Episode#4
*Galau*
Leta terbangun menyadari Ata tak berada di sampingnya, senyum itu mengembang mengingat kembali kejadian semalam, tiba-tiba matanya menoleh ke arah jam dinding. 09.00
"Aiiiiisssh aku kesiangan"gumamnya, seketika berlari ke kamar mandi, menyadari tidurnya terlalu nyenyak semalam.
***
"Hamil?" Dimas terkejut mendengar cerita Ata.
Pagi ini Ata berjanji menemui Dimas di kantor untuk menyelesaikan urusannya yang tertunda.
"Lalu bagaimana dengan ini?" tanya Dimas menunjuk sebuah amplop besar berwarna coklat
"Aku akan membatalkannya?"
"Tapi berkasnya sudah masuk hanya tinggal proses dan sidang"
"Bantu aku untuk mencabut gugatan itu"
"Lalu bagaimana dengan Leni?"Dimas kembali mengingatkan tebtang Leni.
"Aku akan segera memberitahunya"
***
Leta sedang duduk di ruang keluarga, menonton TV sambil menunggu Ata pulang membawakan pesanan nasi bebek kesukaannya.
"Kamu lapar ya junior?" katanya bicara pada janin yang sedang tumbuh di perutnya.
"Kita tunggu ayah ya?"
"Mau bunda bacakan sesuatu?" Katanya meraih buku cerita yang baru di belinya.
Leta terlihat begitu bahagia, senyumnya terus mengembang di selingi tawa, ketika membacakan buku cerita, untuk calon anak yang masih di kandungnya.
Hingga Leta tak menyadari Ata yang sedang menatapnya, kagum.
"Dan beruang itu pun masuk, membawa nasi bebek kesukaan bunda"kata Ata menirukan suara pendongeng.
Leta terkejut mendapati Ata sudah di dalam apartemen.
"Maaf ya? Aku pulang terlambat" katanya mencium kening Leta.
Leta memajukan bibirnya pura-pura marah.
Ata yang gemas malah mencium bibir manyun itu.
"Junior, mau ayah suapi?"kata Ata mengelus perut Leta
Leta mengangguk semangat, Ata pun melangkah ke dapur untuk mencuci tangannya.
Ata mulai paham apa saja yang di sukai dan tidak di sukai Leta, termasuk capucino dingin yang kini menjadi favoritnya juga.
"Mas?"panggil Leta
"Heeeem"jawab Ata malas, merasakan lelah di tubuhnya.
"Besok aku mau ke kantor ya, aku bosan kalau harus terus di rumah"Leta memulai topik obrolan setelah selesai makan.
"Kenapa?"
"Aku bosan...." kata Leta manyun.
Ata menarik nafas dalam, dia tak mungkin melarangnya jika itu sudah jadi kemauan Leta, lagi pula dia mungkin memang bosan jika harus terus berada di rumah.
"Bagaimana dengan junior?" tanya Ata kembali memegang perut Leta yang mulai terlihat berisi.
"Junior pasti juga semangat untuk ikut aku kerja" Leta nampak begitu bersemangat.
"Aku janji, akan jaga junior dengan baik" katanya lagi, berharap izin dari Ata, yang sudah satu bulan melarangnya kerja.
"Baiklah...."Ata pun luluh
"Tapi pegang janji mu, dan ada satu syarat lagi?"
"Apa?"
Ata menggendong Leta, membawanya masuk ke dalam kamar. Membaringkannya di atas ranjang, mencium lembut bibir mungil yang ada di depannya, dan tangan itu pun mulai menjamah setiap lekuk tubuh Leta. Melepas semua yang dikenakan di tubuh nya hingga tak tersisa sambil terus mencium setiap centi dari kulit nya.
"Sschh... Aaahh..." Bibir Leta mendesah merasakan liarnya lidah Ata di pucuk dadanya. Membawa Leta ke dalam aktivitas ranjang seperti malam-malam sebelumnya.
Pagi ini Ata mengantar Leta terlebih dulu sebelum berangkat ke kantornya. Dengan janji akan menjemput Leta sore hari.
"Eeeeiiiih bumil, makin cantik aja" Goda Sasa melihat senyum yang terus mengembang di bibir Leta.
"Kamu gak boleh terlalu capek, tinggal tunjuk saja aku dan Dion akan melakukanya untuk mu... OK?" Kata Sasa tersenyum bahagia melihat Leta yang lebih baik dari sebelumnya.
"Dion" gumam Leta, hampir lupa bagaimana kabar Dion, setelah kejadian satu bulan yang lalu.
Hingga siang menjelang Leta tak bisa bertemu dengan Dion, karena hari ini Dion ada di lokasi untuk dekor minggu depan.
"Dion..."Leta terkejut melihat Dion sudah berada di depannya, membawa dua gelas kopi seperti biasa. Dengan senyum mengembang seolah tak ada pertanyaan untuk Leta dalam otaknya.
"Apa kabar?"kata Dion menyodorkan kopi.
"Aku baik, kamu gimana?"Leta balas bertanya.
"Aku....memburuk, kamu benar-benar berhasil mematahkan hatiku" katanya tersenyum paksa.
"Maaf...."
"Untuk apa? Aku bahagia melihat mu seperti ini" masih tersenyum paksa.
Mereka terdiam menikmati kopi masing-masing.
Dering Hp Leta berbunyi, sebuah panggilan vidio.
"Kak Leni?" Leta terkejut melihat layar hpnya tertera nama Leni. Setelah sekian lama baru kali ini Leni menghubunginya.
"Siapa?" Dion menyadari raut muka Leta yang menegang.
"Leni"
"Angkatlah aku akan keluar"
"Tidak...jangan pergi" Leta mencegah Dion meninggalkannya.
Dion pun kembali duduk.
"Leta......" suara Leni terdengar. Dia terliat bahagia tapi tidak dengan Leta, kecewa dan marah masih terlihat jelas di matanya
"Maaf kan aku" Leni memohon.
Leta hanya tersenyum sinis, begitu mudahkah meminta maaf setelah semua yang di lakukannya.
"Tolong maafkan aku sampai kan juga sama papa dan mama"
"Kenapa bukan kakak sendiri yang menyampaikannya?"
"Mama dan papa tak pernah menjawab ataupun membalas telpon ku"
"..........."
"Ngomong-ngomong bagaimana kabar mu?"
"Aku baik"
"Iya kamu terlihat lebih gemuk sedikit, pasti kamu lagi bahagia" kata Leni membuat Leta teringat anak dalam kandungannya. Ingin hati memberi tahu Leni tentang pernikahannya dengan Ata juga tentang calon anak mereka. Namun bukan dengan cara seperti ini.
"Oooh iya Ta, bisa kakak minta tolong?"
Leta hanya mengangguk tanda iya.
"Tolong hubungi Ata, bilang padanya untuk menjawab telpon ku, Ata bilang kalian masih berhubungan baik?? aku sangat merindukannya" wajah itu begitu bahagia ketika menyebut nama Ata.
Deg...jantung Leta seakan tertusuk, "apa maksud semua ini" batinnya tak karuan.
Dion melihat wajah Ata mulai memucat, seperti tanaman yang tiba-tiba layu.
"Ta kamu baik-baik saja" Dion tiba-tiba bicara.
"Dion....." Leni tiba-tiba berteriak menyadari keberadaan Dion.
"Len, apa kabar?" Dion mengambil Hp Leta, memberi Leta waktu untuk menata hatinya.
Beberapa menit Dion ngobrol dengan Leni lewat vidio call.
"Len, Leta dan Ata....." Dion berhenti bicara karena Leta tiba-tiba mengambil hp dan mematikannya.
"kenapa kamu belum memberitahunya?"
"Sampai kapan kalian akan menyembunyikannya dari Leni?"
"Sampai akhirnya Ata kembali padanya" Dion marah-marah
"Hentikan?" Leta berteriak. Air matanya mulai mengalir, begitu banyak tanya di hati Leta untuk Ata.
Kenapa Ata tak pernah memberitahunya jika Leni masih sering menghubunginya.
Kenapa jika Ata mencintainya tapi tak memberitahu Leni tentang pernikahan mereka.
Apa Ata masih mencintai Leni, bagaimana dengannya juga junior?
Semua tanya itu seolah berputar-putar di otaknya.
=====
Ata menyetir mobilnya menuju kantor Leta. Memacu mobil menyusuri macetnya ibu kota. Tak hentinya berpikir tentang Leta, membuatnya semakin semangat menembus kemacetan, Hingga mobil itu pun masuk ke area parkir kantor yang juga berfungsi sebagai gudang peralatan Dekorasi pernikahan.
Ata berjalan menuju ruang kerja Leta, namun matanya terkejut ketika melihat Dion sedang memegang pundak istrinya, dan Leta hanya diam membiarkannya, bukan menepis tangan kurang ajar itu, pikir Ata. rasa cemburu terlanjur meyulut amarahnya.
Hingga Ata pun menghampiri mereka, tanpa tahu apa yang telah di alami Leta, Dion dan Leta terkejut.
"Ayo pulang?" Ata menyeret Leta begitu saja, membuat Dion marah atas tindakan kasar Ata.
"Lepasin dia..." Dion menghentikan langkah Ata.
"Apa hak mu melarang ku membawanya pulang, dia istri ku" Ata marah
"Kalau memang dia istri mu, setidaknya buat dia bahagia, jangan membuatnya menangisi pria bodoh seperti mu..." Dion pun tersulut.
"Apa kau bilang?" Ata melepas tangan Leta beralih mencekram baju Dion.
"Kalian hentikan?" Teriak Leta. Tak ingin ada perkelahian.
Leta pun melangkah pergi meninggalkan Ata yang mengejarnya.
Sepajang perjalanan menuju apartemen mereka hanya Diam seribu bahasa. Sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
"Kenapa kamu melakukannya?" tanya Ata tak beralasan sesampainya di apartemen.
"Apa maksud mu mas?" Leta menghentikan langkahnya di ruang tamu.
"Kamu dan Dion?"
"Apa yang ku lakukan dengan Dion?"
"Kenapa kamu membiarkannya menyentuh mu"
"Kamu pikir aku perempuan seperti apa? Apa seburuk itu aku di mata mu, sehingga kamu pun menyentuh ku tapi memikirkan orang lain" Leta tak sanggup menahan amarahnya, sebenarnya tak ingin menyelesaikan permasalahan mereka dengan cara seperti ini, namun Ata sudah cukup menyulut amarahnya.
"Apa maksud mu bun, bagaimana mungkin aku melakukannya dengan mu tapi memikirkan orang lain?" Ata merasa bingung.
"Kamu gak pernah benar-benar mencintai ku mas, kamu hanya mengasihani ku, karena aku terlanjur mengandung anak mu"
Ata benar-benar di buat bingung dengan tingkah istrinya. Apa yang sebenarnya terjadi?
"Sumpah demi apa bun, aku mencintai mu bukan mengasihani mu, kamu yang menata hati ku, ketika hati ku terluka oleh kakak mu"
"Tapi kenapa kamu gak pernah jujur sama aku, kalau kamu masih berhubungan dengannya?" Leta terduduk di lantai, menangis melepas sesak di dadanya.
"Jadi ini karena Leni?" Ata berusaha memeluk Leta yang menangis, namun amarah Leta membuatnya menolak pelukan itu.
"Hari ini....."Leta menceritakan kejadian sore tadi dan itulah kenapa Dion berusaha menenangkannya.
"Maaf kan aku....aku sudah menyakiti mu, tapi sungguh aku sudah tak mencintainya lagi, di hati ku hanya ada kamu dan junior"
Leta berusaha meredam amarahnya, tak ingin terjadi sesuatu pada bayi dalam kandunganya. Namun masih sulit untuk memaafkan tindakan Ata.
***
Dua hari berlalu sejak pertengkaran itu, dan hubungan mereka yang masih mendingin, membuat Ata tersiksa, tak ada lagi senyum di wajah Leta. Hanya bertegur sapa seperlunya.
Malam ini lagi-lagi Leta memunggungi Ata, lebih memilih memeluk guling ketimbang Ata, ingin ata menyentuhnya tapi takut Leta menolaknya seperti kemarin malam
"Juniooor...?" Ata memanggil bayi dalam perut Leta
"Bilang sama bunda, ayah minta maaf"
"Ayah kangen deh sama junior, pengen tidur peluk junior...."
Leta menahan tawa, mendengar Ata menyebut junior untuk merayunya.
"Boleh ya..."tangan itu mencoba melingkar pada pinggang Leta, namun kali ini tak ada penolakan.
Ata begitu rindu harum rambut Leta, hingga ia terus mencium bagian belakang kepala Leta.
Leta pun rindu dengan pelukan itu.
"Bun, maaf ya, aku sudah berpikir buruk tentang mu dan Dion"
Mendengar kalimat itu,Leta merubah posisi tidurnya menghadap Ata. Menatap Lekat mata pria yang ada di depannya, mata itu terlihat tulus dengan ucapannya.
"Aku udah maafin mas Ata, Tapi lain kali bilang kalau kak Leni menghubungi mas Ata, aku gak akan cemburu tapi aku akan marah kalau mas tidak bilang pada ku"
"Dan lain kali jangan kasar sama Dion, atau siapapun laki-laki yang dekat dengan ku" tambah Leta.
"Bagaimana aku gak kasar, gak marah kalau kamu sama pria lain, kamu kan istri ku?"Ata melengus kesal.
Membuat Leta tertawa, betapa indah tawa itu, hingga membuat Ata begitu menyukainya.
"Mas....aku ngantuk?" Leta memeluk erat suaminya.
"Jangan tidur dulu dong bun"
"Kenapa...."
"Aku pengen nengokin junior?" Ata terkekeh
"Idiiiiiiih, junior gak mau" leta membalik tubuhnya.
"Junior mau kan sayang?" Ata pun membalik tubuh Leta dan.........
Leta tak kuasa menolak ciuman bertubi tubi di lehernya, didada, dan dimanapun yang disenangi Ata. "ouwwh..... aaahh..." seperti biasanya, Leta merasakan kenikmatan malam bersama sang suami yang dicintainya. Dan "aa..gghh..." Ata pun selalu menyelesaikan tugasnya dengan sempurna.
***
Malam telah larut, Leta yang lelah karena aktivitas ranjang sudah tertidur pulas dalam pelukan Ata.
Tapi tidak dengan Ata, matanya cukup sulit terpejam. Begitu banyak hal yang berputar dalam otaknya. Termasuk tentang Leni, kapan waktu yang tepat untuk memberi tahunya?
Bersambung #6
Leta menurut saja apa yang dilakukan terhadapnya.
"Aaauww..." Selalu saja rasa itu masih ada ketika Ata memulai gerakan nya. Dengan perlahan dan tenang Ata melakukan gerakan diatas Leta.
Dengan perut yang mulai membuncit, Ata merubah cara yang biasanya dilakukannya agar tidak membahayakan janin yang ada didalam perut Leta. Namun itu tidak mengurangi rasa diantara keduanya. Mereka tetap dapat saling memberi dan menerima anugerah Alloh yang suci. Dan selalu diakhiri dengan kepuasan berdua.
"Aaahh..." Ata selalu mengakhiri nya sepenuh perasaan bersamaan dengan cairan hangat yang dirasakan oleh Leta.
"Aaaaaahh..." Kali ini Leta menjerit merasakan nikmat bersamaan dengan Ata saat mengakhirinya.
*****
*****
Pagi ini Ata mengantar Leta terlebih dulu sebelum berangkat ke kantornya. Dengan janji akan menjemput Leta sore hari.
"Eeeeiiiih bumil, makin cantik aja" Goda Sasa melihat senyum yang terus mengembang di bibir Leta.
"Kamu gak boleh terlalu capek, tinggal tunjuk saja aku dan Dion akan melakukanya untuk mu... OK?" Kata Sasa tersenyum bahagia melihat Leta yang lebih baik dari sebelumnya.
"Dion" gumam Leta, hampir lupa bagaimana kabar Dion, setelah kejadian satu bulan yang lalu.
Hingga siang menjelang Leta tak bisa bertemu dengan Dion, karena hari ini Dion ada di lokasi untuk dekor minggu depan.
"Dion..."Leta terkejut melihat Dion sudah berada di depannya, membawa dua gelas kopi seperti biasa. Dengan senyum mengembang seolah tak ada pertanyaan untuk Leta dalam otaknya.
"Apa kabar?"kata Dion menyodorkan kopi.
"Aku baik, kamu gimana?"Leta balas bertanya.
"Aku....memburuk, kamu benar-benar berhasil mematahkan hatiku" katanya tersenyum paksa.
"Maaf...."
"Untuk apa? Aku bahagia melihat mu seperti ini" masih tersenyum paksa.
Mereka terdiam menikmati kopi masing-masing.
Dering Hp Leta berbunyi, sebuah panggilan vidio.
"Kak Leni?" Leta terkejut melihat layar hpnya tertera nama Leni. Setelah sekian lama baru kali ini Leni menghubunginya.
"Siapa?" Dion menyadari raut muka Leta yang menegang.
"Leni"
"Angkatlah aku akan keluar"
"Tidak...jangan pergi" Leta mencegah Dion meninggalkannya.
Dion pun kembali duduk.
"Leta......" suara Leni terdengar. Dia terliat bahagia tapi tidak dengan Leta, kecewa dan marah masih terlihat jelas di matanya
"Maaf kan aku" Leni memohon.
Leta hanya tersenyum sinis, begitu mudahkah meminta maaf setelah semua yang di lakukannya.
"Tolong maafkan aku sampai kan juga sama papa dan mama"
"Kenapa bukan kakak sendiri yang menyampaikannya?"
"Mama dan papa tak pernah menjawab ataupun membalas telpon ku"
"..........."
"Ngomong-ngomong bagaimana kabar mu?"
"Aku baik"
"Iya kamu terlihat lebih gemuk sedikit, pasti kamu lagi bahagia" kata Leni membuat Leta teringat anak dalam kandungannya. Ingin hati memberi tahu Leni tentang pernikahannya dengan Ata juga tentang calon anak mereka. Namun bukan dengan cara seperti ini.
"Oooh iya Ta, bisa kakak minta tolong?"
Leta hanya mengangguk tanda iya.
"Tolong hubungi Ata, bilang padanya untuk menjawab telpon ku, Ata bilang kalian masih berhubungan baik?? aku sangat merindukannya" wajah itu begitu bahagia ketika menyebut nama Ata.
Deg...jantung Leta seakan tertusuk, "apa maksud semua ini" batinnya tak karuan.
Dion melihat wajah Ata mulai memucat, seperti tanaman yang tiba-tiba layu.
"Ta kamu baik-baik saja" Dion tiba-tiba bicara.
"Dion....." Leni tiba-tiba berteriak menyadari keberadaan Dion.
"Len, apa kabar?" Dion mengambil Hp Leta, memberi Leta waktu untuk menata hatinya.
Beberapa menit Dion ngobrol dengan Leni lewat vidio call.
"Len, Leta dan Ata....." Dion berhenti bicara karena Leta tiba-tiba mengambil hp dan mematikannya.
"kenapa kamu belum memberitahunya?"
"Sampai kapan kalian akan menyembunyikannya dari Leni?"
"Sampai akhirnya Ata kembali padanya" Dion marah-marah
"Hentikan?" Leta berteriak. Air matanya mulai mengalir, begitu banyak tanya di hati Leta untuk Ata.
Kenapa Ata tak pernah memberitahunya jika Leni masih sering menghubunginya.
Kenapa jika Ata mencintainya tapi tak memberitahu Leni tentang pernikahan mereka.
Apa Ata masih mencintai Leni, bagaimana dengannya juga junior?
Semua tanya itu seolah berputar-putar di otaknya.
=====
Ata menyetir mobilnya menuju kantor Leta. Memacu mobil menyusuri macetnya ibu kota. Tak hentinya berpikir tentang Leta, membuatnya semakin semangat menembus kemacetan, Hingga mobil itu pun masuk ke area parkir kantor yang juga berfungsi sebagai gudang peralatan Dekorasi pernikahan.
Ata berjalan menuju ruang kerja Leta, namun matanya terkejut ketika melihat Dion sedang memegang pundak istrinya, dan Leta hanya diam membiarkannya, bukan menepis tangan kurang ajar itu, pikir Ata. rasa cemburu terlanjur meyulut amarahnya.
Hingga Ata pun menghampiri mereka, tanpa tahu apa yang telah di alami Leta, Dion dan Leta terkejut.
"Ayo pulang?" Ata menyeret Leta begitu saja, membuat Dion marah atas tindakan kasar Ata.
"Lepasin dia..." Dion menghentikan langkah Ata.
"Apa hak mu melarang ku membawanya pulang, dia istri ku" Ata marah
"Kalau memang dia istri mu, setidaknya buat dia bahagia, jangan membuatnya menangisi pria bodoh seperti mu..." Dion pun tersulut.
"Apa kau bilang?" Ata melepas tangan Leta beralih mencekram baju Dion.
"Kalian hentikan?" Teriak Leta. Tak ingin ada perkelahian.
Leta pun melangkah pergi meninggalkan Ata yang mengejarnya.
Sepajang perjalanan menuju apartemen mereka hanya Diam seribu bahasa. Sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
"Kenapa kamu melakukannya?" tanya Ata tak beralasan sesampainya di apartemen.
"Apa maksud mu mas?" Leta menghentikan langkahnya di ruang tamu.
"Kamu dan Dion?"
"Apa yang ku lakukan dengan Dion?"
"Kenapa kamu membiarkannya menyentuh mu"
"Kamu pikir aku perempuan seperti apa? Apa seburuk itu aku di mata mu, sehingga kamu pun menyentuh ku tapi memikirkan orang lain" Leta tak sanggup menahan amarahnya, sebenarnya tak ingin menyelesaikan permasalahan mereka dengan cara seperti ini, namun Ata sudah cukup menyulut amarahnya.
"Apa maksud mu bun, bagaimana mungkin aku melakukannya dengan mu tapi memikirkan orang lain?" Ata merasa bingung.
"Kamu gak pernah benar-benar mencintai ku mas, kamu hanya mengasihani ku, karena aku terlanjur mengandung anak mu"
Ata benar-benar di buat bingung dengan tingkah istrinya. Apa yang sebenarnya terjadi?
"Sumpah demi apa bun, aku mencintai mu bukan mengasihani mu, kamu yang menata hati ku, ketika hati ku terluka oleh kakak mu"
"Tapi kenapa kamu gak pernah jujur sama aku, kalau kamu masih berhubungan dengannya?" Leta terduduk di lantai, menangis melepas sesak di dadanya.
"Jadi ini karena Leni?" Ata berusaha memeluk Leta yang menangis, namun amarah Leta membuatnya menolak pelukan itu.
"Hari ini....."Leta menceritakan kejadian sore tadi dan itulah kenapa Dion berusaha menenangkannya.
"Maaf kan aku....aku sudah menyakiti mu, tapi sungguh aku sudah tak mencintainya lagi, di hati ku hanya ada kamu dan junior"
Leta berusaha meredam amarahnya, tak ingin terjadi sesuatu pada bayi dalam kandunganya. Namun masih sulit untuk memaafkan tindakan Ata.
***
Dua hari berlalu sejak pertengkaran itu, dan hubungan mereka yang masih mendingin, membuat Ata tersiksa, tak ada lagi senyum di wajah Leta. Hanya bertegur sapa seperlunya.
Malam ini lagi-lagi Leta memunggungi Ata, lebih memilih memeluk guling ketimbang Ata, ingin ata menyentuhnya tapi takut Leta menolaknya seperti kemarin malam
"Juniooor...?" Ata memanggil bayi dalam perut Leta
"Bilang sama bunda, ayah minta maaf"
"Ayah kangen deh sama junior, pengen tidur peluk junior...."
Leta menahan tawa, mendengar Ata menyebut junior untuk merayunya.
"Boleh ya..."tangan itu mencoba melingkar pada pinggang Leta, namun kali ini tak ada penolakan.
Ata begitu rindu harum rambut Leta, hingga ia terus mencium bagian belakang kepala Leta.
Leta pun rindu dengan pelukan itu.
"Bun, maaf ya, aku sudah berpikir buruk tentang mu dan Dion"
Mendengar kalimat itu,Leta merubah posisi tidurnya menghadap Ata. Menatap Lekat mata pria yang ada di depannya, mata itu terlihat tulus dengan ucapannya.
"Aku udah maafin mas Ata, Tapi lain kali bilang kalau kak Leni menghubungi mas Ata, aku gak akan cemburu tapi aku akan marah kalau mas tidak bilang pada ku"
"Dan lain kali jangan kasar sama Dion, atau siapapun laki-laki yang dekat dengan ku" tambah Leta.
"Bagaimana aku gak kasar, gak marah kalau kamu sama pria lain, kamu kan istri ku?"Ata melengus kesal.
Membuat Leta tertawa, betapa indah tawa itu, hingga membuat Ata begitu menyukainya.
"Mas....aku ngantuk?" Leta memeluk erat suaminya.
"Jangan tidur dulu dong bun"
"Kenapa...."
"Aku pengen nengokin junior?" Ata terkekeh
"Idiiiiiiih, junior gak mau" leta membalik tubuhnya.
"Junior mau kan sayang?" Ata pun membalik tubuh Leta dan.........
Leta tak kuasa menolak ciuman bertubi tubi di lehernya, didada, dan dimanapun yang disenangi Ata. "ouwwh..... aaahh..." seperti biasanya, Leta merasakan kenikmatan malam bersama sang suami yang dicintainya. Dan "aa..gghh..." Ata pun selalu menyelesaikan tugasnya dengan sempurna.
***
Malam telah larut, Leta yang lelah karena aktivitas ranjang sudah tertidur pulas dalam pelukan Ata.
Tapi tidak dengan Ata, matanya cukup sulit terpejam. Begitu banyak hal yang berputar dalam otaknya. Termasuk tentang Leni, kapan waktu yang tepat untuk memberi tahunya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel