Aviie memalingkan wajahnya ke arah lain, sekali-kali tangannya mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Aviie tidak sanggup melihat pemandangan yang begitu memilukan di depannya, di mana Rindi menangis histeris sambil mendekap Dirga. kondisi Dirga semakin mengenaskan.
“Dirga kumohon jangan lakukan itu padaku. Tetaplah bersamaku. Bangunlah Dirga!” Ucap Rindi diantara isak tangisnya.
“Ma-maafkan aku. A-aku tidak bisa me-menuhi keinginan kita untuk be-bersama,” ujar Dirga dengan nada terpatah-patah begitu kesulitan.
“Tidak Dirga! kau akan tetap bersamaku. Bangunlah! ini bukan waktunya untuk tidur, buka matamu lihatlah aku!” Rindi tak henti bicara, berharap ketakutannya hilang dengan bangunnya Dirga.
Mata Dirga mulai terpejam. Tangannya melemah terlepas dari genggaman Rindi, namun Rindi segera meraihnya kembali. Gadis itu mencium tangan Dirga tidak peduli tangan itu berlumur darah.
Rindi semakin panik melihat tarikkan nafas Dirga semakin melemah dan jarang-jarang, matanya mulai menutup sempurna.
“Bangun bodoh! cepat bangun, tepati janjimu. Kumohon tetaplah bersamaku.” Rindi mendekap erat tubuh Dirga.
Terdengar ucapan Syahadat nyaris tak terdengar dari mulut Dirga. “Asyhadu alla Ilaha illallahu Wa- Aahk….” Dirga mengembuskan nafas terakhirnya. Kepalanya terkulai kesamping.
“Dirga, Dirga bangun Dirga! Dirga, Dirgaaaa …!!” Rindi mengguncang-guncang tubuh Dirga yang diam bergeming.
Inna Lillahi Wainna Ilahi Rooji’uun (Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kepada-Nya lah kami akan dikembalikan). Ingatlah kematian sebagai bukti nyata kekuasaan Allah, dan siapapun tidak ada yang dapat mengalahkan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’alla berfirman:
“Kami telah menentukan kematian di antara kamu, dan kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan”. (Al Waqi’ah.60)
Pasha dan Aviie manjatuhkan diri di atas lantai berlutut di hadapan tubuh Dirga yang tak bernyawa. Raung tangisan mereka bergema diseluruh ruangan.
“Maaf, apa kami bisa membawanya sekarang?” Ucap salah seorang petugas Ambulance yang baru datang.
Aviie menyentuh pundak Rindi dengan hati-hati. “Rin-”
“Tidak! Aviie katakan pada si bodoh ini untuk bangun. Katakan padanya suruh dia menempati janjinya.”
Aviie menggeleng kuat, sambil terus menangis. “Maafkan gue. Gue ga bisa,” ucapnya.
“Sayang!”
“Papah, Dirga Pah. Dia tidak mau bangun.”
Ridwansyah berlutut di samping Rindi. Merengkuh tubuh putrinya kedalam pelukkan, sehingga dekapan Rindi pada tubuh Dirga terlepas.
Ridwansyah memberi isyarat dengan gerakkan kepala, supaya petugas ambulance segera membawa tubuh Dirga.
“Jangan! Jangan biarkan mereka membawa Dirga, Pah. kumohon.”
Rindi berontak berusaha melepaskan diri dari pelukkan papahnya. Ridwansyah mendekap kuat tubuh putrinya agar tidak terlepas.
Ridwansyah benar-benar terpukul melihat kondisi putrinya yang begitu terguncang, serta begitu berat menghadapi kenyataan bahwa Dirga telah tiada.
Tidak sanggup menanggung lagi kesedihan yang mendalam, Rindi tak sadarkan diri di pelukkan papahnya. Ridwansyah segera memangku putrinya dan membawanya pergi dari rumah Lucas.
Seperti halnya Dirga, Devan menghembuskan nafas terakhirnya, akibat terlalu banyak kehilangan darah.
Lucas sendiri di bawa Anton ke Markas Polisi dengan para penjaga yang berhasil diringkus.
Rumah kediaman Lucas mulai sepi di tinggalkan para penghuninya, tinggal menyisakan beberapa petugas kepolisian sedang menyisir lokasi kejadian.
Dokumen yang berserakkan di meja diamankan Pasha. Pasha akan mengembalikan semua Hak milik keluarga Pamungkas yang kini tinggal menyisakan dua orang, Nyonya Andrea dan Riris Sani Pamudina.
Pasha akan memenuhi janjinya pada Dirga, menjaga ibu dan adiknya Dirga, serta berjanji akan meneruskan perjuangan Dirga menjalankan perusahaan milik Pamungkas.
***
Rindi mulai siuman dari pingsannya. Matanya nyalang mengedar keseluruh ruangan. Nuansa ruangan serba putih dirasa asing ditambah bau obat-obatan menyengat indra penciumannya.
Rindi menangkap sosok Aviie sedang berdiri mematung menghadap keluar jendela yang di bentangi kaca. “Aviie.” Panggilnya begitu lirih.
Rindi merubah posisi dari tidur menjadi duduk. Wajahnya begitu pucat dan matanya bengkak efek telalu banyak menangis.
Aviie terhenyak dan segera menghampri Rindi. “Alhamdulillah, elo sudah sadar,” ucap Aviie dengan nada khawatir.
“Gue dimana Viie? dan Papah gue mana?” Tanya Rindi terlihat linglung.
“Elo ada di rumah sakit, dan Papah elo ada di ruangan lain.”
“Di ruangan lain! dengan siapa?” tanyanya lagi, mengerutkan dahi heran.
“Dengan Dirga,” jawab Aviie pelan.
“Dirga!”
Kesadaran Rindi mulai terkumpul. Otaknya dipaksa mengingat kejadian di rumah Devan.
“Bagaimana keadaan Dirga? dia selamat kan, Viie?” Tanya Rindi dengan tatapan menghiba.
Aviie tidak menjawab, kepalanya di tundukkan tidak berani menatap mata Rindi. Pertanyaan Rindi membuat hatinya mencelos.
“Kenapa diam Viie? jawab pertanyaan gue.” Sentak Rindi mulai gusar dengan sikap diam sahabatnya.
“Maafkan gue Rin. Dirga tidak selamat, dia di kamar jenazah bersama Papah elo.”
Jawaban Aviie membuat Rindi langsung membeku.
Rindi turun dari tempat tidur, dan langsung berlari keluar.
“Rindi tunggu …!!” Teriak Aviie sambil mengejar Rindi yang berlari seperti kesetanan.
Rindi terus berlari dengan perasaan campur aduk. Gadis itu mencari ruangan yang tergambar di otaknya yaitu kamar jenazah.
Setelah jauh berlari dan tiba di tempat yang dituju, larinya tiba-tiba terhenti dengan nafas memburu.
Rindi melihat sebuah brankar di dorong keluar dari kamar jenazah. Di atas brakar terbujur kaku tubuh Dirga tanpa nyawa yang disambut tangis histeris Nyonya Andrea dan Riris adiknya Dirga.
Anna dan Rizal tak henti melapalkan do’a sambil berurai air mata. Pasha juga Ridwansyah turut serta disana.
Tanpa suara tanpa air mata hanya tatapan kosong mengiringi brankar berisi raga tanpa jiwa. Brankar di dorong semakin menjauh dari arah berlainan dimana Rindi berada tanpa ada yang menyadari kehadirannya. Ratu Eka Rindiyani luruh di atas lantai rumah sakit. Jiwanya serasa melayang seakan tak ada lagi harapan.
Dirgantara Dwi Pamungkas, pemuda tangguh yang merenggang nyawa demi memperjuangkan hak dan kehormatan. Berjuang demi mendapatkan hak keluarga dan cintanya.
***
POV Dirga.
“Kaulah salah satu alasan aku ada di dunia ini, karena setiap insan mempunyai seseorang yang ingin ia jaga, baik di kala senang atau pun sedih. Kematian bukanlah akhir dari segalanya, ada kehidupan lain menunggu kita. Kelak, ketika kita dipersatukan dalam ridho-Nya, aku ingin mencintaimu sepenuh hati. Dan semoga kita dipersatukan dalam satu payung cinta dalam ridho-Nya pula. Aku akan menunggumu menjadi bidadari surgaku.”
* THE END *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel