Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Kamis, 06 Agustus 2020

Pengawal Membawa Cinta #18

Cerita bersambung

“Dirga tunggu!” teriak Pasha dan Anton berusaha mengejar Dirga yang setengah berlari menuju motornya.
Dirga sama sekali tidak menghiraukan seruan Pasha dan Anton.
“Dirga, gue bilang tunggu!” ujar Pasha mencekal tangan Dirga.
“Tidak ada waktu lagi,” timpal Dirga dengan wajah beringas penuh kemarahan.
“Dengarkan dulu! gue minta sebaiknya elo langsung ke rumah Lucas, gue yakin Devan membawa Rindi ke rumahnya. Biar gue yang ke tempat Aviie”
“Yang dikatakan Pasha betul, elo langsung ke rumah Lucas, Pasha ke tempat Aviie dan gue ke kapolsek untuk menyiapkan anak buah. Kasus ini bertambah dengan adanya penculikkan dan harus segera dituntaskan, elo paham?” Papar Anton menjelaskan detailnya agar Dirga memahami tindakan selanjutnya, lebih cepat bertindak lebih baik.

“Baik. Gue butuh senjata api.”
“Ingat elo bukan pembunuh, elo cukup melumpuhkannya saja, itupun jika situasi elo terdesak. Ini bawalah!” Anton memberikan senjata apinya yang tersampir di dada kiri tertutup jaket, sekaligus memperingatkan Dirga agar tidak gegabah, mengingat hati Dirga sedang bergejolak dibakar amarah.
Setelah menyusun strategi dengan jelas ketiganya memisahkan diri.
Dengan kecepatan tinggi Dirga melajukan motornya menuju kediaman Lucas.
***

Devan memasuki kamar dimana Rindi berada. Devan mengernyitkan dahi, tidak melihat Rindi berada di kamarnya
Buukkhh
“Aarrgghh….”
Tiba-tiba sebuah hantaman benda tumpul di punggung Devan membuat pemuda itu tersungkur. Melihat Devan ambruk, Rindi yang bersembunyi di belakang pintu buru-buru berlari keluar kamar setelah memukul Devan dengan tongkat basebal milik Devan. Rindi dengan kalut mencari pintu atau jendela untuk jalan keluar, namun semua terkunci.
“Aahhkk …!!” Rindi terpekik saat ada tangan besar mencekalnya kuat.
“Tolong lepaskan aku! aku ingin pulang.” Pinta Rindi dengan nada memohon.
“Jangan lepaskan dia pah?” teriak Devan, sudah bangkit dari tersungkurnya. Devan menghampir Rindi dengan langkah sedikit terhuyung menahan sakit di punggungnya.
“Lepaskan gadis ini Devan! biarkan dia pulang!” bentak Lucas.
“Tidak pah! aku tidak akan melepaskan dia sebelum kami menikah,” kukuh Devan, bertahan pada pendiriannya.
Lucas menggeram marah menghadapi kekerasan kepala putranya.
Sayup-sayup Lucas mendengar suara keributan diluar rumahnya, tepatnya diluar gerbang.
Lucas segera pergi keluar meninggalkan Rindi. Devan langsung menyeret Rindi kembali ke kamar.
Dirga sedang beradu mulut dengan dua orang penjaga rumah Lucas. Pemuda itu meminta baik-baik pada penjaga untuk membukakan pintu gerbang, namun kedua penjaga itu tidak memenuhi permintaan Dirga, malah sebaliknya mengusir Dirga.
Disaat Dirga mulai naik pitam, Lucas datang dengan kernyitan di dahinya, dan keributan pun berhenti. Dirga menatap tajam ke arah Lucas, begitu pula Lucas menatap intens ke arah Dirga.
“Ada apa kalian ribut-ribut?” tanya Lucas dengan suara beratnya. Tatapannya masih tertuju ke arah Dirga.
“Maaf tuan pemuda ini-”
“Kau masih ingat denganku?” tanya Dirga memotong ucapan si penjaga.
Lucas sedikit terhenyak mendengar ucapan Dirga. “Dirgantara,” jawabnya.
“Syukurlah kau masih ingat tuan Lucas,” timpal Dirga penuh penekanan, tatapannya masih tajam.
“Buka gerbangnya!” perintah Lucas, langsung dituruti tanpa menunggu perintah kedua kali.
“Masuklah Dirga, kau tamu kehormatan saya,” ucap Lucas menampakan senyum ramah, tepatnya pura-pura ramah.
Dirga melangkah masuk, raut wajahnya dingin, sama sekali tidak terpengaruh keramahan yang ditunjukkan Lucas.
“Mari ikut saya!”
Dirga mengikuti Lucas memasuki rumah, matanya memperhatikan area sekitarnya.
“Silahkan duduk, kita berbincang sejenak.”
“Saya tidak suka basa-basi.”
Lucas terkekeh, hatinya mengakui keberanian Dirga datang kerumahnya, bahkan pemuda itu terlihat seperti diselubungi api kemarahan, sorot matanya begitu tajam bagaikan mata pedang menunggu ditebaskan.
“Dirga.”
Dirga melirik ke arah suara yang menyebut namanya. Tanpa ba bi bu Dirga langsung menyerang Devan, mendorong Devan membentur dinding tembok. Lengannya menekan leher Devan. “Dimana Rindi? jawab…!” Bentak Dirga dengan wajah merah padam.
“Le-lepaskan leher gu-gue!”
Devan kesulitan bernafas, karena lehernya ditekan Dirga.
“Lepaskan dia Dirga! dan kau Devan apa hubungan Dirga dengan gadis yang kau bawa?”
Wajah Devan semakin memerah dan semakin sulit bernafas “Ka-kau bisa membunuh gue.” Ucapnya dengan susah payah.
Dirga sedikit melonggarkan tekanan lengannya pada leher Devan. “Katakan dimana Rindi?”
“Gu-gue tidak akan memberitahukan- aahhkk…!”
Dirga kembali menekan leher Devan lebih kuat dari tadi.
“Katakan …!!” teriak Dirga semakin kencang.
“Dirga saya bilang lepaskan dia! Gadis itu ada disini. Devan bawa dia kemari!”
“Pah-”
“Turuti perintahku!” bentak Lucas mulai emosi.
Devan pergi setelah Dirga melepaskan tekanan di lehernya.
Tak berapa lama Devan kembali bersama Rindi, namun kali ini Devan membawa sebuah senjata api di tangannya.
“Dirga …!!” teriak Rindi, hendak berlari ke arah Dirga namun lengannya dicekal kuat oleh Devan.
Dirga berang melihat Devan membawa senjata dan menahan Rindi, Aura hitam seakan menyelubungi tubuhnya. Dirga menghampiri Rindi namun langkahnya di tahan Lucas. “Berhenti!”
Dirga menoleh ke arah Lucas dengan wajah murka.
“Devan kemari bawa gadis itu!”
Devan mengangguk menuruti perintah ayahnya.
“Sepertinya kau mencintai gadis ini, apa betul, Dirga?” Ujar Lucas begitu santai untuk situasi yang tegang.
“Bukan urusanmu,” jawab Dirga dengan nada sengit.
Lucas terkekeh, membuat Dirga muak mendengarnya.
Devan menyeringai licik merasa terlindungi oleh ayahnya.
“Saya tahu kamu sangat mencintai gadis ini. Jika kamu ingin gadismu kembali, bagaimana kalau kita-” Lucas menjedakan kalimatnya, “kita buat kesepakatan,” lanjutnya.
Dirga mulai mencium gelagat licik pada Lucas. “Apa yang kau inginkan?”
“Devan, ambil dokumen di brankas papah!”
“Baik pah.” Devan menyerahkan Rindi juga senjata apinya pada papahnya.
Dirga menangkap ketakutan yang dalam di mata Rindi, Dirga sekuat mungkin menahan aksinya, agar tidak gegabah, mengingat di rumah ini banyak penjaga yang cukup berbahaya, ditambah Lucas memegang senjata api.
Devan kembali dengan membawa beberapa dokumen di tangannya, lalu menyerahkannya pada Lucas. Devan kembali mengambil alih memegang Rindi dan senjatanya.
“Duduklah kita berunding baik-baik.”
Dirga duduk dihadapan Lucas yang sedang membuka beberapa MAP berisi dokumen. “Saya ingin kamu menandatangani dokumen ini. Setelah kamu tanda tangani kamu boleh membawa gadis itu, saya janji tidak akan ada kekerasan, kau bisa keluar dari rumah ini dengan aman. Pegang janji saya.” Lucas menyerahkan satu lembar dokumen untuk dilihat Dirga.
“Dokumen-dokumen ini perlu tanda tangan pewaris asli dari keluarga Pamungkas, dan kebetulan kau ada disini. Bukankah itu mudah?”
“Jangan Dirga! jangan kau tanda tangani dokumen itu. Ingat itu milik keluargamu,” seru Rindi memperingatkan Dirga.
“Sayang, jika kekasihmu tidak menanda tangani dokumen ini, ada kemungkinan kau tidak bisa bertemu lagi dengan kekasihmu ini.”
“Aku tidak peduli, tolong Dirga dengarkan aku! jangan kau turuti orang-orang serakah ini.”
“Diamlah Rindi, ikuti saja permainan ini sayang.” bisik Devan di telinga Rindi, membuat Rindi bergidik jijik mendengarnya.
“Aku akan menanda tanganinya.”
Lucas terkekeh. “Bagus, pilihan yang tepat, ini bolpoinnya.”
“Tidak perlu saya membawa sendiri.” Dirga melirik ke arah tangan Devan yang memegang senjata api. Dirga merogoh saku jaket bagian dalam, dan …
“Aahhkk….”
Tanpa berfikir panjang Dirga tiba-tiba melempar pisau lipat tepat di tangan Devan yang memegang senjata, hingga senjata api yang digenggamnya terlempar jauh.
Rindi terpekik kecil langsung berlari ke arah Dirga dan bersembunyi dibelakang tubuh pemuda itu.
“Kurang ajar, kau melukai putraku.” Gerutu Lucas dengan gigi gemeletuk menahan marah.
Devan terkapar sambil meringis menahan sakit di tangannya akibat lemparan pisau Dirga, tangan satunya berhasil meraih senjata api yang tadi terlempar dan langsung menodongkannya ke arah Dirga.
Dirga mengeluarkan juga senjata api yang disembunyikannya dari tadi dan mengacungkan senjata api itu ke depan untuk berjaga-jaga.
“Dirga aku takut.”
“Kau aman bersamaku, kita akan keluar dari rumah ini.”
“Dokumennya Dirga?” bisik Rindi.
“Itu urusan nanti, kau harus keluar dulu dari rumah ini. Aku hitung mundur, dalam hitungan terakhir lari lah keluar.”
“Bagaimana denganmu?” ucap Rindi dengan nada khawatir.
“Jangan khawatirkan aku, pergilah!”
“Berjanjilah kau akan selamat.”
“Aku janji, bersiaplah! 3, 2.”
“Rindi …! kau tidak akan bisa lari dariku…!” Seru Devan sambil menodongkan senjata apinya.
“Lari Rindiiii …!!” teriak Dirga.
Dirga melihat Devan menarik pelatuk. Dengan gerakan cepat Dirga menghalangi tubuh Rindi yang mulai berlari dari sasaran tembakan senjata api Devan.
Dor
Dor
Dor
Suara tiga kali tembakan menghentikan lari Ratu Eka Rindiyani, seiring raungan sirine mobil polisi mulai datang.
“Dirga.” Gumamnya.

==========

Anton menghentikan laju motornya tidak jauh dari jarak mobil yang dikendarai Pasha. Melihat kakaknya menghentikan motor secara tiba-tiba sontak Pasha pun menghentikan mobil CR-V hitamnya.
“Ada apa Bang?” tanya Pasha melongkokkan kepalanya keluar tanpa berniat turun dari mobil.
Anton segera menghampiri Pasha. “Gue berubah fikiran, gue akan nyusul Dirga. Gue takut terjadi apa-apa padanya, suasana hati dia kurang baik gue takut dia bertindak gegabah.”
“Trus, apa yang harus gue lakukan Bang?” Tanya Pasha sedikit bingung.
“Elo langsung ke kalposek dan elo telpon Aviie suruh dia temui elo di kapolsek, urusan mobil Rindi belakangan. Ini bawa tanda pengenal gue supaya mereka percaya bahwa gue yang menyuruh elo, Paham?” Anton menyerahkan lencana dan tanda pengenalnya kepada Pasha.
“Ok Bang gue paham.”
“Ok.”
Mereka pun kembali berpisah. Anton berbelok kembali ke jalur jalan semula untuk menyusul Dirga.
***

Anton memarkirkan motornya agak jauh dari rumah kediaman Lucas. Matanya memperhatikan sekitar. Dari tempat kejauhan Anton hanya bisa melihat dua orang penjaga di bagian gerbang, mereka terlihat sedang berbincang.
Anton menyimpulkan bahwa Dirga sudah masuk kedalam rumah Lucas, terlihat dari motor milik Dirga yang terparkir diluar gerbang.
Anton duduk disebuah bangku depan kios pura-pura memesan minuman botol mineral. Otaknya berputar bagaimana caranya masuk ke rumah tersebut tanpa dicurigai.
Lucas adalah orang yang cukup berpangaruh dikalangan colega bisnis maupun musuh. Tak sedikit yang gencar ingin melenyapkan Lucas karena dililit dendam. Dalam berbisnis Lucas selalu mengandalkan kelicikkannya sehingga banyak musuh yang ingin melenyapkannya. Karena itu rumah Lucas tak luput dari penjagaan yang ketat, akan sulit jika masuk secara terang-terangan yang ada malah ditendang jika tidak memiliki alasan yang kuat untuk menemui di pemilik rumah.
Bibir Anton menyeringai, sebuah ide tiba-tiba berkelebat di otaknya, Anton bangkit dari duduknya menghampiri sebuah gerobak sampah yang cukup besar sedang ditarik oleh pria bertubuh ringkih paruh baya.
Sejak tadi Anton memperhatikan si tukang sampah keluar masuk rumah mewah untuk mengambil tong-tong sampah yang isinya ia pindahkan ke dalam karung di gerobaknya.
“Permisi pak.” Sapa Anton dengan ramah.
Si tukang sampah mendongkakkan wajahnya menatap heran ke arah Anton.
“Iya, ada yang bisa saya bantu?”
“Begini pak saya sangat butuh bantuan Bapak…?”
Anton menjelaskan panjang lebar maksud tujuannya. Awalnya si Bapak tukang sampah menolak kerjasama yang ditawarkan Anton. Sedikit perdebatan dan iming-iming beberapa lembar uang meluluhkan si Bapak untuk menuruti keinginan Anton.
Anton membawa si Bapak tukang sampah ketempat yang sedikit tersembunyi tak berapa lama Anton kembali keluar dengan penampilan yang berbeda, perawakan Anton yang tinggi sedikit kurus tidak terlalu menggambarkan sosoknya sebagai seorang polisi, penampilannya sedikit mirip tukang sampah ditambah topi lusuh sebagai pelengkap penyamarannya, Anton menyembunyikan senjata api didalam salah satu karung sampah dan segera menjalankan aksinya.
“Sampah…!” Seru Anton.
Tak berapa lama pintu gerbang dibuka oleh salah seorang penjaga. Anton melangkah masuk tanpa dicurigai.
“Tunggu!”
Anton menghentikan langkahnya, berusaha bersikap setenang mungkin. “Iya Tuan.”
“Siapa kamu?” Tanya sang penjaga yang bertubuh tinggi besar.
“Saya Somad, Tuan,” jawab Anton menyamarkan namanya.
“Dimana Pak Ule? kenapa bukan dia yang mengangkut sampah?” tanyanya lagi, menatap tajam ke arah Anton.
Anton menundukkan kepala, wajahnya yang dilumuri sedikit tanah basah terlihat pura-pura takut. “Pak Ule sedang sakit Tuan, saya disuruh menggantikannya sementara.”
“Hm begitu! kau sudah tahu tempat pengambilan sampahnya?”
“Sudah Tuan, pak Ule memberitahu saya.”
Melihat sikap Anton yang ketakutan, akhirnya si penjaga menyuruh Anton melanjutkan pekerjaannya.
“Alhamdulillah,” gumamnya dalam hati.
Tanpa fikir panjang lagi Anton segera mendorong gerobak sampahnya menuju tempat dibagian belakang.
Anton sempat menghitung ada 6 penjaga sudah termasuk tukang kebun. Anton menyimpan gerobak sampahnya ditempat yang bebas dari sorotan cctv lalu mengambil senjata api yang disembunyikan di dalam karung. Dengan gerakan gesit Anton menyelinap masuk lewat dapur yang pintunya terbuka.
Dari kejauhan Anton bisa melihat Devan terhalang tubuh Rindi yang sedang disanderanya dan ditodong senjata api.
“Shit! dasar ceroboh,” umpat Anton saat melihat gerakkan Dirga melempar pisau ke tangan Devan yang memegang senjata. Namun hatinya sedikit memuji ketepatan Dirga mengenai sasaran lemparan pisaunya.
Rindi berlari ke arah Dirga, sejenak perhatian Dirga teralihkan ke arah Rindi. Devan melihat Dirga sedikit lengah dan langsung dimanfaatkan Devan untuk meraih kembali senjata api yang terlempar dengan gerakkan cepat.
Disaat hitungan terakhir mundur Rindi berlari keluar, bertepatan dengan Devan dan Dirga meletuskan sama-sama tembakkannya.
Tembakan Devan tepat mengenai dada Dirga yang mencoba menghalangi lesatan peluru panas yang diarahkan pada Rindi, sedangkan tembakan Dirga mengenai Bahu Devan.
Lucas yang berada didekat putranya naik pitam melihat Devan tertembak, tangannya merebut senjata yang dipegang Devan bermaksud menembak kembali Dirga namun tanpa disadari Lucas, Anton keburu menembak tangannya dari arah belakang.
***

Suara tembakkan tiga kali menghentikan langkah lari Rindi.
“Dirga,” gumamnya.
Rindi membalikkan tubuhnya kembali berlari ke arah rumah.
“Rindi tunggu…!”
Gadis itu tidak menghiraukan teriakkan Aviie yang sudah tiba bersama Pasha, bersamaan para polisi berhamburan dari mobil membekuk para penjaga.
“Dirgaaa …!” Rindi menjerit histeris melihat Dirga ambruk sambil memegang dadanya yang bersimbah darah.
Rindi segera menggabrug tubuh Dirga, meletakkan kepala Dirga di pahanya.
Aviie dan Pasha mematung ditempat dengan mata membelalak melihat Dirga terkapar.
“Pasha cepat telpon ambulan!” seru Anton sambil membawa Lucas keluar.
Pasha tersadar, segera merogoh saku celana mengambil iphonenya.
“Tetaplah bersamaku, jangan kau pejamkan matamu…” ucap Rindi disela raungan tangisnya.
Dirga berusaha membuka matanya agar tetap terjaga, meskipun dadanya dirasa semakin sesak, Dirga berusaha menahan rasa sakit yang menjalar diseluruh tubuhnya.
Tangannya terulur menyentuh wajah Rindi. Rindi segera meraih tangan Dirga yang berlumuran darah bekas menekan dadanya yang tertembak. Rindi meletakkan tangan Dirga di pipi diantara linangan air mata yang semakin deras mengalir, tak peduli darahnya yang menempel di wajah.
“Ma-maafkan a-a-ku ti-tidak bisa menepati jan-janjiku.” lirih Dirga nampak kesulitan. Wajahnya Sekali-kali meringis menahan sakit, bahkan darah kental mulai mengalir di sudut bibirnya.
“Jangan katakan apapun, ku mohon bertahanlah, tepati janjimu, kumohooon …!”
Tangan Dirga melemas, matanya mulai meredup, “Aku mencintaimu Ratu Eka Rindiya-”
“Bangun Dirga! Banguuun …! Jangan pejamkan mata kamu. Lihat aku! lihat aku sudah memenuhi hikmah dari buku yang kau berikan. Ingat Dirga, kerudung pernikahan menunggu untuk kau pasangkan di kepalaku, kau dengar Dirga?” Rindi tak berhenti berbicara agar Dirga tetap terjaga dan mendengar suaranya.
Dirga tersenyum, matanya sudah tidak mampu lagi untuk dibuka, daya tubuhnya semakin melemah.
“Dirga, Dirgaaa …!!”

Bersambung #19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER