Sontak sekumpulan orang-orang yang berada di dalam dan sepertinya sedang serius berdiskusi, mengalihkan pandangan ke pintu.
Ada wajah-wajah suprised melihat siapa yang muncul, ada yang berekspresi senang dan ada yang bengong, ada yang berekspresi tak suka. Arya, termasuk yang bengong.
Sosok Aerin yang jelas-jelas menatap hanya kepadanya, tampak penuh misteri. Arya melihat ke berkas yang ada di tangan Aerin, seketika ia tau apa maksud kedatangan Aerin yang tanpa pemberitahuan dari Vita, bahkan tanpa mengetuk pintu.
Tidak ada yang mulai menyapa. Aerin melangkah ke arah sofa. Sosoknya yang memakai kemeja putih lengan panjang ngepas badan dan celana panjang motif kotak-kotak berwarna abu tua...sangat mempesona.
Indah dan Nadine yang juga ada disana, saling menatap. Sebagai model papan atas dan designer, keduanya tau kalau sosok yang sedang menuju ke arah mereka itu, memakai kemeja dan celana dari Dolce n Gabbana.
"I need to talk to you, right now," ucap Aerin sambil menunjuk kearah Arya.
Teman-teman Arya cukup kaget dengan cara Aerin menunjuk jarinya kearah Arya, tapi Arya tidak terpengaruh. Arya mengangguk, lalu bangkit dari sofa.
"Aku tinggal sebentar ya." Arya melangkah ke kamar rapat mini di sudut lain ruangannya, yang hanya dibatasi dengan dinding kaca.
"Please come in."
Arya membuka pintu ruangan dan dengan nada yang sangat ramah mempersilahkan Aerin buat masuk. Ia sama sekali tidak terpengaruh dengan ketidaksopanan Aerin. Aerin masuk ke dalam masih dengan wajah datar, tanpa ekspresi.
Arya duduk tapi Aerin tetap berdiri, diam mematung dengan mata masih menatapnya setajam saat dia pertama masuk ke ruangannya.
"Aerin, sit down and let's talk." Arya menarik kursi buat Aerin, tetap tidak ada respon.
"5 tahun aku bekerja disini tapi baru kali ini aku benar-benar kecewa and I give up. Bagaimana kamu bisa membuat rapat khusus top management, mengharuskan semua untuk hadir... tanpa pernah berdiskusi terlebih dulu dengan orang-orang di posisi top management! Kamu pikir, kami disini orang-orang pasif yang tidak punya rencana kerja?" Tanya Aerin dengan emosi meledak-ledak.
Aerin semakin emosi karena Arya hanya menatapnya dengan pandangan lembut, tanpa merespon apapun.
Aerin membuka lembaran ketiga dari berkas yang dibawanya. Ada schedule training disana.
"Baca! Bahkan di hari terakhir training, ada 1 sesi live dengan training yang sedang diikuti Bagas di Singapore. Tidak sembarang orang bisa mendapatkan kehormatan ini. Ini karena aku sangat perduli kepada Global. You see...bagaimana aku mempersiapkan training ini? Ini semuanya buat siapa? I will leave soon, for sure! You, your family, Global and FF Group yang akan sangat diuntungkan dengan training ini." Arya tak juga merespon apa-apa.
Wajahnya masih sangat tenang bahkan tidak terpengaruh dengan telunjuk Aerin yang sudah beberapa kali menunjuk-nunjuk bahkan hampir mengenai wajahnya. Aerin speechless.
"Are you suddenly mute? Speak!" Perintahnya dengan nada setengah membentak. Kedua tangannya memegang bahu Arya dan menguncangnya.
Aerin merasa putus asa karena ia sudah capek berbicara tapi Arya tetap diam. Teman-teman Arya yang menonton dari kaca, sangat suprised dengan kontak fisik yang dilakukan Aerin.
Entah apa yang Aerin katakan kepada Arya, mereka tidak bisa mendengar karena ruang meeting mini itu kedap suara.
Indah yang dari tadi sudah tidak tenang, semakin merasa tidak nyaman. Cara Arya menatap Aerin, sungguh penuh arti. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang berantem, bukan seperti bos dan bawahan yang sedang beradu pendapat.
Arya membiarkan bahunya diguncang Aerin, tampak sekali kalau Aerin sudah berada di batas akhir kesabarannya. Setelah sesaat menikmati guncangan dari Aerin, akhirnya ia tersenyum.
Ia memang sengaja tidak merespon Aerin karena bagaimanapun ia merespon, Aerin pasti akan lebih meledak-ledak lagi saking emosinya.
Melihat Arya tersenyum membuat Aerin sesaat terdiam dan melepaskan tangannya dari bahu Arya. Apa yang terjadi?
Kenapa setelah ia meledak-ledak, Arya malah memberinya senyuman penuh arti yang membuat dadanya berdebar kencang. Arya merusak suasana penuh kemarahan menjadi suasana yang sedikit romantis. Oh, God...!
"I'm sorry. Sorry karena tidak mengajak semua pihak mendiskusikan acara ini. Aku gak mau staf Global sibuk karena aku tau mereka sudah punya jadwal padat setiap harinya. So, arrangement untuk acara ini dibantu oleh mereka, my friends." Arya menunjuk ke teman-temannya.
"I can't postpone my training!" Ucap Aerin tegas. Apapun alasannya Aerin tetap mau trainingnya berjalan sesuai jadwal.
"Sorry, you have to. Kamu bisa majukan ke awal minggu depan, atau mundurkan ke minggu berikutnya." Arya yang tadinya masih bicara dengan nada lembut, sekarang menjadi lebih tegas tapi masih dengan pandangan yang penuh arti.
"You are selfish! I don't need to attend top management meeting, Mas Andy is my supervisor and he knows all about my work." Aerin kembali emosi.
"Kamu harus hadir di top management meeting, this is the boss's order!"
"No! You have no right to impose your will because in this case, you are wrong for announcing a meeting suddenly."
"Aerin, I am the boss! Aku bisa memerintahkan bawahanku seperti yang aku mau." Kali ini Arya tersenyum lebar yang membuat Aerin tau batasannya.
"Sure, you are the boss! You can postpone my training but you can't force me to attend your meeting. I don't care! You and Global who need me, not I need you. Even today, I don't know why I'm stuck here. I'm tired to be here. So, just fire me!" Mata Aerin berkaca-kaca, ekspresinya penuh kekecewaan.
Arya cukup kaget dengan Aerin yang tampak mau menangis. Apa maksud dari kata-kata terakhirnya itu?
Aerin berbalik dan melangkah menuju ke pintu. Arya segera menghalanginya.
"Kamu kenapa?" Tanya Arya sambil memegang tangan Aerin. Keduanya saling menatap, dalam.
"I hate you! I really hate you!" Aerin menarik dengan keras tangannya dari genggaman Arya dan melangkah cepat keluar ruangan.
Arya yang sempat bengong mencerna apa maksud perkataan Aerin, akhirnya mengejar.
"Aerin, kita belum selesai bicara," teriak Arya tapi Aerin tidak perduli, terus melangkah ke pintu keluar dan menghilang dari pandangan.
Teman-teman Arya yang menonton adegan romantis itu jadi penuh tanya.
"Aerin..!" Teriak Arya lagi yang membuat Vita kaget.
Tampak Aerin yang berlari kecil melewati meja kerjanya dengan wajah sedih dan ada Pak Arya yang berdiri di pintu dengan tatapan penuh arti.
"Vita, please follow her'" Vita dengan sigap mengangguk dan mengikuti Aerin yang menuju ke rooftop.
"Dia marah karena trainingnya di Makassar harus tertunda karena acara ini. I admit she is an expert in planning. Dia sudah prepare trainingnya dengan sangat baik termasuk ada live training dari sebuah training di Singapore. Makanya dia kecewa sekali. This is all my fault, aku tidak menyangka training yang dia rencanakan akan sehebat itu." Arya diam.
Indah menatap sosok Arya yang sedang memijat dahinya dengan ekspresi berpikir keras. Apa yang sebenarnya terjadi? Terus terang ia merasa sangat cemburu melihat adegan pertengkaran yang terlihat sangat romantis tadi. Entah mengapa, ia merasa Arya dan Aerin seperti menyembunyikan perasaan yang sebenarnya karena dari cara keduanya memandang, tampak sekali kalau keduanya saling punya rasa.
Indah menarik napas panjang, ia tidak bisa fokus ke diskusi yang sedang dipimpin oleh Sandy. Sudah lama ia bersama Arya sejak Arya kembali, tapi belum ada kemajuan apapun dalam hubungan mereka. Arya mengaggapnya seperti teman biasa, tak pernah ada lagi pandangan penuh pesona asmara seperti saat mereka remaja. Apakah ia harus mencoba lebih keras menebarkan pesonanya?
==========
Aerin menatap pemandangan Kota Jakarta yang diselimuti mendung tipis. Ia akan selalu berada di rooftop bila sedang bad mood. Terdengar suara langkah mendekat dibelakangnya dan Aerin tau itu siapa.
"I don't know how to cheer you up," ucap Vita yang berdiri di samping Aerin. Keduanya tidak saling menatap tapi Vita tau Aerin menangis.
"I am really tired," ucap Aerin dengan nada lemah. "I feel he does not care about my hard work."
"I don't think so. Dia sangat perduli. Kamu gak liat gimana wajah kusutnya dia tadi. Nampak banget dia menyesal udah mengecewakan kamu. Bahkan dia nyuruh aku ngikutin kamu," terang Vita yang membuat Aerin memalingkan wajahnya dan berusaha tersenyum.
Wajah Aerin tampak letih banget.
"Mbak Vita, I'm sorry...suaraku tadi agak keras ke Mbak Vita."
"Oh.. .Aku bahkan sudah lupa." Keduanya berpelukan, Vita menepuk-nepuk bahu Aerin, memberi kekuatan.
"Hello ladies..." Suara Andy membuat keduanya melepaskan pelukan. Andy tersenyum sambil mengangkat 3 cup kopi dengan senyum menggoda.
"Coffee?"
"Thanks," ucap Vita yang langsung mengambil cup besar berisi cappuccino, sementara Aerin dan Andy menikmati black coffee dalam cup kecil.
"Vit, waktu kamu ajak Pak Arya keliling kantor dulu... pasti kamu lupa ajak Pak Arya kemari."
"Eh, jangan ngomongin Pak Arya. Aerin bisa ngamuk lagi." Aerin tersenyum.
"It's okay." Keduanya tau Aerin tipikal yang gak bakalan lama-lama betah ber bad mood ria.
Arya duduk tapi Aerin tetap berdiri, diam mematung dengan mata masih menatapnya setajam saat dia pertama masuk ke ruangannya.
"Aerin, sit down and let's talk." Arya menarik kursi buat Aerin, tetap tidak ada respon.
"5 tahun aku bekerja disini tapi baru kali ini aku benar-benar kecewa and I give up. Bagaimana kamu bisa membuat rapat khusus top management, mengharuskan semua untuk hadir... tanpa pernah berdiskusi terlebih dulu dengan orang-orang di posisi top management! Kamu pikir, kami disini orang-orang pasif yang tidak punya rencana kerja?" Tanya Aerin dengan emosi meledak-ledak.
Aerin semakin emosi karena Arya hanya menatapnya dengan pandangan lembut, tanpa merespon apapun.
Aerin membuka lembaran ketiga dari berkas yang dibawanya. Ada schedule training disana.
"Baca! Bahkan di hari terakhir training, ada 1 sesi live dengan training yang sedang diikuti Bagas di Singapore. Tidak sembarang orang bisa mendapatkan kehormatan ini. Ini karena aku sangat perduli kepada Global. You see...bagaimana aku mempersiapkan training ini? Ini semuanya buat siapa? I will leave soon, for sure! You, your family, Global and FF Group yang akan sangat diuntungkan dengan training ini." Arya tak juga merespon apa-apa.
Wajahnya masih sangat tenang bahkan tidak terpengaruh dengan telunjuk Aerin yang sudah beberapa kali menunjuk-nunjuk bahkan hampir mengenai wajahnya. Aerin speechless.
"Are you suddenly mute? Speak!" Perintahnya dengan nada setengah membentak. Kedua tangannya memegang bahu Arya dan menguncangnya.
Aerin merasa putus asa karena ia sudah capek berbicara tapi Arya tetap diam. Teman-teman Arya yang menonton dari kaca, sangat suprised dengan kontak fisik yang dilakukan Aerin.
Entah apa yang Aerin katakan kepada Arya, mereka tidak bisa mendengar karena ruang meeting mini itu kedap suara.
Indah yang dari tadi sudah tidak tenang, semakin merasa tidak nyaman. Cara Arya menatap Aerin, sungguh penuh arti. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang berantem, bukan seperti bos dan bawahan yang sedang beradu pendapat.
Arya membiarkan bahunya diguncang Aerin, tampak sekali kalau Aerin sudah berada di batas akhir kesabarannya. Setelah sesaat menikmati guncangan dari Aerin, akhirnya ia tersenyum.
Ia memang sengaja tidak merespon Aerin karena bagaimanapun ia merespon, Aerin pasti akan lebih meledak-ledak lagi saking emosinya.
Melihat Arya tersenyum membuat Aerin sesaat terdiam dan melepaskan tangannya dari bahu Arya. Apa yang terjadi?
Kenapa setelah ia meledak-ledak, Arya malah memberinya senyuman penuh arti yang membuat dadanya berdebar kencang. Arya merusak suasana penuh kemarahan menjadi suasana yang sedikit romantis. Oh, God...!
"I'm sorry. Sorry karena tidak mengajak semua pihak mendiskusikan acara ini. Aku gak mau staf Global sibuk karena aku tau mereka sudah punya jadwal padat setiap harinya. So, arrangement untuk acara ini dibantu oleh mereka, my friends." Arya menunjuk ke teman-temannya.
"I can't postpone my training!" Ucap Aerin tegas. Apapun alasannya Aerin tetap mau trainingnya berjalan sesuai jadwal.
"Sorry, you have to. Kamu bisa majukan ke awal minggu depan, atau mundurkan ke minggu berikutnya." Arya yang tadinya masih bicara dengan nada lembut, sekarang menjadi lebih tegas tapi masih dengan pandangan yang penuh arti.
"You are selfish! I don't need to attend top management meeting, Mas Andy is my supervisor and he knows all about my work." Aerin kembali emosi.
"Kamu harus hadir di top management meeting, this is the boss's order!"
"No! You have no right to impose your will because in this case, you are wrong for announcing a meeting suddenly."
"Aerin, I am the boss! Aku bisa memerintahkan bawahanku seperti yang aku mau." Kali ini Arya tersenyum lebar yang membuat Aerin tau batasannya.
"Sure, you are the boss! You can postpone my training but you can't force me to attend your meeting. I don't care! You and Global who need me, not I need you. Even today, I don't know why I'm stuck here. I'm tired to be here. So, just fire me!" Mata Aerin berkaca-kaca, ekspresinya penuh kekecewaan.
Arya cukup kaget dengan Aerin yang tampak mau menangis. Apa maksud dari kata-kata terakhirnya itu?
Aerin berbalik dan melangkah menuju ke pintu. Arya segera menghalanginya.
"Kamu kenapa?" Tanya Arya sambil memegang tangan Aerin. Keduanya saling menatap, dalam.
"I hate you! I really hate you!" Aerin menarik dengan keras tangannya dari genggaman Arya dan melangkah cepat keluar ruangan.
Arya yang sempat bengong mencerna apa maksud perkataan Aerin, akhirnya mengejar.
"Aerin, kita belum selesai bicara," teriak Arya tapi Aerin tidak perduli, terus melangkah ke pintu keluar dan menghilang dari pandangan.
Teman-teman Arya yang menonton adegan romantis itu jadi penuh tanya.
"Aerin..!" Teriak Arya lagi yang membuat Vita kaget.
Tampak Aerin yang berlari kecil melewati meja kerjanya dengan wajah sedih dan ada Pak Arya yang berdiri di pintu dengan tatapan penuh arti.
"Vita, please follow her'" Vita dengan sigap mengangguk dan mengikuti Aerin yang menuju ke rooftop.
"Dia marah karena trainingnya di Makassar harus tertunda karena acara ini. I admit she is an expert in planning. Dia sudah prepare trainingnya dengan sangat baik termasuk ada live training dari sebuah training di Singapore. Makanya dia kecewa sekali. This is all my fault, aku tidak menyangka training yang dia rencanakan akan sehebat itu." Arya diam.
Indah menatap sosok Arya yang sedang memijat dahinya dengan ekspresi berpikir keras. Apa yang sebenarnya terjadi? Terus terang ia merasa sangat cemburu melihat adegan pertengkaran yang terlihat sangat romantis tadi. Entah mengapa, ia merasa Arya dan Aerin seperti menyembunyikan perasaan yang sebenarnya karena dari cara keduanya memandang, tampak sekali kalau keduanya saling punya rasa.
Indah menarik napas panjang, ia tidak bisa fokus ke diskusi yang sedang dipimpin oleh Sandy. Sudah lama ia bersama Arya sejak Arya kembali, tapi belum ada kemajuan apapun dalam hubungan mereka. Arya mengaggapnya seperti teman biasa, tak pernah ada lagi pandangan penuh pesona asmara seperti saat mereka remaja. Apakah ia harus mencoba lebih keras menebarkan pesonanya?
==========
Aerin menatap pemandangan Kota Jakarta yang diselimuti mendung tipis. Ia akan selalu berada di rooftop bila sedang bad mood. Terdengar suara langkah mendekat dibelakangnya dan Aerin tau itu siapa.
"I don't know how to cheer you up," ucap Vita yang berdiri di samping Aerin. Keduanya tidak saling menatap tapi Vita tau Aerin menangis.
"I am really tired," ucap Aerin dengan nada lemah. "I feel he does not care about my hard work."
"I don't think so. Dia sangat perduli. Kamu gak liat gimana wajah kusutnya dia tadi. Nampak banget dia menyesal udah mengecewakan kamu. Bahkan dia nyuruh aku ngikutin kamu," terang Vita yang membuat Aerin memalingkan wajahnya dan berusaha tersenyum.
Wajah Aerin tampak letih banget.
"Mbak Vita, I'm sorry...suaraku tadi agak keras ke Mbak Vita."
"Oh.. .Aku bahkan sudah lupa." Keduanya berpelukan, Vita menepuk-nepuk bahu Aerin, memberi kekuatan.
"Hello ladies..." Suara Andy membuat keduanya melepaskan pelukan. Andy tersenyum sambil mengangkat 3 cup kopi dengan senyum menggoda.
"Coffee?"
"Thanks," ucap Vita yang langsung mengambil cup besar berisi cappuccino, sementara Aerin dan Andy menikmati black coffee dalam cup kecil.
"Vit, waktu kamu ajak Pak Arya keliling kantor dulu... pasti kamu lupa ajak Pak Arya kemari."
"Eh, jangan ngomongin Pak Arya. Aerin bisa ngamuk lagi." Aerin tersenyum.
"It's okay." Keduanya tau Aerin tipikal yang gak bakalan lama-lama betah ber bad mood ria.
Dia bisa sangat meledak-ledak melampiaskan kemarahannya, tapi saat dia merasa cukup, dia akan kembali ceria.
"Iya, aku lupa. Emangnya kenapa?"
"Kalau Pak Arya dulu kamu bawa kemari, tempat ini pasti akan seindah cafeteria. Aku baru tahu ternyata Pak Arya itu aslinya seorang arsitek yang cukup diperhitungkan loh... di Amerika sana. Dia khusus merancang boutique hotel."
"Wow..." Vita suprised. Aerin diam saja.
"Tadi pagi pas ke ruangannya, aku nggak sengaja liat banyak dokumen yang lagi dia koreksi. Di kopnya tertulis AA Architecture Innovation. Aku penasaran kenapa dia buat banyak koreksi di dokumen itu, jadi aku browsing dan ternyata itu perusahaannya dia dan dia masih menjabat CEO disitu."
--- I'm a big big girl, in a big... ---
Perbincangan terhenti karena hp Aerin berbunyi.
"Iya, Wid," sapa Aerin sambil melihat jam esprit di pergelangan tangannya.
"Kami sudah di cafetaria, mbak."
"Oh oke, I am on my way ya. Thanks, Wid." Aerin bangkit.
"Sorry, aku ada tamu yang nunggu di cafetaria. Mbak, Mas mau ikutan sekalian buat lunch?" Keduanya menggeleng.
"Duluan gih, aku belum laper," jelas Vita sambil menepuk-nepuk perutnya yang agak buncit.
"Aku juga harus sign beberapa dokumen sebelum jam istirahat siang."
"Okay, thanks for cheer me up." Aerin mengerdipkan sebelah matanya dengan senyum manis, sebelum berbalik dan melangkah pergi.
***
Suasana cafetaria masih sepi siang itu, jam baru menunjukkan pukul 12.00 belum banyak yang datang buat makan siang.
Bian yang mengikuti Wiwid, berhenti di meja 2 kursi dekat jendela dengan pemandangan Kota Jakarta yang agak mendung.
"Mas Bian mau minum apa?" Tanya Wiwid yang senyum-senyum sendiri karena banyak mata yang menatap penuh tanda tanya ke arahnya.
"Iya, aku lupa. Emangnya kenapa?"
"Kalau Pak Arya dulu kamu bawa kemari, tempat ini pasti akan seindah cafeteria. Aku baru tahu ternyata Pak Arya itu aslinya seorang arsitek yang cukup diperhitungkan loh... di Amerika sana. Dia khusus merancang boutique hotel."
"Wow..." Vita suprised. Aerin diam saja.
"Tadi pagi pas ke ruangannya, aku nggak sengaja liat banyak dokumen yang lagi dia koreksi. Di kopnya tertulis AA Architecture Innovation. Aku penasaran kenapa dia buat banyak koreksi di dokumen itu, jadi aku browsing dan ternyata itu perusahaannya dia dan dia masih menjabat CEO disitu."
--- I'm a big big girl, in a big... ---
Perbincangan terhenti karena hp Aerin berbunyi.
"Iya, Wid," sapa Aerin sambil melihat jam esprit di pergelangan tangannya.
"Kami sudah di cafetaria, mbak."
"Oh oke, I am on my way ya. Thanks, Wid." Aerin bangkit.
"Sorry, aku ada tamu yang nunggu di cafetaria. Mbak, Mas mau ikutan sekalian buat lunch?" Keduanya menggeleng.
"Duluan gih, aku belum laper," jelas Vita sambil menepuk-nepuk perutnya yang agak buncit.
"Aku juga harus sign beberapa dokumen sebelum jam istirahat siang."
"Okay, thanks for cheer me up." Aerin mengerdipkan sebelah matanya dengan senyum manis, sebelum berbalik dan melangkah pergi.
***
Suasana cafetaria masih sepi siang itu, jam baru menunjukkan pukul 12.00 belum banyak yang datang buat makan siang.
Bian yang mengikuti Wiwid, berhenti di meja 2 kursi dekat jendela dengan pemandangan Kota Jakarta yang agak mendung.
"Mas Bian mau minum apa?" Tanya Wiwid yang senyum-senyum sendiri karena banyak mata yang menatap penuh tanda tanya ke arahnya.
Tentu saja, sosok Bian yang klimis dengan kacamata minus begitu menggoda.
"Lemon tea hangat. Nyaman sekali disini. Ini cafetaria kantor?" Wiwid mengangguk.
Design yang sangat cantik bikin orang luar susah untuk percaya bahwa ini adalah cafetaria kantor. Tempat ini lebih pantas menjadi cafe komersil.
"Sebentar aku pesankan, mas."
"Makasih."
Segerombolan orang masuk yang membuat perhatian beralih dari sosok Bian. Bian ikut memperhatikan rombongan itu.
Dua wanita di dalam rombongan itu tentu saja dikenalnya, satunya supermodel top dan satunya lagi designer terkenal. Sementara ke-5 pria lainnya sepertinya juga bukan staf Global, pakaian yang mereka kenakan terlalu santai, tidak seperti staf lainnya.
Mereka menempati meja di sebelahnya. Beberapa staf yang kebetulan melewati meja mereka, berhenti sebentar... menyapa salah satu dari pria itu.
Bian memperhatikan dengan seksama pria berambut agak gondrong yang memakai kemeja santai hitam. Sepertinya itu adalah bos FF Group.
Bian pernah membaca dari jurnal bisnis kalau sekarang FF Group dipimpin langsung oleh putra pendiri FF Group, seorang arsitek yang cukup punya nama di Amerika. Seorang arsitek yang punya spesialisasi merancang hotel butik.
***
Aerin muncul di pintu cafetaria. Matanya memandang ke sekeliling ruangan, tapi ia tidak menemukan sosok Bian. Aerin jadi nervous banget, apa ia lupa wajah Bian?
Ia hanya pernah bertemu Bian sekali di acara ulang tahunnya. Sekali lagi Aerin melihat sekeliling cafetaria dengan lebih serius, tapi tetap aja wajah Bian yang ada di benaknya... tak ia temukan disana. Lantas, wajah siapa yang diingatnya?
"Irin..."
Tiba-tiba terdengar teriakan yang lumayan keras, yang membuat semua melihat ke sosok pria yang duduk sendirian, yang sudah dari sejak masuk ke cafetaria tadi, menjadi pusat perhatian karena dia bukan staf Global.
Pria itu melambaikan tangannya ke arah pintu cafetaria. Arya yang mendengar seseorang menyebut nama 'Irin', reflek ikutan melihat. Ada sosok Aerin yang tersenyum manis sambil melangkah masuk ke dalam cafeteria, menuju ke meja tempat pria itu.
"Mas Bian, sorry nunggu lama," ucap Aerin sambil duduk di kursi yang ditarik Bian untuknya.
"Aku tau kamu pasti sibuk banget. Thanks udah nyempatin ngundang aku."
Aerin tertawa kecil dengan mata menatap ke sekeliling dan selalu...ada sosok Arya selurusan pandangannya, yang sedang menatapnya.
Teman-teman Arya juga ikutan menatapnya. Aerin langsung melihat ke arah lain, lalu bangkit dan menggeser posisi kursinya ke arah berbeda, supaya pandangannya tidak bertemu langsung dengan Arya.
"Disini pemandangannya lebih indah," jelasnya karena menangkap kebingungan di wajah Bian, yang akhirnya tertawa lucu. Ekspresi Aerin sangat mengemaskan.
Wiwid muncul bersama waiter cafetaria yang membawa hidangan. Aerin mengerdipkan matanya ke Wiwid yang melaksanakan tugasnya dengan sangat baik.
"Aku udah order spaghetti, is it okay?" Aerin memang memesan menu khusus sama chef cafeteria untuk Bian.
"It's okay. Makasih."
"Wid, mau ikutan lunch bersama?" Tawar Aerin yang disambut dengan gelengan.
"Thanks, mbak. Itu Mbak Vita udah nunggu di pojokan," terang Wiwid sambil menunjuk ke Vita. Aerin melambaikan tangannya ke Vita yang membalas lambaian.
Bersambung #13
"Lemon tea hangat. Nyaman sekali disini. Ini cafetaria kantor?" Wiwid mengangguk.
Design yang sangat cantik bikin orang luar susah untuk percaya bahwa ini adalah cafetaria kantor. Tempat ini lebih pantas menjadi cafe komersil.
"Sebentar aku pesankan, mas."
"Makasih."
Segerombolan orang masuk yang membuat perhatian beralih dari sosok Bian. Bian ikut memperhatikan rombongan itu.
Dua wanita di dalam rombongan itu tentu saja dikenalnya, satunya supermodel top dan satunya lagi designer terkenal. Sementara ke-5 pria lainnya sepertinya juga bukan staf Global, pakaian yang mereka kenakan terlalu santai, tidak seperti staf lainnya.
Mereka menempati meja di sebelahnya. Beberapa staf yang kebetulan melewati meja mereka, berhenti sebentar... menyapa salah satu dari pria itu.
Bian memperhatikan dengan seksama pria berambut agak gondrong yang memakai kemeja santai hitam. Sepertinya itu adalah bos FF Group.
Bian pernah membaca dari jurnal bisnis kalau sekarang FF Group dipimpin langsung oleh putra pendiri FF Group, seorang arsitek yang cukup punya nama di Amerika. Seorang arsitek yang punya spesialisasi merancang hotel butik.
***
Aerin muncul di pintu cafetaria. Matanya memandang ke sekeliling ruangan, tapi ia tidak menemukan sosok Bian. Aerin jadi nervous banget, apa ia lupa wajah Bian?
Ia hanya pernah bertemu Bian sekali di acara ulang tahunnya. Sekali lagi Aerin melihat sekeliling cafetaria dengan lebih serius, tapi tetap aja wajah Bian yang ada di benaknya... tak ia temukan disana. Lantas, wajah siapa yang diingatnya?
"Irin..."
Tiba-tiba terdengar teriakan yang lumayan keras, yang membuat semua melihat ke sosok pria yang duduk sendirian, yang sudah dari sejak masuk ke cafetaria tadi, menjadi pusat perhatian karena dia bukan staf Global.
Pria itu melambaikan tangannya ke arah pintu cafetaria. Arya yang mendengar seseorang menyebut nama 'Irin', reflek ikutan melihat. Ada sosok Aerin yang tersenyum manis sambil melangkah masuk ke dalam cafeteria, menuju ke meja tempat pria itu.
"Mas Bian, sorry nunggu lama," ucap Aerin sambil duduk di kursi yang ditarik Bian untuknya.
"Aku tau kamu pasti sibuk banget. Thanks udah nyempatin ngundang aku."
Aerin tertawa kecil dengan mata menatap ke sekeliling dan selalu...ada sosok Arya selurusan pandangannya, yang sedang menatapnya.
Teman-teman Arya juga ikutan menatapnya. Aerin langsung melihat ke arah lain, lalu bangkit dan menggeser posisi kursinya ke arah berbeda, supaya pandangannya tidak bertemu langsung dengan Arya.
"Disini pemandangannya lebih indah," jelasnya karena menangkap kebingungan di wajah Bian, yang akhirnya tertawa lucu. Ekspresi Aerin sangat mengemaskan.
Wiwid muncul bersama waiter cafetaria yang membawa hidangan. Aerin mengerdipkan matanya ke Wiwid yang melaksanakan tugasnya dengan sangat baik.
"Aku udah order spaghetti, is it okay?" Aerin memang memesan menu khusus sama chef cafeteria untuk Bian.
"It's okay. Makasih."
"Wid, mau ikutan lunch bersama?" Tawar Aerin yang disambut dengan gelengan.
"Thanks, mbak. Itu Mbak Vita udah nunggu di pojokan," terang Wiwid sambil menunjuk ke Vita. Aerin melambaikan tangannya ke Vita yang membalas lambaian.
Bersambung #13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel