Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Kamis, 25 Maret 2021

Cinta Kedua #1

Cerita Berambung
Karya : (un_known)

Sukabumi Juni 2005 ....
Pandangan Nisa mengabur tehalang oleh air mata yang tertahan. Ia bersumpah apa yang ia lihat adalah Viko. Kekasihnya.

Perasaan sesak luar biasa membuat ia kesulitan bernapas. Apa yang ia lihat seperti meruntuhkan menara yang sudah ia bangun selama tiga tahun. Nisa bersumpah ia tidak akan pernah melupakan hari itu. Disaat semua orang tengah merayakan kelulusan SMA, Nisa malah melihat kejadian yang sangat menyakitkan.

Sepertinya Viko mulai merasakan kehadiran Nisa di sana. Viko menoleh dan mendapati Nisa sedang berdiri di depan pintu kelasnya. Viko langsung berdiri kaget, disusul oleh Gita.

"Nisa ...!" seru Viko dan Gita bersamaan. Demi Tuhan! saat itu Nisa merasa ingin mati. Viko kekasihnya dan Gita sahabatnya sedang berciuman di kelas yang sepi, disaat semua orang sedang mencorat-coret baju putih abu-abu di lapangan.
Saat itu Nisa tidak ada tenaga untuk menampar mereka atau sekadar marah-marah, rasa sakit ini seperti telah menyedot seluruh tenaganya.

Perlahan air mata Nisa mengalir ke pipi, lalu kakinya perlahan bergerak mundur meninggalkan kelas. Gadis berambut panjang itu berusaha mengembalikan tenaganya sedikit demi sedikit agar setidaknya ia bisa berlari. Nisa melihat Viko mulai bergerak ke arahnya dengan wajah penuh sesal, Nisa merasakan tenaganya sedikit demi sedikit muncul hingga akhirnya ia bisa berlari.
Nisa berlari secepat yang ia bisa, agar Viko tidak bisa mendapatkannya. Nisa berlari tanpa arah, yang penting ia bisa menghindari Viko.
Kaki Nisa membawanya keluar gerbang sekolah, ke jalan raya, ia berlari sambil menangis membuat ia tidak bisa melihat sekitar dengan jelas. Sampai akhirnya dari arah yang berlawanan ada sebuah angkot yang melaju kencang menghantam tubuh Nisa hingga terpental beberapa meter.

Saat itu Nisa tidak tahu apa yang terjadi. Sebelum ia tidak sadarkan diri, ia sempat melihat Viko menangis meraung-raung sambil minta pertolongan.

Nisa berharap saat itu juga ia mati agar ia tidak terlalu lama merasakan rasa sakit yang sudah ditorehkan oleh kekasihnya dan sahabatnya.
Tapi sepertinya Tuhan mempunyai rencanaNYA sendiri.
***

Jakarta 2016

Satu masalah besar yang sulit sekali dibenahi di Jakarta adalah kemacetan. Masalah ini membuat semua orang frustasi, ketika kita sedang dikejar waktu tapi waktu kita harus terbuang sia-sia di jalanan.

Nisa memandang keluar jendela mobil, melihat berbagai aktivitas yang terjadi di jalan. Ada polisi yang sibuk mengatur lalu lintas yang semrawut, ada pengamen, pedagang asongan dan pengemis yang mencoba mengais sedikit rejeki dari pengguna jalan. Ada pula orang-orang dengan wajah lelah yang tersembunyi di balik kaca mobil. Jakarta belum menunjukan perubahan yang berarti walaupun sudah beberapa kali berganti gubernur.

Sore ini sebelum pulang Nisa akan pergi ke salah satu pusat perbelanjaan untuk mengecek stok sepatu yang tersisa. Sebagai ketua tim marketing dari sebuah merk sepatu ternama, tentulah sangat merepotkan dan harus dituntut selalu kreatif agar penjualan terus meningkat setiap bulannya. Nisa adalah salah satu dari ribuan wanita karir di Jakarta yang sukses.

Setiap hari Nisa hanya tahu bekerja dan bekerja, sampai akhirnya ia dipercaya oleh perusahaan sepatu tersebut untuk menjadi ketua tim marketing Indonesia. Tidak main-main pendapatan Nisa dari pekerjaannya itu. Jika mencapai target penjualan ia akan mendapat gaji plus bonus-bonusnya yang akan membuatnya happy sepanjang tahun.

Setelah lulus kuliah Nisa memang langsung melamar kerja di perusahaan itu, sekarang ia sudah bekerja hampir delapan tahun dan dari hasil kerjanya itu ia telah memiliki apartemen dan kendaraan sendiri.

Sekarang gadis berkulit putih itu berusia dua puluh delapan jalan dua puluh sembilan, dan ia masih sendiri alias masih jomblo. Tidak terpikir sedikit pun untuk mempunyai pasangan apalagi menikah. Untung Nisa tinggal di kota besar seperti Jakarta ini, jadi status seseorang tidak terlalu diperhatikan. Yang mengejarnya sih banyak, tapi entah mengapa Nisa selalu dingin terhadap mereka. Di kantornya pun ia mempunyai julukannya sendiri yaitu The Queen ice.

Semua itu bukan tanpa sebab. Nisa berubah menjadi wanita sedingin es dikarenakan trauma masa SMA-nya yang dihianati oleh pacar sekaligus sahabatnya sendiri. Kejadian itu membuat dampak besar dalam hidupnya. Kalau boleh meminjam istilah dari novelnya Paulo Coelho kejadian itu adalah zahir dalam hidup Nisa. Zahir adalah kehilangan yang menimbulkan lubang besar dalam jiwa seseorang. Lalu mendorongnya untuk menjadi lebih baik. Ya, setelah kejadian itu Nisa mendorong dirinya sendiri untuk lebih baik untuk bisa ia tunjukan pada orang-orang yang sudah menyakitinya.

Setelah Nisa tertabrak mobil, Nisa sempat mengalami amnesia beberapa bulan karena cedera di kepala, tapi setelah ia mengingat kembali semuanya, Nisa hidup seperti orang gila. Setiap hari ia selalu menangis dan berteriak-teriak. Akhirnya orang tuanya memutuskan untuk mengirim Nisa ke Singapura untuk kuliah di sana. Dan keputusan itu ternyata adalah keputusan yang benar. Nisa tidak terlalu terpuruk lagi oleh kejadian itu.

Setelah bertahun-tahun berlalu, Nisa berhasil menata hatinya kembali walaupun itu sangat tidak mudah. Beruntung ia mempunyai sahabat bernama Seno yang selalu mendukung dan menghiburnya.
Seno sendiri adalah temannya saat Nisa kuliah di Singapura, Seno saksi satu-satunya yang mengetahui bagaimana Nisa berjuang dari keterpurukannya.
***

Nisa memarkirkan Honda Brio merahnya di pelataran parkir mall besar di daerah senayan. Dengan langkah besar-besar Nisa masuk ke bagian sepatu dan fashion lalu langsung bertemu dengan manager fashion dan sepatu mall itu.
"Halo mas Riki," sapa Nisa dengan ramah.
"Eh, Nisa, mau ngecek nih?" sahut Riki dengan akrab. Nisa memang sering berkunjung ke mall itu jadi ia sudah akrab dengan Riki dan beberapa SPG. Dan saat tahu Nisa masih single, Riki ternyata berusaha mendekati Nisa tapi ditanggapi dingin oleh gadis berparas cantik itu.

Sangat wajar banyak laki-laki yang menginginkan Nisa atau sekadar penasaran. Nisa mempunyai wajah manis khas perempuan sunda ditambah ia mandiri dan mapan.

"Mas, sekarang saya ingin ngecek yang di gudang," ujar Nisa sambil tersenyum manis dan mengeluarkan kertas laporan yang ia bawa dari kantor. Riki langsung membalas senyuman Nisa sambil mengangguk.

"Boleh-boleh, ayo ikut saya."

Setelah di gudang Nisa sibuk mencatat dan menceklis pada kertas yang ia bawa dari kantor. Nisa memberengut, mengangguk-ngangguk, memainkan pulpen, menggigit-gigit pulpen, jongkok, jinjit sampai ia harus memakai tangga untuk mencatat stok yang tidak terjangkau olehnya. Nisa sibuk sendiri tidak peduli dengan Riki yang tengah memerhatikannya dengan kagum di kejauhan. Nisa benar-benar type-nya.

Setelah setengah jam, Nisa selesai mengecek semua stok, lantas ia terkejut mendapati Riki masih berdiri di dekat pintu gudang.

"Mas Riki? Dari tadi masih di situ aja? Kirain udah pergi." Riki terhenyak gugup dan meluncurkan senyum kaku pada Nisa.
"Hehehe ... Nis, minggu ini ada acara?" tanya Riki sedikit kikuk. Nisa menghela napas panjang. Rasanya ia bosan ditanya seperti itu oleh Riki setiap Nisa berkunjung.
"Ada. Aku harus ke Medan. Ada urusan pekerjaan," jawab Nisa enteng, tapi yang ia ucapkan itu bohong.
"Oh ... kamu sibuk banget ya, ternyata," Riki memberengut sedikit kecewa.
"Iya, aku selalu sibuk, Mas," kata Nisa lalu berusaha meluncurkan senyum.
"Ya udah aku pergi dulu ya." Nisa berjalan meninggalkan Riki yang berdiri di situ masih dengan wajah memberengut, tapi tak lama Nisa kembali menoleh.
"Oh, Mas, besok akan dikirim model baru yang diluncurkan bulan lalu dengan ukuran 38, sepertinya di sini model itu yang laku terjual. Dan sepertinya wanita Jakarta kebanyakan mempunyai ukuran kaki 38, ya?" sahut Nisa sambil tersenyum lalu kembali melanjutkan langkahnya, tidak peduli dengan datarnya ekspresi manager fashion dan sepatu itu.

Pria itu lantas menatap sendu punggung Nisa yang semakin menjauh. 'Susah banget dapetin cewek satu itu,' batin Riki.
***

Nisa berjalan keluar dari lift apartemennya dengan kelelahan. Hari ini ia luar biasa sibuk. Walaupun setiap hari ia selalu sibuk tapi hari ini berbeda. Ia harus merekap laporan penjualan dari tiga kota sekaligus. Ia tidak mengerti kenapa staff marketing dari tiga kota itu cuti melahirkan secara bersamaan? Ini membuatnya benar-benar frustasi.

Mereka semua akan punya anak. Sedangkan Nisa sedikit pun tidak ada keinginan untuk menikah. Entahlah. Mungkin Tuhan belum membuka hatinya untuk melangkah ke arah sana. Tapi jika kelak ada seseorang yang bisa menyembuhkan luka yang sudah mengakar di hatinya, mungkin ia akan mempertimbangkan.

"Heh, kebiasaan, berjalan sambil nunduk," seru seseorang di depan Nisa.

Nisa mengangkat wajahnya dan melihat Seno berdiri sambil bersandar di depan pintu apartemennya. Seno adalah sahabat sekaligus tetangganya.

"Pizza?" Seno menawari Nisa sambil menunjuk pintu apartemen dengan ibu jarinya menyuruh Nisa masuk ke apartemennya.
"Thanks deh, gue capek banget nih, pengen langsung tidur."
"Ya ... gak asik dong kalau gue makannya sendirian aja. Gue udah beli dua karton tauk! Lo gak mau makan malam? kalo maag lo kambuh nanti siapa yang repot, gue kan?"

Nisa tergelak. Dan satu lagi, Seno adalah ibunya versi laki-laki. Seno cerewet abis. Tapi cerewet juga demi kebaikan Nisa, sih. Seno berjalan mendekati Nisa lalu menggamit tangan Nisa ke apartemennya.

"Oke, gue makan!" kata Nisa dengan wajah memberengut.
"lu emang mother fierce gue. Gila lu!" Seloroh Nisa yang dibalas dengan tawa renyah Seno sambil mengacak rambut panjang sahabatnya itu.
"Hei, nyokap lo kan jauh di Sukabumi. Di Jakarta sebagai gantinya kan gue. Hehehe." Seno membuka pintu apartemennya.

Hanya dengan Seno Nisa bisa menjadi dirinya sendiri. Bisa mengeluarkan unek-unek dengan nyaman plus melampiaskan kekesalannya pada seseorang ke Seno, dengan pasrah Seno cuma bisa diam ketika Nisa memarahinya gak jelas. Seno sudah tahu tabiat sahabatnya itu. Sedangkan Seno nyaman dengan Nisa karena gadis itu tempat curhat yang pas soal cewek-cewek. Nisa sendiri menganggap Seno selain mother fierce adalah playboy cap paus yang terdampar. Tubuhnya yang sedikit tambun tapi punya wajah yang cute berhasil membuat cewek-cewek jatuh hati padanya. Dan kebanyakan dari klan daun muda alias ABG-ABG. Nisa tahu Seno hanya dimanfaatkan saja oleh mereka.

Seno berasal dari keluarga berada, setelah lulus kuliah, dengan bantuan financial dari orang tuanya, Seno mendirikan perusahaan yang bergerak dibidang advertising. Isi kepala pria itu memang penuh dengan ide-ide kreatif. Jadi, perusahaan yang didirikannya sejauh ini sudah berkembang dan sudah banyak yang memakai jasanya untuk dibuatkan iklan. Sampai saat ini Seno sudah mempunyai kurang lebih enam puluh orang karyawan.

"Jadi apa yang bikin lo kayak zombie sekarang?" tanya Seno sambil mengunyah pizza. Nisa menghela napas panjang sambil meletakan pizza yang tinggal setengah ke karton.
"Kacau hidup gue sekarang, Sen. Masa bulan ini ada bawahan gue yang cuti melahirkan tiga orang sekaligus. Kebayang dong gimana kerjaan gue sekarang? Hadoh ... mana manager gue juga baru ganti. Yang ini maunya serba kilat aja. Apa gue resign aja kali ya?"
"Terus elo mau jadi gembel?" Nisa mendelik. "Gila lo."
"Lagian udah bagus bisa kerja malah mau keluar. Posisi lo itu adalah posisi yang direbutin oleh semua orang. Zaman sekarang susah cari kerja tau!"
"Kan gue punya sahabat seorang CEO. Boleh gak gue kerja di tempat lo?" Seno tersedak mendengar ucapan Nisa. "Kagak! Elo orangnya gak kreatif dan emosian. Yang ada nanti tambah ancur. Lagian kantor gue cuma nerima orang yang umurnya tidak lebih dari dua puluh lima tahun. Elo kan lebihnya banyak banget Nis." Nisa langsung manyun.

"Ya Tuhan apes banget gue, punya sahabat satu-satunya tapi kejam banget omongannya."
"Hei gue ngomong gitu, itu dari hasil riset gue selama hampir sebelas tahun jadi temen lo," kata Seno lalu senyum-senyum.
"Gue tahu elo gak mau nerima karyawan yang umurnya lebih dari dua puluh lima tahun karena elo maniak ABG. Nanti kalau ada cewek cakep yang ngelamar di kantor lo pasti langsung lo pacarin, ya kan? Ngaku lo!"
"Ya gak mungkin lah. Gue kan bosnya, masa gue macarin anak buah sendiri. Gue harus berwibawa dong. Bener gak?"
"Huh ... lagak lo udah kayak bos beneran aja. Udah ah, gue cabut dulu."
"Gue emang bos beneran monyong." Nisa tertawa, paling enak kalau udah bikin Seno kesal. Nisa bangkit sambil membawa satu karton pizza yang masih utuh.
"Iya-iya deh lo bosnya."
"Hei mau dibawa kemana pizza gue?"
"Perut lo udah off side tuh. Yang ini buat gue sarapan besok. Diet dong lo. Katanya pengen sispek."
"Cerewet lo," ucap Seno sebal.
"Dah ... thanks, Sen," kata Nisa sambil mengangkat karton pizza lalu pergi dan menutup pintu apartemen Seno.

Setelah Nisa pergi, Seno tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Karena mahluk satu itu hidupnya tidak sepi.

==========

Suasana di kantor pagi ini tetap sama seperti biasa. Semua orang yang berpapasan dengan Nisa sedikit membungkukan badannya dengan sopan. Nisa itu masih muda dan cantik, tapi dia sudah berhasil menjadi orang kepercayaan bosnya dalam bidang marketing. Selain Nisa ada Nadya yang jadi anak emas bosnya. Nadya adalah ketua tim dari divisi kreatif design, yang tugasnya membuat design-design baru. Sudah menjadi rahasia umum kalau Nisa dan Nadya itu mempunyai hubungan yang buruk alias tidak akur. Saat penjualan merosot Nisa acap kali menyalahkan tim design, dengan alasan model sepatu yang mereka ciptakan kurang diminati masyarakat. Sedangkan Nadya menyalahkan Nisa yang tidak becus kerja yang mengakibatkan penjualan merosot.

Hari ini di divisi Nisa akan ada karyawan baru. Sebelum karyawan itu datang, Nisa terlebih dulu melihat curriculum vitae orang tersebut. Dia lulusan ekonomi management UI yang sedang menunggu wisuda. Namanya Yuda Arie Pratama, berusia dua puluh dua tahun.

Tak lama kemudian karyawan itu datang diantar oleh Lena asisten Nisa ke ruangan. Lena mengetuk pintu ruangan Nisa yang terbuka.

"Mbak, karyawan baru sudah datang, nih," kata Lena. Nisa yang sedang serius menatap laptopnya langsung mendongak lalu berdiri mempersilahkan masuk.
"Silahkan duduk," sahut Nisa dengan satu gerakan tangan ringan. Lena yang terkenal genit di kantor terlihat salah tingkah melihat karyawan baru itu ternyata ganteng banget. Nisa yang tahu tabiat asistennya itu, akhirnya berkata, "Lena kamu boleh kembali ke mejamu." Lena mengangguk tapi dengan wajah memberengut. Nisa tertawa dalam hati melihat reaksi asistennya itu.
"Selamat datang di Vreeset shoos. Nama kamu, Yuda kan?" Yuda mengangguk sambil tersenyum.
"Iya," katanya singkat.
"Kamu sudah tahu kan, perusahaan ini bergerak di bidang sepatu wanita. Produk kami sebagian besar digunakan oleh seluruh wanita di negara ini termasuk para selebrity dan pejabat-pejabat. Mereka suka produk ini karena kualitasnya yang bagus, kalau bicara soal harga, Vreeset memang agak di atas dari yang lain. Tapi itu sepadan dengan kualitas dan model-modelnya yang bagus. Perusahaan ini adalah perusahaan asing dari Paris tapi sudah membuka cabang di Indo dan negara-negara lain. Karena kamu akan bekerja di divisi saya, jadi saya akan menjelaskan garis besarnya saja bagaimana pekerjaannya."

Senyuman Yuda dari tadi tidak pudar dari bibirnya. Dan mata tajamnya tidak berkedip melihat Nisa yang sedang menjelaskan. Yuda sungguh tidak menyangka ketua tim marketing perusahaan sebesar ini adalah seorang wanita muda manis dan cantik. Tadinya Yuda mengira ia akan berhadapan dengan seorang lelaki gendut, berkepala plontos dan berkacamata tebal. Tapi dugaannya salah besar. Rasanya ia akan semangat bekerja di sini kalau melihat bos yang seperti itu. Ini benar-benar langka.

"Kamu paham sekarang?" tanya Nisa setelah menjelaskan bagaimana makanisme pekerjaan di divisi marketing. Yuda mengangguk.
"Iya," Jawab Yuda singkat.
"Baiklah, kamu boleh pergi, nanti Lena akan membantumu," kata Nisa. Yuda agak gugup di kursinya, sebenarnya ia masih ingin duduk di sana dan memandang wajah imut bosnya.

Dahi Nisa berkerut, ia sedikit heran melihat Yuda yang seolah tidak mau pergi dari sana.

"Silahkan ..." kata Nisa dengan satu gerakan tangan ringan mempersilahkan Yuda untuk segera pergi. Yuda mengangguk lalu dengan gugup ia meninggalkan ruangan. Setelah keluar dari ruangan, Yuda memegang dadanya dan membuang nafas panjang dari mulutnya. Selama di ruangan, Yuda benar-benar gugup dan jantungnya berdegup kencang.

'Astaga tuh cewek benaran cantik abis.'

Ternyata ada karyawan yang tak sengaja melihat tingkah Yuda itu. Dia tersenyum dan geleng-geleng kepala, pasti karyawan baru itu sudah terkena pesona bos. Karena hal itu juga terjadi padanya saat ia pertama kali bekerja. Tapi tunggu saja setelah ia tahu bagaimana saat bosnya itu ngamuk, pasti dia akan melupakan wajah cantik dan manis bosnya.
***

Lena menerangkan bagaimana pekerjaan Yuda dan apa saja yang harus Yuda kerjakan. Mereka sibuk di depan komputer, tapi bayangan Nisa belum pergi juga dari mata Yuda. Akhirnya, di saat Lena sedang bicara panjang lebar Yuda berceletuk.

"Mbak Nisa masih single?"
"Heh? Maksud kamu?" Lena menghela napas panjang dan menatap Yuda dengan wajah kesal. Ia baru sadar ternyata dari tadi ia ngomong tidak benar-benar diperhatikan oleh anak ini. Karena di otaknya cuma ada bosnya.

"Iya, dia masih single, muda dan cantik. Terus elo mau ngapain?" Karena kesal, Lena mulai menggunakan kata 'elo'. Yuda mengerjap, ia sadar sekarang tutornya mulai ngambek.
"E ... enggak cuma tanya aja," jawab Yuda kikuk.
"Hei, gue bilangin ya sama lo. Jangan sekali-kali lo berurusan sama bos. Dia itu queen ice-nya kantor ini. Kalau dia lagi marah, lo jangan coba-coba tunjukin muke lo depan dia, bisa-bisa entar lo dimakan sama dia."
"Wah serius mbak?" Mata Yuda mendelik kaget plus tidak percaya.
"Mmm ..." Lena mengangguk tegas.
"Makanya lo jangan terpesona dulu sama dia. Kenali dulu baru deh lo boleh terpesona sama dia." Yuda mengangguk setuju.
"Ya udah deh, sampe mana tadi? Gue tau dari tadi lo enggak merhatiin gue kan? Awas aja kalo gue tes elo gak bisa." Yuda menelan ludah sambil melirik sekilas wajah Lena yang masih kesal, lalu kembali menatap komputer. 'Ini sih gampang, makanan gue sehari-hari, cuma merekap-rekap doang,' batin Yuda.
***

Di hari pertama kerja, Yuda sudah mendapat keberuntungan bisa tugas luar dengan Nisa. Setidaknya itulah yang dipikirkan Yuda. Padahal menurut karyawan yang lain bertugas luar dengan Nisa sesuatu yang mengerikan.

Lena mendadak sakit jadi dia tidak bisa menemani Nisa tugas luar, jadi Nisa memilih Yuda, alasannya biar Yuda bisa tahu bagaimana situasi di lapangan.

"Bagaimana pekerjaanmu, lancar? Kamu sudah mengerti semuanya?" tanya Nisa sambil menjalankan mobilnya. Yuda mengangguk sopan.
"Iya mengerti Mbak. Aku akan berusaha. Mmm ... apakah tugas luar setiap hari?" tanya Yuda.
"Ya, bisa dibilang begitu. Karena kita yang mengatur penjualan di toko- toko atau di mall-mall. Tugas kita adalah tombak maju mundurnya perusahaan, jadi selain harus berusaha dan semangat, kita juga dituntut untuk kreatif. Kamu harus berpikir bagaimana caranya agar penjualan sepatu kita meningkat setiap bulannya." Yuda manggut-manggut, sekarang ia beneran tambah kagum sama bos cantiknya itu. Yuda tahu tugas marketing itu tidak mudah, tapi Nisa berhasil berada di posisinya sekarang di usia dua puluh delapan tahun. Ini pencapaian yang luar biasa.

Siapa tahu sisa hari ini Yuda habiskan dengan mencatat, merekap, mengecek, dan menghitung ratusan pasang sepatu yang ada di beberapa toko. Luar biasa di hari pertamanya bekerja ia sudah sangat sibuk. Tapi satu pujian dari Nisa membuatnya melupakan lelahnya.
"Untuk pegawai baru sepertimu, itu sangat baik. Kamu bahkan lebih baik dibanding dengan karyawan yang sudah bekerja satu atau dua tahun." kata Nisa. Yuda tersenyum geer.

Akhirnya setelah capek keliling-keliling, Nisa mengajak Yuda makan dan minum di sebuah café.

"Terima kasih untuk hari ini. Kamu sudah bekerja keras. Jadi aku akan membayar semua makanan yang kita makan sekarang," kata Nisa. Senyum manis Yuda kembali terbit.

Wow ia tidak menyangka hari ini ia bekerja lalu makan bareng bosnya yang cantik. Dan sepertinya ia tidak setuju dengan omongan-omongan dari karyawan lain yang mengatakan Nisa bos yang galak plus julukannya sebagai queen ice itu. Karena sepanjang hari ini Yuda tidak melihat sedikitpun hal itu dari Nisa. Memang, Nisa adalah cewek yang workaholic, tapi itu adalah sebagai bukti bahwa ia sangat bertanggung jawab pada pekerjaannya.

Bukankah harus seperti itu sebagai ketua tim? Sekarang Yuda mengerti kenapa karyawan lain tidak mau kalau harus kerja luar dengan Nisa, karena kamu tidak akan menemukan waktu sekadar istirahat sebentar atau pun untuk basa-basi. Karena kata Nisa, bermain-main dalam bekerja itu hanya akan menyusahkan dirimu sendiri. Bermain-main ada waktunya. Kamu akan puas dengan pekerjaanmu lalu kamu bisa istirahat dan makan dengan nyaman. Yuda setuju dengan pandangan bosnya itu.

Tiba-tiba Yuda teringat ucapan Lena tadi pagi, kenali dulu baru deh lo boleh terpesona sama dia. Sepertinya Yuda mulai terpesona beneran, karena sekarang ia mulai mengenali bosnya.
***

Setelah kerja luar Nisa dan Yuda kembali ke kantor hari sudah mulai gelap. Tadi sebelum pulang Nisa mampir dulu ke toko buku ia membeli beberapa buku. Sepertinya Nisa butuh refreshing dengan membaca bacaan ringan atau novel. Dan pilihannya jatuh pada novel dengan sampul warna putih, gambar sampulnya menarik dan Nisa sempat membaca synopsis belakang novel itu, ceritanya juga terlihat menarik.

Saat Nisa keluar dari mobilnya, rasanya ia melihat sesosok mahluk yang sangat dikenalnya sedang mengobrol dengan satpam di depan pintu utama kantor Nisa.
Nisa dan Yuda berjalan di parkiran. Saat Nisa semakin dekat barulah ia bisa melihat dengan jelas siapa orang itu.

"Seno? Ngapain lo di sini?" seru Nisa. Yuda yang ada di samping Nisa nampak heran sekaligus terkejut, ternyata bosnya bisa juga berucap kata-kata yang tidak formal.
"Ngapain lagi, ya jemput elo lah," jawab Seno santai.
"Jemput gue?" tanya Nisa heran. Yuda nampak berpikir dan menerka-nerka apakah pria ini cowoknya bos? tapi kalau cowoknya, mana mungkin bahasanya elu-gue.
"Ya ampun, elo masih dua puluh delapan tahun tapi lupaannya ngalahin nenek gue tahu gak," celetuk Seno asal yang disambut dengan tawa tertahan dari Yuda dan satpam.
"Sialan lo. Apaan sih?" Nisa memonyongkan bibirnya.
"Sekarang resepsi kawinannya Lala. Ingat sekarang?" Seno berkata sambil mencondongkan mukanya pada muka Nisa.
"O my God, sumpah gue lupa. Gimana dong? Gue belum prepare nih. Masa gue ke acara kawinan pake baju ginian?"

Seno berdiri tegak sambil melipatkan tangan di dada, matanya menyipit menatap Nisa dari atas sampai bawah.

"Oke. Baju kantor itu cocok banget buat lo Nis, tinggal lo dandan dikit, biar muka jelak lo sedikit tersamarkan," kata Seno sambil memutar-mutar telunjuknya di depan muka Nisa. Kembali Yuda dan satpam tersenyum.

Yuda berpikir lagi, apakah sifat asli Nisa sebenarnya seperti ini? ini sangat jauh dari kategori queen ice. Nisa sama aja kayak cewek kebanyakan. Apakah orang kantor belum ada yang mengetahuinya?

"Sialan lu. Asal lo tahu Sen, gue itu udah keren dari lahir tauk!" Nisa berkata sambil memonyongkan bibirnya. Seno tertawa, ya sebenarnya perkataan tadi tidak benar-benar keluar dari hatinya.
"Cepetan dong, keburu malam nih," ujar Seno sambil melirik arlojinya. Nisa mengerjap.
"Oh, oke-oke tunggu bentar." Nisa berjalan masuk ke kantor diikuti Yuda. Setelah Nisa berada di ruangannya, ia menyerahkan sisa pekerjaannya pada Yuda dan Lena. Lalu ia ke toilet untuk cuci muka dan berdandan sebisanya. Setelah selesai Nisa kembali ke depan.

"Sudah, ayo pergi," sahut Nisa pada Seno.
"Yuk ...," kata Seno sambil mengeluarkan kunci mobil dari saku celananya.
"Pak aku titip mobilku ya," sahut Nisa ke satpam.
"Siap Mbak," kata satpam sambil mengangkat ibu jarinya.
***

Di mobil Honda City-nya Seno, Nisa sibuk sendiri dengan bacaannya yang tadi ia beli. Sekarang masih jam tujuh malam dan lalu lintas masih sedikit macet. Jadi untuk mengisi waktu di kemacetan, membaca adalah hal yang terbaik.
Seno melirik Nisa di sampingnya yang tengah tenggelam dengan dunianya sendiri.

"Sekarang bacaan lo kayak gituan? Enggak baca bukunya Peter F Drucker lagi yang tebelnya minta ampun itu?"
"Enggak, gue butuh refreshing jadi gue butuh bacaan ringan," jawab Nisa santai.
Seno tertawa. "Elo itu entah aneh atau ajaib gue gak ngerti, tapi semua orang kalau butuh refreshing ya liburan, elo malah baca novel."

Dari dulu Nisa memang seperti itu, Seno sebenarnya sudah tahu tapi tetep aja ia pengen komentar. Sering mereka bertengkar cuma gara-gara si Peter F Drucker itu, Nisa yang memang sangat hobi membaca, nyuekin Seno yang datang untuk curhat. Akhirnya Seno sebal dan pergi. Tapi setelah itu Nisa yang datang menemui Seno untuk minta maaf dan mereka kembali seperti semula. Lalu mendengarkan curhatan-curhatan Seno yang selalu soal yang sama: cewek-cewek.

"Gak ada yang ngajakin dan ngebayarin gue liburan soalnya. Kecuali kalo elo mau ngelakuin keduanya baru gue mau liburan," celetuk Nisa sambil mesem-mesem.
"Monyong lu emang. Gimana elo enggak cepet kaya. Semuanya pengen gratisan aja." Nisa tertawa keras.
"Nah itu lo tau."
"Kayaknya gue mulai ngerasa ketiban sial jadi temen lo." Nisa kembali tertawa.
"Itu sih udah jadi nasib elo Sen."
Entah kenapa walaupun seperti itu, Seno tetap merasa nyaman jadi sahabat Nisa. Bahkan terlalu nyaman. Ia tahu semua kejelekan Nisa, dan ia tahu semua kelebihan dan kebaikan Nisa. Ia juga sudah terlalu sering dimanfaatkan Nisa dalam hal apapun. Tapi Seno masih tetap menganggap Nisa adalah teman terbaiknya.

Saat mereka masih sama-sama di Singapura, Seno tidak akan pernah sedikit pun melupakan kebaikan Nisa yang satu itu.

Ketika pertama kali Seno mendarat di Singapura, Seno kehilangan satu tasnya, yang ternyata isi tas itu barang-barang berharganya, termasuk dompet dan hape, ia masih beruntung karena passport-nya ia sakuin di saku celana jadi tidak ikut hilang bersama dompet dan hapenya. Saat itu Seno tidak tahu harus ngapain, tanpa uang sepeserpun dan tanpa alat komunikasi. Ia benar-benar seperti gembel di negara orang. Mau menghubungi orang tuanya di Indonesia tidak bisa, mau nelepon dari telepon umum butuh uang, sedangkan dirinya enggak ada uang seperak pun.

Tapi saat genting seperti itu ada Nisa yang mengulurkan bantuan padanya. Nisa meminjami Seno uang dan memberi makan. Padahal Seno tahu gadis itu juga sedang kesulitan karena ia hanya diberi uang yang sangat pas-pasan oleh orang tuanya.

Karena uang Nisa dipinjami ke Seno alhasil selama beberapa hari gadis itu hanya memakan roti dan minum air keran saja. Dari sana Seno tahu Nisa orang yang sangat baik, dan Seno berjanji pada dirinya sendiri, ia akan selalu menjaga malaikat penolongnya itu sampai kapan pun. Sekarang ia membeli apartemen di samping apartemen Nisa pun karena janjinya itu. Padahal orang tuanya sudah memberi rumah untuknya tapi Seno memilih tinggal di apartemen.

Karena kejadian itu, Seno jadi dekat dengan Nisa bahkan terlalu dekat. Sampai tidak ada rahasia di antara mereka. Termasuk soal Viko. Pria di masa lalu Nisa.
Seno tidak canggung membahas soal apapun dengan Nisa kecuali soal Viko. Karena Nisa akan berubah jadi sensitif kalau disinggung soal mantannya itu. Karena menurut Nisa hal itu tidak lucu sama sekali. Seno tahu, Nisa mempunyai trauma soal pasangan gara-gara si Viko itu. Dan karena pria itu juga Nisa hampir saja kehilangan nyawanya dan hidup dalam keterpurukan selama bertahun-tahun.

Awalnya Seno beranggapan Nisa terlalu lebay menanggapi soal asmaranya itu. Tapi setelah tahu ceritanya, akhirnya Seno bisa memaklumi Nisa sampai trauma seperti itu. Ia dihianati oleh pacarnya dan sahabatnya sekaligus. Seno semakin geram ketika mendengar kisah persahabatan Nisa dengan Gita yang terjalin dari mereka masih sama-sama duduk di sekolah TK. Tidak habis pikir kenapa Gita sampai tega melakukan itu pada Nisa.

Selain trauma soal laki-laki Nisa juga enggan menjalin hubungan pertemanan yang terlalu dekat dengan perempuan, karena menurutnya perempuan itu penuh dengan kepalsuan. Alias lain di mulut lain di hati, dan suka membicarakan kita di belakang, sedangkan di depan dia bersikap manis.

Dari itu itu Nisa cuma dekat dengan Seno. Nisa hanya nyaman dengan Seno.
***

Seno memarkirkan Honda City nya di pelataran parkir gedung tempat resepsi pernikahan Lala. Dan sepertinya mereka datang di waktu yang tidak tepat. Sekarang tamu sedang membludak-membludaknya. Tadi juga Seno sedikit susah mencari parkiran. Maklum yang kawinan adalah anak pejabat. Suami Lala yang anaknya pejabat.

"Sen, gimana nih? Panjang banget antriannya. Kayaknya kita bakalan kebagian salaman sama penganten jam sepuluh malam," kata Nisa.
Seno menggigit bibir, ia nampak sedang berpikir.
"Mending kita makan dulu aja yuk. Gue laper banget nih," ucap Seno dengan muka memelas. Nisa mendengus, kirain dia memikirkan ide untuk bisa salaman dengan penganten lebih cepat tahunya soal makan.
"Makanan aja yang lo pikirin, Ndut." Kata Nisa sebal. Seno menyeringai menunjukan deretan gigi putihnya.
***

Setelah selesai makan, Nisa dan Seno langsung bergabung ke dalam barisan. Sampai sekarang tamunya benar-benar masih banyak. Tidak sedikit juga selebrity yang datang. Karena pengantin wanitanya adalah seorang produser beberapa program di sebuah stasiun televisi swasta. Jadi produser memang mimpinya si Syahla alias Lala, waktu ia kuliah di Singapura bareng Seno dan Nisa, Syahla mengambil jurusan media pertelevisian. Lala dan Nisa sekarang bekerja sesuai dengan jurusan yang mereka ambil saat kuliah, tapi Seno, ia kuliah jurusan hukum tapi sekarang jadi tukang iklan. Begitulah Nisa dan Lala menyebutnya "Tukang Iklan."

Benar saja apa kata Nisa, kayaknya mereka bakal kebagian salaman sama pengantin jam sepuluh malam. Sekarang jam sepuluh kurang sepuluh mereka baru bisa nyampe ke karpet pelaminan. Lala terlihat semringah ketika melihat dua mahluq yang sangat dikenalnya itu, ia tidak sabar untuk segera bersalaman dengan Nisa dan Seno.

Saat mereka sudah berada di depan pengantin, Lala langsung memeluk Seno dan Nisa sambil teriak kegirangan tidak peduli dengan tamu lain dan mertuanya yang melihatnya aneh. Perempuan itu memang dijuluki miss riweuh sama Nisa dan Seno.

"Heh gue kira kalian enggak datang. Tadinya gue akan kecewa banget kalo lo berdua enggak datang. Gua akan marah banget dan lo berdua akan gue delkon dari hape gue. Kita kan udah hampir setahun enggak ketemu, rasanya sangat keterlaluan kalau kalian enggak datang sekarang."
"Sekarang kita di depan lo kan? Hihihi..." kata Nisa.
"Gila nih kawinan lo, antriannya panjang bener, gue ampe pegel tauk!" seloroh Seno.
"Hei, itu karena gue dan laki gue popular abis. Oh iya ini suami gue, namanya Brian. Sorry gue baru bisa ngenalin Brian secara langsung sama lo berdua sekarang." Nisa dan Seno menyalami pengantin pria dengan sopan.
"Bi, ini Nisa dan ini Seno, mereka ini sahabatku waktu kuliah di Singapura dulu," kata Lala, Brian melempar senyum hangat.
"Kalian suami istri?" celetuk Brian. Nisa dan Seno mendelikan mata kompak. Sedangkan Lala langsung menyemburkan tawanya.
"Bukan Bi, mereka cuma temen. Ya walau bisa dibilang temen kayak pacar sih, hahaha ...."
"Apaan sih lo," kata Nisa sambil manyun, tapi setelah itu ia tertawa juga. Sedangkan Seno ia diam saja. Entah kenapa ucapan Brian tadi sedikit menyentil sebuah ruang hatinya.

Suami istri? Apakah kita terlihat seperti suami istri? Batin Seno. Entah kenapa ia merasa senang ketika ada orang yang beranggapan seperti itu.

"Nis, Sen, selfie dulu yuk, buat kenang-kenangan nih," kata Lala sambil menyomot ponselnya di kursi pelaminan.
"Ok."

Pertemuan mereka pun ditutup dengan acara selfie heboh, yang membuat antrian di belakang mereka menunggu dengan kesal.

Sebelum pulang, Nisa dan Seno nonton dulu perform-nya Judika. Kapan lagi bisa nonton penyanyi papan atas Indonesia nyanyi secara live dengan gratis.

Saat Nisa dan Seno serius menonton Judika, ada seseorang yang tidak jauh dari mereka memerhatikan. Orang itu berpikir ia kenal dengan si perempuan. Iya, ia tidak salah.

Bagaimana ia tidak mengenalnya, perempuan itu adalah orang yang sangat dirindukannya selama bertahun-tahun. Dan yang membuatnya merasa ingin mati karena merasa bersalah. Ia ingin menghampirinya saat itu juga, tapi ketika perempuan itu tersenyum cerah dan bahkan ia bicara lalu tertawa dengan seorang laki-laki di dekatnya, ia mundur lagi.

Bersambung #2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER