Cerita bersambung
Maruti terpaku ditempatnya duduk. Sama sekali ia tak menyangka bahwa dokter Santi adalah bekas isteri Agus. Jadi bayangan tentang Panji yang dicalonkannya dengan dokter Santi sedikit kabur. Ia juga belum yakin ketika berada diklinik itu. Ia hanya mendengar orang2 berbicara dan hatinyapun juga berbicara sendiri. Barangkali ia salah.
"Kamu jemput Sasa?" tiba2 Agus menyapa wanita cantik itu setelah tiba didepannya.
"Ya, aku kangen, kebetulan ada waktu..,"
"Oh, syukurlah... masih punya rasa kangen..."
"Jangan mengejekku mas, kamu kan tau seperti apa pekerjaanku.."
"Oh ya, kenalkan, ini Maruti.." tiba2 Agus memperkenalkan dirinya, membuat Maruti yang tadinya menunduk kemudian mendongakkan kepalanya. Bertatapan dengan dokter Santi.
"Lho... ini kan... ini kan..putrinya... ibu..mm.. aku ingat.. ibu Tarjo bukan?" teriak dokter Santi.
"Apa kabar dokter," Maruti mengulurkan tangannya..
"Baik, bagaimana ibu ?"
"Sudah lebih baik dokter, terimakasih banyak."
"Rupanya sudah saling kenal?" sela Agus.
"Kemarin dia ke dokter mengantar ibunya periksa. Nggak nyangka.. ternyata dia adalah...."
"Saya karyawannya pak Agus," kata Maruti buru2, takut apabila dokter Santi menyangka ada hubungan khusus antara dirinya dan Agus.
"Ya, dia customer servis di kantorku."
"Oh.. baguslah.."
"Mamaaaa.... aku mau es krim..," teriak Sasa membuat dokter Santi kemudian berdiri menghampiri Sasa yang sedari tadi hanya berlarian kesana kemari diikuti oleh susternya.
"Oke sayang, ayo kita pesan kesukaanmu."
***
Dita sedang menulis sesuatu di buku kecilnya, ketika ibunya tiba2 menghampiri.
"Dita, obat yang harus diminum siang hari kan hanya satu macam?"
Dita terkejut, kemudian menutup buku kecilnya.
"Iya bu, tapi itu diminum sesudah makan. Ibu mau makan sekarang?"
"Ya, nanti setelah kamu selesai menulis nulis."
"Oh, nggak penting bu, hanya catatan kecil, orang menyebutnya buku harian."
"Apa saja yang kamu catat disitu?"
"Banyak hal, semua kejadian, semua yang Dita rasakan... Oke ibu, Dita sudah siapkan makan siang dimeja, ayo kita makan."
"Apa yang kamu rasakan hari ini?" tanya bu Tarjo menggoda anak gadisnya.
Dita tertawa.
"Apa kamu juga mencatat tentang cinta yang pernah kamu tanyakan pada ibu?"
"Ibu ini ada2 saja, sudah ayo kita makan, Dita simpan dulu buku Dita ya."
Dita berlalu, dan bu Tarjo siap duduk dimeja makan. Ia agak heran karena akhir2 ini Dita sangat rajin menulis. Diam2 bu Tarjo ingin sekali tau apa saja yang ditulis oleh anaknya.
"Ayo bu, ini sayur bening, ayam goreng.. yang tadi disiapkan mbak Ruti."
"Baiklah, tampaknya enak.."
"Makan yang banyak lho bu, supaya ibu cepat sehat."
"Iya, ibu sudah mulai doyan makan. Dokter cantik itu sangat baik, dan obatnya juga cocok untuk ibu." kata bu Tarjo sambil menyendokkan sayur kepiring yang telah diisi nasi oleh Dita.
"Besok kalau obatnya habis, kita kontrol lagi, untuk memastikan apakah ibu benar2 sehat atau masih harus minum obatnya."
"Baiklah."
***
Penasaran dengan dugaan adanya dokter Santi yang janda, yang mungkin berhubungan dengan perjodohan yang ditawarkan ibunya Panji, membuat Maruti menelpon Laras siang itu sebelum dia pulang.
"Hallo.. ada apa? Belum pulang kamu?"
"Laras, aku ingin ngomong, tapi bukan disini. Aku kerumahmu sore ini, bisa?"
"Eit, ini aku lagi dijalan habis belanja. Baiklah, aku berada didekat kantormu, aku jemput kamu ya?"
"Wah, kebetulan kalau begitu, baiklah aku tunggu."
Limabelas menit sebelum waktunya pulang, tiba2 Laras sudah muncul dihadapannya. Maruti tersenyum senang.
"Sebentar lagi ya, duduklah dulu," kata Maruti sambul mempersilahkan Laras agar duduk didekatnya.
"Benar kamu sudah kerasan bekerja disini ?"
"Kerasanlah.. kan aku lagi butuh pekerjaan. Disini semua baik kok, aku senang."
"Aku ikut senang, tapi aku lebih senang kalau aku dan kamu bisa berada dalam satu kiantor. Semoga mas Panji segera berhasil membuka cabang baru, sehingga kita bisa bekerja bersama sama."
Maruti tak menjawab. Ia sibuk membenahi barang2nya, dan merapikan meja kerjanya karena sudah sa'atnya pulang.
Namun tiba2 Agus sudah ada didekatnya, membuat Maruti terkejut.
"Maruti, nanti pulang bareng saya ya? Sekaliyan menemani saya ke toko buku. Saya ingin membelikan buku gambar yang sesuai untuk Sasa, mana bisa saya memilihnya sendiri."
Maruti tercengang, mengapa harus dia yang ikut memilih buku2 untuk anaknya?
"Mau kan?" ulang Agus
"Ma'af pak, tapi saya dijemput teman saya, itu dia."jawab Maruti sambil menunjuk kearah Laras.
"Oh.. teman kamu?"
"Laras, ini pak Agus temannya mas Panji, dan ini Laras, sepupunya mas Panji," Maruti memperkenalkan mereka.
Agus dan Laras bersalaman.
"Baiklah, kalau begitu besok saja beli bukunya, ma'af aku tidak tau. Oke, silahkan kalau mau pulang Ruti. Salam untuk Panji ya, Laras."
"Oh.. eh.. baiklah..," jawab Laras gugup.
***
Laras dan Maruti duduk berhadapan disebuah rumah makan. Maruti belum mengucapkan apapun tentang dokter Santi. Sesungguhnya ia ragu2, mungkin ia keliru hanya karena ibu2 setengah tua itu menyebut nama Pandji.
"Ruti, gila.. bosmu ganteng ya?" tiba2 Laras nyeletuk.
"Apa?"
"Bosmu itu... pak Agus.. ganteng lho, aku suka kumisnya." Lalu keduanya tertawa.
"Nggak nyangka kamu suka pria berkumis."
"Kamu.. nggak?"
"Nggak.. kamu itu ada2 saja."
"Syukurlah kalau enggak, jadi aku nggak punya saingan." kata Laras seenaknya.
Iya sih, Agus memang ganteng, tapi Maruti sama sekali nggak punya rasa tertarik. Menurutnya dia biasa saja. Ah, ini kan so'al selera.. lalu Maruti tersenyum senyum sendiri.
"Oh ya, kamu tadi bilang mau ngomong. Mau ngomng apa?"
"Oh.. itu.. aduh.. darimana enaknya aku harus mulai ya.. sebentar.. kemarin lusa kamu bilang bahwa mas Panji dijodohkan oleh ibunya..seorang dokter.. benar?"
"Ya, memang iya, sampai sekarang dia kalau ketemu aku bawaannya uring2an terus. Padahal aku kan nggak tau apa2."
"Kemarin, waktu aku memeriksakan ibu ke klinik, kebetulan dokternya seorang perempuan. Cantik, namanya dokter Susanti. Sebelum aku masuk, seorang wanita setengah baya keluar dari ruangan itu. Ia menyebut nyebut nama Panji, dan bilang ingin mengambil dokter itu sebagai menantu, tapi dokter itu hanya tertawa. Diakah yang dicalonkan dengan mas Panji? Mungkin hanya namanya saja yang sama, entahlah."
"Siapa nama dokter itu, Susanti?"
"Ya, benarkah nama calon mas Panji itu Susanti?"
"Sayangnya aku tidak tau namanya, mas Panji juga nggak mengatakan siapa namanya."
"Kalau bener dokter itu, dia seorang janda."
"Apa? Darimana kamu tau ?"
"Dan bekas suaminya adalah pak Agus.."
Laras tersedak karena sa'at itu sedang meneguk minumannya.
==========
"Kenapa kamu ini? Pelan2 dong minumnya.."
Laras mengelus elus dadanya, untuk menenangkan hatinya.
"Minumlah lagi, tapi pelan2."
"Kalau begitu, Agus itu seorang duda?"
Maruti mengangguk.,
"Kasihan... "
"Kamu itu kenapa? Aku tuh ingin tau, benarkah yang dimaksud itu doker Santi yang bekas isterinya pak Agus, atau dokter Santi yang lain."
"Nggak tau aku.. mas Panji nggak pernah cerita tentang nama dokter itu, dan aku juga nggak nanya. Tapi kalau memang dia itu bekas isterinya Agus, mengapa mas Panji nggak tau? Kan mereka temenan."
"Iya ya... barangkali Santi yang lain.."
"Tapi apapun atau siapapun dia, mas Panji nggak suka kok.. "
"Hmm..."
"Kamu tau nggak mas Panji tuh suka sama siapa?"
Maruti berhenti menyuapkan makanan kemulutnya. Ia sungguh ingin tau siapa yang sebenarnya disukai Panji, dan Maruti sudah siap untuk patah hati kok. Eitt.. emangnya Maruti jatuh cinta beneran? Hanya Maruti sendiri yang tau.
"Menurut aku.. dia tuh sukanya sama kamu."
Dhiegg... seakan ada sesuatu yang memukul dadanya.
"Beneran ... aku nggak bohong."
Maruti mengibaskan tangannya tanda tak percaya, kemudian diteguknya minuman dalam gelas agar sedikit menenangkan perasaannya.
"Dia itu kalau ketemu aku, cuma kamun yang dibicarain.."
"Apa yang penting dibicarakan tentang aku? Aku ini gadis biasa saja, anak orang biasa, tidak bependidikan, begitu kan?"
"O.. bukaan.. bukaan begitu, ia memuji muji kecantikan kamu, kelembutan hati kamu.. dan semuanya yang baik2 tentang kamu. Suweeeerrr.."
Maruti tak menjawab, ia sibuk menghabiskan sisa makanannya, kemudian meneguk minumannya sampai habis.
"Bagaimana dengan kamu?"
"Sudah sore, sebaiknya kita pulang," Maruti membuka tas dan mencari dompetnya, ia tak mau Laras mentraktirnya terus menerus karena selama ini ia tak pernah boleh membayar makanan setiap kali makan bersama.
"Eiiit.. jangan, biar aku yang bayar." kata Laras sambil berdiri kemudian melangkah kearah kasir.
Maruti menghela nafas panjang. Ia yakin Laras hanya ingin menggodanya. Ia suka mengoceh yang tidak2, karenanya Maruti kurang percaya. Tapi apabila benar...? Dan Laras sudah sampai didekatnya, kemudian menggandengnya keluar dari rumah makan itu.
"Aku antar kamu sekalian."
***
Mengetahui kakaknya datang terlambat, Dita langsung mencecarnya dengan berbagai pertanyaan.
"mBak.. diantar mas Panji lagi? Kok nggak bawa oleh2?"
"Ih.. Dita.. siapa.. diantar siapa.. ngawur kamu."
"Itu tadi mobil siapa?"
"mBak sama Laras.."
"Apa kabar mas Panji, mengapa lama tidak datang kemari?Dilarang ya sama mbak?"
"Dita, kamu ada2 saja. Bagaimana ibu? Obatnya selalu diminum pada waktunya kan?" Maruti mengalihkan pembicaraan.
"Ibu baik. Sudah makan banyak, obatnya selal diminum tepat waktu."
"Oke, terimakasih sayang," kata Maruti sambil terus melangkah kebelakang.
"Mbak.. kangen deh sama mas Panji.." Dita masih nyerocos dibelakangnya.
"Dita !!"
Dita tertawa tawa :"Emang nggak boleh..?"
"Nggak pantas ah..
Maruti masuk kekamar dan mengunci pintunya dari dalam. Sesungguhnya Maruti masih memikirkan kata2 Laras. Mas Panji sukanya sama kamu. Aah... mengapa aku harus percaya sama kata2 Laras, dia itu kan suka mengganggu orang.. batin hati Maruti.
***
Tapi Laras kayaknya tidak bohong. Sore setelah mengantar Maruti pulang, Panji sudah menunggu diteras rumah Laras.
"Sudah lama mas?" Sapa Laras.
"Sampai ketiduran aku, kamu dari mana aja?"
"Dari jalan sama Maruti."jawab Laras sambil duduk dihadapan Panji.
"Yaaaah.. kenapa nggak bilang sama aku.. "
"Memangnya kenapa kalaa bilang?"
"Sudah lama aku nggak ketemu Maruti,"
"Kangen ya ?"
"Bangeeett..."
"O.. jadi dugaan aku nggak salah ..."
"Dugaan apa?"
"Mas suka ya sama Maruti?"
"Dia sudah punya pacar?"
"Beluum.. memangnya mas yakin dia juga suka sama mas?"
"Hampir yakiin.."
"Huuh.. sok ganteng .. "
Dan Panji pun tertawa. Tapi kemudian wajahnya muram karena teringat kata2 ibunya. Dan Laras juga kemudian teringat kata2 Maruti sore tadi, tentang dokter Santi.
"Tunggu mas, bolah aku bertanya?"
"Apa tuh?"
"Dokter yang kata bude mau diambil menantu itu, namanya Santi? Susanti."
"Ya.."
"Mas itu temenan sama Agus kan? Agus Prasetya bosnya Maruti..?"
"Ya, teman bisnis aja."
"Mas tau nggak kalau Agus itu duda?"
"Tau. Kamu kaya intel sedang menginterogerasi penjahat saja."
"Kenal sama bekas isterinya?"
"Nggak, nggak pernah nanya, aku kenal ketika dia sudah duda dengan anaknya yang masih kecil. Nggak pernah nanya2 aku, sungkan, tau."
"Nah, bekas isterinya itu seorang dokter, namanya Susanti."
"Apa?"
***
"Bu... ibu...." Panji melangkah tergesa kedalam rumah, Biasanya ibunya duduk dikursi malas didepan televisi, tapi tak ada.
"mBook... mbook.." lalu dipanggilnya simbok, pelayan setia yang selalu meladeni ibunya.
"Ya.. mas, sudah pulang? "
"Mana ibu?"
"Ibu baru saja pergi, katanya mau kontrol ke dokter."
"Lho, apakah ini jadual kontrol? Bukankah baru tiga hari yang lalu ibu kontrol?"
"Tadi ibu mengeluh dadanya agak sesak, kemudian menyuruh pak Man mengantarkan ke dokter."
Tanpa menjawab Panji langsung keluar menuju ke mobilnya yang belum sempat dimasukkannya ke garasi. Kalau ibunya mengeluh dadanya sesak berarti ini masalah serius bagi kesehatan ibunya. Ia mengesampingkan niatnya bertanya tentang status dokter Santi. Tapi pasti ibu ke klinik langganannya dimana disana ada dokter Santi yang disukai ibunya. Apa boleh buat.
***
Panji buru2 memarkir mobilnya dan mencari cari dimana mobil ibunya. Tapi tak tampak disana. Panji bergegas masuk kedalam dan bertanya pada suster jaga.
"Ma'af sus, apakah tadi ada pasien bernama ibu Anjar Kusuma?"
"Oh, itu pasien dokter Santi, silahkan bapak bertanya. Kebetulan pasiennya sudah habis dan tampaknya dokter Santi mau keluar."
Panji mengetuk ruangan dokter Santi, lalu langsung masuk kedalam. Dilihatnya dokter Santi sudah berdiri dan bersiap akan pergi.
"Santi.."
"Oh, mas Panji, kebetulan kamu datang mas, ibu baru saja saya kirim ke rumah sakit."
"Kenapa?" Panji merasa kecut.
"Mudah2an nggak apa2, saya mau kesana begitu pasien habis. Ayo sama2."
"Aku bawa mobil, biar aku mengikuti kamu saja. Sebenarnya bagaimana keadaannya?"
"Ada serangan jantung mas, mudah2an nggak apa2."
Tak ada rasa kikuk antara keduanya karena memang mereka sudah lama berkenalan. Apalagi Panji sedang merasa khawatir tentang kesehatan ibunya. Tanpa banyak berkata kata ia segera memacu mobilnya mengikuti dokter Santi kearah rumah sakit terdekat.
***
Ternyata bu Anjar masih ada diruang ICU. Dokter Santi berbicara sebentar dengan suster jaga kemudian mempersilahkannya masuk. Dokter Santi masuk kedalam sambil menggamit tangan Panji supaya mengikutinya.
Panji merasa cemas melihat keadaan ibunya. Bu Anjar memejamkan mata, selang infus melingkar di lengannya. Asupan oksigen tampak menutupi mulut dan hidungnya. Sepi menyeruak diruangan itu, hanya detak2 mesin pendeteksi jantung terdengar mengiris perasaan Panji.
"Ibu..." Panji berbisik lirih. Bu Anjar tampak membuka matanya. Ia melihat kesebelah kirinya, ada dokter Santi dan sebelah kanannya anak laki2nya, Panji. Bu Anjar memberi isyarat agar keduanya lebih mendekat.
Wajah dokter Santi pucat, ia tahu keadaan bu Anjar sangat menghawatirkan. Ia memegang tangan wanita paruh baya itu. Dan Dilihatnya tangan bu Anjar mencari cari sesuatu. Dokter Santi memberi isyarat agar Panji memegang tangan yang satunya. Nafas bu Anjar tampak tersengal, Titik air mata Panji sambil mengelus elus tangan ibunya.
"Ibu tadi pagi tak apa2.. mengapa tiba2 begini?" serak suara Panji terdengar memilukan.
Namun Panji melihat senyum ibunya. Dengan gerakan lemah tangan ibunya mempersatukan tangannya dan tangan dokter Santi...
Bersambung #6
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel