakang Dirga.
Dirga mematung seakan terpesona dengan penampilan Rindi menutup aurat dari ujung rambut hingga ujung kaki, “Sempurna, sungguh indah ciptaanmu ini yaa Robb..” batin Dirga.
Rindi mengernyitkan dahi melihat Dirga menatapnya aneh, “Apa aku terlihat aneh?”
Pertanyaan Rindi menginterupsi fikiran Dirga yang sedang mengagumi gadis yang berdiri dihadapannya “Kau terlihat berbeda”
“Maksudmu..?”
“Kau sangat cantik dengan pakaian dan kerudung itu” Ucap Dirga jujur, sambil mengalihkan matanya ke arah lain agar debaran hatinya tidak terbaca oleh Rindi.
“Kau serius..?” tanya Rindi, namun Dirga tidak menanggapinya lagi.
“Ayo kita ke luar dari tempat ini, mobilnya sudah ada di depan?”
“Ko bisa ada disitu?”
“Aku menyuruh seorang karyawan disini untuk membawa mobil kita kemari”
Rindi mangut-mangut, sambil mengikuti langkah Dirga menuju mobilnya yang sudah terparkir di depan toko baju ini.
Perjalanan kali ini nampak mulus tanpa kejaran, mungkin dengan bantuan penyamaran yang mereka ciptakan sukses menipu mata para si pengejar tadi yang terlihat masih berkeliaran disekitar tempat ini.
Dirga membawa mobilnya ke luar dari tempat yang menguras energinya.
“Dirga, aku rasa jalan arah pulang bukan kesini?” Rindi menatap Dirga heran, rasanya tidak ada jalan lain menuju rumahnya selain jalan yang tadi dilewati Dirga begitu saja.
“Aku ingin mengajakmu menemui seseorang”
“Ooh iya, siapa..?”
“Nanti juga kau akan tahu”
“Tapi aku tidak mau kejadian seperti ditempat tadi”
“Tenang saja, ini tempat yang berbeda”
Dirga menghentikan mobilnya di tempat yang cukup sepi tidak jauh dari pangkalan ojek. “Kau akan membawaku kemana?” tanya Rindi masih penasaran.
“Turunlah, kita akan ke rumahku”
“Ke-ke rumahmu?” Hati Rindi mencelos mendengar Dirga akan membawanya ke rumah dia, itu berarti…? “Anna..Dirga membawaku ke rumahnya untuk menemui seseorang, dan seseorang itu pasti Anna istrinya Dirga, oh ya Tuhan..”
“Rindi kau tidak apa-apa?” Tanya Dirga heran melihat Rindi tidak juga turun dari mobil, padahal pintunya sudah dia bukakan.
“Ti-tidak..” Rindi buru-buru keluar dari mobil.
“Kau yakin tidak apa-apa? wajahmu agak pucat”
“Aahh tidak apa-apa, aku baik-baik saja, hanya sedikit lelah” Elak Rindi.
“Jika kau kelelahan kita bisa pulang lagi sekarang” Ada nada khawatir disuara Dirga.
“Tidak perlu, sungguh aku tidak apa-apa, ayo kita ke rumahmu aku ingin tahu dan berkenalan dengan istrimu” suara Rindi mulai terdengar ketus, tanpa menghiraukan Dirga gadis itu berjalan meninggalkan Dirga yang mematung.
Dirga tertegun mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Rindi, “Istri..! ingin kenalan dengan istriku…! siapa istri yang dimaksud Rindi?”
Dirga mengejar Rindi yang mulai menjauh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel