Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Rabu, 30 Desember 2020

Saat Hati Bicara #8

Cerita bersambung

Santi menatap kosong kearah halaman yang temaram, sungguh kesal sekali menyadari bahwa Panji ternyata telah meninggalkannya. Ia ingat ketika bu Anjar menyatukan tangannya dan tangan Panji sesa'at sebelum meninggal, dan itu berarti dia menginginkan dirinya bersatu dengan Panji, tapi mengapa Panji mengartikan lain, gara2 ibunya tak menyebutkan namanya. Dengan cepat ia melangkah kearah mobilnya. Ia harus mengejarnya.
"Buu.. bu... ini ketinggalan..;" teriak simbok tiba2.
Santi berhenti melangkah, ia juga belum membawa kunci kontak mobilnya. Ia kembali menemui simbok yang sudah membawakan tas dan juga kunci kontaknya.
"Oh, ya mbok.. terimakasih banyak ya," katanya sambil cepat2 kembali ke mobilnya dan menjalankannya keluar dari halaman tanpa pamit pada simbok
Simbok berjalan kearah gerbang dan menguncinya. Selalu itu dilakukannya apa bila hari telah malam dan Panji belum juga pulang kerumah.

"Perempuan aneh, mengapa nggak malu mengejar laki2 yang tampaknnya selalu menghindarinya. Hm.. jaman edian, wong wedok ora duwe isin," gumam simbok sambil kelutak kelutik menggembok pintu pagar.
***

Laras terkejut ketika tiba2 Santi muncul dihadapannya. Waktu itu ia sedang duduk diteras sambil membaca majalah yang baru diterimanya.
"Dokter Santi?" sapanya sambil berdiri.
"Mas Panji kesini?" tanya Santi sambil duduk begitu saja tanpa dipersilahkan.
Santi mengikuti kembali duduk sambil menggelengkan kepalanya.
"Tapi baru saja dia keluar rumah, pastinya kemari donk. " bantah Santi kesal.
"Ya nggak pasti dok siapa tau kerumah temannya.. memangnya ada apa?"
Santi mengeluh kesal.
Laras sudah tau, pasti Panji menghindari bertemu dengan dokter cantik ini. Laras sendiri juga heran, mengapa Panji menolak perempuan yang cantik luar biasa ini. Kulitnya bersih, tubuhnya semampai .. wajahnya sama sekali tidak mengecewakan, cantik sempurna. Hanya matanya tampak tajam, seakan menggambarkan hati yang keras. Mungkin keras kepala juga, pikir Laras.. Apa karena Santi seorang janda? Apa salahnya kalau dia janda? Tapi Laras mengerti, tampaknya kakak sepupunya itu jatuh cinta pada Maruti. Perempuan sederhana yang perilakunya memikat, lembut, dan bermata teduh..
"Kemana kira2 dia?" tanya Santi setelah  beberapa sa'at mereka terdiam.
"Nggak tau aku dok,Yang jelas nggak kemari."
"Menyebalkan," mumam Santi.
"Sebenarnya ada apa?"
"Mengapa dia selalu menghindari aku?" jawab Santi kesal.
"Ma'af, sebenarnya ada apa?"
"Mas Panji nggak pernah cerita? Pasti cerita donk permasalahannya. "
"Sungguh aku tidak sepenuhnya mengerti. Tapi.."
"Sebelum meninggal bu Anjar berpesan.. beliau ingin menjodohkan mas Panji dengan aku. Aku menghormati pesan itu, tapi mas Panji tamppaknya menolaknya. Sedih aku.. sudah aku coba mendekatinya dengan segala cara, tapi tak pernah berhasil.Aku merasa berdosa kalau tak bisa memenuhi pesan terakhirnya."
Laras mendengarkan sambil mengangguk angguk. Sebenarnya dia mengerti, Panji mengatakan habwa budenya tidak menyebut sebuah nama, tapi mengapa Santi nekat begitu? Ya pasti lah karena sudah ada bibit cinta dihati Santi, dan ambisi ingin memilikinya begitu besar.
"Laras, kamu mendengarkan apa kataku bukan?" tanya Santi ketika Laras diam saja .
"Oh ya dok, aku mendengar kok, tapi aku kan nggak tau apa2."
"Kamu itu manggilnya jangan dok begitu, aku ini bakal jadi kakak sepupu kamu lho."
Laras tersenyum lebar. Terlalu ke geeran perempuan ini, belum2 sudah yakin akan menjadi kakak sepupu.
"Benar kan?" tanya Santi meyakinkan perasaannya sendiri.
"Ya, kalau jadi kan dok?"
"Kamu tidak suka kalau aku jadi isterinya mas Panji?"
"Lho, yang mau menjalani kan dokter sama mas Panji. Kalau kalian suka ya aku pasti juga suka donk."
"Apa mas Panji sudah punya pacar? Bu Anjar almarhum pernah bilang kalau belum punya."
"Itu juga aku nggak tau dok, mungkin ya, mungkin tidak."
"Kamu kenal Maruti?" tiba2 Santi teringat Maruti yang tampak sangat dekat ketika bertemu sore tadi.
"Itu juga aku nggak tau dok," kata Laras berpura pura. Kalau dia bilang ya, pasti akan lebih panjang pertanyaannya. Ia hanya berharap Santi segera pergi dari hadapannya.
Santi menghela nafas berat. Sudah beberapa sa'at dia menunggu, tapi tak ada tanda2 bahwa Panji akan datang.
***

Kemana perginya Panji? Ternyata dia mengajak Dita jalan2. Kok Dita sih... ada sebabnya donk.
"Horee.. mas Panji datang. Tumben malam2," sorak Dita sambil menyalami Panji penuh antusias.Waktu itu dia sedang kedepan rumah, maksudnya mau mengunci pintu pagar.
"Nggak boleh?" tanya Panji dengan senyum menggoda. Nah itulah salahnya Panji, apa dia tidak sadar bahwa senyum itu yang membuat perempuan2 jatuh hati?
"Boleeeeh.. donk.. kapan saja," teriak Dita
Dan teriakan Dita itu membuat Maruti kemudian keluar dari dalam rumah, berdegup kencang jantungnya begitu melihat sosok Panji ada diteras rumah sedang bercanda dengan adiknya.
"Mas Panji?" sapanya heran.
"Maruti, sudah tidur ?"
"Belum, kan masih sore..silahkan duduk. Tumben malam2."
"Heei, mbak.. biar malam kan nggak apa2.. kan mas Panji lagi kangen sama Dita." jawab Dita seenaknya.
Panji terkekeh. Tentu dia menganggap bahwa Dita sedang bercanda. Tapi Maruti memelototi adiknya. Dia menganggap ucapan Dita tidak pantas.
"Iya kan mas?"
"Ya.. ya, pasti donk. Maruti, aku ingin mengajak kamu jalan2.."
"Yaaa.. aku ikut..." Dita menyambar tiba2.
"Ini sudah malam, temani aku makan ya,"
"Asyikk.. kan kita belum makan mbak," kmbali Dita menyambar.
"Kalau kita pergi, ibu sama siapa, biar Dita saja yang menemani mas, aku dirumah sama ibu."
"Asyiiik... aku ganti pakaian dulu ya, sambil pamit sama ibu," kata Dita sambil menghambur kebelakang tanpa menunggu persetujuan Panji lebih dulu.
Maruti menghela nafas sedikit kesal pada sikap adiknya.
"Ma'afkanlah Dita mas, dia seperti anak kecil."
"Nggak apa2, aku tau kok."
Namun sesungguhnya Panji ingin mengajak Maruti, bukannya Dita. Dan sekarang ini, tak enak rasanya kalaau dia menolak Dita. Apa boleh buat.
"Sebetulnya aku ingin jalan sama kamu Ruti," kata Panji dengan nada kecewa.
"Tapi Dita sudah bersiap untuk ikut. Ya sudah, nanti dia kecewa." kata Maruti, pasti dengan menahan perasaannya sendiri.
"Baiklah, kali ini tak apa2. Besok aku jemput setelah jam kantor selesai ya."
Maruti hanya mengangguk. Akhir2 ini perasaan canggung setiap kali berdekatan dengan Panji mulai sirna. Itu artinya hatinya mulai semakin dekat dengan pria yang sejak pertama bertemu telah menggetarkan hatinya. Apakah itu cinta? Entahlah..
***

Disebuah rumah makan, Dita tampak sangat gembira. Ia makan dengan lahap, dan sesekali mengerling kearah lelaki yang telah menarik hatinya. Memang benar Dita masih kekanak kanakan, ia ceplas ceplos seenaknya, dan terkadang tanpa malu mengatakan apa yang ada dihatinya.
"Mas Panji kecewa mbak Ruti nggak ikut bersama kita?" tanyanya dengan mulut masih dipenuhi makanan.
"Nggak, aku senang kamu menemani aku makan malam."
"Sungguh?" mata Dita berkejap penuh bahagia.
Panji hanya mengangguk sambil tersenyum, dan lagi2 senyum itu yang selalu membuat hati Dita berdegup kencang. Ia terpaksa menunduk, tak tahan menatapnya berlama lama.
"Aku sudah selesai, kamu mau nambah?" kata2 Panji ini sesungguhnya adalah ajakan agar Dita segera menyelesaikan makan malamnya, kemudian akan diajaknya cepat2 pulang.
"Nggak mas, sudah kenyang. Aku juga sudah selesai. Habis ini kita jalan kemana?"
"Pulang lah, hari sudah malam, nanti ibu khawatir kalau kita tidak segera pulang kerumah."
"Ah, mana mungkin ibu khawatir kalau aku jalan sama mas Panji. Aku sudah bilang sama ibu bahwa mas Panji laki2 yang baik."
"Oh ya?" Panji berdiri kearah kasir untuk membayar makanan mereka, sementara Dita menunggu sambil menatapnya kecewa. Sebenarnya ia ingin Panji mengajaknya kemana.. gitu, tapi alasan Panji mengajaknya segera pulang memang tepat. Jangan sampai ibunya khawatir karena hari memang sudah malam.
Mereka berjalan beriringan kearah mobil, dan sepasang mata memandanginya dikejauhan. Bahkan ketika mobil itu meluncur kerumah Dita, sepasang mata itu juga sedang mengemudikan mobilnya, mengikuti mereka dari belakang.

==========

Ketika mobil Panji berhenti didepan pagar rumah Dita, mobil yang mengikuti dibelakangnya terus melaju. Setidaknya dia tau dimana Panji sa'at itu. Apakah dia mengenal Panji, tentu saja, pengemudi itu adalah seorang wanita cantik. Santi, yang dengan perasaan kesal pulang menuju rumahnya.
***

Malam itu Dita mengeluh karena cuma sebentar bepergian bersama Panji. Maruti yang sebenarnya kurang menyukai sikap adiknya, tetap menghiburnya untuk mengobati rasa kecewa adiknya.
"Ini kan sudah malam, kalau masih mau jalan lagi, pasti ibu dan mbak jadi kepikiran donk, jadi sudah bener kalau mas Panji cepat2 mengajak kamu pulang."
"Iya sih, tapi Dita senang mas Panji memperhatikan Dita, menurut mbak .. apakah mas Panji suka sama Dita?" pertanyaan Dita ini membuat Maruti terkejut.
"Maksudmu apa?Mas Panji itu orangnya baik, dan dia pasti suka pada semua orang."
"Maksud Dita, suka yag bukan sembarang suka, ada lebihnya, gitu," nekat Dita mencari jawaban dari kakaknya.
"Ah, kamu ada2 saja, mbak nggak ngerti lah. Sudah sekarang tidur, sudah malam nih."
Dita keluar dari kamar Maruti, namun ada senyum senang dibibirnya. Ia masih saja menganggap sikap Panji yang baik seperti sikap seseorang yang menyukai, atau lebih tepatnya jatuh cinta. Ahh.. Dita berharap ada mimpi2 indah menghiasi tidurnya nanti. Tapi sebelum direbahkannya tubuhnya ke pembaringan, diraihnya dulu buku hariannya, dan dituliskannya sesuatu disitu.
***

Pagi itu Dita bangun lebih pagi. Sebelum semuanya terbangun dia sudah sibuk didapur. Membuat minum untuk semua orang, lalu membuat nasi goreng kesukaan keluarga yang kemudian ditatanya apik diatas meja. Hm... harum nasi goreng ini pasti membangkitkan selera semua orang. Pikir Dita. Sambil bersenandung kecl ia membereskan meja makan. Ia terkejut ketika tiba2 Maruti menepuk bahunya.
"Tumben nih !!"
"Aduh mbak, hampr copot jantungku," kata Dita sambil mengelus dadanya.
"Mbak terkejut, kok semua sudah rapi? Tumben, mimpi apa kamu semalam?"
"Mimpi indah dong."
"Hm.. sedap... kamu sendiri bikin nasi gorengnya ini?"
"Iya lah, siapa lagi? Kan baru aku yang bangun pagi ini."
"Ibu juga sudah bangun lho," tiba2 bu Tarjo menyela sambil keluar dari kamarnya.
"Ibu... " Dita menyambut ibunya kemudian menggelendot dibahunya dengan manja.
"Ibu tau lho waktu kamu bangun dan mengerjakan semuanya, tapi ibu diam saja, takut kamu kecewa. Lagian ibu ingin ngerasain nasi goreng masakan kamu," kata bu Tarjo sambil mengelus kepala Dita.
"Kalau begitu ayo semua sarapan..." kata Dita sambil menarik kursi buat ibunya.
"mBak juga sudah bangun dari tadi lho, tapi mbak diamkan saja, pengin lihat kamu mau bikin apa pagi ini," Maruti juga menimpali sambil duduk disamping ibunya.
"O.. gitu ya, bagus deh.. cuma ngelihatin nggak mau bantuin," Dita pura2 cemberut, dan disambut tawa semua orang.
"Hm.. enak teh buatanmu Dita," kata bu Tarjo setelah meneguk teh yang terhidang dihadapannya.
"Terimakasih bu, " jawab Dita senang.
"Semoga besok ada lagi yang mau bangun pagi," celetuk Maruti sambil melirik adiknya.
"Iya.. beres lah, kan Dita sudah dewasa, dan harus belajar menjadi ibu rumah tangga yang baik. Bangun pagi, bikin sarapan untuk keluarga. Jadi besok kalau Dita sudah punya suami, nggak ada lagi yang mengecewakan. Iya kan bu?"
"Iya.. betul..Sekarang mari kita santap nasi goreng buatan si cantik kecintaan keluarga ini," kata bu Tarjo sambil membalikkan piring makannya.
Maruti menyendokkan nasi goreng ke piring ibunya. Kemudian ke piringnya sendiri.
"Hm.. sedap.. harum baunya..," kata bu Tarjo. Disendoknya sesendok nasi goreng, diikuti anak2nya. Namun tiba2...
"Asiiiin.... ," teriak Maruti dan bu Tarjo hampir bersamaan.
Dita berhenti mengunyah nasi gorengnya, dikecap kecapkannya lidahnya.
"Iya.. keasinan ya? Ma'af...." wajah Dita muram seketika.
"Tapi aku suka kok makanan asin.. ini enak.." Maruti mencoba menghibur adiknya dengan meneruskan menyendok nasi gorengnya dengan lahap.
"Enak, bener enak.. nanti mbak mau nambah lho..."
"Iya, ini lumayan, biar ibu nggak begitu suka asin, tapi ini enak.." bu Tarjo juga ingin menghibur anak gadisnya. Namun Dita tau bahwa mereka sedang menghiburnya.
"Ma'af ya..." katanya sendu.
"Dibilang enak kok. Nanti kalau sisa, tolong masukin ke kotak bekal mbak ya, biar mbak makan nanti pas makan siang juga."
Mereka adalah keluarga yang saling mangasihi dan menjaga. Kebehagiaan adalah ketika mereka menikmati apapun secara bersama sama. Dan itu tertanam sejak Maruti serta Dita masih kecil. Bu Tarjo lah yang selalu menanamkan kasih sayang diantara mereka. Jangan saling menyakiti, jangan saling melukai, karena kita adalah keluarga yang harus selalu memikul suka dan duka bersama sama. Dan itu terbawa terus sampai Maruti dan Dita tumbuh dewasa.
***

Siang itu sa'at jam istirahat tiba, Laras muncul dihadapan Maruti. Maruti heran karena mereka tidak berjanji untuk ketemuan siang itu.
"Tumben, ada apa?" sapa Maruti setelah Laras duduk dihadapannya.
"Nggak apa2. Ini kan waktu istirahat, boleh dong nemuin kamu sebentar saja."
"Boleh, aku kira ada perlu."
"Nggak, yuk kita makan diluar," ajak Laras tiba2.
"Tapi aku bawa bekal," Maruti menunjukkan kotak bekalnya yang telah berisi nasi goreng buatan Dita pagi tadi.
"Bawa bekal kan kamu, aku makan apa? Ayo lah.. ini kan waktu istirahat?"
Terpaksa Maruti menuruti kemauan sahabatnya. Keduanya keluar dari ruangan sambil bergandengan tangan.
Pada sa'at itulah Agus muncul, dan dengan kecewa didapatinya Maruti sudah tidak ada lagi dimeja kerjanya.
***

"Ada yang penting ya?" tanya Maruti setelah mereka memesan makanan.
"Semalam mas Panji dari rumahmu?"
"Iya, nggak tau tuh.. datang2 ngajakin makan, tapi yang berangkat Dita, habis ibu nggak ada yang nemenin. Tapi cuma sebentar, habis itu dia pulang."
"Ya.. kecewa dong dia, maunya kan sama kamu."
"Huuh.. ada2 saja.." jawaab Maruti merengut, walau sebenarnya hatinya berdebar. Benarkah? Pikirnya.
"Iya, benar, dia bilang sama aku."
"Kamu ketemu dia atau telponan saja?"
"Kan semalam dia tidur dirumahku."
"Apa? Tidur disana lagi?"
Makanan pesanan mereka sudah dihidangkan, Laras menghirup minumannya dan mengangguk.
"Stress dia... gara2 dokter itu."
"Ough.. memangnya kenapa?"
"Kamu itu kan sudah aku kasih tau, mas Panji nggak suka sama dia, sukanya sama kamu."
"Ahhh..." Maruti menahan debar jantungnya, hampir separo minumannya diteguknya.
"Semalam Santi kerumah mas Panji, nggak ketemu terus kerumah aku..  nggak tau aku setelah itu dia kemana. Pokoknya terus mengejar mas Panji."
"Apa sebetulnya kekurangan dokter Santi? Kalau dia janda, apakah itu halangan?" kata Maruti pelan.
"Ini bukan masalah janda atau kecantikan seseorang, tapi so'al rasa.Mas Panji sukanya sama kamu, ini benar, dia bilang sama aku."
"Tapi..."
"Di belum berani bilang sama kamu, takutnya kamu sudah punya pacar."
"Lalu dia menyuruh kamu mengatakannya?"
"Nggak juga... aku sendiri yang ingin mengatakannya sama kamu."
Tiba2 keduanya terkejut ketika mendengar seseorang menyapa.
"Rupanya kalian disini."
"Oh, pak Agus.."Laras mengajak saya menemani makan.
"Hai Laras, apa kabar," sapa Agus
"Baik mas, ma'af, Maruti saya minta menemani makan."
"Nggak apa2. Boleh gabung disini?"
"Oh, silahkan, tentu saja," jawab Laras ramah. Ada perasaan senang ketika bos berkumis itu duduk didekatnya.
***

Siang itu bu Tarjo dan Dita makan siang dengan lahap. Bu Tarjo memasak sayur asem dan tahu bacem yang sungguh2 lezat. Ia sudah merasa sehat sehingga nggak bisa kalau hanya disuruh diam tak melakukan apa2.
"Mengapa ya, Dita nggak pernah bisa masak seenak masakan ibu?"
"Bisa, pasti bisa... Masakan kamu sudah enak kok, tinggal kurang pas asinnya.. manisnya.. dan itu bisa kamu rasakan sendiri setiap kamu memasak."
"Dita kan sudah dewasa, kalau Dita punya suami nanti.. Dita sudah harus pintar memasak dan mengerjakan semua pekerjaan ibu rumah tangga. Ya kan bu?"
"Iya nak, itu benar, dan kamu sudah memulainya kok."
Tiba2 terdengar sebuah mobil berhenti didepan pagar. Dita berlari kearah depan.
"Apa itu mas Panji?" bisiknya lirih penuh harap.
Tapi bukan, Dita tak mengenali mobil siapa itu, sampai ketika seseorang turun dari mobil.
Dita terkejut dan tak menduga, mau apa dia datang kemari?

Bersambung #9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER