Cerita bersambung
Pria itu memandang laptopnya dengan pandangan kosong, padahal ia harus segera menyelesaikan tulisannya yang harus ia kirim ke editor besok pagi. Sekarang waktu sudah menunjukan pukul dua dini hari, tapi dari tadi sore ia baru menyelesaikan setengah lembar halaman saja. Kalau saja tadi waktu di resepsi pernikahan Brian ia tidak melihat wanita itu, mungkin sekarang dengan mudah ia sudah menyelesaikan tulisannya.
"Nisa, aku senang bisa melihatmu lagi. Ternyata kamu sekarang hidup dengan sangat baik. Aku lega sekali," ucapnya lirih. Setelah itu ia kembali berusaha menekuni pekerjaannya yang tanpa kenal waktu itu.
***
Pagi-pagi sekali Yuda mengendap-endap masuk ke ruangan Nisa sambil membawa secangkir kopi panas, ia berharap aksinya itu tidak ada yang melihat. Setelah berada di ruangan Nisa, Yuda meletakan cangkir kopi itu beserta secarik kertas dengan tulisan:
"Semangatlah, dan tersenyumlah, karena kau sangat cantik kalau tersenyum."
Setelah meletakan itu, Yuda buru-buru keluar ruangan dan duduk di kursinya dengan tegang.
Selang beberapa menit setelah ia meletakan cangkir dan tulisan itu, Nisa datang.
Yuda menarik nafas dan membuangnya dari mulut dengan gugup. Ia berharap bosnya akan suka.
Dari tempatnya duduk ke ruangan Nisa sedikit jelas karena ruangan Nisa hanya sebuah ruangan dari kaca transparan.
Yuda melirik Nisa dengan tegang. Nisa terlihat bingung yang tiba-tiba ada kopi dan tulisan itu di mejanya. Nisa mengangkat kertas itu lalu membacanya lantas ia tersenyum. Pandangannya berkeliling ke luar ruangan.
"Siapa yang menaruh ini di sini?" Nisa bertanya-tanya sendiri.
"Siapa pun itu, thanks." Nisa duduk di kursinya lalu menyeruput sedikit demi sedikit kopi panas itu.
Yuda tersenyum senang melihat reaksi Nisa seperti itu.
Pemuda itu memang sudah naksir Nisa dari pertama bertemu, ketika mereka kerja luar bersama kemarin, Yuda semakin mengagumi Nisa, dan rasanya Yuda mulai menyukai Nisa sebagai seorang perempuan bukan seorang bos.
Ya walaupun umur mereka terpaut jauh, tapi di zaman sekarang hal itu sudah biasa bukan?
Satu saat nanti, ia akan memberanikan diri mengungkapkan perasaannya itu pada Nisa. Tidak peduli bagaimana pun hasilnya nanti yang penting ia bisa mengungkapkan perasaannya.
***
Sore hari waktunya kerja luar, Yuda menawarkan diri menemani Nisa kerja luar. Karyawan lain terlihat senang dan menghela napas lega ketika Yuda dengan cepat tunjuk tangan untuk menemani Nisa. Karyawan baru itu bisa diandalkan juga. Pikir para karyawan. Padahal bagi Yuda kerja luar adalah saatnya untuk bisa lebih mengenali Nisa.
"Bolehkah aku yang nyetir mobil sekarang?" tanya Yuda saat di parkiran di samping mobil Nisa. Kening Nisa berkerut.
"Hm maksudku, tidak pantas saja kalau bos yang menyetir," ujar Yuda cepat sebelum Nisa berpikir yang tidak-tidak. Nisa mengangguk sambil tersenyum.
"Oke," ucap Nisa sambil melempar kunci mobil ke Yuda. Sekarang mereka sudah duduk di posisi masing-masing.
"Mau kemana sekarang?" tanya Yuda.
"Ke toko yang di mall Kelapa Gading," jawab Nisa. Yuda mengangguk semangat lalu tancap gas.
***
Seperti biasa sesudah bekerja keras mengecek seluruh barang di toko, Nisa dan Yuda makan di sebuah kafe. Melihat bagaimana Yuda bekerja, rasanya Nisa lebih nyaman bekerja dengan pemuda itu dibanding dengan yang lain. Yuda tidak pernah mengeluh, ia bekerja dengan tekun sehingga bisa menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat dan tepat.
"Yuda, aku suka cara kamu kerja. Itu bagus. Aku yakin kalau kamu tetap seperti ini hingga masa percobaanmu selesai, perusahaan tidak akan mempertimbangkan lagi untuk menerimamu sebagai karyawan tetap," kata Nisa sambil menggulung-gulung spageti oleh garpu.
"Benarkah? Wah aku senang kalau gitu Bos," seru Yuda semringah.
"Iya asal kamu tetap mempertahankan kinerjamu seperti ini. Dan aku juga sebagai bosmu tidak akan tinggal diam, aku akan mempromosikanmu."
"Wah serius Bos?" Yuda semakin lebar memperlihatkan deretan gigi-gigi putihnya. Nisa mengangguk sambil tersenyum. Otot-otot muka Yuda tidak bisa menyembunyikan lagi rasa senangnya sekarang.
"Serius," kata Nisa meyakinkan Yuda.
"Wah terima kasih Bos. Aku bersyukur, di saat aku sedang menunggu wisuda aku sudah mempunyai titik terang buat masa depanku. Aku tahu di zaman sekarang susah banget dapet kerjaan bagus. Senior-seniorku malah sampe sekarang masih banyak yang nganggur, akhirnya mereka membuka usaha sendiri, atau ujung-ujungnya ngelamar jadi driver ojek online," tutur Yuda. Nisa ngangguk-ngangguk.
"Eh ngomong-ngomong tidak masalah nih kalau kita keseringan makan berdua seperti ini? tidak ada yang cemburu? Kamu punya pacar enggak?" tanya Nisa.
Yuda yang baru saja memasukan makanannya ke mulut langsung tersedak mendengar pertanyaan Nisa barusan. Dengan cepat Yuda meraih minumannya dan meminumnya hingga hampir habis. Pertanyaan bosnya membuatnya sangat kaget.
"Eh maaf Yuda kalau pertanyaanku membuat kamu kaget. Ya ampun ... kamu sampe tersedak begitu," sahut Nisa cemas sekaligus bersalah.
Yuda mengelap mulutnya dengan tissue lalu ia tertawa.
"Tidak apa-apa, Bos. Hm, aku jomblo kok, tenang aja jadi enggak akan ada yang cemburu," kata Yuda.
"Yang disuka sih ada, tapi entahlah, rasanya malu aja buat ngakuinnya," sambungnya polos.
"Kenapa harus malu. Kamu kan cowok, jadi cowok harus berani dong. Atau sebenarnya kamu takut ditolak ya?" kata Nisa sambil melahap spagetinya. Yuda tertawa sambil menunduk.
Gak tahu apa gue suka sama lo, batin Yuda.
"Nanti ada saatnya aku mengungkapkan perasaanku, jadi tunggu saja," ujar Yuda. Nisa berhenti mengunyah makanannya mendegar ucapan Yuda. Maksudnya apa tunggu saja? Apakah anak ini mau laporan kalau sudah nembak cewek yang dia suka?
Nisa cuma ngangguk-ngangguk tidak mengerti, lalu ia segera membuang pikiran-pikiran janggalnya itu.
Dengan santai Nisa kembali melahap makanannya. Sedangkan Yuda malah membeku di kursinya. Tadinya ia ingin menanyakan hal yang sama pada Nisa, tapi ia pikir itu terkesan lancang kalau bawahan menanyakan masalah pribadi bosnya. Lagian Yuda baru kenal Nisa dua hari.
***
Tidak terasa Yuda sudah bekerja satu bulan di Vreeset Shoos, dan itu membuatnya semakin dekat dengan Nisa.
Awalnya karyawan di kantornya tidak ada yang curiga dengan kedekatan Nisa dan Yuda, tapi lama-lama mereka mencium ada yang aneh antara bawahan dan atasan itu. Melihat bagaimana perhatiannya Yuda pada Nisa, melihat bagaimana Yuda selalu ingin menemani Nisa kerja luar, dan melihat bagaimana kesigapan Yuda kalau berurusan dengan bosnya itu.
Padahal Nisa menganggap semua itu biasa saja. Tidak ada yang spesial. Perhatian Yuda yang lebih pada dirinya ia anggap sebagai apresiasi bawahan pada atasan yang berusaha mengambil hati seorang bos agar karirnya kedepan mulus.
Namun, kejadian sore itu sedikit membuat Nisa merasa apa yang orang-orang di kantor bilang benar. Perhatian Yuda padanya memang sudah sangat berlebihan.
Sore itu hujan masih saja mengguyur seluruh kota, Nisa dan Yuda baru saja selesai kerja luar ke salah satu toko. Karena Nisa lupa membawa payung akhirnya langkah mereka tertahan di lobi.
"Kayaknya bakal lama redanya Bos. Gimana nih? Kita harus cepat-cepat kembali ke kantor," sahut Yuda. Nisa melirik jam tangannya, benar, mereka harus segera kembali, kalau tidak pekerjaannya akan tersendat. Lagi pula sudah hampir satu jam mereka menunggu hujan reda tapi tidak ada tanda-tanda untuk berhenti.
"Oke, kita lari ke mobil," kata Nisa. Saat Nisa mengambil ancang-ancang hendak berlari, Yuda menahannya, lalu ia membuka jaketnya dan memakaikannya pada Nisa.
Ia menatap Yuda yang sedang memakaikan jaketnya. Selama mengenal Yuda, baru kali ini ia memandang wajah anak itu dari jarak yang sangat dekat.
Benar apa yang Lena bilang, Yuda anak yang tampan.
Nisa jadi gugup dan merasa aneh. Perlakuan Yuda padanya seperti memperlakukan seorang kekasih.
Apalagi saat Nisa melihat beberapa orang di lobi mall itu menatapnya dengan iri. Pasti mereka mengira Ia dan Yuda pasangan kekasih. Astaga, ini sudah tidak benar.
"Sudah, ayo kita lari," sahut Yuda sambil menggenggam telapak tangan Nisa. Dan anehnya Nisa tidak punya kekuatan untuk menolak saat tangannya digenggam erat oleh pemuda itu.
Yuda tidak membiarkan Nisa basah kuyup dengan memberikan jaketnya dan merelakan dirinya sendiri yang basah kuyup. Bukankah ini sudah sangat berlebihan?
Sepanjang perjalanan ke kantor di dalam mobil, Nisa diam seribu bahasa. Nisa mengingat-ingat lagi apa saja yang sudah Yuda lakukan untuknya sebulan ini.
Yuda membelikan minyak urut untuk Nisa saat Nisa mengeluh kakinya yang pegal karena harus selalu memakai sepatu hak tinggi sepanjang hari, setelah itu Yuda memberinya sandal jepit untuk dipakainya pulang.
Kemudian hampir setiap hari Yuda mengantarnya kerja luar dan membereskan pekerjaan hingga beban pekerjaan Nisa banyak berkurang. Memberi Nisa kopi atau makanan setiap pagi, dan selalu sigap memenuhi apa yang diperintahkan Nisa kepadanya.
Semua yang Yuda lakukan untuknya membuat orang-orang di kantor curiga pada mereka.
"Sekarang mainan lo sama berondong ternyata, gila ya, emangnya elo udah expired buat cowok-cowok yang seumuran apa? Kasihan."
Nisa tiba-tiba teringat bagaimana pedasnya omongan Nadya, musuh bebuyutannya di kantor.
Nisa menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Tidak. Ini harus segera dihentikan. Ia harus bisa menjaga jarak dengan Yuda.
Tapi kalau ia menjaga jarak, anak ini kerjanya bagus dan sangat bisa diandalkan dibanding dengan karyawan yang lain. Nanti Nisa bisa repot lagi.
"Kenapa, Bos?" tanya Yuda yang sedang menyetir. Nisa tersenyum hambar.
"Tidak. Tidak apa-apa. Yuda, sepertinya saya mau langsung pulang aja, kamu selesaikan pekerjaannya, ya?"
"Kenapa, Bos? apa Bos gak enak badan gara-gara hujan-hujanan tadi?" tanya Yuda cemas.
Nisa mengerjap, lalu dengan kaku ia mengangguk. Padahal ia bukan tidak enak badan tapi ia sedang tidak enak dengan perasaannya sendiri karena perlakuan Yuda itu.
"Baiklah bos, aku akan menyelesaikan pekerjaan ini, nanti Mbak Lena akan membantu. Sekarang ayo aku antar pulang, biar aku ke kantor naik taksi aja," sahut Yuda, ia langsung memutar balik kemudi ke apartemen Nisa.
Yuda memang sudah beberapa kali mengantar Nisa pulang.
Mata Nisa mendelik, anak ini memang selalu sigap dalam hal apapun. Nisa belum mengatakan apa-apa tapi Yuda sudah mengambil inisiatif sendiri.
Apakah benar dengan kecurigaannya ini?
Selang beberapa menit mereka sampai di depan apartemen Nisa. Yuda menatap bosnya lalu tersenyum.
"Udah sampai bos," katanya. Nisa menatap Yuda dengan sedikit gugup.
Setelah menyadari semua ini, Nisa jadi agak kikuk sama Yuda. Tapi anehnya dalam hati kecil Nisa, ia senang ada yang memperlakukannya seperti itu. Yuda benar-benar anak yang manis.
"Oh iya. Kamu mau turun di sini?"
"Iya Bos, Bos bisa nyetir sendiri kan ke parkiran?" Nisa mengangguk.
"Baiklah, aku pergi dulu ya, jangan lupa mandi air hangat lalu makan malam biar enggak sakit," ucap Yuda lalu keluar dari mobil.
Sebelum ia melangkah pergi, Yuda melemparkan senyumannya dan itu membuat hati Nisa menghangat.
Setelah Yuda benar-benar pergi, Nisa menjatuhkan kepalanya ke dasbor mobil.
"Astaga kenapa harus anak itu yang memperlakukan aku semanis ini? Kenapa harus oleh Yuda hatiku bergetar seperti ini? Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Aku tidak boleh menyukai anak itu, dia terlalu muda untukku. Bahkan umurnya seumuran sama Angga, adik bungsuku."
Nisa melihat dari kaca spion, Yuda mencegat taksi lalu pergi ke kantor.
***
"Heh jangan berpikir berlebihan hanya karena sebuah jaket! Kelamaan jomblo sih, begini jadinya," oceh Seno setelah Nisa curhat panjang lebar tentang Yuda. Nisa manyun sambil memikirkan ucapan Seno itu.
"Tapi, kenapa jantung gue jadi berdebar setelah menyadari ini, ya?"
"Ya ampun, lo jangan dulu berpikir lo sedang fall in love. Di saat detak jantung lo tidak beraturan, siapa tahu lo sedang terkena arrhythmia atau diabetes," tutur Seno asal.
Mata Nisa langsung mendelik. "Seno, gue masih muda tidak mungkin gue terkena serangan jantung atau diabetes," semprot Nisa sewot.
Dasar Seno, bukannya kasih masukan baik, malah menuduh Nisa arrhythmia dan diabetes
"Jadi lo berpikir lo jatuh cinta sama bocah itu?"
Nisa tidak bisa menjawab, ia menjatuhkan kepalanya ke sandaran sofa lalu mengurut keningnya pelan.
Ia sendiri masih tidak yakin, karena ia sudah lupa rasanya jatuh cinta itu seperti apa, karena itu sudah sangat lama. Parasaannya pada Yuda apakah bisa dikategorikan perasaan cinta? atau cuma kagum?
Seno memegang kening Nisa. "Otak lo panas dan otak lo error kalau lo beneran cinta sama anak itu." Nisa langsung menghempaskan tangan seno dari keningnya. "Apaan sih lo!"
"Nis, lo tahu kan umur si Angga aja dua puluh tiga tahun, terus si Yuda dua puluh dua tahun. Sama adik bungsu lo aja masih tuaan adik lo. Elo mau adik-adik lo ngeledekin lo abis-abisan? Gak mau, kan? Masa kakak gue jalan sama berondong. Gua aja yang jadi sahabat lo malu tau. Dan apa lo juga enggak malu sama orang-orang di kantor? Lo yang notabennya sebagai bos marketing jalan sama anak yang baru lulus kuliah, gue yakin nanti lo jadi sasaran empuk si Nadya, musuh lo itu."
Nisa menutupi mukanya dengan bantal, bener juga apa kata Seno. Baru deket aja, orang-orang kantor udah heboh abis, apalagi kalau Nisa dan Yuda pacaran.
"Tau ah gue pusing, nih. Lo pulang sono!" Nisa mengusir Seno sambil memukulnya dengan bantal.
"Astaga, lihatlah kelakuan lo itu! lo nyegat gue, narik-narik gue ke sini, terus lo ngusir gue sekarang. Ya Ampun! Hei asal lo tau cuma gue yang sabar ngadepin cewek kayak lo ini."
"Emang gue cewek kayak apa?" tanya Nisa dengan muka polos.
"Ngaca sono!" sahut Seno lalu pergi sambil senyum-senyum cuek.
"Seno ... kasih tau gue, gue cewek kayak apa?" teriak Nisa.
"Daaahhh ...," seru Seno sebelum menghilang di balik pintu.
"Dasar cowok gila!" seloroh Nisa, tapi bibirnya menyunggingkan senyum.
"Thank Sen, udah ngebantu gue memecahkan persoalan ini."
==========
Nisa mematri ucapan Seno semalam di otaknya “jangan berpikir berlebihan hanya karena sebuah jaket!” Ya mungkin benar Nisa hanya melebih-lebihkan saja.
Nisa berjalan masuk ke kantornya dengan tegak dan terkesan angkuh. Seperti biasa.
Ia menekankan pada dirinya sendiri, jangan menganggap lebih semua perlakuan Yuda padanya. Jangan! Ia harus menjaga kewibaannya sebagai ketua tim. Seperti yang selalu ia lakukan selama ini.
Saat Nisa masuk ke ruangannya, secangkir kopi dan secarik kertas itu ada lagi. Nisa mendengus, entah mengapa ia mulai merasa terganggu dengan benda itu. Nisa duduk di kursinya lalu membaca tulisan itu.
“Kamu baik-baik saja? Tidurmu nyenyak? Minumlah kopi ini agar kamu segar.” Nisa kembali meletakan kertas itu. Yuda sudah mulai berani memanggilku ‘kamu.’ Batin Nisa.
Sepertinya feeling Nisa benar, Yuda memang menyukainya. Apa yang harus Nisa lakukan?
Hari ini berjalan seperti biasa, orang-orang sibuk dengan kerjaan masing-masing, tapi di saat sibuk itu, Yuda masih sempat memerhatikan sikap Nisa yang sedikit berbeda padanya. Ia berpikir, apakah ia membuat kesalahan? apakah ia mengucapkan kata-kata yang menyinggung perasaannya? Hingga Nisa terkesan menjaga jarak darinya. Kerja luarpun hari ini Nisa mengajak Deni, karyawan yang lain. Keadaan ini berlangsung selama tiga hari, sampai akhirnya Yuda memberanikan diri menanyakan langsung pada Nisa secara pribadi.
Hari itu Yuda pulang satu jam lebih awal, ternyata tanpa diduga Tua menunggu Nisa di depan apartemennya. Nisa terlonjak kaget mendapati Yuda bersandar di tembok sambil melipatkan tangan di dadanya.
“Yuda, sedang apa kamu di sini?” Tanya Nisa.
“Sedang apa lagi, ya nunggu kamu lah.” jawab Yuda santai. Nisa terhenyak, anak itu semakin berani saja.
“Apa kamu bilang? Kamu manggil aku apa barusan?” Sahut Nisa tidak percaya. Yuda berjalan mendekati Nisa.
“Ini di luar jam kantor, jadi aku berhak manggil kamu apa aja dong, bener gak?” Nisa mengatur nafas mengendalikan diri.
“Baiklah terserah kamu. Sekarang aku mau tanya, sedang apa kamu di sini sekarang?”
“Aku mau bicara sama kamu.”
“Apa?”
Yuda tersenyum sambil sedikit membungkukan badannya, karena walaupun Yuda berumur dua puluh dua tahun dan Nisa dua puluh delapan tahun, tinggi badan Nisa hanya sebatas dadanya saja. Nisa sedikit kikuk melihat senyuman Yuda seperti itu. tidak bisa dipungkiri Yuda memang pria yang tampan, Lena saja langsung terpesona saat pertama kali melihat dia.
“Aku traktir kamu makan, mau?” Seloroh Yuda.
Nisa semakin kikuk dibuatnya. Astaga anak ini, apakah ia sudah biasa memperlakukan wanita seperti ini? apa sebenarnya ia seorang playboy? Anehnya Nisa tidak bisa berkutik saat Yuda bersikap seperti itu, anak ini memang pintar sekali membuat wanita terpikat padanya.
"Oke." Sahut Nisa.
Dalam sekejap mereka sekarang sudah berada di atas motor sport Yuda menuju sebuah kafe. Tak lama kemudian mereka sampai dan langsung mencari meja yang masih kosong. Setelah mereka duduk ada pelayan yang menghampiri meja mereka. Yuda memesan makanan sementara Nisa masih merasa sedikit kikuk.
“Kamu mau pesan apa Nis?”
“Ah? apa aja deh.” Nisa benar-benar merasa aneh dengan suara Yuda yang biasa memanggilnya bos, sekarang dengan akrab ia memanggil Nisa dengan sebutan kamu bahkan 'Nis'. Yuda memesan pesanan mereka sementara pelayan kafe itu mencatat. Setelah selesai, pelayan itu kembali dan menyampaikan pada chef.
“Kamu pasti aneh dengan sikap aku yang tiba-tiba dan mungkin kurang pantas ini. Ya kan?”
Kata Yuda sambil tersenyum. Nisa diam sambil terus menatap Yuda, memastikan bahwa anak ini sedang tidak main-main. Dan memastikan bahwa orang yang ada di hadapannya sekarang adalah benar-benar Yuda Arie Pratama, anak baru di kantornya. Siapa tahu sekarang Yuda sedang dirasuki roh cowok ganjen yang jatuh cinta.
“Jadi apa yang kamu inginkan sebenarnya?” Tanya Nisa langsung. Yuda berdeham sambil menunduk lalu mandongak lagi.
“Aku cinta sama kamu.” Kata Yuda dengan tegas dan tanpa basa-basi.
Bibir Nisa langsung terkatup rapat mendengar pengakuan Yuda barusan. Dan hampir saja jantungnya melorot kebawah. Ternyata dugaannya benar, anak ini cinta padanya.
Nisa menunduk dan memejamkan matanya kuat-kuat sambil mengingat semua ucapan Seno padanya malam itu. 'Nis, lo tahu kan umur si Angga aja dua puluh tiga tahun, terus si Yuda dua puluh dua tahun. Sama adik bungsu lo aja masih tuaan adik lo. Elo mau adik-adik lo ngeledekin lo abis-abisan? Gak mau kan? Masa kakak gue jalan sama berondong. Gua aja yang jadi sahabat lo malu tau. Dan apa lo juga enggak malu sama orang-orang di kantor? lo yang notabennya sebagai bos marketing jalan sama anak baru yang baru lulus kuliah, gue yakin nanti lo jadi sasaran empuk si Nadya, musuh lo itu.'
Benar. Seno benar. Nisa tidak mau semua itu terjadi, ia tidak mau mengambil resiko untuk itu. Nisa mengangkat wajahnya dan menatap lurus ke mata Yuda dengan berani.
“Kamu tahukan aku ini bos kamu? Kamu juga tahu kan umurku jauh di atas kamu? Jujur saja aku tidak mau pacaran sama cowok yang umurnya di bawah aku.” Kata Nisa.
Raut wajah Yuda langsung berubah sedih. Nisa merasa tidak enak tapi ia harus katakan itu, walaupun tidak dipungkiri Nisa juga sebenarnya sedikit menyukai Yuda. Tapi sedikit suka itu kalau ia utarakan sama Yuda akan mendatangkan dampak yang tidak baik untuk Nisa nanti. Jadi mumpung rasa suka itu belum terlalu besar, lebih baik Nisa menguburnya bukan?
“Kamu suka sama aku?” Yuda malah bertanya hal yang tidak terduga dan membuat Nisa kikuk.
“Tidak.” Jawab Nisa.
“Jangan bohong, aku tahu kamu juga suka sama aku. Kamu cuma gengsi. Benar kan?” Kata Yuda. Mata Nisa mendelik, ia kaget luar biasa mendengar ucapan Yuda.
Bagaimana anak ini bisa mengatakan semua itu dengan benar? Nisa kikuk lagi tapi ia berusaha menyembunyikannya. Nisa tertawa hambar sambil berusaha mengatakan sesuatu.
“Aku baru tahu, ternyata kamu sok tahu juga ya orangnya. Siapa bilang aku suka sama kamu.”
Yuda malah tertawa, ia menganggap ucapan Nisa itu sangat lucu.
“Dari cara kamu menatapku, dan dari semua yang aku lakukan untukmu selama ini, itu sudah sangat jelas, kamu senangkan saat aku ada di dekatmu? Hei, aku ini pintar menerjemahkan sorot mata seseorang. Semoga kamu pernah mendengar istilah bahwa mata adalah cerminan kata hati.”
Nisa langsung bungkam seketika, ucapan Yuda berhasil menohok jantungnya. Ini gawat. God tolong aku ….
“Aku sudah punya pacar.” Ucap Nisa spontan.
“Dan sebentar lagi kita mau tunangan.” Tambah Nisa, tapi seteleh mengatakan itu Nisa membuang muka sambil menutup matanya kuat-kuat. Astaga, Nisa apa yang kamu katakan? Ini bencana. Kenapa harus kata-kata itu yang keluar dari mulutmu?
“Benarkah?” Kata Yuda. Nisa mengangguk mantap.
“Kamu tidak pernah bertanya padaku, apa aku sudah punya pacar kan? sekarang aku kasih tahu kamu, aku sudah punya pacar dan akan bertunangan. Dan satu lagi yang paling penting, aku sangat mencintai pacarku.”
“Aku tidak percaya.” Kata Yuda dengan gayanya yang santai. Astaga, anak ini benar-benar merepotkan.
“Kamu perlu bukti?” Tantang Nisa.
“Buktikan!”
“Baiklah, aku akan telepon dia sekarang.” Nisa mengeluarkan ponselnya dari tas dengan ragu, tapi saat tangan Nisa menggenggam ponselnya Yuda kembali bicara.
“Tidak, suruh dia datang ke sini dan jemput kamu.”
“Apa?” Seru Nisa kaget.
“Ya, suruh dia datang dan jemput kamu. Cepat telepon!” Sahut Yuda.
“Oke. Aku telepon sekarang.” Nisa menatap ponselnya dengan bingung, ia membuka phone kontak. Tidak ada orang yang bisa ia telepon selain Seno, tidak mungkin ia menelepon Rian adiknya. Sekarang Rian ada di Jakarta, tapi wajah Rian mirip dengan Nisa, bisa-bisa Yuda curiga Rian bukan pacar Nisa. Jadi tidak mungkin Nisa minta tolong sama Rian. Hanya Seno yang bisa menolongnya sekarang.
Nada sambung itu hanya terdengar tiga kali, Seno sudah mengangkatnya.
“Halo sayang …” seru Nisa. Di balik telepon, Seno bergidik dan langsung menjauhkan ponsel dari telinganya.
“Heh lo kenapa? Lo mabok ya?” Kata Seno bingung yang tiba-tiba Nisa memanggilnya sayang biasanya 'ndut'.
“Sayang, bisa gak sekarang kamu jemput aku di café Love?” Nisa berkata dengan raut muka yang di tenang-tenangkan, ia tahu di seberang sana Seno sedang kebingungan. Dan ia juga tidak bisa menjelaskan pada Seno sekarang karena Yuda sedang melototinya.
“Heh Nisa, lo kenapa sih?”
“Ya udah, sekarang juga aku tunggu di café Love. Cepetan ya .…”
“Sekarang gue mau ketemuan sama klien. Gue gak ….”
Tut..tut…tut… telepon di tutup Nisa. Seno menatap ponselnya dengan bingung. Tuh anak kenapa sih? Kejedot di mana nih anak? Ataukah sekarang terjadi sesuatu?
Beberapa menit Seno berpikir. Akhirnya ia memutuskan.
“Aldi, tolong temuin pak Andre di kantornya, katanya mau ada yang direvisi soal konsep yang kemarin itu. Gue ada urusan penting, nanti kalo dia tanya gue kemana, bilangin gue lagi gak enak badan, oke.” Kata Seno sama bawahannya memintanya untuk menggantikannya menemui klien.
“Siap bos.”
Seno langsung mengambil jasnya dan langsung pergi ke café Love. Menemui Nisa. Pria itu memang paling tidak bisa menolak permintaan Nisa.
***
Seno memarkirkan mobilnya di parkiran café Love, ia melihat sekeliling, ia tidak menemukan mobil Nisa terparkir di sana. Apa mungkin Nisa sudah pulang? Seno nampak ragu antara masuk atau tidak. Tak lama kemudian ada SMS masuk.
“Sen, lo di mana? Cepetan ke sini, nanti gue jelasin semuanya.”
Setelah membaca SMS dari Nisa, Seno langsung mengambil langkah cepat ke dalam. Tidak susah Seno menemukan Nisa, tapi Nisa belum tahu kalau Seno sudah berada di sana.
“Nis ...” sahut Seno sambil menyentuh pundak Nisa. Yuda terhenyak ketika Seno datang, bukankah pria ini yang dulu menjemput Nisa kondangan? Batin Yuda.
Nisa berdiri lalu mencium pipi Seno sambil berbisik : “Cowok ini Yuda.”
Tadinya Seno kaget sekaligus kikuk saat Nisa mencium pipinya, tapi setelah Nisa berbisik kagetnya sedikit berkurang.
“Yuda.. ini calon suamiku.” Kata Nisa sambil menggamit tangan Seno. Mata Seno langsung melotot kaget. Dan ia bersumpah jantungnya seperti mau melompat keluar ketika Nisa menyebutnya ‘calon suami.’ Seno tersenyum kaku pada Yuda sambil menyalaminya. Nisa dan Seno duduk.
“Bukankah kamu yang dulu menjemput Nisa kondangan?” Tanya Yuda tanpa basa-basi.
“Iya itu gue.” Jawab Seno.
“Gue denger lo suka ya sama calon istri gue?” Tanya Seno. Yuda langsung terlihat kikuk dengan pertanyaan Seno.
“Iya, gue emang suka sama dia. Gue beneran suka sama dia. Sorry, gue gak tahu kalau Nisa sudah punya pacar. Tadinya kalau dia masih jomblo gue akan serius hubungan sama dia, walapun dia umurnya jauh di atas gue, gue gak peduli, karena gue tulus cinta sama dia.” Nisa menelan ludah getir mendengar pengakuan Yuda. Anak itu memang gak main-main.
Seno mengepalkan tinjunya, ia beneran masuk ke dalam perannya sebagai calon suami Nisa. Emosinya juga emosi beneran, Seno merasa calon istrinya akan direbut oleh pria lain.
“Berengsek!” Gumam Seno geram, Yuda dan Nisa menatap Seno bersamaan. 'Akting lo kek beneran aja ndut'. Sebenarnya Nisa ingin ketawa tapi ia tahan.
“Sekarang gue tahu Nisa sudah punya pacar, karena gue bukan type cowok yang tukang rebut cewek orang, jadi gue akan mundur teratur. Sorry kalau gue udah ganggu hubungan kalian.” Yuda bangkit sambil melihat arlojinya.
“Baiklah, aku pergi dulu kalau gitu.” Katanya, Tatapan Yuda lurus pada Nisa lalu berkata
“Bos, sampai ketemu besok di kantor, aku harap kamu enggak menghindariku lagi. Aku suka kerja luar sama kamu_Bos.” ada penekanan di nada bicara Yuda pada kata Bos.
Nisa menelan ludah lagi. Lalu Yuda pergi dengan kecewa. Setelah Yuda pergi, tidak dipungkiri Nisa sedikit menyesal. Nisa bukan menyesal karena sudah menolak Yuda, tapi Nisa menyesal kenapa ia harus dicintai dengan tulus oleh pria muda atau bisa dibilang anak kecil sekaligus bawahannya sendiri?
Seno menatap Nisa yang diam sambil memandang kursi yang tadi diduduki Yuda.
“Nis, lo sedih ya?” Tanya Seno.
“Iya. Sen, andai Yuda seumuran sama gue, dan juga dia bukan bawahan gue. Gue gak akan pernah nolak dia. Demi Tuhan rasanya gue hangat banget tiap deket sama dia, gue selalu happy tiap kali dia ada di sisi gue.” Sahut Nisa dengan wajah sendu.
Seno mengerjap, entah mengapa rasanya ia tidak suka mendengar kata-kata itu. 'Apa jangan-jangan gue lagi cemburu?' Batin Seno. Lalu untuk menutupi rasa kecemburuannya Seno berkata : “Nis, lo itu terlalu lebay. Anak seusia Yuda itu akan melakukan apapun kalau emang mereka udah suka sama seseorang, usia mereka itu masih labil belum dewasa, nanti kalau mereka bosan, perlahan sikapnya akan berubah, lo liat aja si Angga atau si Rian kedua adik lo itu, mereka kayak gitu kan? Lo mau kayak gitu? Keputusan lo udah nolak dia itu keputusan yang benar. Jangan permalukan diri lo sendiri karena pacaran sama bocah itu. Jaga dong kewibawaan lo sebagai ketua tim marketing.”
Nisa menghela nafas panjang mendengar ucapan Seno.
“Iya lo benar Sen.” Sahut Nisa.
“Makanya udah jangan sedih dong. Gue laper nih, gue pesen makanan dulu baru kita pulang ya?” Nisa mendelik, 'makan aja yang ada di otak lo ndut'. Seno mengacungkan tangan memanggil pelayan. Pelayan itu datang dan menulis pesanan Seno kemudian dia kembali ke belakang.
“Sen, kapan lo mulai diet?”
“Gue gak mau diet, Nis. Menurut gue, gue gak gendut-gendut amat, badan gue udah ideal kok.” Seno membela diri. Nisa mendecakan lidah sambil geleng-geleng kepala.
“Ideal pala lo.” Katanya.
“Coba lo pikir, tinggi gue 180 CM, bayangin kalau gue kurus? Nanti orang nyangka gue bambu berjalan. Udah bagus gini kan? gue gak gendut cuma sedikit berisi. Kalau masalah perut off side sih gampang, tinggal sit up atau push up beres perkara. Jadi gak usah diet-diet segala.”
Nisa terdiam, benar juga apa kata Seno, sahabatnya ini tinggi banget, apa jadinya kalau dia kurus? tentu itu akan jelek dilihatnya. Udah bagus gini. Nisa ngangguk-ngangguk.
“Oke itu masuk akal juga.” Sahut Nisa.
“Gue mau tanya, kenapa sih lo kayaknya suka banget sama cowok kurus?” Tanya Seno. Nisa sedikit bingung dengan pertanyaan Seno.
Entahlah Nisa juga tidak mengerti, apakah mungkin karena Viko? Tanpa Nisa sadari dia mematok kriteria cowok idealnya seperti Viko. Tinggi dan kurus. Sampai sekarang ternyata bayang-bayang Viko belum sepenuhnya pergi. Viko seolah mengikatnya tetap di tempat, menyelubunginya hingga Nisa tidak bisa menghempaskan diri. Dan ironisnya itu di luar alam bawah sadar Nisa. Karena Viko adalah Zahir dalam hidup Nisa.
“Entahlah gue gak tahu.” Jawab Nisa.
Bersambung #3
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Jumat, 26 Maret 2021
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel