#2a-
Seratus peserta olimpiade matematika telah berkumpul di tempat berlangsungnya even. Babak pertama akan menyisihkan 50 dari 100 peserta. Metode masih sama dengan tahap seleksi yaitu mengisi seratus soal esay dalam waktu 90 menit. Metode wawancara akan dilakukan pada babak menuju sepuluh besar.
Peserta yang hadir mayoritas berwajah serius. Maklumlah orang-orang pinter yang terbiasa berkutat dengan buku dan rumus. Antusiasme mereka pada pelajaran terlihat tinggi. Seandainya orang-orang jenius semacam ini di berikan kesempatan mengembangkan potensi, tentu kemajuan intelektual di masa depan bukan hanya mimpi. Sayangnya orang-orang seperti mereka kadang malah tersisih. Terlibas oleh profesi yang tak memerlukan kecerdasan.
Tak sia-sia digojlok pak Zul, Ayda dan Rendi belum mengalami kesulitan pada babak pertama. Soal-soal pada babak ini mencakup program linear, matriks, fungsi komposisi dan fungsi invers, trigonometri, statistika, turunan dan integral.
“Alhamdulillah!” Aida bisa bernafas lega. Bebannya sedikit meringan. Beberapa hari bisa lebih santai. Keinginannya kali ini adalah istirahat.
“Makan dulu, yuk!” Zul mengajak Ayda dan Rendy makan di restoran padang. Saking lapar, Ayda makan begitu lahap. Guru muda itu hampir tertawa melihatnya. Gadis itu memang cuek, gak jaim. Mungkin itulah yang membuatnya terpikat.
“Laper apa hoby, non?“ goda Rendi. Ayda hanya tertawa.
“Besok kamu libur, kan? Kamu dan teh Ita Ikut saya, ada penyuluhan demam berdarah di aula kelurahan!”
“Tapi Pak!”
“Besok kesini dulu jam tujuh untuk briefing!”
Tanpa menunggu kata iya, Fatur bergegas menaiki mobil. Ayda menghela nafas berat. Harapannya untuk istirahat kandas sudah.
Jam tujuh kurang, Ayda mengayuh sepeda dengan malas. Seandainya bisa memilih, ingin di rumah saja. Rebahan, menenangkan badan dan pikiran. Tapi, dokter sadis itu menyuruhnya ikut penyuluhan.
Hhhh! Merepotkan!
“Ay, kenapa telat, suamimu nguambek, tuh!”
“Bodo!”
“Deuh yang lagi berantem, bentar juga baikan!” Ita cekikikan. Ayda sudah kebal dengan godaan mereka. Dia cuek saja menghadapinya.
“Masuk!“ Dokter plat itu tanpa basa basi menyuruh mereka masuk ke ruang serbaguna klinik untuk briefing penyuluhan.
Penyuluhan kali ini dilakukan pada warga kelurahan Mayasari. Pasalnya di kelurahan ini sedang mewabah penyakit demam berdarah. Diharapkan para peserta dapat bergotong royong memberantas penyakit ini.
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk. Demam berdarah sejenis Aedes Aegypti.
Gejala demam berdarah diawali demam tinggi selama 4 hingga 7 hari setelah digigit oleh nyamuk yang terinfeksi virus. Sakit kepala hebat. Nyeri pada bagian belakang mata. Nyeri otot dan sendi parah. Mual dan muntah. Ruam di seluruh tubuh.
Untuk pengobatan pasien diharuskan banyak istirahat, minum banyak cairan, minum obat untuk menurunkan demam. Paracetamol dapat meringankan rasa sakit dan menurunkan demam. Untuk kasus yang lebih serius, demam berdarah dapat menyebabkan shock atau hemorrhagic fever yang memerlukan perhatian medis lebih.
Demam berdarah dapat dicegah dengan tiga langkah. Pertama, vaksin dengue pada anak berusia 9-16 tahun. Kedua dengan fogging atau pengasapan insektisida untuk membunuh jentik nyamuk. Ketiga menjaga lingkungan dengan membersihkan dan menutup rapat penampungan air, mengubur atau mendaur ulang benda-benda yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Selain itu membersihkan got-got dari sampah yang membuat air tergenang juga penting sekali.
Penyuluhan selesai pukul dua belas. Meski sudah selesai, Fatur masih saja dikerubungi kaum hawa. Entah benar-benar bertanya atau hanya curi perhatian saja.
"Cemburu, yaa." Ita menggoda Ayda yang tengah memperhatikan Fatur.
"Apa sih teh Ita," Ayda mengerucutkan bibirnya.
"Cemburu berarti cinta." Ita makin senang melancarkan jurusnya.
"Ayo!" Tiba-tiba Fatur sudah mendahului berjalan di depan mereka.
Huaaa ...!
Ita cekikikan melihat Ayda salah tingkah.
Sesampainya di klinik. Ayda pamit untuk pulang. Fatur memperhatikan gadis itu mengayuh sepeda sampai memasuki jalan raya. Matanya berkilat saat menangkap dari arah kanan melesat sebuah motor
"Aydaaa ...!" Secepat kilat Fatur berlari ke arah Ayda.
"Aaaa ...!"
Brakkk!
"Awww!" pekik Ayda.
Teriakan Fatur membuat sadar akan motor yang melesat menuju ke arahnya. Untuk menghindari tabrakan, gadis itu membantingkan sepeda ke tepi jalan, hingga masuk ke selokan.
Fatur mengangkat tubuhnya dan membawa lari ke klinik. Dokter itu membaringkan tubuh Ayda di kasur. Tanpa basa basi langsung memeriksa.
Ayda meringis menahan nyeri memar dan lecet di bagian tangan dan kaki.
"Kalau di jalan lihat-lihat!"
"Jangan ceroboh, bahaya!" Sambil memeriksa, Fatur memarahi Ayda.
Ayda tak peduli dengan omelan dokter itu.
"Bagaimana mau diobati kalau di tutup!" Fatur menyingkap paksa bagian bawah baju Ayda dan mulai mengobati lecet-lecet di kaki.
Dasar galak!
"Buka tangannya!"
Selow Pak. Ayda heran kenapa orang segalak itu bisa jadi dokter. Kalau pasien jantungan bisa mati mendadak.
"Apa tubuh yang lain terasa ada lecet?" tanya Fatur memastikan.
"Gak, gak, Pak!" Ayda spontan menjawab, takut disuruh buka baju lebih.
"Ya sudah." Suaranya sedikit melunak.
"Perhatikan kiri kanan kalau mau masuk ke jalan!"
"I ... iya, Pak."
Yaelah ceramah masih lanjut ....
"Merepotkan!"
"Maaf merepotkan anda," ucap Ayda dengan wajah dongkol.
Ikhlas gak sih ...?
"Aku khawatir tahu!" Pandangan mereka beradu, ada kesungguhan di manik pekat itu. Wajah Ayda menghangat, dia menunduk malu.
Fatur berusaha meredam debar yang tiba-tiba bertamu. Kejadian yang menimpa gadis itu, sukses membuat hatinya rontok. Khawatir berlebihan muncul begitu saja.
"Diminum obatnya dan jangan kemana-mana, istirahat saja!"
"Nanti aku antar pulang!"
"Tapi ...!" Sebelum Ayda meneruskan ucapannya, Fatur sudah keluar ruangan. Tak lama, masuk Ita dan Ani.
"Aduh Ay, aku takut banget!" Mereka langsung memeluk Ayda.
"Cuma memar dan lecet, kok," tukas Ayda. Ani keluar lagi untuk membereskan tugasnya.
"Ini dari pengendara motor itu." Ita menyerahkan beberapa lembaran merah.
"Dia gak salah, kok. Kenapa ngasih uang?"
"Dia minta maaf, karena ngebut, kamu jadi membanting sepeda. Tapi dia cuma punya segitu katanya."
Fatur masuk kembali lima belas menit kemudian. Dia menyerahkan dua box nasi untuk Ayda dan Ita.
"Makan dulu!"
"Ini dari penyuluhan, ada namanya disitu!" Fatur menyodorkan dua amplop putih bertuliskan nama dua gadis itu.
"Makasih, Pak," ucap Ita.
"Teh Ita, temenin naik mobil pak Fatur, ya. Motornya di bawa teh Ani aja ke rumahku. Plis!"
"Gak aah, nanti ganggu yang kencan," goda Ita.
"Mulai deh." Ayda mendelik.
"Eh neng, hati-hati loh, nanti kesengsem beneran." Ita cekikian. Ayda mencubit lengan temannya gemas.
Fatur dan Ita mengantarkan Ayda pulang ke rumah. Sesampainya di sana, ibu nampak syok melihat putrinya berjalan terseok.
"Terimakasih Pak dokter atas bantuannya." ucap Irma, tangannya sesekali mengusap sudut mata yang sudah basah.
"Iya, sudah kewajiban saya, Bu," ucap Fatur lembut.
Diiih lembut banget, ke gua aja galak ....
"Ay, aku pulang dulu, cepat sembuh, ya. Bu, pamit, Pak dokter saya duluan," ucap Ita.
Selepas kepergian Ita, di ruangan kini tinggal mereka berdua. Ibu harus melayani pembeli di warung.
"Sudah baikan?" Fatur memecahkan kebisuan
"Iya, Alhamdulillah." Ayda mendadak grogi duduk berhadapan dengan Fatur.
"Pak, makasih, ya," ucapnya lirih.
Ayda memberanikan diri memandang Fatur. Terlihat segaris senyum di sana. Serasa mimpi melihat seukir senyum setelah empat bulan berwajah datar. Gadis itu mengucek mata untuk memastikan bahwa yang dilihat, nyata. Sesaat, ada desir halus di dada.
Etdah, cakep bener, ya. Istigfar Ay ....
"Assalamualaikum!" Kegugupan keduanya dibuyarkan oleh ucapan salam yang terdengar dari arah depan.
"Waalaikumsalam! Eh, Pak guru, tumben," sambut Ibu ramah.
"Ayda ada, Bu?"
"Ada, mari masuk," ajak ibu hangat.
"Ini, ada cemilan dikit, Bu." Zul menyodorkan sekantung kue.
"Aduh, gak usah repot-repot," tukas Ibu.
Zul masuk ke dalam rumah. Melihat pemandangan di dalam sana, hatinya rasa panas.
"Pak Zul!" seru Ayda.
"Oh ya, kenalkan ini pak dokter Fatur. Pak, ini pak guru Zulfikar."
Keduanya berjabat tangan dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Selamat, ya Ayda. Kamu lolos dua puluh besar!" ucap Zul antusias.
"Alhamdulillah," lirih Ayda.
Fatur terdiam mendengar obrolan kedua orang di depannya. Entah kenapa enggan beranjak meninggalkan mereka, meski tak ada lagi alasan dirinya di sini.
Zul pamit karena ada urusan penting di luar. Meski berat meninggalkan Ayda dan dokter itu, dia tak punya pilihan.
"Jangan terlalu dekat dengan guru itu!" ucap Fatur mengintimidasi.
Eh ....
"Dia itu pria, nanti ada skandal guru murid, bahaya!"
Napa sih ni orang …?
"Istirahat yang banyak, saya pulang dulu. Besok saya kesini lagi untuk memastikan kamu sudah pulih apa belum!"
Haaah …!
Peserta yang hadir mayoritas berwajah serius. Maklumlah orang-orang pinter yang terbiasa berkutat dengan buku dan rumus. Antusiasme mereka pada pelajaran terlihat tinggi. Seandainya orang-orang jenius semacam ini di berikan kesempatan mengembangkan potensi, tentu kemajuan intelektual di masa depan bukan hanya mimpi. Sayangnya orang-orang seperti mereka kadang malah tersisih. Terlibas oleh profesi yang tak memerlukan kecerdasan.
Tak sia-sia digojlok pak Zul, Ayda dan Rendi belum mengalami kesulitan pada babak pertama. Soal-soal pada babak ini mencakup program linear, matriks, fungsi komposisi dan fungsi invers, trigonometri, statistika, turunan dan integral.
“Alhamdulillah!” Aida bisa bernafas lega. Bebannya sedikit meringan. Beberapa hari bisa lebih santai. Keinginannya kali ini adalah istirahat.
“Makan dulu, yuk!” Zul mengajak Ayda dan Rendy makan di restoran padang. Saking lapar, Ayda makan begitu lahap. Guru muda itu hampir tertawa melihatnya. Gadis itu memang cuek, gak jaim. Mungkin itulah yang membuatnya terpikat.
“Laper apa hoby, non?“ goda Rendi. Ayda hanya tertawa.
“Besok kamu libur, kan? Kamu dan teh Ita Ikut saya, ada penyuluhan demam berdarah di aula kelurahan!”
“Tapi Pak!”
“Besok kesini dulu jam tujuh untuk briefing!”
Tanpa menunggu kata iya, Fatur bergegas menaiki mobil. Ayda menghela nafas berat. Harapannya untuk istirahat kandas sudah.
Jam tujuh kurang, Ayda mengayuh sepeda dengan malas. Seandainya bisa memilih, ingin di rumah saja. Rebahan, menenangkan badan dan pikiran. Tapi, dokter sadis itu menyuruhnya ikut penyuluhan.
Hhhh! Merepotkan!
“Ay, kenapa telat, suamimu nguambek, tuh!”
“Bodo!”
“Deuh yang lagi berantem, bentar juga baikan!” Ita cekikikan. Ayda sudah kebal dengan godaan mereka. Dia cuek saja menghadapinya.
“Masuk!“ Dokter plat itu tanpa basa basi menyuruh mereka masuk ke ruang serbaguna klinik untuk briefing penyuluhan.
Penyuluhan kali ini dilakukan pada warga kelurahan Mayasari. Pasalnya di kelurahan ini sedang mewabah penyakit demam berdarah. Diharapkan para peserta dapat bergotong royong memberantas penyakit ini.
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk. Demam berdarah sejenis Aedes Aegypti.
Gejala demam berdarah diawali demam tinggi selama 4 hingga 7 hari setelah digigit oleh nyamuk yang terinfeksi virus. Sakit kepala hebat. Nyeri pada bagian belakang mata. Nyeri otot dan sendi parah. Mual dan muntah. Ruam di seluruh tubuh.
Untuk pengobatan pasien diharuskan banyak istirahat, minum banyak cairan, minum obat untuk menurunkan demam. Paracetamol dapat meringankan rasa sakit dan menurunkan demam. Untuk kasus yang lebih serius, demam berdarah dapat menyebabkan shock atau hemorrhagic fever yang memerlukan perhatian medis lebih.
Demam berdarah dapat dicegah dengan tiga langkah. Pertama, vaksin dengue pada anak berusia 9-16 tahun. Kedua dengan fogging atau pengasapan insektisida untuk membunuh jentik nyamuk. Ketiga menjaga lingkungan dengan membersihkan dan menutup rapat penampungan air, mengubur atau mendaur ulang benda-benda yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Selain itu membersihkan got-got dari sampah yang membuat air tergenang juga penting sekali.
Penyuluhan selesai pukul dua belas. Meski sudah selesai, Fatur masih saja dikerubungi kaum hawa. Entah benar-benar bertanya atau hanya curi perhatian saja.
"Cemburu, yaa." Ita menggoda Ayda yang tengah memperhatikan Fatur.
"Apa sih teh Ita," Ayda mengerucutkan bibirnya.
"Cemburu berarti cinta." Ita makin senang melancarkan jurusnya.
"Ayo!" Tiba-tiba Fatur sudah mendahului berjalan di depan mereka.
Huaaa ...!
Ita cekikikan melihat Ayda salah tingkah.
Sesampainya di klinik. Ayda pamit untuk pulang. Fatur memperhatikan gadis itu mengayuh sepeda sampai memasuki jalan raya. Matanya berkilat saat menangkap dari arah kanan melesat sebuah motor
"Aydaaa ...!" Secepat kilat Fatur berlari ke arah Ayda.
"Aaaa ...!"
Brakkk!
"Awww!" pekik Ayda.
Teriakan Fatur membuat sadar akan motor yang melesat menuju ke arahnya. Untuk menghindari tabrakan, gadis itu membantingkan sepeda ke tepi jalan, hingga masuk ke selokan.
Fatur mengangkat tubuhnya dan membawa lari ke klinik. Dokter itu membaringkan tubuh Ayda di kasur. Tanpa basa basi langsung memeriksa.
Ayda meringis menahan nyeri memar dan lecet di bagian tangan dan kaki.
"Kalau di jalan lihat-lihat!"
"Jangan ceroboh, bahaya!" Sambil memeriksa, Fatur memarahi Ayda.
Ayda tak peduli dengan omelan dokter itu.
"Bagaimana mau diobati kalau di tutup!" Fatur menyingkap paksa bagian bawah baju Ayda dan mulai mengobati lecet-lecet di kaki.
Dasar galak!
"Buka tangannya!"
Selow Pak. Ayda heran kenapa orang segalak itu bisa jadi dokter. Kalau pasien jantungan bisa mati mendadak.
"Apa tubuh yang lain terasa ada lecet?" tanya Fatur memastikan.
"Gak, gak, Pak!" Ayda spontan menjawab, takut disuruh buka baju lebih.
"Ya sudah." Suaranya sedikit melunak.
"Perhatikan kiri kanan kalau mau masuk ke jalan!"
"I ... iya, Pak."
Yaelah ceramah masih lanjut ....
"Merepotkan!"
"Maaf merepotkan anda," ucap Ayda dengan wajah dongkol.
Ikhlas gak sih ...?
"Aku khawatir tahu!" Pandangan mereka beradu, ada kesungguhan di manik pekat itu. Wajah Ayda menghangat, dia menunduk malu.
Fatur berusaha meredam debar yang tiba-tiba bertamu. Kejadian yang menimpa gadis itu, sukses membuat hatinya rontok. Khawatir berlebihan muncul begitu saja.
"Diminum obatnya dan jangan kemana-mana, istirahat saja!"
"Nanti aku antar pulang!"
"Tapi ...!" Sebelum Ayda meneruskan ucapannya, Fatur sudah keluar ruangan. Tak lama, masuk Ita dan Ani.
"Aduh Ay, aku takut banget!" Mereka langsung memeluk Ayda.
"Cuma memar dan lecet, kok," tukas Ayda. Ani keluar lagi untuk membereskan tugasnya.
"Ini dari pengendara motor itu." Ita menyerahkan beberapa lembaran merah.
"Dia gak salah, kok. Kenapa ngasih uang?"
"Dia minta maaf, karena ngebut, kamu jadi membanting sepeda. Tapi dia cuma punya segitu katanya."
Fatur masuk kembali lima belas menit kemudian. Dia menyerahkan dua box nasi untuk Ayda dan Ita.
"Makan dulu!"
"Ini dari penyuluhan, ada namanya disitu!" Fatur menyodorkan dua amplop putih bertuliskan nama dua gadis itu.
"Makasih, Pak," ucap Ita.
"Teh Ita, temenin naik mobil pak Fatur, ya. Motornya di bawa teh Ani aja ke rumahku. Plis!"
"Gak aah, nanti ganggu yang kencan," goda Ita.
"Mulai deh." Ayda mendelik.
"Eh neng, hati-hati loh, nanti kesengsem beneran." Ita cekikian. Ayda mencubit lengan temannya gemas.
Fatur dan Ita mengantarkan Ayda pulang ke rumah. Sesampainya di sana, ibu nampak syok melihat putrinya berjalan terseok.
"Terimakasih Pak dokter atas bantuannya." ucap Irma, tangannya sesekali mengusap sudut mata yang sudah basah.
"Iya, sudah kewajiban saya, Bu," ucap Fatur lembut.
Diiih lembut banget, ke gua aja galak ....
"Ay, aku pulang dulu, cepat sembuh, ya. Bu, pamit, Pak dokter saya duluan," ucap Ita.
Selepas kepergian Ita, di ruangan kini tinggal mereka berdua. Ibu harus melayani pembeli di warung.
"Sudah baikan?" Fatur memecahkan kebisuan
"Iya, Alhamdulillah." Ayda mendadak grogi duduk berhadapan dengan Fatur.
"Pak, makasih, ya," ucapnya lirih.
Ayda memberanikan diri memandang Fatur. Terlihat segaris senyum di sana. Serasa mimpi melihat seukir senyum setelah empat bulan berwajah datar. Gadis itu mengucek mata untuk memastikan bahwa yang dilihat, nyata. Sesaat, ada desir halus di dada.
Etdah, cakep bener, ya. Istigfar Ay ....
"Assalamualaikum!" Kegugupan keduanya dibuyarkan oleh ucapan salam yang terdengar dari arah depan.
"Waalaikumsalam! Eh, Pak guru, tumben," sambut Ibu ramah.
"Ayda ada, Bu?"
"Ada, mari masuk," ajak ibu hangat.
"Ini, ada cemilan dikit, Bu." Zul menyodorkan sekantung kue.
"Aduh, gak usah repot-repot," tukas Ibu.
Zul masuk ke dalam rumah. Melihat pemandangan di dalam sana, hatinya rasa panas.
"Pak Zul!" seru Ayda.
"Oh ya, kenalkan ini pak dokter Fatur. Pak, ini pak guru Zulfikar."
Keduanya berjabat tangan dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Selamat, ya Ayda. Kamu lolos dua puluh besar!" ucap Zul antusias.
"Alhamdulillah," lirih Ayda.
Fatur terdiam mendengar obrolan kedua orang di depannya. Entah kenapa enggan beranjak meninggalkan mereka, meski tak ada lagi alasan dirinya di sini.
Zul pamit karena ada urusan penting di luar. Meski berat meninggalkan Ayda dan dokter itu, dia tak punya pilihan.
"Jangan terlalu dekat dengan guru itu!" ucap Fatur mengintimidasi.
Eh ....
"Dia itu pria, nanti ada skandal guru murid, bahaya!"
Napa sih ni orang …?
"Istirahat yang banyak, saya pulang dulu. Besok saya kesini lagi untuk memastikan kamu sudah pulih apa belum!"
Haaah …!
==========
#2b-
"Sudah makan?” tanya Fatur datar.
“Sudah,” jawab Ayda.
“Sudah minum obat?”
“Iya?”
Ayda mengajaknya ngobrol di ruang yang langsung terhubung dengan warung. Dia tak mau berduaan di tempat sepi dengan pria yang bukan mahromnya. Di ruang ini Ibu bisa melihat bahkan mendengar langsung obrolan mereka.
Kata pak ustadz di kampungnya, laki-laki dan perempuan itu tak boleh berduaan di tempat sepi, khalwat namanya. Setan tak kan menyerah memprovokasi manusia hingga mereka masuk perangkap Zina.
Banyak fakta, akibat bersepi-sepian, kebablasan. Ujungnya hamil diluar nikah. Lebih parah, karena tak siap jadi orangtua, aborsi jalan pintas berikutnya.
“Masih sakit?”
“Sedikit.”
Nih nengok apa wawancara seh, kaku banget!
“Pak dokter, diminum tehnya! Di sini mah apa atuh, ya. Cuma ada makanan kampung,” ucap ibu ramah.
Irma menghidangkan teh manis dan pisang goreng.
“Gak usah repot-repot, Bu. Terima kasih atas jamuannya,” ucap Fatur lembut.
Ramah beud, modus ngejar anaknya, eaa!
“Kenapa kamu ikut olimpiade matematika?“ tanya Fatur setelah Irma kembali ke warung.
“Pengen aja,” jawab Ayda cuek.
“Gadis aneh!” Fatur mendengus kesal.
Biarin …!
“Aku tertarik sama hadiahnya. Beasiswa kuliah kemana aja,” ucap Ayda serius.
“Terus ….“
“Apa?”
“Pengen terkenal … hehehe!”
“Yang serius kalau bicara!“
Hiy ngambek!
“Serius lah, pengen masuk tivi.” Ayda cekikikan.
“Sekali-kali seleb ilmuwan yang tampil napa, jangan seleb napi doang,” tukas Ayda.
Fatur menahan nafas. Gadis itu memang pintar berkilah. Dia menyesap teh manis hangat yang dihidangkan. Wangi teh berpadu melati menguar mengalirkan sensasi tersendiri. Minuman ini adalah favoritnya sejak kecil. Hampir setiap hari harus bisa menikmati.
Tanpa sadar, Ayda memperhatikan gaya minum Fatur. Dalam posisi apapun, pria itu memang enak dipandang. Sayangnya terlalu jutek, kadang malah menyebalkan. Bicaranya juga kaku, persis wawancara dan interogasi.
Ish! Ayda memalingkan pandangan.
“Kamu mau ngambil kuliah apa?” tanya Fatur setelah meletakkan cangkir berisi teh manis.
“Apa ya.” Ayda sedikit kikuk ditanya saat asyik melamunkan orang itu.
“Apa?” Fatur memicingkan mata melihat reaksi gadis di depannya.
“Kedokteran, kayak Bapak, keren.” Ayda mengacungkan dua jempolnya.
“Saya emang keren,“ canda Fatur.
Garing …!
“Narsis!”
“Yang keren kuliahnya, bukan Bapak,” tambah Ayda.
Boong dink, Bapak juga keyeen!
“Dasar kamu!“ Ayda tertawa lepas. Fatur tertegun melihat tawa indah di depannya. Empat bulan bersama, membuatnya terbiasa dengan senyum, tawa dan gaya cuek gadis itu. Perlahan tapi pasti semua tentang dia mulai melukis warna baru di hatinya.
“Kalau masuk sepuluh besar, saya kasih hadiah sebagai apresiasi prestasimu.” Fatur tahu gadis itu punya harga diri yang tinggi. Tak mungkin menerima pemberian begitu saja. Momen ini harus dia manfaatkan untuk memberi sesuatu yang terlihat sangat dibutuhkannya.
“Waaah, beneran?” Mata Ayda berbinar.
“Iya,” jawabnya tegas.
Mentahnya aja, Pak! Istigfar, Ayda!
Ibu memperhatikan Ayda dan Fatur dari arah warung. Apa yang dia saksikan hari ini, mengingatkannya pada masa lalu. Kisah gadis lugu dan dokter pengecut. Kekhawatiran akan terulang kembali sejarah kelam mencuat di hati. Meski belum tentu garis takdir akan sama dengan putrinya. Tetap saja dia was-was.
***
.
“Ay, bantuin urus obat sini!“ Ani memanggil Ayda. Hari ini salah satu apoteker tidak masuk karena sakit.
Dengan petunjuk Ani, Ayda memasukkan empat obat antibiotik untuk penyakit TBC ke dalam plastik khusus obat. Isoniazid, Rifampicin, Pirazinamid dan Etambhutol.
“Kenapa kesini berobatnya, di puskesmas kan ada, gratis lagi.” tanya Ayda.
“Gak mau ngantri katanya, sekalian cuci mata kali.” Ani cekikan.
“Yeeey!” Ayda mengerucutkan bibirnya.
“Dih gak usah secemburu gitu kali, posesif bingit, resiko punya suami ganteng, Ay,” goda Ani.
“Au, ah!” Kalau diladeni bisa panjang ceritanya.
“Serem, ya. Udah obat banyak, lama lagi pengobatannya.”
“Iya, karena bakterinya ganas,” jelas Ani.
TBC atau flek paru adalah gangguan pernapasan kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditularkan melalui saluran udara. Selain paru-paru, TBC bisa juga menyebar ke tulang, kelenjar getah bening, sistem saraf pusat, jantung, dan organ lainnya.
Kuman yang keluar dari batuk pengidap TBC dapat bertahan di udara lembap, gelap dan dingin berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Sedangkan kuman yang terpapar sinar ultraviolet langsung akan mati dalam beberapa menit.
Orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah biasanya cenderung lebih mudah terinfeksi. Lansia, orang dengan HIV atau AIDS, penderita kanker, diabetes, ginjal, dan penyakit autoimun lainnya berisiko lebih tinggi untuk terinfeksi TBC karena sistem imunnya tidak mampu melawan pertumbuhan bakteri.
Gejala penyakit ini biasanya demam yang tidak terlalu tinggi lebih dari 3 minggu. Batuk berdahak, sesak napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat di malam hari meski tidak kegerahan, nyeri otot.
Pemeriksaan penyakit ini bisa melalu serangkaian tes. Yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan dahak SPS dan radiologi.
Pengobatan TB menggunakan kombinasi 3-4 antibiotik yang terdiri dari 2 fase dan biasanya berlangsung selama 6-9 bulan. Pengobatan harus tuntas agar bakteri benar-benar mati.
Setelah selesai membantu Ani, Ayda tiba-tiba teringat buku pinknya yang hilang.
“Teh, liat buku pink aku, gak?” tanya Ayda.
“Gak, Ay,“ jawab Ani.
“Aduh di mana ya, yang lain juga gak liat,” keluh Ayda.
“Ay, udah belum, balik lagi, yuk!” Ita datang menghampiri mereka. Ayda segera meninggalkan ruang obat dan kembali ke mejanya.
“Tuh, kasihin dulu data ke ayank!” perintah Ita.
“Ayank koplak!” sahut Ayda sambil mengambil data. Dia menyimpannya di meja Fatur.
“Pak, ennng!”
“Apa?”
“Mmmm.”
“Kamu sariawan?”
Jiaah kayak iklan!
“Gak, deh?” Ayda segera membalikkan badan.
“Kamu nyari ini?” Ayda penasaran dan memutarkan kembali badan. Matanya membesar melihat Fatur memegang buku pink yang dicari.
“Kok, ada di Bapak, sih?”
“Jangan ceroboh, periksa dulu baik-baik tas sebelum pergi. Pastikan tak ada yang tertinggal!”
Ceramah lagi deh … sabar, Ay.
“Iya, Pak. Makasih,” jawab Ayda dengan gaya imutnya.
“Pak, mmmm!”
“Apa lagi?!”
Kaget hadeuh! Telinga gue masih normal woy!
Ayda ingin memastikan apakah Fatur tidak membuka satu lembar pun. Pasalnya itu berisi curahan hati setiap hari. Gawat kalau ada yang baca. Apalagi dokter ganteng di depannya.
“Kamu mau nemenin saya di sini,” ucap Fatur.
“Astagfirullah!” Ayda kaget setengah mati mendapati pria itu sudah berdiri di depannya.
“Ba … bapak mau apa?” tanya Ayda gugup.
“Ke toilet! Mau ikut?” Fatur segera melangkah pergi keluar ruangan. Wajah Ayda memerah seketika.
Huaaa … malu gua!
Setelah Fatur keluar, dia segera kembali ke ruang registrasi. “Tuh, ada buku pinknya. Eh, jangan bilang itu di …!“ Ayda mengangguk pasrah.
“Oh nooo! Kalian emang jodoh kayaknya. Selalu dan selalu saling terkait.” Ita bicara bak pujangga.
“Lebay!” Ayda pura-pura cuek padahal hatinya dagdigdug.
“Deuh yang lagi love.” Ita cekikikan. Ayda mencubit lengan temannya.
“Diiih, merah mukanya!”
“Teh Itaaa!”
***
“Hari ini kita akan membahas aplikasi trigonometri pada berbagai bidang kehidupan,” ucap Zul.
Trigonometri ialah satu cabang matematika yang berkenaan dengan sudut, segi tiga, dan fungsi trigonometri seperti sinus, kosinus dan tangen.
Trigonometri dapat digunakan untuk menemukan jarak dari pantai ke suatu titik di laut. Mencari ketinggian menara dan pegunungan. Menghitung ketinggian gelombang air laut. Mengukur ketinggian suatu pohon. Menemukan jarak antara benda-benda angkasa.
Trigonometri juga bisa digunakan untuk menentukan berapa gradient tertinggi dari suatu tanjakan di jalan umum di pegunungan, agar semua kendaraan dapat melewatinya
Trigonometri menemukan penggunaannya yang sempurna pada aprsitektur modern. Kurva-kurva nan indah pada permukaan baja, bebatuan, kayu, dan lain-lain dapat diwujudkan karena potensi yang besar dari ilmu ini.Teknologi pencitraan dari komputer dapat digunakan dalam dunia kedokteran secara luar biasa untuk menemukan sumber beberapa penyakit ganas.
Selama dua minggu, Ayda harus menjalani bimbingan matematika kembali. Pada babak dua puluh besar, peserta akan tes tulis dan tes lisan. Materi yang diujikan lebih bersifat aplikasi matematika pada berbagai bidang kehidupan.
Pemenang olimpiade akan mendapatkan beasiswa kuliah kemanapun sampai lulus. Sekaligus menjadi perwakilan negara ke olimpiade matematika dunia.
“Pelaksanaannya dua hari. Jadi, peserta akan menginap di tempat yang sudah disiapkan,” ucap Zul.
“Saya berangkat sama siapa?”
“Sama saya dan bu Lia. Tapi kami hanya mengantar untuk urusan administrasi. Setelah itu harus pulang,” jawab Zul.
“Berarti saya harus izin kerja dua hari, ya.” ucap Ayda. Zul mengangguk.
“Ayda dekat ya, sama dokter Fatur?” Zul bertanya dengan suara agak berat. Ayda tak bisa menyembunyikan kekagetan atas pertanyaan itu.
“Maksud Bapak?”
“Apa dokter sering ke rumah Ayda?” Kali ini suara Zul semakin berat.
Kepo, ih!
“Gak juga, emangnya ada apa ya, Pak?”
“Ayda kan masih sekolah, jangan terlalu dekat dengan laki-laki dewasa. Apalagi belum diketahui seperti apa latar belakangnya. Bagaimana kalau dia bukan orang baik, bahaya loh,” terang Zul. Ayda manggut-manggut antara bingung dan mengiyakan.
“Kayaknya Pak Fatur bukan orang jahat deh. Yaah, walaupun dia itu jutek, galak, nyebelin, tapi …!” Ayda menutup mulutnya ingin tertawa.
“Tapi apa?” Zul penasaran berat. Hatinya berdebar cemas.
“Baik,” tutur Ayda.
“Syukur kalau begitu. Bapak hanya khawatir sama kamu,” kilah Zul.
“Tenang aja, Pak. Saya bisa jaga diri. Makasih udah merhatiin saya.” ucap Ayda tulus dan polos.
Zul sekilas mampu menangkap binar bahagia di mata Ayda saat menceritakan Fatur. Namun, dia masih bisa lega bahwa muridnya tak punya hubungan khusus dengan dokter yang diakuinya berdaya tarik tinggi.
“Sudah minum obat?”
“Iya?”
Ayda mengajaknya ngobrol di ruang yang langsung terhubung dengan warung. Dia tak mau berduaan di tempat sepi dengan pria yang bukan mahromnya. Di ruang ini Ibu bisa melihat bahkan mendengar langsung obrolan mereka.
Kata pak ustadz di kampungnya, laki-laki dan perempuan itu tak boleh berduaan di tempat sepi, khalwat namanya. Setan tak kan menyerah memprovokasi manusia hingga mereka masuk perangkap Zina.
Banyak fakta, akibat bersepi-sepian, kebablasan. Ujungnya hamil diluar nikah. Lebih parah, karena tak siap jadi orangtua, aborsi jalan pintas berikutnya.
“Masih sakit?”
“Sedikit.”
Nih nengok apa wawancara seh, kaku banget!
“Pak dokter, diminum tehnya! Di sini mah apa atuh, ya. Cuma ada makanan kampung,” ucap ibu ramah.
Irma menghidangkan teh manis dan pisang goreng.
“Gak usah repot-repot, Bu. Terima kasih atas jamuannya,” ucap Fatur lembut.
Ramah beud, modus ngejar anaknya, eaa!
“Kenapa kamu ikut olimpiade matematika?“ tanya Fatur setelah Irma kembali ke warung.
“Pengen aja,” jawab Ayda cuek.
“Gadis aneh!” Fatur mendengus kesal.
Biarin …!
“Aku tertarik sama hadiahnya. Beasiswa kuliah kemana aja,” ucap Ayda serius.
“Terus ….“
“Apa?”
“Pengen terkenal … hehehe!”
“Yang serius kalau bicara!“
Hiy ngambek!
“Serius lah, pengen masuk tivi.” Ayda cekikikan.
“Sekali-kali seleb ilmuwan yang tampil napa, jangan seleb napi doang,” tukas Ayda.
Fatur menahan nafas. Gadis itu memang pintar berkilah. Dia menyesap teh manis hangat yang dihidangkan. Wangi teh berpadu melati menguar mengalirkan sensasi tersendiri. Minuman ini adalah favoritnya sejak kecil. Hampir setiap hari harus bisa menikmati.
Tanpa sadar, Ayda memperhatikan gaya minum Fatur. Dalam posisi apapun, pria itu memang enak dipandang. Sayangnya terlalu jutek, kadang malah menyebalkan. Bicaranya juga kaku, persis wawancara dan interogasi.
Ish! Ayda memalingkan pandangan.
“Kamu mau ngambil kuliah apa?” tanya Fatur setelah meletakkan cangkir berisi teh manis.
“Apa ya.” Ayda sedikit kikuk ditanya saat asyik melamunkan orang itu.
“Apa?” Fatur memicingkan mata melihat reaksi gadis di depannya.
“Kedokteran, kayak Bapak, keren.” Ayda mengacungkan dua jempolnya.
“Saya emang keren,“ canda Fatur.
Garing …!
“Narsis!”
“Yang keren kuliahnya, bukan Bapak,” tambah Ayda.
Boong dink, Bapak juga keyeen!
“Dasar kamu!“ Ayda tertawa lepas. Fatur tertegun melihat tawa indah di depannya. Empat bulan bersama, membuatnya terbiasa dengan senyum, tawa dan gaya cuek gadis itu. Perlahan tapi pasti semua tentang dia mulai melukis warna baru di hatinya.
“Kalau masuk sepuluh besar, saya kasih hadiah sebagai apresiasi prestasimu.” Fatur tahu gadis itu punya harga diri yang tinggi. Tak mungkin menerima pemberian begitu saja. Momen ini harus dia manfaatkan untuk memberi sesuatu yang terlihat sangat dibutuhkannya.
“Waaah, beneran?” Mata Ayda berbinar.
“Iya,” jawabnya tegas.
Mentahnya aja, Pak! Istigfar, Ayda!
Ibu memperhatikan Ayda dan Fatur dari arah warung. Apa yang dia saksikan hari ini, mengingatkannya pada masa lalu. Kisah gadis lugu dan dokter pengecut. Kekhawatiran akan terulang kembali sejarah kelam mencuat di hati. Meski belum tentu garis takdir akan sama dengan putrinya. Tetap saja dia was-was.
***
.
“Ay, bantuin urus obat sini!“ Ani memanggil Ayda. Hari ini salah satu apoteker tidak masuk karena sakit.
Dengan petunjuk Ani, Ayda memasukkan empat obat antibiotik untuk penyakit TBC ke dalam plastik khusus obat. Isoniazid, Rifampicin, Pirazinamid dan Etambhutol.
“Kenapa kesini berobatnya, di puskesmas kan ada, gratis lagi.” tanya Ayda.
“Gak mau ngantri katanya, sekalian cuci mata kali.” Ani cekikan.
“Yeeey!” Ayda mengerucutkan bibirnya.
“Dih gak usah secemburu gitu kali, posesif bingit, resiko punya suami ganteng, Ay,” goda Ani.
“Au, ah!” Kalau diladeni bisa panjang ceritanya.
“Serem, ya. Udah obat banyak, lama lagi pengobatannya.”
“Iya, karena bakterinya ganas,” jelas Ani.
TBC atau flek paru adalah gangguan pernapasan kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditularkan melalui saluran udara. Selain paru-paru, TBC bisa juga menyebar ke tulang, kelenjar getah bening, sistem saraf pusat, jantung, dan organ lainnya.
Kuman yang keluar dari batuk pengidap TBC dapat bertahan di udara lembap, gelap dan dingin berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Sedangkan kuman yang terpapar sinar ultraviolet langsung akan mati dalam beberapa menit.
Orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah biasanya cenderung lebih mudah terinfeksi. Lansia, orang dengan HIV atau AIDS, penderita kanker, diabetes, ginjal, dan penyakit autoimun lainnya berisiko lebih tinggi untuk terinfeksi TBC karena sistem imunnya tidak mampu melawan pertumbuhan bakteri.
Gejala penyakit ini biasanya demam yang tidak terlalu tinggi lebih dari 3 minggu. Batuk berdahak, sesak napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat di malam hari meski tidak kegerahan, nyeri otot.
Pemeriksaan penyakit ini bisa melalu serangkaian tes. Yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan dahak SPS dan radiologi.
Pengobatan TB menggunakan kombinasi 3-4 antibiotik yang terdiri dari 2 fase dan biasanya berlangsung selama 6-9 bulan. Pengobatan harus tuntas agar bakteri benar-benar mati.
Setelah selesai membantu Ani, Ayda tiba-tiba teringat buku pinknya yang hilang.
“Teh, liat buku pink aku, gak?” tanya Ayda.
“Gak, Ay,“ jawab Ani.
“Aduh di mana ya, yang lain juga gak liat,” keluh Ayda.
“Ay, udah belum, balik lagi, yuk!” Ita datang menghampiri mereka. Ayda segera meninggalkan ruang obat dan kembali ke mejanya.
“Tuh, kasihin dulu data ke ayank!” perintah Ita.
“Ayank koplak!” sahut Ayda sambil mengambil data. Dia menyimpannya di meja Fatur.
“Pak, ennng!”
“Apa?”
“Mmmm.”
“Kamu sariawan?”
Jiaah kayak iklan!
“Gak, deh?” Ayda segera membalikkan badan.
“Kamu nyari ini?” Ayda penasaran dan memutarkan kembali badan. Matanya membesar melihat Fatur memegang buku pink yang dicari.
“Kok, ada di Bapak, sih?”
“Jangan ceroboh, periksa dulu baik-baik tas sebelum pergi. Pastikan tak ada yang tertinggal!”
Ceramah lagi deh … sabar, Ay.
“Iya, Pak. Makasih,” jawab Ayda dengan gaya imutnya.
“Pak, mmmm!”
“Apa lagi?!”
Kaget hadeuh! Telinga gue masih normal woy!
Ayda ingin memastikan apakah Fatur tidak membuka satu lembar pun. Pasalnya itu berisi curahan hati setiap hari. Gawat kalau ada yang baca. Apalagi dokter ganteng di depannya.
“Kamu mau nemenin saya di sini,” ucap Fatur.
“Astagfirullah!” Ayda kaget setengah mati mendapati pria itu sudah berdiri di depannya.
“Ba … bapak mau apa?” tanya Ayda gugup.
“Ke toilet! Mau ikut?” Fatur segera melangkah pergi keluar ruangan. Wajah Ayda memerah seketika.
Huaaa … malu gua!
Setelah Fatur keluar, dia segera kembali ke ruang registrasi. “Tuh, ada buku pinknya. Eh, jangan bilang itu di …!“ Ayda mengangguk pasrah.
“Oh nooo! Kalian emang jodoh kayaknya. Selalu dan selalu saling terkait.” Ita bicara bak pujangga.
“Lebay!” Ayda pura-pura cuek padahal hatinya dagdigdug.
“Deuh yang lagi love.” Ita cekikikan. Ayda mencubit lengan temannya.
“Diiih, merah mukanya!”
“Teh Itaaa!”
***
“Hari ini kita akan membahas aplikasi trigonometri pada berbagai bidang kehidupan,” ucap Zul.
Trigonometri ialah satu cabang matematika yang berkenaan dengan sudut, segi tiga, dan fungsi trigonometri seperti sinus, kosinus dan tangen.
Trigonometri dapat digunakan untuk menemukan jarak dari pantai ke suatu titik di laut. Mencari ketinggian menara dan pegunungan. Menghitung ketinggian gelombang air laut. Mengukur ketinggian suatu pohon. Menemukan jarak antara benda-benda angkasa.
Trigonometri juga bisa digunakan untuk menentukan berapa gradient tertinggi dari suatu tanjakan di jalan umum di pegunungan, agar semua kendaraan dapat melewatinya
Trigonometri menemukan penggunaannya yang sempurna pada aprsitektur modern. Kurva-kurva nan indah pada permukaan baja, bebatuan, kayu, dan lain-lain dapat diwujudkan karena potensi yang besar dari ilmu ini.Teknologi pencitraan dari komputer dapat digunakan dalam dunia kedokteran secara luar biasa untuk menemukan sumber beberapa penyakit ganas.
Selama dua minggu, Ayda harus menjalani bimbingan matematika kembali. Pada babak dua puluh besar, peserta akan tes tulis dan tes lisan. Materi yang diujikan lebih bersifat aplikasi matematika pada berbagai bidang kehidupan.
Pemenang olimpiade akan mendapatkan beasiswa kuliah kemanapun sampai lulus. Sekaligus menjadi perwakilan negara ke olimpiade matematika dunia.
“Pelaksanaannya dua hari. Jadi, peserta akan menginap di tempat yang sudah disiapkan,” ucap Zul.
“Saya berangkat sama siapa?”
“Sama saya dan bu Lia. Tapi kami hanya mengantar untuk urusan administrasi. Setelah itu harus pulang,” jawab Zul.
“Berarti saya harus izin kerja dua hari, ya.” ucap Ayda. Zul mengangguk.
“Ayda dekat ya, sama dokter Fatur?” Zul bertanya dengan suara agak berat. Ayda tak bisa menyembunyikan kekagetan atas pertanyaan itu.
“Maksud Bapak?”
“Apa dokter sering ke rumah Ayda?” Kali ini suara Zul semakin berat.
Kepo, ih!
“Gak juga, emangnya ada apa ya, Pak?”
“Ayda kan masih sekolah, jangan terlalu dekat dengan laki-laki dewasa. Apalagi belum diketahui seperti apa latar belakangnya. Bagaimana kalau dia bukan orang baik, bahaya loh,” terang Zul. Ayda manggut-manggut antara bingung dan mengiyakan.
“Kayaknya Pak Fatur bukan orang jahat deh. Yaah, walaupun dia itu jutek, galak, nyebelin, tapi …!” Ayda menutup mulutnya ingin tertawa.
“Tapi apa?” Zul penasaran berat. Hatinya berdebar cemas.
“Baik,” tutur Ayda.
“Syukur kalau begitu. Bapak hanya khawatir sama kamu,” kilah Zul.
“Tenang aja, Pak. Saya bisa jaga diri. Makasih udah merhatiin saya.” ucap Ayda tulus dan polos.
Zul sekilas mampu menangkap binar bahagia di mata Ayda saat menceritakan Fatur. Namun, dia masih bisa lega bahwa muridnya tak punya hubungan khusus dengan dokter yang diakuinya berdaya tarik tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel