Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Kamis, 19 Mei 2022

Jalan Jodoh Sang Dokter #1

Cerita bersambung
Karya : Nur Dhuhaina A

"Oeekk.. Oeeekkk"
Tangisan bayi bersahutan di ruang perinatologi salah satu rumah sakit pendidikan terbesar di Yogyakarta.
Perawat dan koas sibuk memberi ASI perah atau susu formula pada bayi-bayi itu dengan media sendok, harapannya bayi-bayi itu tetap bisa menyusu langsung pada ibunya.

Sementara sebagian lain sibuk memberikan konseling menyusui ataupun perawatan Kangaroo Mother Care, sebuah perawatan khusus untuk bayi-bayi yang terlahir prematur agar suhu tubuhnya tidak drop dan berdasarkan penelitian terbukti dapat menambah berat badan bayi lebih signifikan daripada perawatan konvensional biasa.

"Zi, aku ambil bayi Naysilla ya. Mau tak KMC sekalian nyusuin. Eh tapi aku pakai dot aja, ya...! Kan Naysilla nggak akan menyusu langsung. Lagian aku buru-buru mau ujian intubasi nih jam 1 nanti.
Eman kan kalau waktu ku KMC berkurang banyak buat nyendokin susu", Kata Fira, gadis cantik yang saat ini sedang menempuh pendidikan profesi di program studi kedokteran.
"Iyaa.........! Ambil aja, mbak......! Seneng aku kalau ada yang bantuin ngasih susu bayi, kerjaanku jadi kurang",
Sahut Zista, coass anak yang notabene adik angkatan Fira.

Dengan cekatan Fira mengambil susu yang sudah disiapkan oleh petugas gizi bagian perinatologi dalam gelas-gelas sloki kecil yang sudah diberi label pengenal.
Mayoritas gelas tersebut berisi ASI perah yang disetorkan oleh ibu kandung bayi secara berkala.
Jika stok ASI perah menipis biasanya petugas gizi memberi tahu perawat, dan perawat yang akan mengabarkan pada ibu si bayi untuk menyetorkan ASI perahnya lagi.
Beberapa bayi meminum susu formula dengan persetujuan orang tuanya tentu saja.
Biasanya karena ibu kandung bayi tidak bisa memberi ASI entah karena meninggal, sakit, atau ASI nya yang belum lancar.
Beberapa bayi lainnya meminum ASI donor, yang juga sudah diinformasikan kepada orang tua bayi dan mendapat persetujuan, dengan berbagai konsekuensi.
Rumah sakit terbesar di Yogyakarta itu memang memfasilitasi donor ASI dengan membuat semacam bank ASI, mengingat manfaat ASI yang luar biasa.

Setelah susu siap di dalam dot Fira segera memberikannya pada bayi Naysilla.
Fira memandang penuh kasih pada bayi yang sangat mungil itu.
Jelas saja mungil, Naysilla terlahir prematur dengan berat hanya 1900 gram, masuk kategori berat badan lahir sangat rendah.
Tapi yang melegakan Fira, Naysilla sangat pandai menyusu, dan berat badannya naik lumayan signifikan.
Walaupun mungkin bayi itu tidak pernah minum ASI, tak apalah asal tumbuh kembangnya normal.
Ayah Naysilla memang tidak mau menggunakan ASI donor karena konsekuensi nasab saudara sepersusuan yang kemungkinan menjadi rumit di masa datang.

Usai Naysilla menghabiskan susu jatahnya sebanyak 20 cc, Fira meletakkan bayi itu sebentar di pundaknya untuk memberi waktu agar susu tidak kembali naik ke kerongkongan dan keluar lagi, atau yang biasa disebut gumoh.

Setelah dirasa cukup, Fira kembali meletakkan Naysilla di boks nya, sementara ia bersiap untuk melakukan KMC.

Fira mengambil kimono khusus KMC dan mengeluarkan gendongan khusus KMC dari tas nya.
ia segera bergegas ke ruang ganti dan membuka seluruh pakaian bagian atasnya, kemudian memasang tali gendongan KMC yang melingkari perutnya dan membenahi kimononya agar menutupi auratnya.
Sampai di dekat boks, ia membuka baju Naysilla dan hanya menyisakan diapers, sebelum kemudian ia meletakkan Naysilla di gendongan KMC dan mengikat simpul-simpulnya seperti biasa.

Fira jelas mahir melakukannya karena sejak Naysilla lahir ia yang mengurus bayi itu.
Meluangkan waktu di sela kesibukan coass nya.
Menggantikan peran ibunda Naysilla yang telah lebih dulu menghadap pencipta Nya.

Naysilla merasa nyaman dalam dekapan Fira.
Bayi itu sama sekali tidak rewel.
Jelas melegakan bagi Fira, karena itu artinya ia bisa menghabiskan waktu tiga jam ke depan untuk belajar mempersiapkan ujiannya.
Fira duduk di sebuah sofa single yang nyaman, yang memang didesain khusus untuk KMC dan menyusui.
Di mana sandaran kepala dan kaki bisa diatur sedemikian rupa agar ibu merasa nyaman.

Fira membaca materi ujiannya.
Sesekali ia menatap wajah Naysilla yang tertidur.
Guratan wajah yang elok, alis, mata, pipi, dan bibirnya mirip ibunya, hanya hidung mancung bayi itu yang mewarisi dari ayahnya.
Tak dipungkiri, jiwa keibuan Fira membuncah jika berada dalam kondisi seperti ini.
Naluri alamiah yang membuatnya berada di puncak kegalauan.

"Heh, Fira.....! Kamu rajin banget ke sini...! Bayi itu bukan anakmu, kan...? Dan juga nggak ada hubungan darah sama kamu. Ngapain masih kamu urus...? Bapak kandungnya aja jarang banget nengokin",
Sebuah suara mengusik ketenangan Fira.

Fira menengok orang yang menegurnya.
Ternyata seorang residen anak yang pernah stase bersamanya selama sebulan di Klaten.
Ia segera membantah kalimat yang diucapkan orang itu.

"Lha, mbak Marti tahu sendiri kan residen ortho tu sibuknya kayak apa. Mas Fajar jelas konsen ke kuliahnya biar cepet lulus. Kalau fokusnya terbagi, PPDS nya nggak lulus-lulus, ya dia tambah lama nanti ninggalin anaknya", Bantah Fira.
"Lha kalau misale Fajar nggak sempet, ya bisa kan dia nyuruh keluarga dekatnya. Bukannya ngrepotin kamu yang bukan siapa-siapanya", Marti masih tidak mau mengalah.
"Kedua nenek Naysilla udah sepuh, Mbak. Nggak mungkin ngasuh Naysilla sendiri. Apalagi bolak-balik perina. Mas Fajar cuma punya satu kakak cewek, jadi bidan di Kalimantan. Sementara Ifah malah cuma punya dua kakak lelaki yang sudah berumah tangga. Nggak mungkin to ngrepotin mereka buat bantu ngasuh", Fira tetap membela diri.
"Halah.. Alesan aja kamu, Dik. Atau jangan-jangan kamu naksir sama bapaknya...? Siapa sih yang nggak tertarik sama Fajar...? Ganteng, atletis, alim, pinter, calon spesialis ortho pula. Eh tapi bukannya pacarmu itu si apoteker yang nengokin pas kita stase Klaten itu ya...? Gimana sih hubungan kalian...?
Kok rumit gini. Pusing aku", Ucap Marti panjang lebar.

"Hahaha ya kalau mumet nggak usah ikut mikir...! Bukan urusan mbak Marti juga to...?!"
Kalimat yang diucapkan Fira dengan tegas mampu membuat Marti tidak berkomentar lagi.

"Assalamu'alaykum.. Maaf kalau saya mengganggu obrolan kalian",
Suara berat terdengar dekat Marti dan Fira.

"Wa'alaykumussalam.. Eh kamu, Jar...! Yau dah aku ke pasien lain dulu ya. Daag....!",
Marti segera beranjak pergi secepat ia bisa.
Ngeri juga dengan tatapan Fajar yang penuh wibawa.

"Wa'alaykumussalam. Mas Fajar, tumben ke sini siang-siang. Nggak ada operasi ya...?"
Fira sekedar basa-basi menutupi rasa canggungnya.
Ia yakin Fajar mendengar semua obrolannya dengan Marti tadi.
Bagi Fira menghindari membahas hal tadi adalah jauh lebih baik.

"Gimana kabar kamu, Fir...? Nggak capek po harus menyisihkan waktu ngurus Naysilla diantara kehidupan coass mu...? Marti benar sih, harusnya kewajibanku. Tapi.."
Fajar tidak menjawab pertanyaan Fira.
Ia justru bertanya balik.

"Jangan ngomong gitu, Mas. Fira nggak sibuk-sibuk amat kok. Tinggal ujian anestesi ini terus selesai deh semua stase. Tinggal nunggu UKDI. Kalau belajar dan baca-baca kan bisa disambi sama KMC. Lagian Fira ikhlas kok, Mas.."
"Termasuk ikhlas untuk memenuhi wasiat Ifah sepenuhnya....?" Potong Fajar cepat.
"Errr.. Mas.. Maafkan Fira. Tapi bisakah kita nggak bahas soal wasiat almarhumah....? Setidaknya dalam waktu dekat ini. Biarkan Fira berpikir....",
Fira kembali salah tingkah kala Fajar mengingatkannya tentang sebuah wasiat.

"Don't worry........! Kalau kamu memang tidak bersedia, nggak apa-apa. Saya juga nggak maksa Fira untuk menjalankan wasiat itu", Ucap Fajar mencoba menenangkan Fira.
"Err....., Mas Fajar. Ini sudah hampir jam 1, biasanya minum susu kan di jam ganjil. Tapi maaf, Fira harus pamit, soalnya ujian anestesi jam 1", Fira mengalihkan pembicaraan.
Ia benar-benar tidak ingin membahas wasiat itu.
Bagaimanapun juga dirinya butuh waktu untuk berpikir.

Fira segera menurunkan Naysilla dari gendongan KMC nya, memakaikan kembali baju Naysilla dan menyerahkan bayi itu ke dalam gendongan Fajar.
Naysilla tidak dibedong karena selain menghalangi gerakan bayi, bedong juga membuat ibu sulit mengenali tanda lapar dan tanda kenyang bayi yang dapat dilihat lewat genggaman tangan bayi.
Tak lupa ia merapikan boks Naysilla.
Menggulung dua buah selimut menyerupai lengkung elips untuk menciptakan ruang tidur nyaman bagi Naysilla karena konon mirip suasana di dalam rahim.

"Fira pergi...., Mas. Assalamu'alaykum.." Ucap Fira cepat.
Ia segera pergi secepat ia bisa.
Berduaan dengan Fajar

==========

Fira setengah berlari ke ruang operasi usai menunaikan shalat dzuhur.
Waktu ujiannya sudah sangat mepet.
Beruntung letak perinatologi dan ruang operasi berada dalam gedung yang sama, yaitu Gedung Bedah Sentral Terpadu.

Perina bersama NICU (Neonatal Intensive Care Unit, ruang khusus untuk bayi baru lahir dengan kondisi gawat), PICU (Pediatric Intensive Care Unit, untuk anak-anak), ruang melahirkan (VK) terletak di lantai 2, sementara ruang operasi (OK) terletak di lantai 5 dan 6 GBST.
Meskipun ada lift, Fira lebih memilih menggunakan tangga darurat.
Selain tidak antre, juga sekalian olahraga.

Sampai di lantai 6, Fira sudah ditunggu teman-temannya.
Total ada 4 orang coass dalam satu kelompok yang akan ujian hari itu.
Tugas masing-masing sudah dibagi.
Fira sebagai leader yang bertugas mengintubasi pasien dan memberikan arahan pada anggota timnya.
Kemudian ada Krisna yang bertugas memasang infus dan memasukkan obat-obatan yang diperlukan untuk proses anestesi.
Bagian persiapan alat dan obat ada Agus.
Yang terakhir Ikhsan di bagian notulen, yang bertugas mencatat obat yang masuk dan tanda vital selama proses anestesi sekaligus memastikan endotracheal tube terpasang dengan benar, tidak salah masuk ke esofagus.

"Heh, Fir........! Ke mana aja kamu....? Lama banget datengnya..! Pasti mampir dulu ke tempat calon anak tirimu ya....?" Iksan menyapa Fira tanpa basa-basi.
Sementara yang disapa diam saja, malas meladeni omongan Iksan yang tidak tahu aturan.

"San....! Jangan gitu to.....! Jaga mulut dikit kenapa, sih...? Lagian kalau bukan Fira yang mau ujian kayaknya operator ortho nya nggak akan ngizinin pasiennya di GA. Kasus fraktur maleolus gini paling ya spinal aja beres", Krisna sontak menutup mulutnya, kelepasan bicara tampaknya.

Fira terkejut, tapi memilih untuk tidak memperpanjang urusan.
Kalimat Krisna cukup membuatnya paham.
Dan juga faktanya memang begitu, Fira merasa tidak perlu repot-repot untuk membantah.

Fira berjalan masuk ke ruang ganti putri.
Mengganti bajunya dengan baju khusus OK, sekaligus mengenakan jilbab khusus yang dibawanya dari kost, lengkap dengan masker bedah yang terpasang menutupi separuh wajahnya.

Setelah mengenakan kostum khusus OK, Fira bergegas keluar dari ruang ganti.
Menyusuri lorong OK menuju depan pintu OK 6 tempat pasien mereka menunggu untuk persiapan operasi.
Tak butuh waktu lama, setelah semua temannya berkumpul dan memastikan residen anestesi sudah mengizinkan, tim kecil itu segera mulai melakukan tugasnya.

"Dokter Bakhtiar, bisa kami mulai sekarang kah...?"
Fira meminta izin residen anestesi yang bertanggung jawab pada pasien itu.

"Ya...! Pasang infusnya sekarang aja...! Habis itu dorong masuk OK 6 ya...! Operatornya udah cuci tangan tuh..!"

Mereka berempat tidak membuang waktu.
Setelah IV line ringer laktat dengan transfusi set terpasang dan aliran infus lancar, mereka mendorong pasien ujiannya ke dalam OK.

Fira terhenyak saat melihat siapa yang duduk di tempat biasanya operator menunggu anestesi siap.
Lelaki berbadan tegap dan kulit putih itu tentu masih bisa ia kenali meski separuh wajahnya tertutup masker bedah dan berpakaian gaun operasi lengkap.
Rupanya karena kasus ini tidak terlalu rumit, jadi boleh dikerjakan oleh residen madya.
Tentu saja dengan supervisi ketat dari seniornya.

"Ayo mulai sekarang....!"
Suara dokter Jayanti memecah lamunan mereka.
Konsultan anestesi itu yang akan menilai ujian Fira dan teman-temannya.
Mereka berempat memulai tahap anestesi GA.
Fira dengan lancar memberi instruksi.
Sesekali ekor matanya melirik sosok yang duduk di kursi pojok.

"ET terpasang......! Pasien siap",
Teriak Fira akhirnya setelah semua tahap selesai.
Operator yang sudah menunggu sejak tadi segera menghampiri ke arah pasien.
Mengambil scalpel yang sudah terpadang blade untuk membuat sayatan kecil di pergelangan kaki pasien.
Yang membuat jantung Fira sedikit melompat adalah tatapan mata sang operator yang sempat beradu dengannya.
●●●

Fira sudah selesai berganti baju.
Ia segera meninggalkan OK dan bergegas menuju Perinatologi.
Pikirnya mumpung sudah tidak ada lagi beban jaga dan ujian, jadi ia bisa lebih banyak menghabiskan waktu dengan Naysilla.
Semakin sering melakukan KMC, harapannya berat badan Naysilla lebih cepat bertambah dan kondisinya stabil.
Kedua pihak eyang bayi itu pasti sudah sangat kangen dan menunggu kepulangan cucu tercinta mereka dari rumah sakit.

Saat berjalan cepat menelusuri lorong, Fira mengambil ponsel yang dirasa bergetar di sakunya.
Nafasnya sejenak terhenti demi melihat isi pesan singkat yang tertulis di ponselnya

"Assalamu'alaykum.. Fira, nanti habis maghrib kita bisa ketemuan di Taman Medika ya. Ada hal yang sangat urgent yang mau kubicarakan sama Fira"

Fira menghela nafas berkali-kali, sebelum akhirnya ia kembali tenang.
Kemudian melanjutkan langkahnya.
Ia jelas tahu apa yang akan menjadi topik pembicaraan Fajar.
●●●

"Bang Denta......! Gimana hasil screening nya Naysilla..?"
Fira bertanya pada residen mata kenalannya saat ia melihat bayi Naysilla sedang diperiksa menggunakan oftalmoskop.

"Retinopathy of prematurity grade 4 atau malah 5 ini",
Denta menjawab sambil tangannya sibuk mengarahkan oftalmoskop yang menyorot mata Naysilla.

"Cuma perkiraanku sih. Tapi tadi dokter Eva juga udah confirm kalau grade nya segitu. Kalau kamu penasaran, coba aja second opinion sama Prof. Was. Kamu kan coass kesayangannya, ujian aja berkali-kali maju" Denta setengah menggoda.
"Iya.. Makasih, Bang Denta", Ucap Fira lirih.
Ia tidak bisa menyembunyikan kesedihannya setelah mengetahui bahwa kemungkian Naysilla untuk bisa melihat sangat kecil.

Fira melakukan rutinitas seperti biasa.
Memberi susu pada Naysilla kemudian melakukan KMC.
Sambil menggendong Naysila, Fira berjalan ke arah nurse station.

"Bang Aldo.....! Bisa pinjam status Naysilla nggak. Mau lihat hasil tes pendengarannya", Sapa Fira pada residen anak yang ia kenal.

Aldo hanya mengangguk kecil karena ia sendiri sibuk mengisi status bayi lain yang menjadi tanggung jawabnya.
Fira sibuk membuka-buka rekam medis Naysilla, mencari lembar yang menunjukkan hasil tes pendengaran.
Betapa leganya Fira saat di situ tertulis PASS untuk kedua telinga Naysilla, yang artinya normal dan tidak ada gangguan pendengaran.

"Eh, Fira....! Ngapain kamu di sini....?" Sapa suara wanita yang tiba-tiba bediri di dekat Fira.

Fira menoleh ke arah sumber suara.
Tapi sebelum sempat menjawab, sudah ada yang menyambar,
"Biasa, Gin. Ngurusin calon anak tiri...!"
Rupanya Marti sudah berada situ tanpa disadari Fira.

Mendengar kalimat Marti, semua residen anak sontak melihat ke arah Fira.
Marti yang menyadari kesalahannya jadi tidak enak hati, padahal niatnya tadi hanya bercanda.
Marti berkata lagi untuk menetralisir suasana,
"Gue juga mau dong kalau jadi ibu sambung bayi itu. Siapa juga yang sanggup nolak Fajar Hanafi, residen orthopedi terganteng, badannya atletis pula. Daann staf lho......! Masa depan terjamin. Wooww....!!"

Semua yang ada di situ tertawa mendengar ocehan Marti.
Fira ikut tertawa, mengurangi kecanggungan yang tadi sempat muncul.
Ia bisa menangkap permohonan maaf dari sorot pandangan Marti.

"Fira....! Sekarang aku yang bertanggung jawab sama bayi Naysilla. Mbak Nindi kan udah pindah stase.
Screening standarnya sudah semua. Kamu bisa lihat hasilnya di RM. Tinggal USG kepala yang belum.
Mungkin besok atau lusa, dengan dokter Alifah ya. Antrean nya banyak e. Ini juga udah kusesel-seselin sebisaku. Kasihan kalau Naysilla kelamaan di sini cuma nunggu USG. Soale dari dokter Ekawati tadi ngendiko kalau stabil, nambah beratnya bagus dan nyusunya kuat, BLPL sih", Urai Gina panjang lebar.
"Oh iya informed consent nya buat besok. Harusnya pak Fajar sih yang tanda tangan. Apa kamu bawa aja, Fir..? Besok pagi-pagi sebelum USG kamu bawa ke sini, toh kamu juga sering nengokin Naysilla",
Gina menyodorkan selembar kertas.

"Nggg kutanda tangani langsung aja, mbak. Mas Fajar udah bilang kok kalau ada apa-apa yang sekiranya penting buat Naysilla, aku tandatangan nggak apa-apa. Beliau udah percaya sama aku kok kalau soal yang terbaik buat Naysilla. Nanti fotokopi surat kuasanya kutempel sini, ya",
Jawab Fira sambil membubuhkan tanda tangan di pojok bawah lembaran itu.

Semua yang berada di situ terdiam.
Jelas memahami makna yang tersirat dalam kalimat Fira yang baru saja selesai diucapkan.
●●●

Hari semakin sore, dan adzan maghrib terdengar.
Fira teringat janjinya dengan Fajar.
Ia segera melepaskan gendongan KMC nya dan mengganti pospak Naysilla yang kotor terkena feses, kemudian memasang kembali pakaian Naysilla.
Setelah memastikan Naysilla tertidur nyaman di boks nya, barulah Fira beranjak pergi.

Usai menjalankan kewajibannya sebagai muslimah, Fira berjalan ke Taman Medika.
Langkah Fira terasa berat dan sangat lambat.
Sejujurnya ia belum siap membicarakan hal itu, dan entah kapan ia akan siap.
Dia belum selesai dengan kegundahan hatinya.
Bahkan untuk istikhoroh memohon petunjuk pun ia belum sanggup.

Fira terhenti saat melihat sesosok tubuh yang duduk membelakanginya.
Ia sudah sering bertemu Fajar sebelumnya.
Bahkan Fajar adalah kakak kelasnya di SMA dan kakak bukunya selama kuliah di kedokteran.

Fira pun sering minta diajari Fajar, terutama soal anatomi karena lelaki itu dulu asisten anatomi.
Sejujurnya Fajar orang yang cukup ramah dan humoris meskipun seringkali ia bersikap dingin pada orang yang baru dikenal.
Tapi di atas smua itu, yang paling menyesakkan dada Fira, Fajar adalah sahabat dekat Raffi, kekasihnya.

"Assalamu'alaykum, Mas.. Maaf udah bikin Mas Fajar nunggu lama", Sapa Fira sekedar berbasa basi.
"Wa'alaykumussalam. Duduk......., Fir", Fajar menunjuk bangku di depannya.
"Ini minum, lumayan lho buat recharge elektrolit biar nggak dehidrasi. Tadi actionmu bagus banget lho pas ujian".
Fajar menyodorkan dua botol minuman elektrolit.
Ia berusaha mencairkan suasana karena apa yang akan mereka bicarakan tentu membebani batin Fira.

"Makasih......, Mas", Jawab Fira pendek.

Mereka berdua saling berdiam diri agak lama.
Sama-sama canggung untuk memulai pembicaraan.

"Err....., Mas. Saya tadi dari tempat Naysilla. Hasil pemeriksaan OAE nya Pass, alhamdulillah. Tapi ROP nya derajat 4 atau 5. Jadi kemungkinan Naysilla untuk melihat normal sangat kecil. Kalau untuk USG nya, insya Allah besok atau lusa. Antre soalnya", Ucap Fira panjang lebar, memecah kesunyian sekaligus mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Innalillahi..", butiran bening tampak di sudut mata Fajar, membayangkan putri kecilnya tumbuh dengan gangguan penglihatan karena kelahiran prematur.

"Naysilla butuh perhatian khusus. Dan orang yang merawatnya tentu harus ekstra sabar dan sayang pada Naysilla. Aku sendiri sudah sibuk dengan PPDS. Nggak mungkin aku mengasuh Naysilla sendirian", Fajar berkata sambil menatap tajam ke arah Fira.

Fira tidak berani menentang mata Fajar, ia mengalihkan pandangannya, menerawang jauh dalam kegelapan yang mulai menyelimuti mereka karena senja sudah beranjak malam.

"Maafkan aku, Fira. Tapi aku harus segera mendapat jawabanmu soal wasiat almarhumah. Aku tidak memaksamu. Aku sendiri yang jadi saksi perjalanan cintamu dan Raffi selama hampir sepuluh tahun.
Raffi sahabat terbaikku. Aku tahu perjuangannya untuk mendapat restu orang tuamu. Dia bahkan tidak menyerah hingga detik ini meski belum juga ada sinyal positif dari bapakmu. Aku juga nggak nyangka semua jadi rumit seperti ini. Aku... aahh sudahlah.. Realitanya seperti ini. Jadi kumohon segeralah beri aku jawaban.." Fajar mengusap wajahnya, frustasi.
"Dan fakta bahwa hanya Fira yang mungkin bisa telaten merawat Naysilla..",
Fira setengah berbisik mengatakannya.
Ia sudah tidak bisa membendung air matanya.
Suara tangisnya terdengar lirih.
Fajar tidak berusaha menenangkan Fira.
Menangis memacu pengeluaran endorfin, hormon kebahagian.
Membiarkan Fira menangis menumpahkan gundah gulananya mungkin bisa membuatnya sedikit lega.

Bersambung #2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER