Cerita Bersambung
Arya makan dengan tidak begitu tenang. Panggilan nama Irin tadi untuk Aerin, sangat menganggunya. Otaknya sudah dipenuhi dengan banyak tanya mengingat kata-kata yang diucapkan Aerin tadi saat marah, sekarang ditambah lagi dengan Aerin yang ternyata juga punya nama panggilan Irin.
"Aerin itu sebenarnya siapa?" Tiba-tiba Nadine bertanya.
"I don't know," jawab Arya cuek.
"Lu tau kemeja dan celana yang dia pakai? Itu kurang lebih benilai 20 juta per piece nya," terang Nadine yang membuat yang lain melongo, kecuali Arya dan Indah.
Arya sudah tau kalau pakaian yang selalu dikenakan Aerin memang dari branded terkenal semua. Profesi Aerin sebagai certified hacker sangat memungkinkan dia punya income yang sangat besar.
"Wow...semakin diluar jangkauan," gumam Baldi yang membuat lainnya tertawa.
"Pantas aja dia gak ngaruh ama pria-pria kaya yang mencoba mendekat," sambung Victor pasrah.
"Lu tau Adrian anaknya Pak Bagaskara?" Tanya Sandy, lainnya mengangguk, kecuali Arya yang belum kenal banyak orang di Jakarta.
"Gue pernah liat dia diacuhin ama Aerin." Mereka tertawa.
"Busyet dah! Kalau sekelas Adrian aja diacuhin... apalagi kelas tanggung kayak gue?" Ucap Imam dengan wajah bermimik lucu.
"Eh, emang lu pikir semua cewek tuh bakalan keplek-keplek sama cowok kaya? No man! Rasa disini lebih penting," protes Nadine sambil memegang dadanya. Langsung aja semua meledeknya. Indah dan Arya lebih banyak diam.
***
"Kamu terkenal banget disini," ucap Bian yang membuat Aerin tertawa ngakak.
Pasti Bian terganggu dengan banyaknya staf Global yang singgah ke meja mereka sekedar untuk menyapanya.
"Aku gak pernah ngundang orang luar buat lunch di cafetaria, makanya mereka pada kepo," terang Aerin yang membuat Bian ikutan tertawa.
"Ricky bilang kamu lagi sibuk blind date.'"
Aerin mengangguk dengan ekspresi agak malu. Mas Ricky malu-maluin aja.
"Yes, but not really busy...aku lebih sibuk dengan kerjaanku disini. Blind dates adalah usaha terakhir sebelum menyerah kalah."
Bian tertawa.
Bian tau Pak Bramantio sangat serius soal Aerin yang harus menikah sebelum menginjak usia 30 tahun, tapi cara Aerin menghadapi paksaan itu... lumayan tenang.
"Jadi sudah ketemu?" Tanyanya penasaran. Aerin menggeleng dengan mimik lucu.
" Masalahnya adalah, aku belum bisa move on..."
" Move on dari..." Ada banyak hal yang ingin Bian tau. Aerin tersenyum lebar. Haruskah ia berbagi dengan Bian? Tapi Bian teman ngobrol yang asyik.
"Cinta masa lalu. Walaupun aku sudah bilang 'I gave up' tapi kenyataannya...tidak! " Ekspresi wajah Aerin tampak sedih.
Ternyata itu masalahnya. Bian menyembunyikan rasanya, perlu usaha ekstra keras untuk bersaing dengan cinta masa lalu.
"Kamu jadi sedih, sorry...kita ngobrol yang lain saja." Aerin mengangguk.
"Mas Bian, kenapa belum menikah?" Tanya Aerin yang membuat Bian terbatuk-batuk. Aerin tertawa.
Bian mengambil minum, sebelum siap menjawab pertanyaan dadakan dari Aerin.
"Belum ketemu yang pas aja."
"Yang pas itu seperti apa?"
Pertanyaan Aerin membuat Bian agak kelabakan. Aerin tau pria yang sudah cukup dewasa untuk menikah didepannya itu, bingung tuk menjawab apa.
"Menikah itu tidak harus dimulai dari yang pas sempurna, karena menikah itu adalah proses menpaskan dua jiwa untuk bisa saling menghargai perbedaan. Kalau syaratnya harus mendapat yang pas dulu, baru menikah...aku pikir pernikahan akan sangat membosankan." Aerin diam sesaat.
"So, by the end I think that forced marriage is not bad karena pastilah setiap orangtua akan berpikir panjang sebelum mengambil keputusan kepada siapa mereka memberikan kehormatan untuk menjaga anak gadisnya."
Bian menatap Aerin dengan kagum.
"Aku termasuk orang yang menganggap akad nikah itu adalah sesuatu yang sangat sakral dan responsibility nya itu besar banget karena saat seorang pria mengucapkan akad nikah, itu dicatat di bumi dan di langit. So, mungkin saat menikah...tidak ada rasa cinta, mungkin hanya ada rasa hormat kepada pria yang bersedia mengambil responsibility untuk menjaga aku.
"Trus, setelah dia mengambil tanggungjawab besar itu, bagaimana aku tidak belajar untuk mencintai my husband?" Aerin tersenyum lebar.
"So, no body is perfect. Just like me, aku mungkin terlihat sangat sempurna tapi aku punya banyak banget kekurangan. Salah satunya aku menghabiskan hampir 19 tahun dari hidupku, terjebak dalam cinta masa lalu."
Bian menahan senyum yang membuat Aerin tertawa lebar...menertawai kisahnya sendiri.
"Cinta ini begitu dalam bahkan mengacaukan memoriku. Mas Bian tau kan, kalau aku susah mengingat wajah pria?" Bian yang sangat suprised dengan keterusterangan Aerin, mengangguk.
Tentu saja, itu yang membuatnya memanggil keras nama "Irin" tadi... karena ia pikir mungkin Aerin yang berdiri bengong dengan mata mencari-cari, tidak mengingat wajahnya. Sesuatu yang sangat menyakitkan baginya, tapi ia menutupinya rapat-rapat.
"Aku sempat berkonsultasi dengan psikolog. Dengan IQ diatas rata-rata yang aku punya, seharusnya aku punya daya ingat yang sangat bagus. Tapi ntah kenapa aku bisa tidak mengingat wajah pria yang baru aku kenal... padahal yang lebih sukar dari itu... misalnya coding data, aku bisa mengingatnya dengan sangat baik makanya aku menjadi hacker. Setelah banyak menghabiskan sesi konsultasi, psikolognya sampai pada sebuah teori bahwa rasa cintaku itu telah memperlambat memoriku dalam mengingat pria lain karena otakku hanya terfokus pada satu pria saja. How unlucky I am."
Aerin tersenyum manis, ia harap Bian bisa mencerna dengan baik maksud dibalik penjelasan panjang lebarnya. Ia tau Bian tertarik padanya tapi fakta bahwa ia tidak mengingat wajah Bian, adalah pertanda jujur dari batinnya bahwa tidak ada yang spesial dari Bian.
Aerin juga ingin Bian tau kalau ia tidak sesempurna sosok yang ada dalam pikiran Bian karena ia punya kisahnya sendiri. Ia juga ingin Bian mengerti bahwa bila pada akhirnya orangtuanya memilih Bian sebagai suaminya karena ada kemungkinan untuk itu...ia siap belajar mencintai suaminya.
***
Arya menatap Aerin yang bangkit dari kursi dan beranjak meninggalkan cafeteria, diikuti oleh pria yang Arya tau menaruh rasa suka pada Aerin. Pandangan mata pria itu dari tadi tak pernah lepas dari Aerin.
"Lihat dia, udah senyum-senyum ceria... seperti gak ada kejadian apapun sebelumnya," komentar Indah yang mengikuti arah tatapan Arya.
"Padahal tadi dia garang banget, seperti mau nelan lu hidup-hidup." Semua tertawa mendengar ucapan Victor, termasuk Arya.
"Gue suka dia, cool." Nadine memuji Aerin, Indah mendelik tak senang tapi Nadine tak perduli. Tak lama mereka keluar juga dari cafetaria, Arya mengantar teman-temannya ke basement.
==========
Aerin menunggu lift dari lobby. Begitu lift khusus ke lantai 15, dari basement berhenti di lobby...pintu lift terbuka, ada Arya disana yang sepertinya juga kaget melihat dirinya.
Aerin diam mematung, keduanya saling menatap. Kalau ia tidak jadi masuk ke lift karena ada Arya, jadinya childish banget. Akhirnya Aerin masuk juga dan berdiri sejajar dengan Arya dengan posisi agak jauh.
🎵I'm a big big girl, in a big...🎵 3
Hp Aerin berbunyi. Arya yang sedang berpikir harus ngomong apa, mengurungkan niatnya.
"Iya, ma."
"Gimana pertemuan dengan Bian?" Selidik mama dari seberang.
"Tidak begitu sukses. Aku bahkan tidak ingat wajah dia. Untung dia manggil aku, tapi dia menyenangkan." Mau nggak mau, Arya ikut mendengar.
"Oh my God! Kamu ini, gimana mau sukses blind dates kalau setelah ketemuan, kamu langsung lupa wajah pria yang kamu temui." Aerin tertawa pasrah.
"Malam ini, Radit anaknya Pak Prasetya lagi ada di Jakarta. Kamu bisa ketemuan sama dia? Biar mama kasih no hp kamu."
"Not tonight, ma. I am not in good mood for blind dates."
Aerin yang keceplosan langsung menatap Arya yang berwajah kaget. Arya langsung melihat kearah lain. Aerin tersenyum sendiri, sudah terlanjur terdengar oleh Arya.
"Kamu baik-baik aja kan?" Ada nada khawatir dari seberang.
"Baik, ma. Cuma aku lelah banget hari ini, rasanya pengen tinju orang." Mama tertawa.
Aerin kembali melirik ke samping. Arya masih melihat kearah lain.
"Oke sayang, jaga diri baik-baik ya. I missed you."
"Bye, ma." Aerin mematikan hp nya.
Lift berhenti di lantai 14. Aerin melangkah keluar. Ia tidak pasti apa Arya menatapnya, Saat sudah diluar lift dan sebelum lift tertutup, Aerin berbalik dan Arya memang sedang menatapnya.
"Hi Mas Arya, are you available for blind dates?" Tanyanya dengan senyum manis dan mengerdipkan sebelah matanya dengan ekspresi menggoda.
Arya yang bengong belum sempat merespon, pintu lift sudah tertutup. Aerin tertawa sendiri, sementara Arya merasakan debaran kencang di dadanya.
Gadis itu, bila dia berekspresi menggoda seperti itu... benar-benar bisa membuat seorang pria sanggup berenang menyebrangi Laut China Selatan dan mendaki puncak Gunung Everest sekalipun.
Arya akhirnya tersenyum sendiri. Ia sudah sering menerima godaan dari gadis-gadis yang dijumpainya tapi tak berefek apapun terhadap kelelakiannya. Tapi yang barusan tadi, sungguh bisa membuat tembok pertahanan diri yang ia pupuk sejak ia menyadari bahwa ia mencintai Irin, menjadi retak-retak.
Mood Aerin berubah drastis setelah menggoda Arya tadi. Aerin jadi senyum-senyum geli sendiri dengan hal yang nggak pernah ia lakuin hingga usianya sedewasa ini.
Tadi itu adalah kali pertama ia secara sadar, menggoda seorang pria. Masih sangat jelas gimana suprisednya wajah Arya begitu mendapat godaan. Ah, apakah ia boleh terus menggoda sampai Arya jatuh cinta kepadanya?
***
Jelang 1 jam sebelum jam resmi pulang kantor, ada info dari Vita kalau ada meeting dadakan khusus top management.
Andy menuju ke ruangan Aerin, yang dicarinya sedang santai di balkon sambil minum teh.
"Hai, santai amat. Good mood, hah?" Goda Andy yg membuat Aerin tertawa.
"What's up?"
"Meeting sekarang, yook." Aerin terdiam sebentar, berpikir apakah ia bisa menolak untuk hadir. Tapi begitu sebuah rencana gokil muncul di benaknya, ia segera bangkit dengan penuh semangat.
"Ayo mas, we are obedient staff right?" Andy tertawa. Keduanya menuju ke lantai atas.
***
Semua sudah berkumpul, Aerin dan Andy kebagian kursi paling ujung dengan posisi mereka menghadap langsung dengan kursi utama tempat Arya duduk.
Arya yang dari tadi menyadari kehadiran Aerin, hanya melirik sekilas. Wajah itu sudah begitu santai, bahkan menebarkan senyum manis yang membuat ruangan terasa lebih ceria.
"Assalammualaikum, selamat sore semua. Maaf, menganggu waktunya," sapa Arya, memulai meeting.
Aerin menatap Arya dengan pandangan penuh arti. Jarang sekali matanya berkedip sangking fokusnya memperhatikan Arya yang mengungkapkan alasan kenapa acara gathering diadakan lumayan mendadak.
Rupanya Tante Farah dan Om Ferdinand akan berangkat bulan madu tahun emas perkawinan selama 3 bulan keliling dunia, tepat setelah acara gathering berlangsung. Jadi sebelum mereka berangkat, keduanya ingin sekali beramah tamah dengan seluruh staff Global.
Suatu ketika, Arya remaja menyuruhnya pulang ke rumahnya karena teman-teman sekolah Arya akan datang dan Arya tidak mau mereka melihat ada anak kecil yang mengekorinya.
Tapi walaupun udah diusir dengan kasar, ia tetap tidak mau pulang. Ia berdiri jauh dari posisi Arya dengan mata tak lepas menatap Arya. Saat itu ia belum bisa mengerti kenapa kehadirannya bisa menganggu Arya.
"Heh, kamu! Udah aku bilangin pulang, kamu pulang! Ngapain kamu terus natap aku kayak gitu? Bikin aku tidak bisa konsentrasi aja. Pulang, sana!" Usir Arya yang membuat mata Aerin berkaca-kaca.
Tante Farah muncul, wajahnya tampak gak senang dengan ucapan Arya.
"Arya, tidak boleh ngomong seperti itu kepada Irin."
"Irin, ma...ngapain dia natap aku terus? Bikin aku gak konsen ngobrol sama temanku," protes Arya dengan wajah geram.
"Irin sayang, maafin Mas Arya ya. Mas Arya marah karena nggak nyaman ditatapin terus sama Irin." Ia hanya mengangguk walaupun tak mengerti. Bagaimana mungkin tatapannya bisa membuat Arya tak nyaman?
***
Dan cara Aerin menatap Arya sekarang, membuat Arya dejavu. Ia merasa konsentrasinya dalam memimpin rapat agak terganggu. Arya berusaha keras untuk tidak melihat Aerin tapi tetap saja, tatapan itu membuatnya kalah.
"Okay, any question?" Tanya Arya akhirnya.
"Pak Arya bilang, semua sudah ada yang urus termasuk persiapan gala dinner. Jadi kami hanya perlu hadir saja?" Tanya Pak Roy, Direktur PR.
"Ya, hanya perlu hadir saja," jawab Arya yang membuat banyak wajah menarik napas lega setelah mendapat konfirmasi yang menyenangkan.
Mereka merasa sangat dimanjakan tanpa perlu rempong mempersiapkan ini itu.
"Ada pertanyaan lagi?" Semua diam karena merasa sudah sangat jelas.
"Aerin, any question?" Semua melihat ke Aerin yang tampak kaget tapi segera dapat mengatasi kekagetannya.
Vita tertawa kecil, wajah Aerin sangat mengemaskan.
"What is your favorite color?" Semua tertawa mendengar pertanyaan usil Aerin. Arya tersenyum.
"White and dark grey," jawab Arya yang membuat yang hadir tertawa lagi.
White adalah warna kemeja yang dipakai Aerin saat ini dengan celana panjang berwarna dark grey.
"Okay, thanks everyone. Have a nice weekend."
Arya mengakhiri meeting dengan mata melirik Aerin yang masih senyum-senyum. Vita melambaikan tangannya kepada Aerin, sebelum mengikuti langkah Arya keluar ruangan.
"Kamu ini..," protes Andy yang masih tertawa.
"Abis... ngapain coba dia tiba-tiba tanyain aku? Dari tadi aku kan patuh banget, bahkan aku sudah pasrah trainingku diundur."
"Kamu natap dia tanpa berkedip, makanya dia serang kamu." Aerin tertawa, ah ternyata Mas Andy memperhatikan juga keisengannya.
Bersambung #14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel