Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Selasa, 28 Juli 2020

Pengawal Membawa Cinta #9

Cerita bersambung

Dirga mengejar Rindi yang sudah jauh bejalan di depannya.
“Rindi tunggu..!” Teriak Dirga.
Rindi sama sekali tidak menghiraukan panggilan Dirga, Rindi terus berjalan semakin cepat, dengan baju agak diangkat sedikit karena baju gamisnya yang panjang hingga mata kaki menghambat langkahnya.
“Rindi, berhenti…!” Dirga berhasil menarik lengan Rindi, sontak gadis itu terpekik kecil hampir terjengkang akibat tarikkan kuat tangan Dirga.
“Kau mau kemana?” tanya Dirga setelah berhasil menghentikan laju jalan gadis itu.
“Bukankah kita akan ke rumahmu?” dengan nafas tersengal.
Dirga mengangkat alisnya sebelah, “memang kau tahu dimana rumahku?”
Rindi terhenyak baru sadar dengan kebodohannya, mana tahu ia rumah Dirga, ke tempat ini saja baru kali ini.
“Eenng, ini jalan ke rumahmu kan?” tanya Rindi dengan wajah polos.
Dirga menggeleng, “bukan..!”
“Aahh mungkin jalan yang itu?” Rindi menunjuk jalan dekat pangkalan ojek, berharap kali ini benar untuk menutup rasa malunya, namun lagi-lagi Dirga menggeleng.
“Atau mungkin…!”
“Sudahlah ikuti aku,” potong Dirga, sambil berjalan ke arah dimana tadi mobilnya terparkir, jalan yang berlainan arah dengan jalan yang dilalui Rindi.
“Dirga tungguuu…!” kali ini Rindi yang tergopoh-gopoh, mengejar Dirga yang berjalan cepat jauh di depannya.
Dirga menghentikan langkahnya, bibirnya tersenyum tipis menatap Rindi yang berjalan kesulitan, dengan gamis panjang yang agak diangkat sedikit untuk memudahkan langkah lebarnya, nampak keringat mengucur dari sela-sela kerudungnya.
“Cepet banget jalannya, capek tau..!” gerutu Rindi sambil menyeka keringatnya, nafasnya semakin kembang kempis.
Ingin rasanya Dirga tertawa melihat penampilan Rindi, namun ditahannya tidak ingin menambah kacau suasana hati gadis model itu, meskipun tidak mengurangi kecantikkan Rindi, gadis itu terlihat sedikit kacau, Efek cuaca panas yang menimbulkan banyak keringat dan lelah membuat Rindi terlihat seperti bukan gadis model papan atas.
“Kenapa diam saja?” Rindi heran melihat Dirga diam tidak melanjutkan jalannya.
“Bukannya kau capek? kita berhenti dulu”
“Tapi ini panas, aku tidak mau berhenti disini bisa-bisa kulitku gosong.”
Dirga menggedigkan bahu serba salah.
“Sudah ayo lanjut lagi jalannya, apa masih jauh rumahmu?”
dengan suara parau karena lelah.
“Di dekat sana, bukan ke rumah orang tuaku, tapi ke rumah baca.”
jelas Dirga.
“Rumah baca..” desis Rindi kembali mengikuti langkah Dirga.
Dirga melanjutkan jalannya, kali ini langkahnya teratur menyeimbangkan dengan langkah Rindi disampingnya.
Tak berapa lama mereka tiba di rumah baca milik Dirga yang dikelola Anna dan Pasha juga Riris adik Dirga.
Sebelumnya, selama perjalanan melewati beberapa rumah penduduk tak ada yang mengenali Rindi, karena gadis itu menutupi sebagian mukanya dengan ujung jilbab atas perintah Dirga untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kejadian di rumah makan tadi.
Rindi juga melihat para penduduk sekitar tak ada seorangpun yang tidak menyapa Dirga dengan rasa hormat dan segan, Rindi heran apa yang membuat mereka begitu segan kepada Bodyguardnya.
Rindi memang tidak memungkiri bahwa Dirga selain tampan bahkan teramat tampan dengan tubuhnya yang atletis terlihat sexi serasa kurang pantas tinggal di tempat seperti ini, Menurut Rindi Dirga cocok tinggal di apartemen macam artis.
“Abaaang…” Suara nyaring milik Riris menyambut kakaknya, dan memeluk Dirga dengan rasa rindu.
Dirga membalas pelukkan adik tersayangnya, “apa kabar adek abang?”
“Alhamdulillah adek baik bang, ko abang ga bilang-bilang mau kesini?”
“Supraise..” jawab Dirga sambil mengusap sayang kepala Riris yang tertutup kerudung.
“Dimana anak-anak?”
“Anak-anak ada di dalam bang sedang mengaji sama kak Anna, Riris juga baru dateng belum sempat masuk,” Ucap Riris, matanya melirik ke arah belakang Dirga dimana Rindi berdiri memperhatikan momen pertemuan adik dan kakak.
Dirga menangkap Lirikkan adiknya ke arah Rindi.
“Dia siapa bang..?” Riris memberi isyarat dengan dagunya.
Dirga tersenyum membawa Riris ke dekat Rindi, “turunkan saja penutup wajahmu..!”
Rindi menurunkan tangan yang memegang ujung jilbab untuk menutup sebagian mukanya, bibirnya menyunggingkan senyum. Riris membulatkan matanya dengan sempurna, mulutnya menganga lebar, “Ratuuu…” jerit Riris histeris.
Dirga menutup kedua telinganya begitu mendengar jeritan adiknya dengan tubuh berjingkrak.
“Abang, coba cubit Riris takutnya ini mimpi?” Riris menyodorkan tangannya untuk dicubit Dirga.
“Aawww sakit bang” teriak Riris sambil memukul tangan Dirga yang tadi dipakai menyubit.
Dirga menggelengkan kepala, lagi-lagi serba salah jika menghadapi wanita.
“Haii kak Ratu..” sapa Riris masih dengan tatapan tidak percayanya.
“Haii juga Riris..” Balas Rindi.
“Kalian berdua ngobrollah dulu, aku masuk ke dalam untuk menemui anak-anak.”
“Iya, iya abang masuk aja sono, kak Anna sudah kangen sama abang, Riris disini saja sama kak Ratu, iya kan kak?” Rindi mengangguk pelan, senyum lebarnya agak mengerut saat Riris menyebut nama Anna, apa lagi Anna merindukan Dirga.
***

“Berkata Abdul Malik Bin Umar bahwa satu-satunya manusia yang tidak tua adalah orang yang selama hidupnya selalu membaca Al-Quran, serta manusia yang paling jernih akalnya yang selalu membaca Al-Quran, jadi kita harus pintar menguasai ayat Allah dengan cara belajar membaca Al-Quran seperti yang dikatakan…”
“Bang Dirgaaa…!” Seru anak-anak kompak, membuat Anna sejenak mematung.
“Ko bang Dirga? maksud kak Anna Seperti yang dikatakan oleh…”
“Itu bang Dirgaaa…” Kembali ucapan Anna terpotong dengan seruan kompak Anak-anak kali ini sambil menunjuk ke arah belakang Anna, sontak Anna menolehkan wajahnya dengan cepat ke arah yang ditunjuk mereka.
Deg, jantung Anna berdetak cepat matanya menangkap sosok yang berdiri diambang pintu sedang menatap ke arahnya, sosok Dirga yang selama tiga minggu ini dirindukannya dalam diam kini ada dihadapannya.
“Bang Dirga..”
“Assalamu’alaikum Anna” salam Dirga dengan sikap kharismatiknya yang membuat wajah Anna selalu tersipu.
“Wa’alaikumssalam”
“Maaf mengganggumu, aku bisa menunggu sampai kau selesai mengajar.”
“Eeh tidak usah, ma-maksudku aku bisa melanjutkannya besok” ujar Anna dengan gugup.
Anna menyudahi mengajarnya dan menyuruh anak-anak untuk belajar atau menbaca buku yang mereka suka.
“Apa kabar bang Dirga?” Anna mengajak duduk Dirga disalah satu kursi diruang baca.
“Alhamdulillah aku baik, bagaimana denganmu?”
“Alhamdulillah seperti yang bang Dirga lihat, aku baik juga.”
“Syukurlah..” Rasa cangguh menghinggapi sikap keduanya.
“Berapa lama lagi tugas abang?”
“Entahlah belum ada kepastian kapan om Ridwan pulang ke Indo dan maaf minggu kemarin aku pulang menengok ibu tidak sempat kemari”
“Iya aku tahu Riris cerita minggu kemarin abang pulang sebentar” timpal Anna memahami pekerjaan dan tanggung jawab Dirga.
“kau tidak menemui kesulitan disini selama aku tidak ada?”
“Alhamdulillah tidak, Riris dan Pasha selalu membantu, oh iya abang sengaja datang kemari?”
“Aku ingin memberi kejutan pada Riris, dengan membawa seseorang kesini”
“Oh iya, siapa..?” tanya Anna penasaran.
“Ayo kita temui mereka, kau pasti mengenalinya,” ajak Dirga sambil beranjak dari duduknya diikuti Anna.
Rindi terpaku melihat Dirga berjalan ke arahnya bersama seorang wanita cantik berjilbab, wanita itu begitu anggun melangkah di samping Dirga, wajah keduanya memancarkan kebahagiaan, terlihat dari cara bicara mereka yang diselingi tawa.

==========

Ratu Eka Rindiyani menatap lekat gadis anggun yang berjalan di samping Dirga, hatinya serasa ada yang mencubit melihat kebersamaan mereka.
Anna membalas tatapan Rindi dengan senyum merekah di bibirnya, matanya berapa kali mengerjap seakan ingin memastikan bahwa wanita yang bersama Riris itu adalah gadis foto model terkenal yang sering ia lihat di televisi maupun surat kabar.
“Masyaa Allah Itu Ratu Eka Rindiyani kan bang?” ucapnya.
Dirga mengangguk “Iya..”
“Abaaang jahat, kenapa ga bilang sama Riris kalo abang jadi Bodyguardnya kak Ratu?” Celetuk Riris dengan bibir bimolinya.
“Kalau abang kasih tahu adek, abang bukan jaga Ratu tapi jaga kamu,” balas Dirga.
“Uuhh abang pelit.”
Sahut Riris menatap jengah kakaknya.
“Assalamu’alaikum kak Ratu,” sapa Anna menyodorkan tangan untuk berjabat, ada rasa heran dalam hati Anna, setahu Anna Ratu tidak memakai jilbab, tapi kali ini gadis yang sering Anna lihat berlenggak lenggok di atas Catwalk itu begitu cantik dengan jilbab dan balutan gamis.
“Wa’alaikumssallam” jawab Rindi membalas jabatan tangan Anna, suara lembut Anna serasa menyejukkan hati Rindi.
“Namaku Anna, senang sekali bisa bertemu langsung dengan kak Ratu, suatu kehormatan buat saya.”
“Maaf, saya hanya manusia biasa bukan tamu terhormat.” Rindi meluruskan kalimat Anna yang dirasa berlebihan, bukannya merasa tersanjung dengan ucapan Anna tapi entah kenapa justru merasa malu.
Pantas Dirga terlihat senang bertemu Anna, gadis itu begitu sempurna di mata Rindi, cantik, anggun, serta sopan dan lemah lembut.
“Mereka pasangan yang cocok,” batin Rindi.
“Oh iya sebentar lagi menjelang maghrib, bagaimana kalau kita shalat bersama di sini saja.”
Deg, jantung Rindi serasa hendak copot dengan ajakkan Anna, Rindi sama sekali bukan buta dalam hal agama, bukan tidak becus dalam menjalankan kewajiban lima waktunya, tapi sejak kematian mamahnya Rindi meninggalkan segala yang berbau ibadah, sebagai bentuk protesnya pada Tuhan atas terenggutnya nyawa sang mamah disaat ia sedang ingin menyatukan kebahagiaan.
Rindi sudah bertahun-tahun meninggalkan sholatnya, tidak pernah menyentuh sejuknya air whudu bahkan nasihat papahnya pun ia bangkang, jika papahnya acap kali mengajak Rindi bersujud pada sang kholik.
Rindi selama ini melarikan keresahan hatinya dengan hiburan dugem dan mengisi kekosongan jiwanya dengan cara menyibukkan diri bekerja sebagai model, bersenang-senang di kafe atau di tempat yang tak semestinya ia kunjungi.
“Kak Ratu tidak apa-apa?” Suara Riris menginterupsi lamunan Rindi kembali pada kesadarannya.
“Eeh iya Aku baik-baik saja”
Dirga menatap Rindi dengan tatapan yang tidak terbaca, Dirga tahu apa yang di fikirkan gadis itu.
“Lho ko pada diam semua, ayo kita masuk ke rumah baca, sebentar lagi Adzan.” Anna menarik lembut lengan Rindi mengajaknya untuk masuk ke rumah baca.
***

Tubuh Rindi bergetar hebat, disetiap gerakkan shalatnya Rindi menahan sekuat mungkin untuk tidak terisak mengundang curiga orang-orang yang shalat bersamanya.
Gadis itu merasakan rapuh dalam hatinya, kesenangannya selama ini di dunia glamor tak mampu membawanya dalam ketenangan.
Hati Rindi terasa tercabik, rasa bencinya pada Tuhan adalah salah besar, menjauh dari Tuhan menambah beban dosa dalam dirinya. Rindi benar-benar bersimpuh khusyu dalam sujud yang sudah sekian lama tidak dilakukannya.
“Ampuni hambamu yaa Allah.” Bisik hati Rindi.
“Kau baik-baik saja kak Ratu?” kali ini Anna yang bertanya, sejak melaksanakan shalat bersama, Rindi terlihat banyak diam.
Anna dengan sabar menemani Rindi selama Dirga mengantarkan Riris pulang.
“I-iya Anna aku baik-baik saja,” gugup suara Rindi.
“Saya buatkan minum ya kak, mungkin kak Ratu haus?” tawar Anna.
“Tidak usah Anna, aku tidak haus, oh iya Anna kau tidak ikut pulang ke rumah Dirga sambil mengantar Riris, bukannya kalian serumah?”
“Tidak.. aku tidak serumah dengan bang Dirga dan Riris” sergah Anna.
Rindi menautkan alisnya heran.
“Hhmmm apa kau dan Dirga tinggal di rumah orang tuamu?”
“Tentu saja kami tidak serumah, rumah kami terpisah.” jawaban Anna semakin membuat Rindi bingung, mana mungkin suami dan istri yang terlihat rukun tapi tidak seatap, bagaimana bisa mereka hidup masing-masing.
“Memangnya kau tidak serumah dengan suamimu? lalu kau tinggal dengan siapa?” Rindi sebenarnya tidak ingin menanyakan hal bodoh itu, karena sama saja menyiram hati yang panas dengan air yang panas pula.
Tapi rasa penasaran mengalahkan egonya.
“Suami..? maksud kak Rindi suami siapa? aku tinggal bersama keluargaku.” Kata Anna dengan wajah sama bingungnya dengan Rindi.
“Tentu saja Kamu sama Dir…!” Rindi tidak melanjutkan kalimatnya, tiba-tiba Rindi menepuk jidatnya, untung ia tersadar kalau tidak mungkin ia sudah malu besar dihadapan Anna.
“Ini pasti aku salah paham, tapi..!” batin Rindi.
“Kak Ratu kenapa..?” wajah Anna terlihat cemas dengan perubahan sikap Rindi.
“Kalian sedang membicarakan apa?” Dirga tiba-tiba menyela setelah kembali dari mengantar Riris pulang ke rumah.

Bersambung #10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER