Cerita bersambung
Angga melepaskan pegangan neneknya dan berlari kearah sudut ruangan, dimana seorang wanita duduk menghadapi sebuah laptop.
"Ibuuu..."
Bu Nastiti menatap kearah wanita dimana Angga berlari mendekatinya, lalu berbisik lirih.
"Arum ?"
Wanita itu terkejut ketika Angga menubruk pangkuannya sambil memanggilnya ibu. Rasa trenyuh tiba-tiba menghinggapi perasaannya. Diangkatnya tubuh Angga dan diletakkannya diatas pangkuannya.
"Ibuu..."
Wanita itu menggeleng pelan.
"Mengapa ibu tidak pulang?"
Kejadian itu membuat beberapa orang guru yang ada diruangan itu menatap mereka dengan heran.
Bu Nastiti mendekati wanita itu.
"Kamu Arum?"
Wanita itu tersenyum ramah dan menggeleng.
"Bukan ibu, saya Ratih," jawabnya sambil masih memangku Angga.
Bu Nastiti mengamati wajah cantik dihadapannya.Ini sebuah bukti kebesaran Allah Yang Maha Kuasa. Ada orang begitu mirip. Apakah Arum punya saudara kembar? Sepertinya tidak.
Dulu ketika melamar, orang tua Arum hanya punya seorang anak gadis, seperti bu Nastiti sendiri yang hanya punya seorang anak laki-laki.
Bu Nastiti terus mengamati wajah itu. lalu ditemukannya perbedaan antara Arum dan wanita bernama Ratih ini. Ada tahi lalat kecil diatas bibir disebelah kiri. Tapi penampilan pada dandanannyapun hampir sama.
"Mirip sekali," gumam bu Nastiti.
"Mengapa ibu tidak pulang?" tanya Angga tiba-tiba.
Bu Nastiti mengedipkan matanya kearah Ratih. Ia minta agar Ratih jangan menyangkal dipanggil ibu.
"Ibu... sedang bekerja sayang.. jadi tidak bisa pulang."
"Tapi bapak mencari ibu setiap hari."
"Angga, karena ibu bekerja disini, jadi tidak bisa pulang. Sekarang turunlah, katanya mau sekolah," kata bu Nastiti lembut.
Angga merosot turun, membiarkan neneknya menggandeng tangannya untuk mendaftarkannya disekolah.
"Nanti ibu pulang ya?" kata Angga sambil menoleh kearah Ratih.
Ratih mengangguk, masih diliputi tanda tanya. Ia teringat beberapa hari yang lalu, ketika seorang laki-laki mengejarnya, dan memanggilnya Arum. Ia ingat laki-laki itu. Gagah dan tampan, dengan kumis tipis dibibirnya.
Ahaa... mengapa baru sekarang Ratih sadar bahwa laki-laki itu begitu tampan dan mempesona?
Ketika Angga sudah berbaur dengan anak-anak lainnya, bu Nastiti mendekati Ratih.
"Ma'af ya nak, Angga sangat merindukan ibunya."
"Memangnya kemana ibunya Angga?"
"Pergi dan sudah sebulan lebih tidak kembali."
"Mengapa bu?"
"Ah, biasa, selisih dalam rumah tangga. Kasihan Angga dan suaminya."
Lalu wajah laki-laki kebingungan yang nekat memanggilnya Arum itu terbayang lagi. Tapi kemudian Ratih merasa kesal pada dirinya sendiri.
Dulu marah-marah, kok sekarang ngebayangin lagi? Tapi sungguh, laki-laki itu sangat gagah dan tampan. Aduhai..
"Nak, maukah nanti ikut pulang bersama kami?" kata bu Nastiti membuyarkan lamunan Ratih.
"Ikut pulang?" Ratih terkejut.
"Sebentar saja, kerumah Angga, supaya dia merasa ibunya ada. Setelah itu nak Ratih boleh pergi."
Ratih tampak berfikir. Ia kasihan pada Angga, yang tiba-tiba menubruknya. Bagaimana reaksinya kalau dia mengatakan bahwa dirinya bukan ibunya? Pasti akan kecewa.
"Baiklah bu, sebentar saja."
Ketika Ratih keluar dari ruangan dan menemui anak-anak kecil yang asik bermain ayunan, Angga berteriak kepada temannya.
"Itu ibuku..."
Dan teman-teman mainnya itupun menatap ibu guru Ratih, yang tersenyum kearah mereka.
"Ibu.. aku mau naik ayunan.. sama ibu ya?" teriak Angga gembira.
Ratih tak sampai hati mengecewakan Angga. Anak kecil berambut sedikit keriting, bermata tajam berbibir tipis, dengan pipi yang agak gembul itu sangat menggemaskan.
Tapi mata Angga mengingatkan kembali pada wajah laki-laki itu. Ratih menghela nafas.
"Ayo bu..," Ratih tersadar dari lamunan ketika Angga menarik tangannya.
Ratih mengikutinya, menaikkan Angga keatas ayunan, dan dia mengayunkannya perlahan dari belakang.
Bu Nastiti terharu melihat Angga tampak gembira.
Setitik air matanya menetes, yang kemudian diusapnya dengan sapu tangan yang dibawanya.
***
Begitu sekolah usai, bu Nastiti mengajak Ratih kerumah Aryo, dengan sebuah taksi. Angga gembira bukan alang kepalang.
Disepanjang perjalanan kepalanya disandarkan di lengan Ratih. sambil memegangi tangan Ratih erat-erat. Betapa terharu Ratih menyaksikan semua ini.
Bagaimana kalau kemudian dia tau bahwa aku bukan ibunya? Pikir Ratih. Tak sampai hai rasanya mengatakan hal yang sebenarnya.
"Ibu, nanti sampai dirumah, Angga mau makan sama sup ayam."
"Oh.. ya? Mm.. ibu lupa, apakah dirumah ada ayam ya?" katanya sambil melirik bu Nastiti yang duduk disampingnya.
"Begini saja, kita mampir ke supermarket sebentar untuk membeli bahan-bahannya, bagaimana?" ujar bu Nastiti.
Ratih mengangguk. Tak sampai hati rasanya mengecewakan Angga.
Ada peraan aneh ketika tiba-tiba ia harus menjadi seorang ibu.
Bu Nastitipun meminta driver taksi agar mampir untuk belanja disebuah supermarket.
Angga berjingkrak jingkrak ketika melewat sebuah gerai mainan.
"Aku mau mobil itu ya bu."
"Angga, kita belanja saja dulu, supaya ibu bisa segera memasak, nanti lain waktu kita beli mainan, ya. Bukankah kamu sudah punya banyak mobil-mobilan?" kata bu Nastiti.
"Angga ingin yang besar eyang."
"Iya, nanti bilang sama bapak ya, lain kali beli mobil-mobilan yang besar."
"Kita beli sama ibu juga?"
Wadhuh. Keduanya tak bisa menjawabnya, baik bu Nastiti maupun Ratih. Kalau mereka bilang 'ya', pasti suatu hari akan dimintanya agar ayahnya dan Ratih mengantarnya ke toko mainan.
"Oh, disana rupanya banyak sayuran. Ayo.. ayo.. belanja dulu. Angga mau sup ayam sama apa?" tanya bu Nastiti mengalihkan pembicaraan.
"Sama, krupuk.. sama.. ayam goreng. Ya bu?"
Ratih tersenyum dan mengangguk. Mereka hanya belanja untuk keperluan memasak yang diminta Angga, lalu segera pulang.
Ratih masuk ke dapur dengan perasaan kikuk. Dimana wajan, dimana panci.. adduuh.. ia mencari-cari seperti oang bodoh. Untunglah bu Nastiti membantunya.
Angga menunggu dikamar sambil bermain-main. Ketika aroma sup tercium oleh hidungnya, iapun berteriak.
"Ibuu... aku mau makan."
"Sabar Angga, ibu baru menggoreng ayam. Agak lama, jadi kamu jangan mengganggunya ya." kata bu Nastiti.
Ratih menyelesaikan acara masak memasak itu dengan senang hati. Betapa tidak, seorang anak kecil yang menganggapnya ibu minta agar dia memasak unuknya.
Hal yang jarang dilakukannya meskipun dia bisa.
Ditempat kontrakannya, jarang sekali dia memasak. Kecuali kalau sedang sangat ingin memasak, Selebihnya ia membeli sayur didepan rumah kost, dan makan seadanya bersama ayahnya.
Ah ya, ia harus memberi tau ayahnya kalau dia pulang terlambat.
Ratih mengambil ponselnya, dan mengatakan kepada ayahnya bahwa karena ada urusan maka dia akan pulang terlambat.
"Ibu menelpon bapak ?" tanya Angga tiba-tiba.
Ratih kebingungan menjawabnya. Tapi dia mengangguk pelan.
"Sebetulnya tadi Angga ingin bilang kalau bapak harus segera pulang, karena dirumah ada ibu." celotehnya sambil menatap Ratih.
Ratih tak mampu menjawabnya.
"Ayo, cepat makan, sini, ibu ambilkan nasinya."
"Ibu, aku mau disupanin."
"Angga kan sudah sekolah, sudah bisa makan sendiri, jadi nggak boleh minta disuapin,." kata bu Nastiti.
"Masakan ibu enak sekali."katanya sambil menyendok makanannya.
Ratih menatapnya dengan perasaan yang mengharu biru. Anak sekecil itu, kehilangan kasih sayang ibunya, alangkah menyedihkan.
"Nak Ratih, ayo kita makan saja sekalian. Ini kan sudah waktunya makan siang,"ajak bu Nastiti.
"Enggak ah bu, jadi nggak enak."
"Mengapa begitu nak, ayolah, ini kan nak Ratih sendiri yang masak, ibu ingin mencicipinya, tapi nak Ratih harus menemani."
Tak urung Ratih menurut apa permintaan bu Nastiti. Mereka makan bersama-sama, seperti sebuah keluarga.
Ratih membersihkan semua sisa makanan dan mencucinya, setelah menutupi sisa masakannya dengan sebuah tudung saji.
"Sudah nak, jangan dicuci sendiri, biar ibu saja."
"Nggak apa-apa bu, cuma sedikit."
"Ibuuuu..." Angga berteriak lagi dari dalam kamarnya.
Ratih yang sudah selesai membersihkan dapur segera menghampirinya.
"Ada apa Angga?"
"Lihat bu, ini mobil-mobilan Angga yang baru, ibu belum melihatnya kan?"
"Hm, bagus sekali Angga."
"Angga mau ganti baju dulu ibu, tadi lupa belum ganti baju," kata Angga sambil menarik-narik bajunya sendiri. Mungkin merasa kegerahan.
"Oh iya, ayo sini ibu lepas. Dimana baju gantinya?" aduh Ratih bagaimana, masa tidak tau dimana letak baju anaknya. Dan sekali lagi ada bu Nastiti yang selalu mengikutinya.
"Ini kan almari Angga."
Lalu bu Nastiti membukanya.
"Astaga, mengapa baju Angga berantakan begini?" kata bu Nastiti setelah membuka almarinya.
Ratih menggeleng gelengkan kepalanya. Kasihan, seorang laki-laki, hidup sendirian, merawat anak kecil.
"Sebentar, ibu bereskan dulu baju-baju kamu ya?" kata Ratih sambil mengeluarkan semua baju dan celana, kemudian menatanya dengan rapi.
"Nah, sekarang Angga mau baju yang mana?"
"Yang... biru, gambar Micky Mouse !!
Dengan sabar Ratih meladeninya.
"Ma'af ya nak Ratih," bu Nastiti berbisik ditelinga Ratih.
"Nggak apa-apa bu, saya mulai senang meladeni Angga," jawab Ratih sambil melepas baju Angga, kemudian diajaknya ke kamar mandi untuk mencuci kaki dan tangannya.
Harusnya tadi begitu sampai rumah dia melakukannya. Habisnya Ratih gugup ketika tiba-tiba harus menjadi ibu yang diharuskan memasak buat anaknya.
Sementara Ratih menemani Angga bermain, bu Nastiti membersihkan semua perabot yang kotor berdebu. Menyedihkan ketika seorang lelaki dengan satu anak harus mengurus rumah dan anaknya sekaligus.
Bu Nastiti juga membersihkan kamar Aryo, yang melipat selimutpun dia tak sempat.
Dan hari itu rumah Aryo telah disulap menjadi rumah yang benar-benar bersih.
Hari hampir sore. Setelah bu Nastiti menemani makan siang bersama Ratih, maka diajaknya Angga kembali kerumahnya.
"Angga, ayuk kembali ke rumah eyang."
"Angga mau disini saja sama ibu."
"Tapi ibu harus bekerja Angga, tidak bisa berlama-lama disini."
"Sebentar lagi eyang," lalu Angga tampak menguap.
"Haa, Angga lupa tidur siang karena asyik bermain bersama ibu." kata bu Nastiti.
"Angga tidur disini saja."
Dan Angga pun menjatuhkan tubuhnya diatas kasurnya yang sudah rapi karena seprei dan sarung bantal sudah diganti semua oleh Ratih.
Entah mengapa Ratih sangat senang melakukannya.
"Ibu, Angga mau dikelonin ibu."
Ratih tersenyum, lalu berbaring disisi Angga. Matanya nanap memandangi sekeliling kamar. Ada sebuah almari kecil, dandiatasnya tampak foto sepasang suami isteri bersama seorang anak kecil. Ratih bangkit dan mendekati foto itu.
Benar, ini dia laki-laki gagah yang mengejarnya dan mengira dia isterinya. Disampingnya seorang wanita, ahaa.. apakah itu aku? Pikir Ratih. Ia terpaku memandangi foto itu. Seakan dirinyalah yang sedang berdiri disamping si ganteng itu, dan anak kecil itu pastilah Angga. Hati Rati berdebar, seandainya benar-benar dia yang ada disampingnya...
"Ibu... tidur sini."
Rengek Angga menyadarkannya dari angan yang membubung ke langit tingkat limabelas.
Ratih berbaring disamping Angga, dan menepuk nepuk pahanya dengan lembut. Matanya tak pernah terlepas dari foto itu. Seperti mimpi dia menyadari bahwa ada seorang perempuan yang wajahnya sangat mirip dengan dirinya.
Kekesalan karena kenekatan Aryo ketika memnggilnya dengan nama Arum, sirna sudah. Ia bisa mengerti, pasti banyak orang akan keliru. Mengapa ini bisa terjadi?
Ketika Angga terlelap, Ratih keluar dari kamar, ia berjalan kedepan, dilihatnya semua perabotan sudah bersih. Tadi dia melihat sebuah gelas kosong diatas meja diruang tengah, tapi gelas itu tak ada lagi. Pasti bu Nastiti yang melakukannya.Tiba-tiba disudut ruangan itu dilihatnya sebuah potret berbingkai yang lumayan besar. Itu si ganteng bersama dirinya, eh bukaan.. itu isterinya, ralatnya atas pikiran yang mengaduk aduk hatinya.
Ratih menatap foto itu tak berkedip, dan entah mengapa hatinya berdebar kencang.
Si ganteng itu seperti membalas tatapannya, tersenyum manis dan menggetarkan hatinya.
"Nak Ratih, itu Aryo dan Arum isterinya, nak Ratih seperti sedang melihat wajah nak Ratih sendiri kan?"
Ratih membalikkan tubuhnya, dilihatnya bu Nastiti sedang mengawasinya.
"Iya bu, kok bisa ya," ujar Ratih sambil tersenyum.
"Angga sudah tertidur?"
"Sudah bu, saya mau pamit saja."
"Saya minta ma'af yang sebesar-besarnya lho nak, ini suatu permintaan yang sangat merepotkan bukan? Tapi saya kasihan pada Angga," kata bu Nastiti sambil menahan tangis.
Ratih merangkulnya.
"Ibu jangan sungkan, saya senang melakukannya. Sungguh, Angga adalah anak yang manis. Dia akan menjadi murid kesayangan saya."
"Nanti apa jawab saya kalau dia bangun?"
"Katakan saja bahwa ibunya sedang bekerja, begitu bu."
"Baiklah, tapi kalau sewaktu-waktu Angga rewel lagi, apakah nak Ratih masih bersedia melayaninya?"
"Saya senang melakukannya bu, tak apa, semoga nanti kalau Angga terbangun tidak akan rewel mencari saya."
"Mudah-mudahan bapaknya segera pulang. "
"Saya mengambil tas saya dibelakang bu."
"Ibu panggilkan taksi dulu nak."
"Nanti gampang bu, sambil jalan," kata Ratih sambil melangkah kebelakang.
Tapi Ratih lupa dimana tadi dia meletakkan tasnya. Didapur barangkali, dan Ratih melangkah kedapur.
Tapi tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang.
"Akhirnya kamu pulang Arum,"
Gemetar Ratih dibuatnya.
==========
Ratih meronta, pelukan itu terlepas. Ratih membalikkan badan dan mereka berhadapan, saling tatap, dengan perasaan yang berbeda.
"Arum ?"
"Saya bukan Arum..." kata Ratih, gemetar, terlebih mata si ganteng yang menatap tak berkedip, penuh pesona
"Kamu...bukan Arum?"
"Aryo... kamu salah Aryo.." bu Nastiti yang tadi berada didalam kamar terkejut mendengar suara Aryo. Ia merasa terlambat datang untuk memberi tau Aryo lebih dulu, sehingga telah terjadi salah sangka didepan pintu dapur.
"Ibu, Aryo bingung..."
"Itu namanya Ratih, gurunya Aryo, memang mirip sekali dengan isterimu. Bahkan Angga menganggapnya ibunya.
Aryo menatap lagi perempuan disebelahnya. Adakah perbedaannya?
"Isterimu tak punya tahi lalat diatas bibirnya, lihat baik-baik." kata bu Nastiti lagi.
"Iya benar, ma'af ya... ma'af.." kata Aryo sambil terus menatap Ratih.
"Saya mohon pamit, sudah sore," kata Ratih yang sudah menemukan tasnya diatas meja dapur. Ia harus cepat-cepat menghindar dari tatapan menggetarkan itu.
"Ss..saya antar?" kata Aryo agak gugup. Bagaimanapun peremuan itu membuatnya merasa aneh.
"Tidak.. tidak.. terimakasih, ibu, saya pamit," katanya kemudian kepada bu Nastiti. Ia mencium tangannya kemudian berlalu.
"Aryo pernah bertemu dia bu.."
"Oh ya?"
"Aryo pulang dari kerja, melihat dia sedang berjalan, lalu Aryo kejar dia, tapi dia marah-marah. Mungkin mengira aku meng-ada-ada."
"Angga langsung bereriak ketika melihat dia. Dia lari menghampirinya dan langsung didudukkan dipangkuan Ratih. Pagi tadi.. begitu masuk sekolah."
"Jadi dia guru ?"
Bu Nastiti menceritakan semua yang terjadi begitu Angga masuk sekolah.sampai kemudian Angga minta Ratih memasak, dan tertidur.
"Lihat, dia merapikan almari anakmu," kata bu Nastiti sambil menggandeng Aryo agar masuk kekamar Angga.
Aryo tertegun. Kamar Angga tampak bersih, dan ketika membuka almari, semuanya tertata rapi. Alas tidur dan sarung bantal semuanya baru. Dan yang kotor telah dimasukkan ke karanjang yang tersedia disudut kamar.
Benar-benar seperti isterinya yang biasa mengatur rumah sedemikian rapi.
"Ibu tadi sedang berada dikamar kamu Yo, untuk mengumpulkan baju-baju kotor kamu yang berserakan, sehingga tidak tau kalau kamu datang."
"Aryo tadi kerumah ibu, tapi pintunya terkunci, jadi aku pulang saja, nggak taunya ada Arum.. eh.. maksud Aryo ada gadis yang mirip Arum dirumah ini."
Tiba-tiba terdenger rengekan Angga. Arya dan bu Nastiti lari kekamar Angga. Dilihatnya Angga sedang duduk sambil melihat kekiri dan kekanan.
"Mana ibu ?" tanyanya.
"Ibu?"
"Ibu tadi tidur disini bersama Angga, mana ibu.." Angga mulai menangis.
Aryo mendekat dan memeluk Angga.
"Ibu sudah pergi Ngga, kan tadi sudah bilang kalau ibu pergi karena bekerja?" kata bu Nastiti.
"Sekarang ada bapak, seneng nggak kalau bapak ada didekat Angga?" kata Aryo sambil mendekap Aryo kedadanya.
"Oh ya, apa Angga lupa? Besok sekolah, dan Angga akan ketemu ibu lagi," kata bu Nastiti mengingatkan.
"O.. gitu ya yang? Besok ketemu ibu lagi?" kata Aryo pura-pura bertanya.
"Iya, besok ketemu ibu lagi."
Angga terdiam. Merangkul leher ayahnya, lalu Aryo mengajaknya berdiri, dan menggendongnya keluar dari kamar,
:"Mau dibuatkan susu?"
Angga mengangguk. Diturunkannya Angga, lalu ia berjalan kearah dapur. Aryo melihat tudung saji tertutup diatas meja. Rasa ingin taunya membuat ia kemudian membuka tudung saji itu.
"Wah, ada ayam goreng, sup yang sudah dingin.. dan .. hm.. baunya enak, Rupanya tadi gadis itu sempat memasak untuk Angga," gumam Aryo sambil menutupkan lagi tudung saji itu.
Ada perasaan yang tiba-tiba nyaman. Entah mengapa. Mungkin karena Angga merasa telah menemukan ibunya, atau mungkin ada yang lain, entahlah. Aryo mengambil kaleng susu dan membukanya sambil mengulaskan senyum dibibirnya.
"Sayang dia bukan Arum," gumamnya lagi setelah selesai membuat susu dan membawanya kedepan. Aryo sedang duduk dipangkuan neneknya.
"Ini susu buat Angga.. "
Angga menerima gelas yang diulurkan ayahnya, lalu meminumnya.
"Tadi ibu masak sup buat Arya," katanya setelah menghabiskan susunya.
"Oh ya? Enakkah masakan ibu?"
"Enak bapak, nanti Angga mau makan lagi. Bolehkah disuapin?"
"Lho, kan Angga sudah sekolah, masa makan harus disuapin?"
Angga meleletkan lidahnya.
"Angga tadi disekolah belajar apa?"
"Belajar mainan."
"Yaa... belajar mainan?"
"Tadi Angga duduk di ayunan, lalu diayun sama ibu."
"Hm, senengnya...."
"Bapak, tadi Angga melihat mobil-mobilan besar. Kata eyang kalau beli harus bilang dulu sama bapak."
"Lho, mobil lagi? Kan sudah punya banyak?"
"Yang itu besar, Angga bisa naik kedalamnya."
"Wouw.. kalau begitu naik mobilnya bapak saja," canda Aryo.
Angga terkekeh.
"Angga masih kecil, mobilnya harus kecil.."
"Anak bapak memang pinter. Iya deh, nanti kalau bapak libur, kita beli."
"Sama ibu juga kan belinya?"
"Lho.. kok sama ibu juga."
"Iya, tadi aku sudah bilang."
"Apa ibu mau?"
"Mau tidak eyang?" tanya Angga kepada neneknya.
"Mungkin mau, kalau tidak sedang bekerja."
"Jadi beli kalau ibu libur. Besok Angga mau tanya sama ibu, kapan ibu libur."
Aryo memegangi kepalanya. Ternyata tidak cukup hanya bertemu,dan dibuatkan masakan yang dia mau,dan dikelonin ketika tidur siang, sekarang minta agar pergi beli mainan bersama ibu juga. Bagaimana kalau Ratih menolak? Ini kan permintaan yang keterlaluan? Dia bukan siapa-siapanya Angga.
"Iya kan eyang?"
Bu Nastiti hanya mengangguk.
"Ayo Angga mandi dulu." kata bu Nastiti mengalihkan pembicaraan.
***
"Bapak tadi beli gado-gado didepan situ, Ratih, habisnya kamu nggak pulang-pulang." kata pak Pardi ketika Ratih menyiapkan teh sore hari itu.
"Iya bapak, ma'af, tadi ada murid yang rewel, minta Ratih masak sup buat dia."
"Aneh, masa gurunya disuruh masak?"
"Ceritanya panjang. Kasihan anak itu."
"Tidak punya orang tua?"
"Punya. Tapi ibunya pergi sudah sebulan."
"Kok bisa seorang ibu meninggalkan anaknya begitu saja, sampai sebulan lagi.."
"Ya karena perselisihan apalah pak, mungkin si isteri sangat marah, lalu pergi."
"Tapi ya semarah-marahnya seseorang, harusnya tidak sampai hati mennggalkan anaknya."
"Iya juga sih pak, nggak tau lah bagaimana permasalahannya. Yang jelas Ratih kasihan melihat anak itu. Tiba=tiba di berterak memanggil Ratih 'ibu'.. lalu minta dimasakin sup sama ayam goreng, terharu rasanya melihat dia sangat kehilangan."
"Mengapa dia mengira kamu ibunya?"
"Wajah Ratih katanya mirip sekali dengan ibunya. Bahkan neneknya yang mengantar ke sekolah juga tadinya mengira Ratih ini menantunya yang pergi."
"Oh ya?"
"Kok bisa ya, ada orang wajahnya mirip sekali. Kan Ratih tidak terlahir kembar. Ya kan pak?"
"Iya sih..."
"Bapak tidak apa-apa kan, kalau Ratih pulang terlambat? Takutnya besok Angga masih minta supaya Ratih masak lagi buat dia, lalu menemaninya tidur siang. Aduuh.. nggak sampai hati Ratih menlaknya. Kasihan.." kata Ratih pilu.
"Nggak apa-apa nduk, menolong orang itu kan perbuatan mulia."
"Mulai besok, Ratih akan masak pagi-pagi, untuk makan pagi dan siang seandainya Ratih pulang terlambat. "
"Apa kamu tidak repot? Kalau masalah makan bapak bisa beli diwarung depan."
"Nggak apa-apa pak, Kasihan kalau bapak sampai kelaparan dan beli sendiri. Cuma masak sebentar. Nanti Ratih beli sayur diwarung dekat-dekat situ. Masak yang gampang-gampang saja."
"Iya Tih, lauknya juga nggak perlu yang aneh-aneh. Pokoknya ada tahu, bapak sudah cukup senang."
"Iya, Ratih sudah tau kalau bapak sukanya tahu."
***
Pagi itu Angga bersiap masuk sekolah dengan semangat tinggi. Masih pagi sudah bangun, minta mandi, minta makan dan minum susu, lalu terburu-buru minta agar segera berangkat kesekolah. Bu Nastiti yang malam itu menginap dirumah anaknya.meladeni semua keperluan cucunya.
"Lihat tuh, anakmu sudah minta berangkat sekolah, sementara kamu masih belum mandi," gerutu bu Nastiti ketika melihat Aryo duduk termangu diruang tengah.
"Nggak apa-apa Aryo mengantar sekolah dulu baru pulang lagi dan mandi."
"Huh, dasar kamu itu."
Aryo hanya tertawa.
"Bu, bagaimana kalau ibu tinggal disini saja selama Arum belum kembali?"
"Lha rumah ibu bagaimana?"
"Sesekali saja ibu pulang kerumah, toh ibu juga sendirian disana."
"Nggak apa-apa. Nanti ibu ambil baju-baju ibu dulu kerumah."
"Bagaimana kalau kita cari pembantu? Repot juga kalau nggak ada pembantu."
"Cari pembantu itu tidak mudah. Jaman sekarang banyak yang lebih suka bekerja di pabrik-pabrik, atau jadi pelayan toko. Lagi pula belum tentu seandainya nanti dapat, lalu bisa dipercaya. Menurut ibu biarlah begini saja. Gampang kalau nanti ada yang cocog. Kita cuma tiga orang saja, ibu kira nggak terlalu repot."
"Bapaaaak, ayo kita berangkat! Kok bapak belum mandi sih?" omel Angga kesal melihat ayahnya masih duduk berbincang dengan neneknya."
"Oh, iya... baiklah, ayo kita berangkat sekarang," kata Aryo sambil berdiri.
"Kan bapak belum mandi?"
"Mandi nanti saja setelah mengantar Angga ke sekolah," jawab Aryo sambil masuk kedalam kamar.
Aryo hanya memakai celana pendek dan kaos yang juga berlengan pendek, keluar dari kamar dengan membawa kunci mobil
"Ayo kita berangkat, tuan muda," canda Aryo.
"Idih.. bapak bau," ejek Angga sambil berlari mendahului.
***
Begitu tiba disekolah, Angga segera turun dari mobil dan berlari kedalam. Aryo geleng-geleng kepala.
"Aryo, kamu boleh pergi, " kata bu Nastiti sambil turun.
"Ibu nggak pulang dulu, kan ibu belum ganti baju?"
"Nanti kalau ibu sudah menitipkan Angga pada nak Ratih, ibu baru pulang, sendiri juga nggak apa-apa." kata bu Nastiti.
"Nggak bu, biar Aryo menunggu disini, ibu menemui Ratih dan bisa meninggalkan Angga kan? Nantti Aryo antar ibu sampai kerumah, baru Aryo pulang dan mandi. Dan jangan lupa, nanti Aryo akan menjemput Annga."
"Apa kamu tidak bekerja?"
"Jam berapa Angga pulang?"
"Biasanya jam sepuluh."
"Nanti sebelum jam sepuluh Aryo sudah ada disini, nggak apa-apa meninggalkan pekerjaan sebentar."
"Bu Nastiti mengangguk. Ia melangkah kedalam, langsung memasuki ruang guru. Dilihatnya Angga sudah duduk dipangkuan Ratih.
"Angga kok begitu, teman-temannya bermain tuh.. Kok Angga malah ngrepotin ibu?" tegur bu Nastiti."
"Nggak apa-apa bu, biar sesuka dia saja."
"Aku nanti bermain sama ibu," kata Angga.
"Gimana tuh nak Ratih, ngrepotin kan?"
"Nggak apa-apa bu, Angga tidak nakal kok."
"Ya sudah, kalau begitu titip Angga dulu sebentar ya nak, ibu mau pulang ganti baju, ini dari kemarin nggak ganti karena tidur dirumahnya Aryo."
"Oh, iya bu?"
"Iya, semalam juga ibu memakai baju tidur punya Arum."
"Ya bu, biar Angga disini sama saya."
"Angga, nggak boleh nakal ya?" pesan bu Nastiti.
"Nggak eyang." kata Angga sambil menarik tangan Ratih agar menemaninya bermain.
Bu Nastiti keluar dari halaman sekolah, mendekati mobil Aryo yang masih menunggu didepan pintu.
"Kok berhenti didepan pintu sih, bukannya agak maju sedikit."
"Ingin melihat Aryo sama 'ibunya',"
Bu Nastiti masuk kedalam mobil.. Aryo terpaku melihat Angga menarik narik tangan Ratih, mengajaknya bermain ayunan. Ada debar aneh memukul-mukul dadanya.
"Ya Tuhan, Aryo, itu bukan Arum. " kata batin Aryo yang segera menstarter mobilnya menjauh dari sana.
Ratih melihat kearah mobil itu karena Angga melambaikan tangannya, melihat ayahnya pergi. Ratih ingin melihat sosok berkumis tipis itu tersenyum, tapi terhalang oleh kaca mobil yang hitam dan sudah ditutupnya begitu mobil itu berlalu.
***
Jam sepuluh kurang lima menit, Angga sudah memarkir mobilnya didepan sekolah Angga. Perlahan Aryo turun, dan menunggu dibawah sebuah pohon trembesi yang berdaun rindang didekat pagar.
Didengarnya anak-anak sekolah bernyanyi 'sayonara' lalu para orang tua yang menjemput mendekat kearah pintu kelas agar ketika bubaran mereka langsung melihat bahwa orang tua mereka sudah menunggu. Bu Nastiti ada diantara mereka. Tapi sampai mereka pulang, Angga belum juga keluar. Aryo melongok kearah ibunya, tapi bu Nastiti masih menunggu didepan pintu.
Tak lama kemudian Angga kelihatan keluar dari pintu itu, sambil menggandeng tangan Ratih. Ada haru yang menyesak dadanya melihat pemandangan itu. Angga benar-benar merindukan ibunya, dan bahagia ketika merasa bahwa ibunya sudah kembali.
Melihat ayahnya, Angga segera berlari mendahului.
"Bapak, Angga sudah bilang sama ibu kalau kita mau membeli mobil-mobilan."
"Angga, ini bapak masih harus kembali ke kantor."
"Iya, kalau libur kan?Tapi ibu bilang, bapak yang harus minta pada ibu," kata Angga sambil menarik tangan bapaknya untuk diajak menghampiri Ratih yang sedang berbincang dengan bu Nastiti.
"Minta bagaimana?" tanya Aryo bingung.
"Minta supaya ibu mau diajak bapak mengantarkan Angga beli mobil itu."
Aryo dan Angga sudah sampai dihadapan Ratih. Terpaku dengan debar jantung yang kencang memukul dadanya, Ratih menerima tangan Aryo yang menyalaminya, dan menggenggamnya erat.
"Ayo, bapak bilang dong sama ibu..!" rengek Angga.
Bersambung #3
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel