Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Minggu, 28 Februari 2021

Pengakuan Sumiati #6

Cerita bersambung

Di Bandung Sindhu sibuk dengan kegiatan kuliah maupun kegiatan lain di luar kuliah.  Sindhu mulai mendapatkan banyak teman. Sehabis menjadi panitia ospek untuk adik kelasnya ada adik kelasnya yang mulai akrab. Ada yang memperhatikan Sindhu dan tahu hubungan Sindhu dengan Sumi. Soal hubungannya dengan Sumi, dia malah  mendapat ejekan. Adik kelasnya mencibir Sindhu yang abai terhadap simpatinya.

“Mas, mas nggak salah?” kata Silvy di depan ruang himpunan Arsitektur.
“Salah apa Sil?”

“Mahasiswa ITB kok seleranya begitu?” ucap Silvy makin berani.
“Apa yang salah dengan seleraku..?”
“Ya ampun pakai tanya lagi. Apa ya pantas Mas kau anak gajah, otak lumayan, ekonomi nggak miskin-miskin amat, tampang ya di atas rata-rata mendekati pelayan toko katamu?  Seperti dunia hanya sebatas kampungmu saja. Apa nggak lebih pantas jalan sama aku Mas?”
“Ini soal hati Sil...”
“Iya hati bisa dibentuk kok, bisa dikelola mas.”
“Jadi maksudmu aku bisa suka kamu jika sering dekat..?”
“Nah itu kamu kan cerdas mas...”
“Aku tidak yakin. Tak kenal maka tak sayang, memang betul. Semakin mengenal Sumi aku semakin tertarik. Bisa juga sebaliknya, makin mengenal kamu, semakin aku mundur.”
“Hai jangan secepat itu menyimpulkan mas. Kenal aku dulu. Aku tidak buruk-buruk amat. Setidaknya aku bisa masuk kampus ini dengan lewat tes. Camkan mas.”
“Hmmm....iya aku tahu  itu.”
“Jangan-jangan kamu hanya ingin membuktikan bahwa kamu bisa membentuk Sumi seperti keinginanmu? Kamu ingin jadi pahlawan kan?”

Sindhu merenung. Ucapan Silvy seperti menghujam jantung hati.
Jangan-jangan ucapan Silvy benar.
Silvy jelas menarik. Dia mahasiswi arsitektur yang modis penampilannya. Gaya bicaranya juga cerminan otak berisi. Lebih pantas dia jalan sama Silvy daripada sama Sumi. Belum gunjingan tetangga.
Dalam hal ini Sindhu mendapatkan ujian yang berat, haruskah tetap menjatuhkan pilihan ke Sumi.
Tapi Sindhu malah berpikir apa sejatinya yang membuat Silvy berminat mendekatinya.
Butuh berhari-hari Sindhu menemukan waktu yang tepat untuk bertanya ke Silvy.

“Silvy ngapain juga kamu ingin tahu hubunganku sama Sumi?”
“Aduh Mas kamu tidak tahu bahasa perempuan..”
“Memang aku tidak tahu.”
“Apa aku harus merendahkan diri lagi mas?”
“Bukan Silvy. Aku kan hanya mahasiswa biasa. Kenapa kamu...”
“Aku tidak mau mengatakannya.  Ini soal hati mas. Suatu saat aku akan mengatakannya mas.”
“Tapi kenapa kamu begitu angkuh mengatakan Sumi hanya pelayan toko?”
“Iya faktanya begitu. Aku menyayangkan saja mas. Kamu hanya berpetualang.”
“Waktu yang akan menguji Sil.”
“Jangan habiskan waktumu untuk hal yang tidak bermanfaat.” Sahut Silvy sambil meninggalkan Sindhu di pinggir lapangan basket.

Sumi merasa lebih aman semenjak mendapat teman tidur di Toko ijo.
Dia mengajak Sisri tetangga dekat rumahnya untuk menemaninya tidur.
Sumi kalau malam selepas maghrib harus ke toko.
Dia menghabiskan waktunya di sana hingga pagi. Radio adalah temannya di saat malam hari.
Mendengarkan radio dari stasiun Klaten atau Solo adalah hiburannya di malam hari. Lagu-lagu Ebiet, Hety Koes Endang, Iis Sugianto , Nia Daniati banyak yang dia hafal.
Sisri pun ikut-ikutan. Apalagi acara Pilihan Pendengar dari RRI Surakarta setelah berita RRI jam 19.00 adalah acara yang ditunggu-tunggu.

“Mbak lagu itu saja bagus..” kata Sisri meminta Sumi tetap memutar lagu Gelas-gelas Kaca dari Nia Daniati.
Lalu mereka pun menirukan lagu yang mendayu itu.

“Aku suka lagu Ebiet.” kata Sumi.
“Berita kepada Kawan?”
“Iya salah satunya. Kan ada lagu Ayah yang syairnya bagus.”
“Aku sih nggak tahu syair, pokoknya enak aku suka.”_ Sahut Sisri.
Sambil ngobrol lama-lama mereka tertidur  dan radio masih berbunyi hingga malam.
***

Sudah beberapa minggu Sumi ditemani Sisri. Malam hujan gerimis. Sisri sedang tidak bisa menemani
Sumi karena sakit. Sumi sudah hampir tidur ketika pintu tokonya di ketok. Sumi ragu-ragu, membuka atau tidak.

“Sum ini aku. Ada yang mau kuambil.”

Suara yang Sumi akrab. Sumi perlu waktu sejenak untuk mengingat suara itu. Tapi jelas bukan suara Sarmo atau Sindhu.
Dibukakannya pintu.

“oh Mas  Dipo.”
“Ya mau ambil obat flu.”

Sumi hanya pakai daster menjelang tidur.
Dipo tergoda, dia bertindak cepat. Sumi didekap dan dibanting ke kasur tipis di pojok kamar belakang toko.
Sumi tidak bisa melawan. Dia sempat berteriak minta tolong.
Tapi tangan Dipo terlalu kuat. Mulutnya ditutup dengan satu tangan Dipo.  Lalu terjadilah dia dipaksa melayani nafsu bejat anak juragannya itu.
Malam jahanam itu terjadi begitu cepat. Keperawanan Sumi direnggut paksa oleh Dipo.
Sosok yang menakutkan bagi Sumi. Setelah kejadian itu Dipo pergi tanpa berkata apa-apa selain mengancam

“Jaga mulutmu atau kubunuh.”
Sumi makin ketakutan. Apa yang dikhawatirkannya selama ini benar-bena terjadi.
Bukan Pak Jarwo, tapi anaknya. Sumi meratapinya. Menangis sepanjang malam dia sendiri di pojok kamar itu.

Berjuta impian musnah. Menyesal kenapa tadi dia membuka pintu. Anak ndoronya memang bejat, begitu pikirnya.
Sejak awal dia sudah melihat gelagat tidak baik soal anak ndoronya ini.

==========

Sumi tidak masuk kerja. Dia menenangkan diri. Kejadian yang dia alami bukan mimpi. Dia terguncang mendapati dirinya sudah tidak perawan.
" Nduk kowe nggak masuk ?"
" Hari ini mau istirahat mbok. Nggak enak badan." jawab Sumi sekenanya.
" oo yo wis.."

Sumi tiduran di amben bambu sambil membaca-baca buku kiriman Mas Sindhu.  Sembari merenungi nasibnya dia mencari vitamin rohani dari buku yang dia baca.

Semenjak punya bayi, Kartiyem jarang membantu suaminya nyari pasir. Dia masih harus merawat bayinya. Sumi yang justru berpikir untuk meningkatkan pendapatannya.
Kejadian semalam memukul hatinya. Beberapa hari pikirannya kacau. Butuh beberapa waktu untuk kembali normal meskipun tetap ada yang mengganjal.
Dia berpikir untuk melawan. Secara fisik dia memang kalah lawan Dipo. Tetapi akalnya tidak boleh kalah. Fisiknya memang berhasil dinodai Dipo tapi tidak dengan jiwanya.

Dia menganggap ini bukan akhir dari hidupnya.
Dia justru punya rencana besar dibalik musibah yang menimpanya ini.
Dia tulis dua surat sekaligus untuk Sarmo dan Sindhu. Mungkin dari situ akan kelihatan siapa yang lebih peduli pada dia, siapa yang sesungguhnya mencintai dia.
Atau, keduanya sebenarnya tidak mencintainya. Dia butuh penyemangat.
Tetapi bisa juga posisi tawarnya jatuh gegara keperawanannya terenggut.
Sumi ingin tahu siapa diantaranya yang lebih bisa menghargai kemanusiaannya bukan fisiknya saja.

" Mas sungguh tak terbayangkan pada malam itu, anak juraganku memaksaku untuk melayani dia. Lalu dia  mengancam membunuhku jika aku buka mulut. Aku tidak buka mulut. Aku hanya menggerakkan jari-jari tanganku untuk mengabarkan ini.
Mungkin mas Sindhu akan menyalahkan aku dengan kejadian ini. Tapi benar memang saat itu aku tidak cukup kuat untuk melawan kekuatan Dipo. Tapi aku janji untuk melawannya dengan akalku meski fisikku kalah. Seperti pernah mas Sindhu sampaikan, kekuatan terbesar manusia ada pada akalnya."

Pada kang Sarmo Sumi menulis hal yang mirip tetapi tentu tidak dengan kalimat soal akal. Sumi hanya cerita diperkosa Dipo , diancam akan dibunuh jika buka mulut dan akan melawan.
***

Setelah itu Sumi bekerja seperti biasa seakan tidak terjadi apa-apa. Tapi dia menyiapkan tongkat kayu di sebelah pintu masuk toko sepanjang satu meteran. Jika ada yang mau mengganggu, dia siap memukul perut atau kepalanya.
Dia seperti memendam luka. Memang bencana bisa datang kapan saja.
Bencana yang dialaminya adalah buah keteledorannya.
Meski diancam Dipo untuk tidak buka mulut, akhirnya dia cerita kepada Sisri soal kejadian malam itu.
Dia nggak takut ancaman Dipo.

" Jadi mbak Sum dipaksa?"
" Iya Sri. Aku sudah melawan tapi gagal."
"Ya ampun mbak. Kok tahu malam itu aku nggak di sini."
" Bajingan punya banyak akal untuk berbuat jahat Sri."
" Iya ya.Tapi..mbak Sum akan diam saja?"
" Tidak Sri. Aku akan melawan. Boleh Dipo merusak fisikku tapi tidak jiwaku. Toko ini kelak akan menjadi milikku."
" Sik..sik... Gimana caranya mbak?"
" Nanti akan kau lihat Sri."
Sumi sepertinya punya cara sendiri untuk membalas anak juragannya. Tapi dia belum mau bercerita.
***

" Sum aku prihatin atas kejadian itu. Aku menyesalkan apa yang kupikir saat kita ke Prambanan, di atas bis, benar terjadi.
Cuma pelakunya yang justru tidak terduga Sum.
Kamu harus melawan.
Suatu saat nanti kamu harus membuka mulut.
Katakan pada Bu Jarwo.
Untuk itu Pak Jarwo harus dilibatkan. Kamu tahu maksudku kan Sum?
Aku akan mendukungmu. Aku tidak meninggalkanmu Sum."

Itu balasan surat Sindhu, melegakan hati Sumi.
Dia semakin kuat bertahan meski bencana itu seperti mematikan masa depannya.
Sepertinya mas Sindhu punya pikiran yang sama soal rencana besarnya.

Sarmo lebih lama membalas. Sarmo justru terguncang mendapat kabar itu. Dia tidak membayangkan Dipo melakukan itu. Selama ini justru dia khawatir Pak Jarwo yang berbahaya. Sarmo tidak kehilangan harapan. Sarmo masih menganggap Sumi seperti yang dulu.

Sumi tetap  pantas dihargai, karena ini bukan salah Sumi. Sejak dulu dia memang dia jadi pelindung Sumi.
Sumi merasa lega. Ternyata Sarmo masih setia. Kedua orang itu sama-sama bersimpati.

Entah siapa nanti yang serius mau menjadi suami Sumi.
Sarmo semakin bagus usahanya.
Bisnisnya berkembang, bahkan dia sudah pisah rumah dengan Pakliknya.

Ternyata pakliknya ada keinginan juga agar Sarmo dijodohkan dengan anak ceweknya. Sunarni, anak pakliknya, yang kini kuliah di sebuah kampus swasta di Jogja.
Sarmo bukannya tidak mau. Cuma dia mikir kalau ada apa-apa justru bisa merusak hubungan persaudaraannya.

Sunarni manis anaknya, sedikit sombong karena merasa sebagai orang kaya dari Curup yang bisa kuliah ke Jogja.
Apalagi tahu Sarmo cuma lulusan SMP.

Sejauh ini Lik Marto juga lebih sreg Sarmo sama adik sepupunya saja,
Hitung-hitung mempererat persaudaraan dan menyelamatkan harta adiknya agar nggak jatuh ke tangan orang lain.

Sarmo serba susah memutuskan. Hatinya ke Sumi tapi pikirannya kadang ke Sunarni.
Sarmo yakin dia lebih terhormat di depan Sumi. Sunarni tidak tahu masa lalunya. Mungkin Sunarni hanya tahu sesudah dia sukses.

Sejauh ini Lik Marto belum tahu cerita yang menimpa Sumi. Jika ia tahu, pasti akan memaksa Sarmo meninggalkan Sumi.

Bersambung #7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER