Tapi Kristin kesal karena menelpon Mery tidak juga diangkat. Ia hanya punya nomornya Mery. Menelpon Bagas apa lagi. Tampaknya ponselnya mati atau rusak, entahlah. Kristin kemudian pulang. Hari itu ayahnya tidak kekantor, jadi Kristin harus pulang supaya bisa menemui ayahnya.
Tapi sesampai dirumah ternyata ayahnya tidak ada. Mamanya bingung melihat Kristin juga kelihatan bingung.
"Ada apa Kris? Papa sedang ketemu dengan kawan bisnisnya, harusnya kamu tahu karena pertemuannya ada di kantor. Apa papa tidak menghubungi kamu ?"
"Tidak ma.."
"Mengapa kamu bingung mencari papa sedangkan papa ada dikantor?"
"Kristin baru selesai makan siang diwarung, tadi papa tidak ada dikantor."
"Belum lama papamu pergi."
"Oh..."
"Jangan menelpon papa, karena papa sedang sibuk."
"Aduuh.. "
"Ada apa sih Kris?"
"Bagas sakit ma.."
"Astaga... Bagas sakit dan kamu ribut seperti cacing kepanasan?"
"Bagas kecelakaan di Salatiga ma.."
"Oh..." sekarang bu Suryo baru terkejut.
"Kamu mau mengajak papa ke Salatiga? Tidak mungkin Kris, papa lagi bicara penting. Ini so'al kerjasama perusahaan. Papa akan marah nanti sama kamu karena kamu tidak ada di kantor."
"Kristin mau minta ma'af nanti, barangkali tadi menelpon Kristin, tapi Kristin lagi sibuk menelpon Bagas dan mbak Mery, dan tidak ada jawaban."
"Lalu kamu mencari papa mau ngapain?"
"Minta nomornya om Darmono."
"Astaga... kalau nomornya Darmono mama juga punya..."
"Mama punya ? Mana ma, Kristin minta.."
"Hm... anak ini.. ada tugas yang lebih penting malah mikirin orang lain.."
"Ma, Bagas kecelakaan ma.. Kristin harus tahu keadaannya.."
"Baiklah, ini... catat saja disitu..."
Kristin mencatat nomor itu lalu menelpon pak Darmono..
"Aduuh, kok nggak diangkat ya ma.."
"Mungkin lagi ngurusin yang sakit. Kapan kejadiannya?"
"Itulah ma, Kristin nggak jelas.. tadi cuma pelayan warungnya mbak Mery yang kasih tahu, tapi dia hanya tahu bahwa Bagas kecelakaan dan mbak Mery ada disana."
"Ditunggu saja dulu Kris, dicoba sebentar lagi. Jangan panik begitu kenapa?"
***
Bagas sedang diperiksa dokter lagi, karena pusingnya nggak hilang-hilang. Pak Darmono berdebar menunggu apa kata dokter.
"Tidak apa-apa.. memang begitu kalau gegar otak.. tapi lumayan sudah nggak lagi muntah-muntah."
"Jadi tidak menghawatirkan ya dok?"
"Tidak.. bapak harus bersabar."
Pak Darmono kembali duduk disamping Bagas, yang terbaring lemah. Disisi lainnya, simbok mengelus-elus kaki Bagas sambil terus menatap momongannya yang lebih sering memejamkan matanya."
"Tadi mau makan timlonya simbok, tapi lalu bilang mual.." kata simbok.
"Iya, dokter memang bilang.. kadang masih mual dan pusing, tapi nanti akan sembuh kok mbok."
"Iya, pak.. simbok juga berharap demikian."
"Kamu lapar nggak mbok?"
"Lapar tapi ya nggak apa-apa pak, prihatin sakitnya mas Bagas.. nggak makan juga nggak apa-apa."
"Jangan begitu mbok, kamu tunggu saja disini, biar aku beli makan keluar."
"Ini pak, tadi.. suaminya bu Mery yang ganteng itu ngasih uang sama simbok, katanya buat beli makan."
"O, ya sudah, kamu bawa saja itu, barangkali kamu kepengin beli makanan nanti. Sekarang aku mau keluar dulu. Tapi kalau kamu mau, itu tadi Basuki membawa roti macam-macam, makan saja mbok, tawarkan Bagas barangkali dia mau."
"Iya pak, nanti saja gampang."
"Ya sudah, aku pergi dulu."
Simbok yang menunggui Bagas disampingnya, berkali-kali mendengar dering telpon, tapi simbok tidak berani mengangkatnya. Ia lebih suka menunggu pak Darmono saja kalau sudah kembali nanti.
"Simbok..." simbok menoleh kearah Bagas, lalu berdiri mendekati.
"Ya, cah bagus."
"Pusing mbok..."
"Simbok pijitin kepalanya ya mas.."
"Pelan-pelan saja.."
"Iya, cuma dielus-elus saja.. Mas Bagas mau roti?"
Tapi Bagas menggeleng lemah.
"Buah ya? Simbok kupasin jeruknya ?"
"Sedikit saja.."
"Iya, simbok kupasin ya.."
Simbok mengambilkan sebutir jeruk, mengupasnya, membuang isinya lalu menyuapkannya kemulut Bagas.
"Seger mas?"
"Hm.."
Sebutir jeruk dihabiskan, simbok merasa lega.
"Besok kalau mas Bagas sudah sembuh, dan pulang, simbok jadi diajak jalan-jalan ya?"
"Hm..mh.."
"Sekarang makan roti ya?"
"Mau timlo...."
"Lho...timlonya sudah habis mas, bapak juga makan tadi, disini mana ada timlo, besok saja kalau sudah pulang, simbok masakin timlo lagi. "
"Hm mh.."
"Roti ini saja ya, enak .. ini ada coklatnya, ada pisangnya.."
Dering ponsel kembali terdengar.
"Itu apa?"
"Ponselnya bapak, tidak dibawa, dari tadi bunyi terus."
"Angkat mbok.."
"Simbok angkat?
Simbok tergesa mengangkat ponsel pak Darmono.
"Hallo," sapa simbok.
"Om, eh.. bukan om Darmono ? Ini siapa?"
"Ini simbok, simboknya mas Bagas."
"Oh, simbok, dari tadi aku menelpon om Darmono."
"Bapak baru keluar, beli makan. Ini siapa ?"
"Aku Kristin mbok, simbok disini ya? Bagas bagaimana ?"
"O.. Kristin yang cantik itu?"
"Bagas mana mbok, bisa ngomong tidak? Bagaimana keadaannya?"
"Masih pusang-pusing..Kepalanya luka, kasihan mbak.."
"Bisa ngomong mbok ?"
"Maksudnya mbak Kristin mau ngomong?"
"Iya.. iya.."
"Tapi sebentar saja ya, mas Bagas nggak bisa ngomong lama atau panjang-panjang."
"Iya mbok, sebentar saja."
Simbok menyerahkan ponselnya kearah Bagas.
"Ini apa?"
"Ada yang mau bicara sama mas Bagas. Orang cantik."
"Siapa?"
"Diterima dulu, nanti setelah mendengar suaranya kan terus sembuh."kata simbok sambil meletakkan ponsel ditelinga Bagas.
"Bagaaaas..."
"Siapa mbok?"
Tapi Bagas sudah memejamkan matanya.
"Ma'af mbak, tampaknya mas Bagas belum bisa menerima tilpon.. "
"Ya ampun , Bagaas..." keluh Kristin sedih, kemudian menutup pembicaraan itu.
"Kasihan mbak Kristin, suaranya seperti menangis. Tapi ya gimana lagi, mas Bagas seperti enggan bicara begitu," gumam simbok sambil meletakkan kembali ponselnya dimeja.
***
"Ibu tahu tidak, hasil pemeriksaan di lab kemarin, menunjukkan bahwa ibu sudah sehat," kata Mery sepulang dari rumah sakit untuk menunjukkan hasil lab dan USG kepada dokter disore hari itu sepulang dari Salatiga.
"Dokter bilang begitu?"
"Iya bu.. sungguh, Mery sangat bahagia."
"Jadi ibu tidak akan disuruh kemo lagi kan ?"
"Tidak ibu, tidak," kata Mery sambil memeluk ibunya.
"Alhamdulillah Mer, ibu takut sekali kalau harus di kemo."
Mery tertawa, dan mencium pipi ibunya ber-kali-kali.
"Nanti dulu, ibu ingin tahu tentang nak Bagas, bagaimana kok sampai kecelakaan?"
"Dia sudah capek, nekat pulang. Mobilnya menabrak pohon bu."
"Ya ampun, tapi dia tidak apa-apa kan Mer?"
"Gegar otak dan luka-luka di kepala. Tapi dia sadar. Belum bisa bicara banyak sih, cuma kata dokter tidak membahayakan."
"Syukurlah nduk. Kasihan. Ibu ingin menjenguk dia."
"Besok saja bu, tadi kan sudah dari sana, langsung ambil hasil lab terus ketemu dokter. Basuki belum istirahat. Sekarang ini juga nggak tahu kemana dia. "
"Orang sibuk. Tapi ibu bahagia melihat kamu bahagia. Segera berikan ibu cucu ya?"
"Iya bu, kita harus selalu memohon kepada Allah Yang Maha Pengasih, supaya Mery segera punya momongan."
"Iya pastinya nduk. Tuh, ada mobil, rupanya suamimu sudah pulang," kata bu Sumini yang kemudian mengikuti Mery bergegas menyambut.
"Dari mana saja Bas, tadi menurunkan aku kok langsung pergi lagi?"
"Dengar Mer, mendengar ibu sembuh, aku jadi ingat mbah Kliwon."
"Iya, mbah Kliwon berperan besar dalam kesembuhan ibu."
"Aku tadi memesan sebuah sepeda motor, aku kirimkan kerumah mbah Kliwon di Sarangan."
"Sepeda motor Bas? Apa mbah Kliwon bisa mengendarainya?"
"Aku pernah melihat mbah Kliwon naik sepeda motor kelurahan, sehari sebelum kita menikah. Ini tadi aku memilih Vespa, supaya mbah Kliwon tidak susah menstarternya susah-susah, karena tinggal menekan tombol startnya dan bisa duduk lebih enak. Seperti mengendarai mobil lho Mer."
"Oh ya? Bagus sekali Bas. Sepeda motornya langsung dikirim kesana ?"
"Iya, langsung kesana."
"Tapi kalau kamu tidak memberitahu, nanti dia bingung dapat kiriman sepeda motor."
"Aku akan menelponnya, kalau kira-kira sepeda motor itu sudah sampai."
"Wah, syukurlah, ibu juga sedang berfikir untuk memberi sesuatu kepada pak Kliwon," kata bu Sumini menimpali.
"Ya sudah, istirahat saja dulu sekarang, besok jadi menengok Bagas kan?"
"Iya jadi dong, aku haus tahu perkembangannya."
"Baiklah, ibu juga mau ikut katanya."
"Boleh saja."
***
Kristin menangis terisak-isak. Sedih hatinya mendengar Bagas tak mau menerima telponnya.
"Kenapa Kris?" tanya bu Suryo.
"Bagas tidak mau menerima tilpun Kristin ma.."
"Mungkin dia masih merasakan sakit, jadi tidak ingin bicara."
"Dia nggak mau menerimanya, biarpun Kristin sudah memanggil namanya."
Tiba-tiba ponsel Kristin berdering.
"Oh, dari om Darmono," katanya sambil membuka ponselnya.
"Hallo om.."
"Kamu tadi telpon om ya ?"
"Iya om, berkali-kali tidak diangkat, sudah sejak siang tadi."
"Siang tadi ponsel di cas,. ini tadi baru keluar sebentar. Ada apa cantik ?"
"Om, mendengar Bagas kecelakaan, Kristin sangat panik... tadi diterima simbok, diberikan sama Bagas, Bagas tidak mau menerima om," kata Kristin merengek rengek seperti anak kecil mengadu karena ada temannya yang nakal.
"Kristin, Bagas belum banyak bicara, kepalanya masih sering terasa pusing."
"Sebenarnya apa yang terjadi om ? Kenapa sampai kecelakaan."
"Dia itu sebenarnya capek, tapi hari Jum'at kemarin nekat pulang. Sebelum sampai Salatiga dia menabrak pohon."
"Om, tolong dikasih tahu rumah sakit dan kamarnya ya, Kristin mau kesitu."
"Tapi ini sudah sore Kris, sebaiknya besok pagi saja."
"Baiklah om, saya sangat sedih.. "
"Do'akan Bagas baik-baik saja ya."
"Pasti om, sampaikan salam saya untuk Bagas ya om."
"Baiklah, semoga salam kamu membuatnya lebih cepat sembuh, apalagi kalau kamu datang nanti."
Kristin tersenyum senang, dan masih tersenyum-senyum ketika ia menutup ponselnya.
"Bagaimana keadaannya?" tanya bu Suryo.
"Ya masih belum sepenuhnya baik, masih sering pusing."
"Mama dengar kamu mau kesana ?"
"Iya ma, tapi tidak sekarang, besok pagi saja."
"Kamu tidak boleh berangkat sendiri. Jalanan kearah sana itu sangat ramai."
"Kalau begitu Kristin mau mengajak papa."
***
Besok paginya, begitu sampai dirumah sakit, Kristin menarik-narik tangan ayahnya agar berjalan lebih cepat. Tak tahan rasanya ingin segera bertemu kekasih hatinya.
"Kristin, pelan-pelan saja kenapa sih?"
"Kristin ingin melihat keadaan Bagas pa."
"Iya, papa tahu, tapi kan nanti juga ketemu, kamu menarik-narik papa, kalau papa jatuh bagaimana?"
"Iya pa, ya sudah, pelan-pelan."
Tiba-tiba Kristin bertemu simbok yang akan keluar, entah mau mencari apa.
"Simbok !!" Kristin berteriak.
"Eh, ya ampuun.. kaget simbok mbak..itu.. disana kamarnya.. pojokan.. dekat taman," kata simbok tanpa ditanya."
"Simbok mau kemana?"
"Mau beli aqua, bapak yang nyuruh," kata simbok yang langsung meninggalkan mereka.
Kristin kembali menarik tangan ayahnya.
"Kris..."
"Itu pa, sudah dekat, pojokan, depan taman kan?"
Begitu masuk keruang inap Bagas, pak Darmono langsung menyambut dengan hangat.
"Terimakasih mas," kata pak Darmono.
"Ini, si crewet memaksa aku supaya mengantar dia kemari."
"Om, mana Bagas?"
"Itu.. disitu," kata Pak Darmono sambil menunjuk kearah ranjang Bagas, dan mengajak pak Suryo duduk dulu di sofa.
"Bagaaas..." begitu dekat Kristin langsung menubruknya.
Bagas membuka matanya. Menatap Kristin tak berkedip. Suara manja itu seperti dikenalnya.
"Bagas, bagaimana keadaan kamu ?"
"Siapa kamu?" pertanyaan itu tiba-tiba terasa seperti petir menyambar. Kristin mundur selangkah, menatap wajah lemah yang memandanginya seperti memandang orang asing.
"Hallo," sapa simbok.
"Om, eh.. bukan om Darmono ? Ini siapa?"
"Ini simbok, simboknya mas Bagas."
"Oh, simbok, dari tadi aku menelpon om Darmono."
"Bapak baru keluar, beli makan. Ini siapa ?"
"Aku Kristin mbok, simbok disini ya? Bagas bagaimana ?"
"O.. Kristin yang cantik itu?"
"Bagas mana mbok, bisa ngomong tidak? Bagaimana keadaannya?"
"Masih pusang-pusing..Kepalanya luka, kasihan mbak.."
"Bisa ngomong mbok ?"
"Maksudnya mbak Kristin mau ngomong?"
"Iya.. iya.."
"Tapi sebentar saja ya, mas Bagas nggak bisa ngomong lama atau panjang-panjang."
"Iya mbok, sebentar saja."
Simbok menyerahkan ponselnya kearah Bagas.
"Ini apa?"
"Ada yang mau bicara sama mas Bagas. Orang cantik."
"Siapa?"
"Diterima dulu, nanti setelah mendengar suaranya kan terus sembuh."kata simbok sambil meletakkan ponsel ditelinga Bagas.
"Bagaaaas..."
"Siapa mbok?"
Tapi Bagas sudah memejamkan matanya.
"Ma'af mbak, tampaknya mas Bagas belum bisa menerima tilpon.. "
"Ya ampun , Bagaas..." keluh Kristin sedih, kemudian menutup pembicaraan itu.
"Kasihan mbak Kristin, suaranya seperti menangis. Tapi ya gimana lagi, mas Bagas seperti enggan bicara begitu," gumam simbok sambil meletakkan kembali ponselnya dimeja.
***
"Ibu tahu tidak, hasil pemeriksaan di lab kemarin, menunjukkan bahwa ibu sudah sehat," kata Mery sepulang dari rumah sakit untuk menunjukkan hasil lab dan USG kepada dokter disore hari itu sepulang dari Salatiga.
"Dokter bilang begitu?"
"Iya bu.. sungguh, Mery sangat bahagia."
"Jadi ibu tidak akan disuruh kemo lagi kan ?"
"Tidak ibu, tidak," kata Mery sambil memeluk ibunya.
"Alhamdulillah Mer, ibu takut sekali kalau harus di kemo."
Mery tertawa, dan mencium pipi ibunya ber-kali-kali.
"Nanti dulu, ibu ingin tahu tentang nak Bagas, bagaimana kok sampai kecelakaan?"
"Dia sudah capek, nekat pulang. Mobilnya menabrak pohon bu."
"Ya ampun, tapi dia tidak apa-apa kan Mer?"
"Gegar otak dan luka-luka di kepala. Tapi dia sadar. Belum bisa bicara banyak sih, cuma kata dokter tidak membahayakan."
"Syukurlah nduk. Kasihan. Ibu ingin menjenguk dia."
"Besok saja bu, tadi kan sudah dari sana, langsung ambil hasil lab terus ketemu dokter. Basuki belum istirahat. Sekarang ini juga nggak tahu kemana dia. "
"Orang sibuk. Tapi ibu bahagia melihat kamu bahagia. Segera berikan ibu cucu ya?"
"Iya bu, kita harus selalu memohon kepada Allah Yang Maha Pengasih, supaya Mery segera punya momongan."
"Iya pastinya nduk. Tuh, ada mobil, rupanya suamimu sudah pulang," kata bu Sumini yang kemudian mengikuti Mery bergegas menyambut.
"Dari mana saja Bas, tadi menurunkan aku kok langsung pergi lagi?"
"Dengar Mer, mendengar ibu sembuh, aku jadi ingat mbah Kliwon."
"Iya, mbah Kliwon berperan besar dalam kesembuhan ibu."
"Aku tadi memesan sebuah sepeda motor, aku kirimkan kerumah mbah Kliwon di Sarangan."
"Sepeda motor Bas? Apa mbah Kliwon bisa mengendarainya?"
"Aku pernah melihat mbah Kliwon naik sepeda motor kelurahan, sehari sebelum kita menikah. Ini tadi aku memilih Vespa, supaya mbah Kliwon tidak susah menstarternya susah-susah, karena tinggal menekan tombol startnya dan bisa duduk lebih enak. Seperti mengendarai mobil lho Mer."
"Oh ya? Bagus sekali Bas. Sepeda motornya langsung dikirim kesana ?"
"Iya, langsung kesana."
"Tapi kalau kamu tidak memberitahu, nanti dia bingung dapat kiriman sepeda motor."
"Aku akan menelponnya, kalau kira-kira sepeda motor itu sudah sampai."
"Wah, syukurlah, ibu juga sedang berfikir untuk memberi sesuatu kepada pak Kliwon," kata bu Sumini menimpali.
"Ya sudah, istirahat saja dulu sekarang, besok jadi menengok Bagas kan?"
"Iya jadi dong, aku haus tahu perkembangannya."
"Baiklah, ibu juga mau ikut katanya."
"Boleh saja."
***
Kristin menangis terisak-isak. Sedih hatinya mendengar Bagas tak mau menerima telponnya.
"Kenapa Kris?" tanya bu Suryo.
"Bagas tidak mau menerima tilpun Kristin ma.."
"Mungkin dia masih merasakan sakit, jadi tidak ingin bicara."
"Dia nggak mau menerimanya, biarpun Kristin sudah memanggil namanya."
Tiba-tiba ponsel Kristin berdering.
"Oh, dari om Darmono," katanya sambil membuka ponselnya.
"Hallo om.."
"Kamu tadi telpon om ya ?"
"Iya om, berkali-kali tidak diangkat, sudah sejak siang tadi."
"Siang tadi ponsel di cas,. ini tadi baru keluar sebentar. Ada apa cantik ?"
"Om, mendengar Bagas kecelakaan, Kristin sangat panik... tadi diterima simbok, diberikan sama Bagas, Bagas tidak mau menerima om," kata Kristin merengek rengek seperti anak kecil mengadu karena ada temannya yang nakal.
"Kristin, Bagas belum banyak bicara, kepalanya masih sering terasa pusing."
"Sebenarnya apa yang terjadi om ? Kenapa sampai kecelakaan."
"Dia itu sebenarnya capek, tapi hari Jum'at kemarin nekat pulang. Sebelum sampai Salatiga dia menabrak pohon."
"Om, tolong dikasih tahu rumah sakit dan kamarnya ya, Kristin mau kesitu."
"Tapi ini sudah sore Kris, sebaiknya besok pagi saja."
"Baiklah om, saya sangat sedih.. "
"Do'akan Bagas baik-baik saja ya."
"Pasti om, sampaikan salam saya untuk Bagas ya om."
"Baiklah, semoga salam kamu membuatnya lebih cepat sembuh, apalagi kalau kamu datang nanti."
Kristin tersenyum senang, dan masih tersenyum-senyum ketika ia menutup ponselnya.
"Bagaimana keadaannya?" tanya bu Suryo.
"Ya masih belum sepenuhnya baik, masih sering pusing."
"Mama dengar kamu mau kesana ?"
"Iya ma, tapi tidak sekarang, besok pagi saja."
"Kamu tidak boleh berangkat sendiri. Jalanan kearah sana itu sangat ramai."
"Kalau begitu Kristin mau mengajak papa."
***
Besok paginya, begitu sampai dirumah sakit, Kristin menarik-narik tangan ayahnya agar berjalan lebih cepat. Tak tahan rasanya ingin segera bertemu kekasih hatinya.
"Kristin, pelan-pelan saja kenapa sih?"
"Kristin ingin melihat keadaan Bagas pa."
"Iya, papa tahu, tapi kan nanti juga ketemu, kamu menarik-narik papa, kalau papa jatuh bagaimana?"
"Iya pa, ya sudah, pelan-pelan."
Tiba-tiba Kristin bertemu simbok yang akan keluar, entah mau mencari apa.
"Simbok !!" Kristin berteriak.
"Eh, ya ampuun.. kaget simbok mbak..itu.. disana kamarnya.. pojokan.. dekat taman," kata simbok tanpa ditanya."
"Simbok mau kemana?"
"Mau beli aqua, bapak yang nyuruh," kata simbok yang langsung meninggalkan mereka.
Kristin kembali menarik tangan ayahnya.
"Kris..."
"Itu pa, sudah dekat, pojokan, depan taman kan?"
Begitu masuk keruang inap Bagas, pak Darmono langsung menyambut dengan hangat.
"Terimakasih mas," kata pak Darmono.
"Ini, si crewet memaksa aku supaya mengantar dia kemari."
"Om, mana Bagas?"
"Itu.. disitu," kata Pak Darmono sambil menunjuk kearah ranjang Bagas, dan mengajak pak Suryo duduk dulu di sofa.
"Bagaaas..." begitu dekat Kristin langsung menubruknya.
Bagas membuka matanya. Menatap Kristin tak berkedip. Suara manja itu seperti dikenalnya.
"Bagas, bagaimana keadaan kamu ?"
"Siapa kamu?" pertanyaan itu tiba-tiba terasa seperti petir menyambar. Kristin mundur selangkah, menatap wajah lemah yang memandanginya seperti memandang orang asing.
==========
"Bagaaas..."
Bagas kembali seperti mengingat suara dan logatnya yang manja. Tapi tetap menatap Kristin dengan pandangan tak mengerti.
"Aku Kristin .. kamu melupakan aku?" bisik Kristin sambil terisak..
"Aku tidak kenal kamu.."
"Aku Kristin Bagas.. Kristin..." sekarang Kristin memegang tangan Bagas dan digoyang-goyangkannya..Bagas kembali seperti mengingat suara dan logatnya yang manja. Tapi tetap menatap Kristin dengan pandangan tak mengerti.
"Aku Kristin .. kamu melupakan aku?" bisik Kristin sambil terisak..
"Aku tidak kenal kamu.."
"Ma'af..." hanya itu, lalu Bagas memejamkan matanya.
Kristin melepaskan pegangannya, lemas seluruh tubuhnya, tapi dia tak beranjak dari tempatnya berdiri. Dipandanginya wajah tampan dengan beberapa luka diwajahnya, air mata sudah membasahi pipinya.
"Bagaaaas..."
Setiap mendengar panggilan dengan lagu seperti itu, Bagas selalu saja membuka matanya, merasa seperti mengenal suara itu.
"Bagas, aku mencintai kamu.." tak urung kata-kata itu keluar dari bibir tipisnya. Berbisik, perlahan, tapi membuat mata Bagas terbelalak.
"Aaap..paa?" tanyanya lemah.
"Bagas jangan melupakan aku, aku cinta sama kamu," kali ini diucapkannya ditelinga Bagas. Tapi Bagas hanya menatapnya, dengan pandangan bingung.
Tiba-tiba pak Suryo dan pak Darmono mendekat.
"Bagas," sapa pak Suryo.
"Bapak... ini siapa?"
Pak Darmono tertegun.
"Bagas, ini pak Suryo.. kamu tidak mengenalnya?"
"Tadi Bagas juga tidak ingat saya om," kata Kristin sambil mengusap air matanya.
"Benarkah? Bagas, kamu tidak mengenali pak Suryo, Kristin...?"
Bagas hanya menatap mereka dengan bingung, lalu memejamkan matanya.
"Pusing..." bisiknya pelan.
"Bagaimana ini Dar?"
"Aku tidak tahu mas, kalau sama aku, sama simbok, dia tidak lupa. Kemarin sama Basuki juga ingat, tapi hanya mengucapkan 'ma'af'. Gitu saja. Mungkin dia juga merasa terbebani karena baru bekerja seminggu, lalu dia juga merusakkan mobil baru yang diberikan Basuki.. lalu bisa berkata 'ma'af'."
"Bicaralah dengan dokter."
"Iya, nanti sa'at dia visite aku mau bilang."
"Kamu tenang ya Dar, anakmu sudah ditangani dokter. Pasti dia akan baik-baik saja."
"Terimakasih mas."
Sementara itu Kristin masih duduk dikursi yang ada disebelah ranjang Bagas. Menatapnya tak berhenti, walau Bagas menutupkan kedua belah matanya.
***
Ketika itu Basuku dan Mery serta bu Sumini datang, tapi pak Darmono ditemani pak Suryo sedang menemui dokter.
"Ada mbak Kristin? Aduuh.. pasti Bagas cepet sembuh karena ditungguin mbak Kristin.
"Tidak mbak, dia lupa sama aku," kata Kristin sedih.
"Lupa bagaimana sih?"
"Dia tidak mengenali aku mbak?"
"Masa? Coba Bas, kemarin kan masih ingat kamu ya? Katanya Bagas tidak mengenali mbak Kristin."
Basuki mendekat, lalu memegang tangan Bagas.
"Bagas.."
"mBoook.. ini siapa?"
"Lho, Gas.. kamu tidak ingat aku? Aku Basuki.. ini isteriku.. Mery.."
Tapi Bagas menatap mereka dengan bingung.
"Kenapa kamu Gas?"
"Dia ingatnya cuma sama simbok dan sama bapak. Kasihan mas.." kata simbok pilu.
"Bagas.. kamu lupa sama Basuki ? Mery ? Kristin?"
Bagas menatap dengan bingung, lalu ia kembali matanya terpejam.
"Dimana om Darmono?"
"Om Darmono sama papa sedang menemui dokter mas," jawab Kristin.
"Oh, baiklah, kita tunggu saja keterangan dari dokter.
***
"Ya pak seseorang yang mengalami gegar otak terkadang bisa kehilangan memorinya. Bapak harus sabar, semoga tak akan lama dia bisa pulih kembali." kata dokter ketika pak Darmono menemuinya.
"Jadi tidak akan selamanya lupa ingatan ? Tapi mengapa dia bisa mengingat saya, dan juga pengasuhya?"
"Itu karena bapak dan pengasuh pak Bagas sudah sangat terpateri dalam ingatannya."
"Akankah itu berlangsung terus?"
"Tidak, ia akan pulih, tapi bapak harus sabar ya."
"Terimakasih dokter."
Ketika itu pak Suryo dan Kristin masih dirumah sakit. Pak Suryo selalu menghibur sahabatnya agar sabar dan kuwat.
"Bukankah dokter sudah mengatakan bahwa hal itu bisa saja terjadi?"
"Iya mas.."
"Nanti akan pulih. Pernah salah seorang anak buahku mengalami hal yang semacam itu, tapi tidak lama. Dokter hanya memberikan obat dan vitamin-vitamin, lalu belum sebulan sudah pulih."
Pak Darmono menghela nafas panjang.
"Tenang Dar, anakmu kuat. Dia akan cepat pulih."
"Aamiin."
Mereka kembali ke kamar Bagas dan mendapati Basuki bersama Mery yang juga kebingungan melihat sikap Bagas.
"Kemarin dia mengenali saya , ya kan om? Hanya bilang 'ma'af mas'.. tapi sekarang dia sama sekali tidak mengenali saya om." kata Basuki.
"Iya Bas, kata dokternya hal itu bisa saja terjadi."
"Berarti parah ?"
"Tidak, dokter akan memberinya obat. Ini aku sudah bawa resepnya."
"Mana biar saya mengambilnya di apotik om."
"Oh iya Bas, Mer.. kalian kan belum kenal, ini pak Suryo, ayahnya Kristin. Mas Suryo, ini Basuki, yang beberapa hari lalu menikah.
"Iya.. kalau saya sudah mengenalnya om." kata Mery sambil menyalami pak Suryo.
"Saya belum kenalan, saya Basuki.." kata Basuki sambil mengulurkan tangannya.
"Iya nak, saya Suryo, bapaknya Kristin. Ma'af kemarin tidak bisa memenuhi undangan."
"Tidak apa-apa pak, mohon do'a restunya saja."
"Iya nak, semoga bahagia dan cepat dapat momongan ya."
"Aamiin, terimakasih pak."
"Saya sudah sejak pagi disini, Kristin.. apa kita balik dulu saja?" katanya kepada Kristin.
Kristin tak menjawab, berat rasanya meninggalkan Bagas.
"Besok kita bisa kemari lagi, siapa tahu besok dia sudah ingat sama kamu."
"Bener ya pa, besok kita kesini lagi ?"
Kristin mendekati Bagas lagi, mengganggam tangannya, dan berbisik ditelinganya.
"Bagaaas,"
Bagas membuka matanya.
"Bagas, segera sembuh ya, aku sangat mencintai kamu Bagas," bisik Kristin. Bagas menatapnya tak berkedip. Belum tampak pijar-pijar bahagia mendengar seorang gadis cantik dengan berani mengatakan cintanya.
"Saya punya usul, hanya saran ini, tapi kalau tidak setuju ya tidak apa-apa. Begini, bagaimana kalau Bagas dipindahkan ke rumah sakit di Solo saja?" kata pak Suryo sambil melangkah keluar dari kamar itu."
"Nah, itu saya setuju om, saya juga berfikir begitu. Supaya dekat rumah, om Darmono juga tidak harus menginap terus dirumah sakit, kita bisa bergantian menemaninya," kata Basuki.
"Harus bicara dulu saja dokternya kan Bas?"
"Iya om, kalau om setuju, biar saya mengurus semuanya. Hari ini akan saya minta Bagas dipindahkan ke rumah sakit di Solo."
"Terserah kamu saja Bas, aku menurut."
Basuki mengurus semuanya, dan siang hari itu juga Bagas dipindahkan ke sebuah rumah sakit di Solo.
***
"Papa... nanti papa kekantor dulu ya, Kristin belakangan." kata Kristin pada suatu pagi.
"Hm.. begini nih.. kalau direktris jatuh cinta. Semua tugas ditinggalkan," keluh pak Suryo.
"Please papa... "
"Iya.. iya.. papa tahu. Hm.. kalau bukan karena aku juga sudah ingin punya menantu, ogah aku menggantikan tugas kamu."
"Ada apa pa, pagi-pagi kok ribut."
"Ini, anakmu, papa disuruh kekantor dulu, paling-paling dia mau kerumah sakit pagi-pagi."
"Kenapa begitu Kris, sudah dua hari kamu nggak ke kantor. Lagi pula jam bezoek kan jam sepuluh, masa kamu pagi-pagi mau kesana?"
"Kemarin smbok bilang, kalau Bagas ingin nasi liwet, Kristin mau beli nasi liwet dulu ma."
"Beli nasi liwet kan nggak akan sampai jam sepuluh, kamu bisa beli dulu, langsung ke kantor, jam sepuluh kamu baru bisa tinggalin kantor, karena ada papamu yang menggantikan tugas kamu."
"Hm.. pengin cepet-cepet ketemu ma."
"Biarpun kamu pengin, tapi kalau belum jam sepuluh mana boleh masuk?"
"Hm, mama nih mbelain papa ya?"
"Bukan ngebelain, mama pagi ini mau makan pagi dulu sama papa."
"Tuh kan, ternyata..."
"Kris, mama kamu benar, tapi aku langsung mengiyakan saja, lupa kalau jam bezoek itu jam sepuluh pagi."
"Jadi nanti papa jam sembilan sudah di kantor ya?"
"Siap, ibu direktris."
Kristin meggelendot dibahu papanya dengan manja.
"Hm, begini nih, kalau ada maunya."
"Ya sudah, Kristin mau berangkat sekarang."
***
"Simbok.."
"Ya mas.. cah bagus," kata simbok yang menunggui Bagas sejak semalam. Sekarang mereka bergantian menunggu dirumah sakit karena sudah tiga hari ini Bagas dipindahkan di rumah sakit yang dekat dengan rumah.
"Mana nasi liwet?"
"Oh, ya ampuun.. nunggu bapak dulu ya mas, sebentar lagi bapak pasti datang."
Tapi tiba-tiba Kristin muncul diantara mereka.
"Selamat pagi simbok," sapa Kristin riang.
"Eh.. mbak cantik sudah datang."
"Apa kabar Bagas?"
"Baik. Mengapa kamu setiap hari datang kemari?" tanya Bagas tampak tak senang.
"Bagaaas.."
Bagas selalu mengenal suara itu, tapi belum terbayang siapa yang mengucapkannya. Kristinpun selalu memanggil dengan logat yang sama seperti ketika Bagas masih bekerja dikantornya.
"Aku membawakan nasi liwet buat kamu, nih, aku suapin ya."
"Nggak, simbok saja."
"Mas, mbak cantik ini ingin menyuapi mas Bagas, mbok ya mau, biar dia senang."
"Nggak enak mbok, masa tamu disuruh nyuapin."
"Ini bukan tamu...ini pacarnya mas Bagas," dan Kristin mencubit lengan simbok karena kata-katanya itu.
"Aku punya pacar?"
"Ya dia ini mas, gimana sama pacar sendiri lupa." dan sekali lagi simbok kena cubitan Kristin, untung tidak keras jadi simbok tak perlu menjerit.
"Apa benar aku punya pacar?"
"Mas Bagas itu gimana. Sudah, nurut saja, nanti pacarnya ngambeg, mas Bagas ditinggalin, apa nggak nyesel ?"
Bagas mengangguk pelan. Sangat ragu akan kata-kata simbok, tapi dia tau gadis ini amat cantik. Benarkah pacarnya? Ia tahu gadis itu pernah mengatakan cinta .. tapi dia sama sekali tak bisa mengingat apapun."
Dengan sangat bersemangat Kristin menyuapi Bagas, dan kadang ia juga mengelap bibirnya apabila makanannya belepotan.
"Enak Gas?"
Bagas mengangguk, tapi pandangannya terhadap Kristin biasa saja. Tak tampak senang apalagi bahagia melihat gadis cantik didepannya menyuapinya dengan penuh. perhatian. Justru Kristin yang merasa sangat bahagia karena Bagas bisa menerima kata-kata bohong simbok. Kalau itu benar,.. dia jadi pacarnya Bagas... aduhai..
Bahkan ketika dia bertanya kepada ayahnya tentang kata-kata simbok itu, dengan tertawa lucu ayahnya tidak menolak.
"Jadi tadi Kristin datang kemari?"
"Bapak, kata simbok, dia itu pacarnya Bagas, benarkah?"
"Hm... kamu lupa ya?"
"Benarkah ?"
"Benar..."
"Kok Bagas lupa ya pak, kok Bagas nggak punya perasaan apa-apa sama dia."
"Kamu amnesia Gas, jadi lupa semuanya."
"Oh..."
"Masih pusing kepalamu?"
"Tidak bapak, bolehkah Bagas pulang saja?"
"Kita tanya dokter dulu, apa kamu boleh pulang atau belum."
"Dimana om Darmono?"
"Om Darmono sama papa sedang menemui dokter mas," jawab Kristin.
"Oh, baiklah, kita tunggu saja keterangan dari dokter.
***
"Ya pak seseorang yang mengalami gegar otak terkadang bisa kehilangan memorinya. Bapak harus sabar, semoga tak akan lama dia bisa pulih kembali." kata dokter ketika pak Darmono menemuinya.
"Jadi tidak akan selamanya lupa ingatan ? Tapi mengapa dia bisa mengingat saya, dan juga pengasuhya?"
"Itu karena bapak dan pengasuh pak Bagas sudah sangat terpateri dalam ingatannya."
"Akankah itu berlangsung terus?"
"Tidak, ia akan pulih, tapi bapak harus sabar ya."
"Terimakasih dokter."
Ketika itu pak Suryo dan Kristin masih dirumah sakit. Pak Suryo selalu menghibur sahabatnya agar sabar dan kuwat.
"Bukankah dokter sudah mengatakan bahwa hal itu bisa saja terjadi?"
"Iya mas.."
"Nanti akan pulih. Pernah salah seorang anak buahku mengalami hal yang semacam itu, tapi tidak lama. Dokter hanya memberikan obat dan vitamin-vitamin, lalu belum sebulan sudah pulih."
Pak Darmono menghela nafas panjang.
"Tenang Dar, anakmu kuat. Dia akan cepat pulih."
"Aamiin."
Mereka kembali ke kamar Bagas dan mendapati Basuki bersama Mery yang juga kebingungan melihat sikap Bagas.
"Kemarin dia mengenali saya , ya kan om? Hanya bilang 'ma'af mas'.. tapi sekarang dia sama sekali tidak mengenali saya om." kata Basuki.
"Iya Bas, kata dokternya hal itu bisa saja terjadi."
"Berarti parah ?"
"Tidak, dokter akan memberinya obat. Ini aku sudah bawa resepnya."
"Mana biar saya mengambilnya di apotik om."
"Oh iya Bas, Mer.. kalian kan belum kenal, ini pak Suryo, ayahnya Kristin. Mas Suryo, ini Basuki, yang beberapa hari lalu menikah.
"Iya.. kalau saya sudah mengenalnya om." kata Mery sambil menyalami pak Suryo.
"Saya belum kenalan, saya Basuki.." kata Basuki sambil mengulurkan tangannya.
"Iya nak, saya Suryo, bapaknya Kristin. Ma'af kemarin tidak bisa memenuhi undangan."
"Tidak apa-apa pak, mohon do'a restunya saja."
"Iya nak, semoga bahagia dan cepat dapat momongan ya."
"Aamiin, terimakasih pak."
"Saya sudah sejak pagi disini, Kristin.. apa kita balik dulu saja?" katanya kepada Kristin.
Kristin tak menjawab, berat rasanya meninggalkan Bagas.
"Besok kita bisa kemari lagi, siapa tahu besok dia sudah ingat sama kamu."
"Bener ya pa, besok kita kesini lagi ?"
Kristin mendekati Bagas lagi, mengganggam tangannya, dan berbisik ditelinganya.
"Bagaaas,"
Bagas membuka matanya.
"Bagas, segera sembuh ya, aku sangat mencintai kamu Bagas," bisik Kristin. Bagas menatapnya tak berkedip. Belum tampak pijar-pijar bahagia mendengar seorang gadis cantik dengan berani mengatakan cintanya.
"Saya punya usul, hanya saran ini, tapi kalau tidak setuju ya tidak apa-apa. Begini, bagaimana kalau Bagas dipindahkan ke rumah sakit di Solo saja?" kata pak Suryo sambil melangkah keluar dari kamar itu."
"Nah, itu saya setuju om, saya juga berfikir begitu. Supaya dekat rumah, om Darmono juga tidak harus menginap terus dirumah sakit, kita bisa bergantian menemaninya," kata Basuki.
"Harus bicara dulu saja dokternya kan Bas?"
"Iya om, kalau om setuju, biar saya mengurus semuanya. Hari ini akan saya minta Bagas dipindahkan ke rumah sakit di Solo."
"Terserah kamu saja Bas, aku menurut."
Basuki mengurus semuanya, dan siang hari itu juga Bagas dipindahkan ke sebuah rumah sakit di Solo.
***
"Papa... nanti papa kekantor dulu ya, Kristin belakangan." kata Kristin pada suatu pagi.
"Hm.. begini nih.. kalau direktris jatuh cinta. Semua tugas ditinggalkan," keluh pak Suryo.
"Please papa... "
"Iya.. iya.. papa tahu. Hm.. kalau bukan karena aku juga sudah ingin punya menantu, ogah aku menggantikan tugas kamu."
"Ada apa pa, pagi-pagi kok ribut."
"Ini, anakmu, papa disuruh kekantor dulu, paling-paling dia mau kerumah sakit pagi-pagi."
"Kenapa begitu Kris, sudah dua hari kamu nggak ke kantor. Lagi pula jam bezoek kan jam sepuluh, masa kamu pagi-pagi mau kesana?"
"Kemarin smbok bilang, kalau Bagas ingin nasi liwet, Kristin mau beli nasi liwet dulu ma."
"Beli nasi liwet kan nggak akan sampai jam sepuluh, kamu bisa beli dulu, langsung ke kantor, jam sepuluh kamu baru bisa tinggalin kantor, karena ada papamu yang menggantikan tugas kamu."
"Hm.. pengin cepet-cepet ketemu ma."
"Biarpun kamu pengin, tapi kalau belum jam sepuluh mana boleh masuk?"
"Hm, mama nih mbelain papa ya?"
"Bukan ngebelain, mama pagi ini mau makan pagi dulu sama papa."
"Tuh kan, ternyata..."
"Kris, mama kamu benar, tapi aku langsung mengiyakan saja, lupa kalau jam bezoek itu jam sepuluh pagi."
"Jadi nanti papa jam sembilan sudah di kantor ya?"
"Siap, ibu direktris."
Kristin meggelendot dibahu papanya dengan manja.
"Hm, begini nih, kalau ada maunya."
"Ya sudah, Kristin mau berangkat sekarang."
***
"Simbok.."
"Ya mas.. cah bagus," kata simbok yang menunggui Bagas sejak semalam. Sekarang mereka bergantian menunggu dirumah sakit karena sudah tiga hari ini Bagas dipindahkan di rumah sakit yang dekat dengan rumah.
"Mana nasi liwet?"
"Oh, ya ampuun.. nunggu bapak dulu ya mas, sebentar lagi bapak pasti datang."
Tapi tiba-tiba Kristin muncul diantara mereka.
"Selamat pagi simbok," sapa Kristin riang.
"Eh.. mbak cantik sudah datang."
"Apa kabar Bagas?"
"Baik. Mengapa kamu setiap hari datang kemari?" tanya Bagas tampak tak senang.
"Bagaaas.."
Bagas selalu mengenal suara itu, tapi belum terbayang siapa yang mengucapkannya. Kristinpun selalu memanggil dengan logat yang sama seperti ketika Bagas masih bekerja dikantornya.
"Aku membawakan nasi liwet buat kamu, nih, aku suapin ya."
"Nggak, simbok saja."
"Mas, mbak cantik ini ingin menyuapi mas Bagas, mbok ya mau, biar dia senang."
"Nggak enak mbok, masa tamu disuruh nyuapin."
"Ini bukan tamu...ini pacarnya mas Bagas," dan Kristin mencubit lengan simbok karena kata-katanya itu.
"Aku punya pacar?"
"Ya dia ini mas, gimana sama pacar sendiri lupa." dan sekali lagi simbok kena cubitan Kristin, untung tidak keras jadi simbok tak perlu menjerit.
"Apa benar aku punya pacar?"
"Mas Bagas itu gimana. Sudah, nurut saja, nanti pacarnya ngambeg, mas Bagas ditinggalin, apa nggak nyesel ?"
Bagas mengangguk pelan. Sangat ragu akan kata-kata simbok, tapi dia tau gadis ini amat cantik. Benarkah pacarnya? Ia tahu gadis itu pernah mengatakan cinta .. tapi dia sama sekali tak bisa mengingat apapun."
Dengan sangat bersemangat Kristin menyuapi Bagas, dan kadang ia juga mengelap bibirnya apabila makanannya belepotan.
"Enak Gas?"
Bagas mengangguk, tapi pandangannya terhadap Kristin biasa saja. Tak tampak senang apalagi bahagia melihat gadis cantik didepannya menyuapinya dengan penuh. perhatian. Justru Kristin yang merasa sangat bahagia karena Bagas bisa menerima kata-kata bohong simbok. Kalau itu benar,.. dia jadi pacarnya Bagas... aduhai..
Bahkan ketika dia bertanya kepada ayahnya tentang kata-kata simbok itu, dengan tertawa lucu ayahnya tidak menolak.
"Jadi tadi Kristin datang kemari?"
"Bapak, kata simbok, dia itu pacarnya Bagas, benarkah?"
"Hm... kamu lupa ya?"
"Benarkah ?"
"Benar..."
"Kok Bagas lupa ya pak, kok Bagas nggak punya perasaan apa-apa sama dia."
"Kamu amnesia Gas, jadi lupa semuanya."
"Oh..."
"Masih pusing kepalamu?"
"Tidak bapak, bolehkah Bagas pulang saja?"
"Kita tanya dokter dulu, apa kamu boleh pulang atau belum."
Tapi pak Darmono merasa lega, Bagas sudah lancar berbicara, dan tak pernah lagi mengeluh pusing. Bahkan setiap kali makan dia duduk sendiri dilayani simbok.
***
Ternyata setelah dua minggu dirumah sakit, Bagas dinyatakan sembuh, dan boleh pulang kerumah. Dihari kepulangan itu, Basuki, Kristin, ikut menjemput Bagas. Kristin sangat bersemangat, biarpun Bagas masih lupa kepada dirinya.
Simbok sudah menyiapkan semuanya yang harus dibawa pulang.
"Kamu sudah menata kamar Bagas mbok?"
"Sudah, tadi dibantu sama mbak cantik ini, kamarnya diberi bunga segala macam."
"Oh, Kristin kerumah tadi?"
"Iya om, makanya kan simbok kesini bareng sama Kristin," sambung Kristin.
"Baguslah kalau begitu, terimakasih ya Kris?"
"Sama-sama, om..Kristin suka melakukannya.
***
Secara fisik memang Bagas sudah tampak sehat. Luka-luka dikepala sudah mengering. Kristin mengiringinya masuk kerumah sambil sesekali terus menatap wajah Bagas.
"Biarpun bekas luka itu masih ada, Bagas tetap saja ganteng," bisik batin Kristin.
"Ini kamarku ?" tanya Bagas.
"Iya mas, ini kamar mas Bagas.. cantik ya, ada bunga-bunga wangi."
"Iya, simbok yang memasang vas bunga itu?"
"Bukan simbok, tapi dia, pacarnya mas Bagas itu."
Kristin mengerling nakal kearah simbok, sedangkan Bagas masih tampak tanpa ekspresi.
Tiba-tiba pak Darmono masuk.
"Kris.. ayah kamu menelpon, kamu tidak mengangkatnya."
"Oh iya, di silent om. Ada apa?"
"Ayahmu bertanya, apakah kamu membawa kunci laci kantor?"
"Oh kunci? Aduh, kelupaan om.. kunci.. aku taruh dimana kunci itu?"
Tiba-tiba Bagas menatap Kristin tak berkedip, kata-kata tentang kunci ketinggalan itu tiba-tiba membuka ingatannya akan sesuatu.
"Kunci ketinggalan? Itu kelakuan dia... itu dia..," gumam Bagas sambil memburu keluar.
Kristin sedang bingung mencari kunci laci yang ditanyakan ayahnya.
"Dimana kunci itu ya?" gumam Kristin sambil membuka-buka tasnya.
"Kristin..." panggil Bagas. Kristin mengangkat wajahnya. Bagas berdiri dihadapannya, memandangnya sambil tersenyum. Itu tak pernah dibayangkannya. Selama sakit Bagas tak pernah memberikan senyuman itu.
"Bagaaas..."
Dan panggilan itu membuat ingatan Bagas semakin terasa nyata. Kristin... dan kunci.. dan panggilan manja yang sering dirindukannya.
"Kristin, kamu selalu teledor," kata Bagas masih dengan senyumnya. Duuh, alangkah tampan laki-laki dihadapannya dengan senyum itu.
"Bagaaaas, kamu sudah ingat aku?"
"Kamu Kristin, cantik, pintar, teledor."
Kristin menjerit kegirangan. Tanpa malu-malu dipeluknya Bagas. Basuki dan pak Darmono menatap dengan mata berkaca-kaca. Hanya dengan satu kata, Bagas sudah mengingat semuanya.
"Kristin, apa benar kamu cinta sama aku?" bisik Bagas lirih.
Kristin tertunduk malu. Mengapa Bagas dalam keadaan belum sadar ternyata masih ingat apa yang dia katakan?
"Kris, aku juga cinta kamu.." bisik Bagas dengan suara bergetar.
Tak perduli siapa yang mengatakan isi hatinya terlebih dahulu, nyatanya dua hati saling bertemu. Alangkah indahnya hari ini.
Basuki dan pak Darmono melangkah kedepan, membiarkan sejoli itu mengungkapkan rasa. Simbok terbirit kebelakang. Menutupi isak bahagia, si perempuan tua ini mengusap air matanya.
Keduanya masih berpelukan, tapi tiba-tiba Kristin mendorong Bagas pelan.
***
Ternyata setelah dua minggu dirumah sakit, Bagas dinyatakan sembuh, dan boleh pulang kerumah. Dihari kepulangan itu, Basuki, Kristin, ikut menjemput Bagas. Kristin sangat bersemangat, biarpun Bagas masih lupa kepada dirinya.
Simbok sudah menyiapkan semuanya yang harus dibawa pulang.
"Kamu sudah menata kamar Bagas mbok?"
"Sudah, tadi dibantu sama mbak cantik ini, kamarnya diberi bunga segala macam."
"Oh, Kristin kerumah tadi?"
"Iya om, makanya kan simbok kesini bareng sama Kristin," sambung Kristin.
"Baguslah kalau begitu, terimakasih ya Kris?"
"Sama-sama, om..Kristin suka melakukannya.
***
Secara fisik memang Bagas sudah tampak sehat. Luka-luka dikepala sudah mengering. Kristin mengiringinya masuk kerumah sambil sesekali terus menatap wajah Bagas.
"Biarpun bekas luka itu masih ada, Bagas tetap saja ganteng," bisik batin Kristin.
"Ini kamarku ?" tanya Bagas.
"Iya mas, ini kamar mas Bagas.. cantik ya, ada bunga-bunga wangi."
"Iya, simbok yang memasang vas bunga itu?"
"Bukan simbok, tapi dia, pacarnya mas Bagas itu."
Kristin mengerling nakal kearah simbok, sedangkan Bagas masih tampak tanpa ekspresi.
Tiba-tiba pak Darmono masuk.
"Kris.. ayah kamu menelpon, kamu tidak mengangkatnya."
"Oh iya, di silent om. Ada apa?"
"Ayahmu bertanya, apakah kamu membawa kunci laci kantor?"
"Oh kunci? Aduh, kelupaan om.. kunci.. aku taruh dimana kunci itu?"
Tiba-tiba Bagas menatap Kristin tak berkedip, kata-kata tentang kunci ketinggalan itu tiba-tiba membuka ingatannya akan sesuatu.
"Kunci ketinggalan? Itu kelakuan dia... itu dia..," gumam Bagas sambil memburu keluar.
Kristin sedang bingung mencari kunci laci yang ditanyakan ayahnya.
"Dimana kunci itu ya?" gumam Kristin sambil membuka-buka tasnya.
"Kristin..." panggil Bagas. Kristin mengangkat wajahnya. Bagas berdiri dihadapannya, memandangnya sambil tersenyum. Itu tak pernah dibayangkannya. Selama sakit Bagas tak pernah memberikan senyuman itu.
"Bagaaas..."
Dan panggilan itu membuat ingatan Bagas semakin terasa nyata. Kristin... dan kunci.. dan panggilan manja yang sering dirindukannya.
"Kristin, kamu selalu teledor," kata Bagas masih dengan senyumnya. Duuh, alangkah tampan laki-laki dihadapannya dengan senyum itu.
"Bagaaaas, kamu sudah ingat aku?"
"Kamu Kristin, cantik, pintar, teledor."
Kristin menjerit kegirangan. Tanpa malu-malu dipeluknya Bagas. Basuki dan pak Darmono menatap dengan mata berkaca-kaca. Hanya dengan satu kata, Bagas sudah mengingat semuanya.
"Kristin, apa benar kamu cinta sama aku?" bisik Bagas lirih.
Kristin tertunduk malu. Mengapa Bagas dalam keadaan belum sadar ternyata masih ingat apa yang dia katakan?
"Kris, aku juga cinta kamu.." bisik Bagas dengan suara bergetar.
Tak perduli siapa yang mengatakan isi hatinya terlebih dahulu, nyatanya dua hati saling bertemu. Alangkah indahnya hari ini.
Basuki dan pak Darmono melangkah kedepan, membiarkan sejoli itu mengungkapkan rasa. Simbok terbirit kebelakang. Menutupi isak bahagia, si perempuan tua ini mengusap air matanya.
Keduanya masih berpelukan, tapi tiba-tiba Kristin mendorong Bagas pelan.
"Bagaaas, awas ada setan lewat," bisik Kristin dan tawa bahagia dibibir keduanya terburai, seperti kembang api berpendar, berpencar membawa kerlip-kerlip indah menghiasi langit
Kutitipkan mimpiku, pada kejora yang melambai dipagi buta, agar ketika mentari bercahaya, mimpi itu berada dipangkuanku.
Kutitipkan mimpiku, pada kejora yang melambai dipagi buta, agar ketika mentari bercahaya, mimpi itu berada dipangkuanku.
--- T A M A T ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel