Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Minggu, 02 Februari 2020

Menikah Dengan Setan #12

Cerita bersambung
*RAHMAT ALAM*
[18+]

Hujan membasahi Genilagit, semalaman Rhandra erat memeluk tubuh Halimah yang mengigil. ini adalah pertama kalinya Halimah merasakan suhu terdingin selama ia di genilangit, ia mengenakan kaus kakinya, juga jaket tebal parker milik Rhandra yang tak pernah ia lepas. Ia berjalan menuju dapur, langit begitu tak bersahabat. Kabut mengepul seperti asap di sekelilingnya.

Sum, belum terlihat. ‘Mungkin sedang membereskan pakaian’ gumam Halimah dalam hati, ia langsung melanjutkan pekerjaannya sebagai istri Rhandra. Air yang keluar dari keran, begitu menusuk kulit dalam ari nya. Cuaca begitu dingin, namun tak sedingin hatinya. Hati Halimah begitu hangat karena perubahan Rhandra.

Rhandra menemui Halimah yang tengah sibuk menyiapkan sarapan untuknya. Halimah begitu serius dengan pisau juga buah-buahan di hadapannya. Pipinya yang merona, bibirnya yang merekah mengeluarkan asap dingin dari mulutnya, membuat hasrat Rhandra memuncak.
Rhandra menatapnya dari ruang tengah. Seandainya ia bisa menunaikan hak nya sebagai seorang suami, mungkin ia akan mendekat, ia akan memeluknya, ia akan menciumnya, dan mengurangi dingin yang ia rasakan, kesempurnaan yang ada pada Halimah tak akan mubazir begitu saja. Halimah menyambut tatapannya, Rhandra menoleh, ia tak ingin hati itu berdesir. Rhandra terus mencoba agar Halimah bisa selamat dari penyakitnya.

Halimah maju, Jaket parker dan Gaun jersey fushia yang melekat ditubuh dan celemek berwarna hitam menempel di tubuhnya, hijabnya ia ikat kebelakang. Rhandra diam, Istrinya terus maju ke arahnya sebuah apel di tangannya. Kini tubuh istrinya berada persis disebelahnya, Halimah duduk di sofa, ia dekat … Halimah semakin dekat.

Nafas Halimah kini hanya berjarak 5 cm dari pipi Rhandra. Berat Rhandra menelan salivanya begitu pun Halimah. Sorot mata itu haus, Halimah pun seorang istri normal yang rindu akan belaiannya. Sejak pindah ke Genilangit, Rhandra mencoba untuk tidak melakukan kontak fisik secara berlebihan. Ia hanya memeluk, mencium tangan juga kening.
Halimah menarik wajahnya, ia memandangi wajah suaminya yang tegang dan haus akan belaian wanita. Bingkai di wajah Rhandra gigit. Halimah paham, Rhandra pun pasti ingin melakukan hasratnya sebagai seorang laki-laki, wanita itu paham Rhandra pun laki-laki normal yang tak sanggup menahan birahinya.

Halimah mendekat, uap dingin yang keluar dari mulut Halimah berembus di pipi Rhandra begitu dingin. Halimah mencium pipi suaminya “Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan suamiku, aku halal untukmu.”

Rhandra mengepal tangan, nafas Halimah, bisikannya, kecupannya, perkatannya membuat Rhandra hanyut. Rhandra menatap sorot bening dari kedua mata Halimah, bibir Halimah bergetar karena dingin. Rhandra mengusap pipi Halimah yang terasa dingin, Saliva kembali ia telan. Halimah berusaha tak menitikkan air mata, ia biarkan Rhandra menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Rhandra mengecup pelan bingkai di wajah Halimah. Halimah tersenyum tipis, terlintas di bayangannya bagaimana ia merasakan sakit bertahun-tahun di belanda, dan nyawanya hampir terancam karenanya.

Rhandra memeluk Halimah, “Maafkan Sayang … Maaf!” Rhandra pergi, ia tak sanggup melihat Halimah hancur karenanya.

Halimah menitikkkan air mata. Inilah kesabaran yang harus ia tempuh, melihat wajah suaminya pun ia ingin meremasnya. Rhandra begitu gagah, wajahnya begitu manis lagi tampan. Halimah pun haus belaiannya. Halimah menarik nafas, ia biarkan hasratnya berlalu.
***

Rhandra pergi menuju Darmin, suasana bersama Halimah sungguh menguras energinya. Pikiran akan nafsu birahi membuat batin juga kepalanya hancur, ia ingin menyulut emosi pada apapun seperti dulu, namun kini Iman membuatnya lebih tenang.

“Den …”
“Bagaimana, Pak?”
“Harsa sudah dicekal, berita penangkapan pun sudah dibuat.”
“Bagus, lalu bagaimana dengan surat itu dan Puspa?”
“Polisi belum bisa menangkap Puspa, belum ada bukti yang mengarah padanya.”

Rhandra menarik nafas. Bagaimana cara ia menemukan bukti, sedangkan kejadian sudah terjadi sangat lama. Jasad Arkadewi yang ditemukan dalam bentuk tulang belulang sudah Rhandra makamkan di Genilangit.

“Oh ya ini, Den.”
“Apa ini?”
“Titipan Non Halimah, Mushaf Ayahnya.”
“Dan ini …”
“Ini?”
“Hadiah, dari Ibu Dasinun untuk Aden.” Rhandra tersenyum lebar, seumur hidupnya ia baru menerima hadiah dari seorang Ibu.
“Terimakasih, Pak.”
Percakapan mereka berakhir. Mushaf Ayah Halimah kini berada di tangannya.

‘Mushaf ini mungkin buatku’ gumam Rhandra. Laki-laki itu melihat dari jauh istrinya, ia tengah menghidangkan makanan untuknya di meja makan. Rhandra masih malu bertatap muka dengannya. Buru-buru Rhandra membuka hadiah yang Dasinun berikan untuknya, sweater rajut berwarna coklat tua, pas dengan tubuhnya. Rhandra langsung memakainya.

 “Halimah!” Rhandra memanggil, ia menelan salivanya. Mushaf Ayahnya kini berada di tangannya.
“Itu …” Halimah diam, ia memegang Mushaf yang selama ini ia rindukan.
“Hei Halimah, kamu tidak lihat ini?” tanyanya seraya memamerkan sweater hangat barunya.
“Itu dapat darimana?”
“Ibumu.” Senyum Rhandra melengkung begitu lebarnya, begitu senangnya ia mendapatkan hadiah.
Halimah tersenyum.
“Itu hanya sweater Rhandra.”
“Meskipun ini hanya sweater, tapi ini hadiah pertamaku, kamu tidak pernah memberikanku hadiah, mana?” desaknya.
“Jika, mushaf Ayahku untukmu. Apa itu hadiah dariku?” Rhandra tertawa lepas, begitu bahagianya ia.
“MasyaAlloh … Terimakasih sayang.” seketika wajah Rhandra berubah, wajah yang penuh hasrat berubah menjadi wajah penuh sayang terhadap istrinya. Rhandra menarik nafas lega, rasa malunya hilang.
“Semoga mushaf itu terus bermanfaat, dan yang memilikinya mendapatkan pahala saat kamu membacanya.”
“Terimakasih, Sayang. …” Rhandra memeluknya dari belakang, wajahnya ia letakkan di pundak Halimah. Rhandra terlihat manja dan menggemaskan.
Halimah diam, hening. Ia teringat akan bayangan yang ia lihat saat di Genilangit.
“Rhandra ….”
“Hmm …”
“Sumur itu ?” telisik Halimah.
“Sudah, Terimakasih Halimah, berkatmu Ibuku berhasil ditemukan.”
“Ibu?
“Iya … Ibuku. Siapapun orang yang membunuh Ibuku dan membuangnya ke dalam sumur gelap itu, aku tak akan memaafkannya.”

Seketika mulut Halimah terkunci, tubuhnya gemetar. Langit terasa runtuh diatas kepalanya. Nafasnya mulai cepat, halimah menunduk, Halimah melepas pelukan Rhandra.
“Halimah kamu kenapa?”
Halimah gugup, ia naik ke kamar dan meninggalkan pekerjaannya di dapur. Rhandra mengikutinya.
“Halimah, kamu kenapa?”  Halimah diam, peluh mendadak membanjiri tubuh, ia terus menelan salivanya. Ia takut jika apa yang ia lihat adalah sebuah kebenaran.

Wanita itu tak bisa berfikir, bagaimana bisa Ayahnya membantu seseorang untuk membunuh ibu Rhandra. Pikiran Rhandra akan meninggalkannya mulai mengisi ruang di kepalanya.

“Halimah …kamu Kenapa!” Rhandra menarik lengannya, ia pegang ke dua bahunya. Halimah menunduk, Nafasnya semakin cepat.
“Maafkan aku Rhandra … Maafkan aku.” Halimah menutup wajahnya, Ia duduk. Air matanya mengalir. Rhandra semakin tak mengerti apa yang telah terjadi padanya.
Halimah diam, ia menutup mulutnya.

“Maaf untuk apa Halimah … Maaf untuk apa ? KATAKAN!” teriakkan Rhandra semakin membuatnya gugup, bibir Halimah bergetar, detak jantungnya perlahan melambat.
“Katakan halimah, hentikan tangisanmu, aku mohon.”
“Itu hanya bayangan Rhandra, itu pasti tidak benar. Aku yakin dia hanya ingin memberikanku petunjuk.”
“Dia siapa? bayangan apa? Ceritakan Halimah, aku mohon.”
“Katakan, apa kamu tidak akan pernah memberikan maaf pada orang yang berlaku jahat pada Ibumu?”
Rhandra diam, ada yang Halimah sembunyikan.
“Ay … Ayahku … Aku …” gugup Halimah bicara, air mata membanjiri wajah.
“Kenapa ayahmu Halimah?!”
“Ada … Ayahku di bayangan itu Rhandra,” ucap Halimah pelan. Tangisan Halimah pecah. Wanita itu tersungkur, ia menggenggam erat dadanya. Nafasnya sesak memikirkan perbuatan Ayahnya.
“Halimah itu hanya bayangan ….” Rhandra terkejut, tubuhnya pun lemas. Mengapa wanita ini bisa mendapatkan ilham dan gambaran begitu tepat.

Rhandra tak melanjutkan pertanyaannya, ada Ayahnya, apa yang Ayahnya lakukan, Rhandra tak peduli yang ia tahu Ayahnya adalah orang yang telah membawa Halimah ke dunia. Dihadapannya Halimah terpuruk, Rhandra memeluknya.

“Maafkan aku Rhandra … Maafkan Ayahku, aku mohon maafkan Ayahku.!” Halimah memohon, ke dua tangannya ia satukan. Tangisannya pecah.

Rhandra diam, ia tak menjawab permintaan maaf Halimah untuk Ayahnya. Rhandra merasa ada yang Halimah sembunyikan.

“Halimah katakan, berhentilah menangis. HALIMAH BERHENTI!”
Teriakan Rhandra menghentikan tangisannya, mulutnya bergetar, detak jantung kian cepat.
“Halimah maafkan aku, katakan apa yang kamu lihat?” tanya Rhandra, kedua tangan merengkuh pipi Halimah yang basah.
Mendadak terlintas di ingatan Halimah, akan pesan Ayahnya saat hadir di mimpinya beberapa waktu lalu. “Bacalah Halimah, akan banyak petunjuk disana.”

Halimah berlari meninggalkan Rhandra, ia mencari Mushaf Ayahnya yang baru saja ia berikan pada Rhandra. Rhandra terus mengikuti tubuhnya dari belakang. Suaminya semakin heran akan sikap Halimah.

Halimah mengambil Mushaf Ayahnya yang masih tergeletak di atas meja. Kancing penutupnya ia buka perlahan, debu sudah berkumpul menjadi pasir, kertas-kertas di setiap lembarnya sudah mengeras dan kaku, warnanya kuning keemasan, Halimah membuka setiap lembarnya, dan benar sebuah surat dan sebuah amplop berwarna coklat yang sudah usang berada di dalamnya. Seketika hatinya runtuh, tubuhnya lemas.
Inikah yang menyebabkan Ayah tak diizinkan masuk ke dalam surga? batin Halimah berbisik. Air matanya meleleh, surat itu kini berada di genggaman.

“Apa itu Halimah?”
Halimah menoleh ke arah Rhandra, ia takut. Wanita itu takut jika Rhandra tau, ia akan meninggalkannya. Halimah menelan salivanya.

“Berikan padaku!” Rhandra merampas dari tangan Halimah yang bergetar, rasa penasaran membuatnya geram. Apa yang dilakukan Ayah Halimah? menjadi pertanyaan dalam benaknya. Rhandra lupa, Halimah begitu terpukul, dendam membutakan mata, dendam melupakan cinta yang menggebu dalam sesaat. Apapun kesalahan Ayahnya, Halimah pasrah.

Suaminya kini memegang isi surat Ayahnya lalu membacanya.Sorot mata Rhandra begitu tajam, emosi di matanya begitu terlihat. Rhandra pergi meninggalkan Halimah dalam kegundahan dan kekesalan, ia begitu emosi jika membayangkan apa yang terjadi dengan Arkadewi. Halimah tak tahu harus berbuat apa, yang jelas Ayahnya terlibat dalam pembunuhan mendiang Arkadewi, ibunya.
***

“Darmin! Darmin … Pak Darmin!”
“Ya Den!” Darmin berlari ke atas kamarnya di lantai dua.
“Kamu kenal dengan Ayahnya Halimah? Sahardaya?”
“Tidak … Den.”
“Ternyata dia supir Ayahku, Min!”
“Surat ini ada disini Min … di dalam Mushaf miliknya” wajah Rhandra terlihat lega.
“Ini adalah pertolongan Alloh, Min … Dia memberi pertolongan sekaligus Min, kesaksian Sahardaya bisa dijadikan alat bukti, senjata yang ia gunakan pun terkubur di tanah belakang, semoga belum hilang! Urus semuanya Min, saya akan berangkat ke Jakarta,” lanjutnya lega.

Kesenangannya terhenti, mendadak senyum Rhandra berubah datar. Ia sempat mengatakan tak akan memaafkan siapapun yang terlibat, dan bentakkan suaranya yang begitu keras, telah membuat hati Halimah menjadi beku.

“Halimaaah!” teriaknya mencari istrinya, Rhandra ingin memberitahu Halimah Ayahnya tak bersalah. Istrinya begitu shock dengan amarah Rhandra, dan  bayangan yang ia lihat dan kebenaran yang tidak ia ketahui. Istrinya tak berada ditempatnya semula. Suara tangisannya pun hening, Rhandra terlalu fokus akan dendam juga emosinya, ia lupa telah menyakiti perasaan Halimah, sorot mata yang sempat tajam juga bentakkan suara yang membuat Halimah seketika gugup.

Rhandra hanyut akan surat dari Sahardaya Ayah Halimah. Rhandra edarkan pandangan ke setiap sudut rumah. Ia naik ke kamar, Halimah tak berada disana.

“SUM!”
“Ya Den …”
“Halimah dimana?”
“Saya tidak lihat Den.”

Hujan deras masih mengguyur Villa genilangit.  Rhandra berlari keluar, ia mencari Halimah. Laki-laki itu  begitu fokus dengan isi surat Ayahnya, dan Halimah terlampau mengira bahwa Ayahnya adalah penyebab kematian Ibunya.

“Darmin, kamu lihat Halimah?”
“Tidak tahu Den, Saya tidak lihat.” jawab darmin.
Rhandra panik, ia mengelilingi kebun teh Genilangit, namun tak menjumpainya. Pintu gerbang terbuka lebar, Halimah salah paham dengan apa yang Rhandra maksud. Rhandra berlari ke arah gerbang, tak terlihat Halimah di ujung jalan, ia telusuri hamparan kebun teh yang luas, tak jua menemuinya.

“HALIMAAAH! Laki-laki itu berteriak mencarinya, ia susuri kembali, Darmin dan Sum turut larut dalam pencarian.
“MBOK SUM, DARMIN cari Halimah!”

Halimah, di balik hamparan teh, wanita itu duduk menangis, ia mengigil kedinginan kedua tangan memeluk lututnya. Tangisannya pecah. Udara dingin begitu menusuk ke jantung. Jaket yang ia kenakan tak mampu melindunginya, air hujan begitu deras hingga membasahi sekujur tubuhnya. Genilangit pagi itu suhunya begitu dingin, setiap mulut yang terbuka mengeluarkan uap dingin.

“HALIMAAAH!”  Tangisan pecah, “Maafkan aku sayang, kamu dimana?”
Darmin keluar membawa mobilnya. Laki-laki paruh baya itu turut mencari istri Rhandra.

 “Halimah, aku mohon … Maafkan aku, tak seharusnya aku membentakmu!”  gurutu Rhandra. Ia edarkan pandangan ke segala arah.
Hujan mengguyur semakin deras, pandangan semakin kabur akibat kabut yang mengepul..
“Non … Non!” Sum turut mencari, ke setiap sudut ruang.

Suara Halimah sudah habis, dingin kini mulai merasuk ke jantungnya. Nafasnya seketika melambat. Halimah terbaring, di atas tanah. ia mengigil, bibirnya berubah biru, pupil matanya hampir masuk kedalam. Halimah tak sadarkan diri, air hujan terus menerus menerpa tubuh.

“HALIMAH, aku mohon halimah dimana kamu.”
“DEEN!”

Rhandra tereperangah, dari arah utara Sum berteriak. Tubuh Halimah terbujur kaku dibalik hamparan teh yang begitu luas. Rhandra berlari dengan telanjang kaki, tubuhnya basah.

“Halimah bangun..!” Halimah tak sadarkan diri. Rhandra mengangkatnya dari tanah, ia membopong istrinya dan membawanya masuk ke dalam dan naik ke kamar, seluruh tubuhnya basah.
“Siapkan handuk Mbok!” ujarnya seraya menaiki tangga lantai dua.
“Nggih den.”
“Mbook cepet..bawa sekalian balsam atau apapun itu, selimut, semua.. CEPAAT”
“iya Den”
Sum panik, ia mengambil semua obat-obatan juga selimut yang mereka punya.

Rhandra melepaskan pakaian Halimah, ia mengelap tubuh istrinya yang basah. Kali pertama Rhandra melihat tubuh istrinya tanpa busana. Air mata menetes, “Halimah … bangun Halimah!” Ia tutupi tubuh Halimah dengan selimut juga jaket miliknya.
Ia terus mengusap seluruh badannya.
“MBOK CEPAT!”
“Ini Den...”
“Bantu saya Mbok, usap semua tubuhnya dengan minyak hangat, balsam, semua mbok...”
“Nggih Den..”
“Halimah Aku mohon, buka matamu.”
“Suhu tubuhnya tak merespon, suhu tubuhnya semakin dingin, bibirnya masih menggigil.”
“Halimaah.... BANGUUUN!”
“Bangun Halimah ... kamu bisa mati!”
Rhandra memeluk tubuh yang terbujur kaku itu di dadanya seraya menangis, “Aku mohon bangunlah ....”
“Den ... tubuh Non dingin sekali!”teriak Sum menangis.
“HAAAAAAAAAAAAAA!” Rhandra tak sanggup melihatnya, ia tak sanggup jika harus kehilangan Halimah.

Rhandra sangat menyadari Halimah terkena serangan Hipotermia, suhu tubuhnya menurun drastis jika dibiarkan, Halimah akan kehilangan nyawanya. Saat suhu tubuh menurun drastis, maka jantung, sistem saraf dan organ tubuh lainnya tidak dapat bekerja dengan baik.
Jika tidak ditangani dengan benar, kondisi ini bisa menyebabkan gagal jantung, rusaknya sistem pernapasan dan yang lebih berbahaya bisa menyebabkan kematian. Pertolongan terpenting adalah menghangatkan tubuhnya agar suhunya kembali normal, dan sentuhan adalah cara yang ampuh untuk menyembuhkannya.
Kulit adalah bagian tubuh yang sensitif. Sentuhan pada kulit dapat mempengaruhi emosi dan kondisi tubuh. Penelitian menemukan bahwa sedikit sentuhan saja dari orang asing atau tak dikenal dapat membuat suhu tubuh wanita naik, terutama jika yang menyentuh adalah pasangannya.

“Keluar Mbok... KELUAR!”
“Nggih Den.” Sum lari kebawah, kepanikan menghantui  Villa Genilangit dan seisi ruang.

Rhandra bangkit, ia buka jaketnya. “Maafkan aku, Halimah,” Tangisannya pecah, Ia membuka seluruh pakaian yang menempel ditubuhnya, ia memeluk tubuh Halimah tanpa sehelai pakaian ditubuhnya, ia menarik selimut dan menutupi tubuh mereka. Ini adalah cara terakhir yang dapat ia lakukan.

Air mata Rhandra meleleh, ia mendekap istrinya, ia usap-usap seluruh tubuhnya, ia cium telinganya, pipinya juga bibirnya yang masih menggigil kedinginan, dan siang itu alam menjadi saksi menyatunya dua insan yang halal dihadapan Alloh. Rhandra menggagahi istrinya untuk menyelamatkan nyawa Halimah. Tangisan mengiringi setiap pelukaan erat juga sentuhan yang ia berikan untuk Halimah.

Dengan agak gugup, Rhandra memulainya. Namun dengan kekuatan jiwanya ia sanggup melewatinya dengan baik.
Halimah tidak tahu apa yang telah diperbuat oleh suaminya terhadap dirinya. Ia tidak merasakan sakit seperti halnya pertama kalinya seorang wanita melakukannya. Seperti dibius.
Rhandra memburu. Meskipun Halimah belum menunjukkan tanda merespon yang dilakukan terhadapnya. Sebagai lelaki, ia tidak membiarkan detik detik yang membuatnya melambung. Dan titik akhir itu hanya miliknya. "aa..gghh...". Selesai lah tugas itu.

Halimah belum sadarkan diri, nafasnya bertambah panjang, suhu tubuhnya merespon.
Rhandra menyelamatkan Halimah sekaligus menunaikan haknya sebagai suami. Maka telah sempurnalah ibadahnya dihadapan Alloh, ia telah menunaikan kewajiban sebagai seorang suami. Basah sudah  dahaga yang kering di dada, Rhandra akhirnya menerjang badai di hadapannya. darah kotor itu telah menyatu dengan darah yang begitu suci. Halimah dalam pelukannya, pelukan yang sehangat cahaya matahari yang menyinari rerumputan, tidak ada lagi dingin. Langit hitam seketika berubah menjadi cerah, Halimah tak berdaya. Air mata terus mengalir, Halimah kini telah utuh menjadi milik Rhandra satu-satunya. Wanita itu tak akan bisa berpisah dengannya.

[Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Alloh pada separuh yang lainnya.] HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 62.

Bahwa dengan menikah akan melindungi orang dari zina. Sementara menjaga kehormatan dari zina termasuk salah satu yang mendapat jaminan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan surga. Rhandra telah menyempurnakan separuh agamanya malam itu, tidak ada hukum yang menyebutkan bahwa seorang yang terinfeksi HIV haram menyentuh istrinya.

Rhandra menangis, ia berserah diri. Alam telah membawanya pada sebuah rahmat, rahmat yang begitu besar, dahaga hilang dalam sesaat, panas ditubuhnya menjadi dingin, gemuruh di hati kian tenang. Tidak ada lagi kini pembatas antara Halimah dan Rhandra, keduanya kini telah sah menjadi suami istri yang dikaruniai Alloh. Keduanya kini hanya bisa berikrar saling setia, menjaga hubungan mereka tetap bersama. HIV justru bukan membuat Halimah pergi darinya,
HIV justru membuatnya setia dan bertahan hanya untuknya.  Maha besar Alloh atas segala nikmat dan kesempurnaanNya.

#END#

---------------------------------------------------
Latar belakang karangan cerita :
---------------------------------------------------
Kisah Rhandra dan Halimah begitu menguras hati juga tenaga. Cerita ini berawal dari inspirasi saat melihat seorang istri yang rela menikah dengan seorang ODHA. Wanita itu rela dicaci, dihina,ditinggalkan demi suaminya. Sampai akhir ia tetap menjaga suaminya.

ODHA bukanlah sampah, mereka juga memiliki hak yang sama di bumi. Harapannya, semoga cerita ini membuka mata bagi mereka yang menganggapi bahwa HIV adalah penyakit hina, HIV adalah penyakit kutukan. Dan memberikan semangat bagi ODHA untuk terus berjuang melawan HIV. Bahwa penyebab kematian bukanlah HIV, penyebab kematian hanyalah Alloh Azza Wa Jalla, yang jika ia mau orang sehat mungkin akan lebih awal pergi dibandingkan penderita HIV. Orang HIV tidak lebih sakit dibandingkan orang normal.

Banyak yang bertanya mengapa mengambil judul menikah dengan setan? setan disini hanyalah sebuah analogi semata dari seorang perwujudan manusia yang membenci Tuhannya. Analogi dari penyakit HIV yang banyak orang katakan penyakit memalukan, penyakit yang ditimbukan akibat perbuatan dosa.

wallahualam

------------------------
Tentang penulis :  Klik disini>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER