Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Rabu, 17 Juni 2020

Mendadak Nikah #2

Cerita bersambung

Sekarang posisiku tepat dibawah Raihan. Terdengar jelas suara nafasnya yang tersengal-sengal. Wajah kami saling berpautan. Hanya berjarak 1 inchi. Mataku dan matanya saling berpandangan. Hatiku berdetak tak karuan.

Aroma badan Raihan masih tercium harum. Satu detik dua detik tiga detik, aku membiarkan tubuh Raihan meniban tubuh kecil ini. Bibir kami hampir saja menempel.

"Astaghfirullah ... Mba Nana ?" Suara ngebass dari pak Diman, hansip keliling dirumahku membuat aku kaget. Aku mendorong tubuh Raihan agar menjauh dari tubuhku. Aku segera bangun, ku lirik Raihan disampingku.
"Pak Diman, tolong percaya sama saya, saya ngga ngelakuin apa-apa kok" Darahku berasa naik. Pak Diman dan 2 temannya lagi menyaksikan adegan yang sama sekali tidak sama dengan pikiran mereka.
Kakiku bergetar.


"Kalian sudah berbuat tak senonoh dikampung kita!" Sahut bapak satunya lagi dengan nada suara tinggi. Aku takut sekali tetangga dengar keributan ini dan datang mengeroyok rumahku.
"Ayo kita arak mereka berdua!" Timpal lelaki tua yang sudah beruban itu. Dia menarik tanganku kuat.
"Aawwww ..." Aku merintih kesakitan. Tiba-tiba Raihan menepis tangan lelaki tua itu dari lenganku.
"Ga perlu kasar sama perempuan!" Tukas Raihan dengan wajah marahnya. Bogem mentah pun mendarat ke pipi Raihan. Buuugghhh ... Dia tak melawan, dipegangnya pipi kanan yang baru ditinju oleh bapak paruh baya itu.
"Sudah berbuat asusila masih berani melawan saja!" Lelaki tua itu terlihat lebih nyolot. Pak Diman selaku ketua hansip di RT 04 tampak terlihat santai.
"Pak Diman, tolong percaya sama Nana! Aku ga mungkin ngelakuin hal serendah itu sama laki-laki ini!" Aku berusaha untuk menyakinkan pak Diman.
"Sudah kita arak saja mereka berdua!"
"Tenang ... Tenang ... Kita ngga boleh gegabah gitu saja." Tangan pak Diman membentang menghadang tubuh kedua rekannya yang ingin menerkamku.

Air mata tak terasa jatuh. Aku benar-benar menyesal sudah mengizinkan Raihan untuk masuk kedalam rumah. Kenapa dengan mudahnya semua terjadi?
"Pak Diman juga ga nyangka, mba Nana bisa berbuat kaya gitu. Tadinya pak Diman cuma lewat tapi ada sedikit ribut-ribut. Makanya bapak kemari buat mastiin apa yang terjadi."
"Tapi pak Diman, Nana ga ngelakuin apa-apa. Demi Alloh!" Aku terus menyakinkan beliau.
"Terus ngapain laki-laki ini buka baju?" Telunjuk laki-laki berkaos partai politik itu mengetuk-ngetuk dada Raihan. Raihan hanya diam. Kita saling berpandangan lalu aku membuang muka.
"Aku bisa jelaskan semuanya pak!" Ujar ku parau. Lalu lelaki tua itu mengambil kemeja Raihan diatas kasur. Sebelumnya ia mengamati ada bercak darah dikemeja yang ada diatas kasur.
"Nahhh ini ada darah. Saya yakin 100% mereka sudah melakukan zina dikampung kita." Tampak laki-laki itu tersulut emosi. Aku benar-benar merasa tersudut dalam keadaan ini. Kaki kecilku makin melemas. Bagaimana mungkin aku melakukan hal menjijikkan seperti itu?
"Darah?" Aku masih tidak mengerti apa hubungannya darah di kemeja Raihan dengan tuduhan mereka. Aaaaahhh, mereka pikir itu adalah darah keperawananku. Ngga mungkin!
"Tolong kasih kita waktu untuk bicara!" Raihan akhirnya membuka suara.
"Ya sudah saya akan bawa kalian ke rumah pak RT. Saya juga kurang suka kalo hal yang belum jelas seperti ini warga sudah tau. Saya takut mereka berbuat semaunya pada kalian." Pak Diman begitu bijak. "Kalian bisa jelaskan dirumah pak RT nanti." Sambungnya lalu memberikan kami waktu untuk siap-siap sebentar.

Langkah kaki terasa berat menyusuri jalan aspal digang rumahku menuju rumah pak RT. Suasana terlihat sepi. Pikiran melayang pada berita viral tentang sepasang muda-mudi di Cikupa Tangerang yang tertangkap basah sedang berduaan didalam kontrakan setahun lalu. Aku takut tindakan pelecehan dialamatkan kepadaku juga. Aku meringis.
Mimpi apa aku semalam? Kenapa kejadian menjijikkan ini menimpa diriku? Bedanya belum ada warga yang tau apa yang terjadi denganku dan Raihan.

Aku dan Raihan menunggu diluar halaman. Kami diawasi kedua temannya Pak diman. Lalu Pak Diman dan pak RT keluar bersamaan dari dalam rumah.Kami disuruh masuk ke ruang tamunya.

"Bapak sudah dengar semua cerita dari pak Diman. Kenapa kalian melakukan seperti itu dikampung saya?" Ujar pak RT terdengar serak.
"Pak RT semua kejadian ini sama sekali ngga benar dengan apa yang kalian pikirkan. Saya sama sekali ga berzina dengan dia. Saya berani bersumpah. Saya juga bisa kasih bukti visum tentang keperawanan saya ke bapak." Aku membela diri.
"Tapi darah ini sudah menguatkan bukti kalau kalian sudah melakukan hal serendah itu." Pak RT tak mau kalah berasumsi sambil menunjukkan darah yang ada dikemeja Raihan.

Apa? Bagaimana bisa tetesan darah mimisan jadi bukti kalau itu adalah darah dari selaput dara milikku?
"Itu darah mimisan saya pak!" Ujar Raihan membenarkan.
"Jangan percaya pak RT ... Kita harus kasih mereka pelajaran. Kalau bisa kita paksa mereka untuk menikah! Biar mereka tidak lagi berbuat zina." Teman pak Diman benar-benar jadi provokator diantara aku, Raihan dan juga pak RT.

Menikah? Ya Alloh ya Rabbi ... Kalau sampai ujianMu sampai dititik itu aku benar-benar ngga sanggup. Bagaimana bisa aku menikah dengan orang yang tidak aku suka? Bagaimana bisa aku menikah dengan jalan seperti ini? Bagaimana tanggapan Nayla tentang aku nantinya? Aku benar-benar trauma dalam keadaan seperti ini.

"Tolong pak, beri saya kesempatan untuk menjelaskan dengan detail perkara sebenarnya." Raihan memohon santai.
"Sudah-sudah,saya tidak mau lagi dengar ocehan kalian. Kalian memang pasangan muda yang lagi terbakar asmara. Sudah sewajarnya saya menikahkan kalian dengan terpaksa. Supaya kalian tidak lagi berbuat zina!" Ucap pak RT membuat detak jantungku seakan terhenti.

Aku hampir pingsan mendengar keputusan pak RT. Air mata mengalir deras dari pelupuk mata. Kenapa kami tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Apa yang telah kalian lakukan padaku?
Pikiranku melayang lagi ke Nayla. Bagaimana sikapnya nanti saat tau aku diposisi seperti ini? Nayla pasti lebih percaya pada omongan orang lain ketimbang aku. Nayla pasti membenciku.

Malam semakin larut, aku dan Raihan masih diamankan didalam rumah pak RT. Aku diizinkan tidur dikamar kosong dekat dapur. Sedangkan Raihan terkunci di gudang belakang.
***

Gemetar tangan ini saat ku genggam handphone milik Raihan. Aku harus memberitahu Nayla bahwa hari ini aku akan menikah. Dan meminta pakde Sumar suami dari bude Siti untuk menjadi wali nikahku.

Ku menangis sejadi-jadinya saat Nayla mencaci maki diri ini. Berbagai umpatan kasar kuterima dari mulut adik yang paling kusayang. Nayla sama sekali tidak percaya cerita versiku. Dia bilang, dia malu punya kakak seperti diriku. Apa yang sudah kulakukan? Aku hanya terjebak cerita yang tak disengaja, Nayla.

Hampir 2 jam aku menunggu kedatangan pakde. Ruang tamu itu terasa panas. Membuat hati semakin sesak. Raihan masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Tidak banyak bicara. Aku paham, dia masih lemas karena daya tahannya sedang turun.

Pak RT, pak Diman, Bu Ani istri dari pak RT, juga seorang ustadz sudah hadir menunggu berlangsungnya pernikahan dadakan ini.
Hati ini makin terguncang. Aku bagaikan hewan langka yang terperangkap dalam jaring. Kantung mata terlihat membengkak karena menangis semalaman.

"Assalamua'laikum!" Suara pakde membuat aku sedikit lega. Kucelingukan mencari sosok Nayla. Pakde datang sendiri, pikirku. Aku tampak sedikit kecewa.
"Waa'laikumussalam" jawab mereka serempak.
Tidak butuh waktu lama pak RT menceritakan semuanya ke pakde. Pakde hanya manggut-manggut mendengar penjelasannya.
Calon suami ada. Calon istri ada. Wali hakim hadir. 2 orang saksi tersedia. Dan ijab Qabul menyertai. Aku akan melangsungkan pernikahan siri dengan Raihan.

Aku benar-benar menolak pernikahan ini. Yang benar saja, menikah dengan orang yang sama sekali tidak saling jatuh cinta. Bahkan nikah siri sekalipun. Pupus sudah angan-angan tentang bagaimana aku akan menjadi ratu sehari dipernikahan impianku. Bersanding dengan lelaki yang paling aku cintai.
Lagi pula tidak ada wanita waras sepertiku yang mau menikah siri. Rugi! Harga diriku benar-benar sudah rendah dimata mereka. Ingin kabur rasanya tapi takut menambah masalah.

Raihan duduk bersila disampingku. Sebelum pak ustadz memulai menuntun ijab qobul, ku merasakan getaran dari handphone Raihan. Ku melirik pada layar touchscreen nya. Ada pesan WhatsApp masuk.

_Lisa
Raihan mengklik nama itu dilayar utama.
{ Hari ini aku tiba di Jakarta ya, beb }
{ Miss you }
{ 😘😘😘😘 }

Aku benar-benar tidak sengaja melihat isi percakapannya. Dadaku terasa sesak. Aku masih bersikap rileks. Karna mata mereka menuju kearahku.
'Raihan punya pacar?' ucapku tak bersuara.

Ayat al - Qur'an dilantunkan merdu oleh pak ustadz. Sebentar lagi ijab qobul akan dimulai. Detik demi detik ku berusaha mencoba tegar. Sampai tiba saatnya tangan pakde Sumar berjabat tangan dengan Raihan.

"Saya nikahkan engkau Raihan Saputra Wijaya bin Erlangga Wijaya dengan ananda Nana Ekawati binti Marzuki dengan mas kawin uang senilai 500 ribu rupiah di bayar tunai." Genggaman tangan pakde terlihat lebih mengerat.
"Saya terima nikah dan kawinnya Nana Ekawati binti Marzuki dengan mas kawin tersebut dibayar tunai" sambung Raihan tanpa terbata-bata mengucapkan kata-kata itu.
Seandainya ini pernikahan impianku, alangkah bahagianya lelaki yang tepat disampingku ternyata jodoh yang dikirim oleh Tuhan untukku. Dunia dan seisinya pasti bergetar mendengar kalimat sakral itu. Sebuah janji dengan Tuhan dari pernikahan suci.
Tapi bagaimana dengan pernikahan siri ini?  Perasaanku campur aduk. Dalam hati menjerit ingin rasanya ku hentikan waktu. Aku merunduk pilu. Air mata jatuh lagi membasahi pipi. Semua orang menengadahkan tangan memanjat doa.

Untuk pertama kalinya aku mencium punggung tangan Raihan sebagai tanda hormatku padanya.
'Dia bukan jodohku' aku masih bergumam dalam hati.
Aku dan Raihan diantar keluar dari rumah pak RT. Aku kaget setengah mati, ternyata diluar sana banyak warga berkerumun. Mereka menyoraki aku dan Raihan saat menuju mobil yang terparkir didepan halaman rumah pak RT. Ternyata berita ini cepat menyebar bagaikan virus.

Dengan resmi aku diusir dari kampung itu. Ku dengar jelas umpatan dari mulut para tetangga. Kenapa mereka begitu menghardik ku dengan kata2 kasar? Kenapa niat baikku semalam dibalas dengan sebuah bencana? Ya Alloh sebenarnya apa rencanaMu?

Mercedes Benz E-class milik Raihan membawa aku pergi ke rumahnya. Betapa pilu yang kurasakan saat meninggalkan rumah kontrakan yang telah lama ku tinggali bersama Nayla.
***

Rumah bercat putih itu terlihat besar dan mewah. Memiliki 2 lantai dengan ornamen unik disetiap sudut ruangan. Di halaman belakang ku lihat kolam renang berukuran panjang. Ada juga taman dengan koleksi berbagai bunga di halaman depan dekat teras. Digarasi ada 2 mobil lainnya terparkir.
Mana mungkin rumah sebesar ini hanya Raihan yang tinggal. Dimana ayah dan ibunya? Apakah Raihan tak memiliki saudara kandung?

"Kamarmu diatas." Ujar Raihan mengagetkanku saat lagi serius-seriusnya melihat beberapa pajangan unik di lemari kaca besar. Aku mengangguk pelan.
Ada 3 kamar dilantai atas. Satu kamar utama dan 2 kamar lainnya yang berukuran lebih kecil dibanding kamar utama.
Raihan membantu aku membawa tas besar berisi baju-baju ku. Saat ku buka pintu kamar, ku lihat tempat tidur berukuran single dengan sprei ungu bermotif bunga. Alisku mengeriting.
"Ini kamarmu!" Ujar Raihan datar tanpa ekspresi.
'Kamarku?' tanyaku dalam hati.
"Kita tidak akan tidur bersama walau sudah menikah."
"Baguslah. Kita bukan suami istri normal seperti yang lainnya juga kok."
"Kamu ganti baju dulu habis itu aku tunggu kamu di bawah! Ada yang harus kita bicarakan." Raihan menutup pintu.

Ku hampiri Raihan yang telah lama menunggu di ruang keluarga. Perlahan aku duduk berjauhan disebelahnya. Sesekali ku lihat layar tivi tipis itu.
"Oke, aku akan mulai pembicaraan ini." Raihan menghembuskan nafasnya. "Aku akan menganggap pernikahan ini adalah pernikahan kontrak." Lanjutnya membuat dada ini kembali sesak.
"Maksudmu?"
"Sampai kamu menyelesaikan perjanjian kerja sama kita kemarin, sampai saat itu juga kita akan berpisah."
Pernikahan kontrak? Pernikahan macam apa seperti itu? Lagi-lagi Raihan membuat diriku frustasi.
"Kita tidak akan melakukan kontak fisik. Kita harus saling menjaga privasi. Dan juga gak ada larangan untuk kita bertemu dengan lawan jenis."
Jelas Raihan membuatku semakin ingin muntah.
"Apapun yang kau lakukan, jangan pernah berpikir kalau aku ingin ikut campur." Ucapku sambil berdiri. "Dan juga, seharusnya kamu minta maaf dulu ke aku. Bukankah ini semua salahmu?"
Raihan ikut terbangun. "Tolong rahasiakan ini dilingkungan kantor. Aku ngga ingin apa yang terjadi diantara kita diketahui teman-teman disana."
Aku tersenyum pahit. Sok tampan!

"Kamu gak perlu repot-repot untuk bersihkan semua yang ada dirumah ini. Aku punya 8 orang yang bekerja di sini. 2 tukang kebun, 3 asisten rumah tangga,1 tukang masak, dan juga 2 orang satpam. Mereka datang saat aku pergi kekantor dan pulang sebelum aku kembali dari kantor. Kecuali satpam. Seandainya mereka melihat dan menanyakan tentang keberadaan kamu disini, kamu bisa bilang kalau kamu temanku yang sementara tinggal disini." Jelasnya panjang lebar.

Aku semakin risih berada disini. Lalu bagaimana dengan ku? Apakah dia sama sekali tidak memikirkan nasibku? Aku kangen Nayla.
***

Teengg tong ... Tengg toongg ...
Suara bel membuat aku lekas menuju pintu utama. Raihan sejak sore sudah lama ada di kamarnya. Saat kubuka, kulihat bidadari malam berwajah cantik ada dibalik pintu. Dia menatapku tajam.
"Siapa kamu?" Tanya wanita yang berbody tinggi dan ramping itu.
'Apakah dia Lisa?' aku menerka sendiri.
Tanpa kupersilahkan, wanita itu masuk tanpa aba-aba. Ditabraknya sedikit bahuku.
"Raihaaannnn ??? Raiiihannn???" Teriaknya memanggil nama suamiku. Aaaarrghhh, aku menggelengkan kepalaku supaya cepat sadar. Siapa yang perduli siapa dia. Kulihat dia menaiki tangga dengan cepat menuju kamar Raihan.
'Dia pasti Lisa. Dia pasti pacar Raihan? Bagaimana ini? Aku benar-benar canggung bertemunya lagi.' gumamku dalam hati. Ada rasa resah muncul dihati ini.

Ku naiki anak tangga dengan pelan-pelan. Pintu kamar Raihan terbuka. Ku mengintip kearahnya, terlihat jelas wanita itu memeluk tubuh Raihan dari belakang. Jemari tanganku menutup mulutku yang menganga.

==========

"Tolong lepaskan tanganmu!" Pinta Raihan pada wanita yang memakai dress pink selutut itu.
"Engga mau."
"Please ..." Raihan menurunkan paksa tangan yang melingkar diperut sixpacknya.
"Aku udah jauh-jauh datang kesini untuk kamu."
"Aku ngga pernah menyuruhmu kesini."
"Raihan ... "
"Lis ..." Gertak Raihan pada wanita yang ternyata memang benar dia adalah Lisa. Keduanya saling bertatapan.
"Harus berapa kali aku minta maaf sama kamu supaya kamu bisa maafin aku?"
"Kamu pikir aku bisa ngelupain semua kejadian itu, hah? Kamu ngga hanya mesra-mesraan sama lelaki brengsek itu. Dia meluk kamu. Dia ciumi leher bahkan bibir kamu. Dan kamu menikmatinya di bar sana. Aku lihat semuanya, Lis!" Raihan begitu terpancing emosi.
"Aku khilaf, sayang. Lagi pula kejadian itu sudah lama banget."
"Aku juga yakin kamu pasti menghabiskan waktu semalam bersama dia juga. Ya kan?"
"Han ... Aku ngga sampe kaya gitu."
"Bahkan untuk sekedar berciuman denganmu saja, belum pernah aku lakukan."
"Aku ke Jakarta untuk kamu. Mulai hari ini aku disini untuk fokus sama kamu. Aku ngga akan balik lagi ke Singapura. Bahkan aku ingin meniti karir disini bareng kamu. Jadi please, lupain semua itu! Ayo kita mulai dari awal lagi!" Lisa memohon.
"Aku pikir kamu wanita terbaik yang pernah aku punya. Selain cantik, aku suka dengan kepintaran kamu menjadi seorang pelukis."
"Han .... "
"Tapi sekarang aku sudah bukan siapa-siapa nya kamu. Jadi aku mohon sekarang tinggalin aku. Aku sudah berusaha untuk melupakan kamu."

Praaannnnggggggg

Tak sengaja aku menyenggol vas kecil berkaca yang terpajang disebuah rak berwarna coklat didekat tangga. Sepertinya Raihan dan Lisa menyadari suara pecahan itu.
"Itu ... Hmmmmm ... Aku ... Aku ngga sengaja nyenggol vas bunga ini!" Aku terbata-bata saat keduanya mendekatiku.
"Dia siapa Raihan?" Tanya Lisa pada Raihan namun matanya menatap kearahku. Aku menundukkan kepalaku. Aku sengaja untuk tidak membuka suara.
"Temannya Fatir. Dia baru sampai dari jawa, belum dapat tempat tinggal. Jadi sementara dia menginap disini." Bohong Raihan pada Lisa. Aku berharap Lisa percaya.
"Aku Nana, mba!" Aku memperkenalkan diri. Lisa mengacuhkan tangan yang kuulurkan padanya.
"Sampai kapan kamu disini?" Pertanyaan Lisa membuat lidahku kelu.
"Hmmmmm ... Aku harus bersihin lantai ini dulu." aku langsung jongkok memunguti serpihan kaca dilantai. Tepatnya aku mengalihkan pertanyaan Lisa.
"Sampai dia dapat kerjaan." Raihan masih membantuku menjawab.

Tanganku bergetar. Aku sangat kikuk berhadapan langsung dengan wanita yang sudah kuduga pacarnya Raihan.
"Aauuuu  ..." Serpihan kaca itu menggores di jari telunjukku. Cairan kental berwarna merah langsung menyembur keluar namun tak begitu banyak. Raihan dengan tiba-tiba ikut berjongkok pula didepan ku.
"Dasar ceroboh!" Raihan menggenggam jariku. Perlahan dia mengeluarkan serpihan kaca kecil yang masih menempel di jari. "Kamu harusnya lebih hati-hati" mata Raihan melirik sekilas kearah kaki Lisa.

Perhatian Raihan kepadaku yang tiba-tiba membuat aku sadar. Dia hanya berakting. Supaya Lisa cemburu padaku. Dia hanya ingin memanasi hati Lisa.
"Aku ngga apa-apa" ku tarik tanganku spontan sampai Raihan melepaskan genggamannya."Aku permisi dulu." Aku turun menuju dapur untuk membersihkan luka ini.

Entahlah apa yang mereka perdebatkan lagi. Anggap saja tadi aku tidak mendengarkan apapun.
***

Kucoba berulangkali untuk menelpon Nayla lewat telepon rumah. Tapi handphone nya tak pernah aktif. Ada apa dengan Nayla?
'Kak Nana kangen sama Nayla. Kakak ingin ketemu sama kamu.' ucapku tak bersuara sambil mengelus-elus wajah Nayla didalam lembaran foto bersamaku dipantai Ancol.

Ini adalah hari Minggu. Hari terakhir aku libur. Besok aku sudah mulai kerja seperti biasa dikantor Raihan. Aku harus ke Bekasi kerumah bude menemui Nayla.
Seperti biasa, aku lebih nyaman memakai baju casual dan celana jeans biru panjang. Dengan make up tipis aku lebih tampil pede dibanding riasan menor.

"Neng Nana baru turun?" Suara khas Sunda itu membuat aku kaget. Aku menepuk-nepuk dada."Maaf neng ngagetin.hehehehe" ibu berkonde itu tertawa.
"Ini ibu siapa yah?"
"Kenalin atuh neng, panggil aja saya mbok Ijah. Kalo mbok yang tukang masak!" Tangannya mengelusi lenganku. Aku hanya melempar senyum."Semalam tuan Raihan bilang di group WhatsApp, kalo ada neng Nana disini. Jadi jangan pada kaget. Uuugghhh geulis pisan ternyata si neng" sambungnya sambil menyolek daguku. Aiihh mungkin mukaku kek udang rebus sekarang.
"Nana mau keluar sebentar mbok. Kalau Raihan cari aku, bilang saja aku pasti pulang sore."
"Tapi tuan Raihan juga pergi dari tadi pagi, neng."
"Oohh? Hmm ... Ya sudah gak apapa mbok. Aku pergi dulu ya. Assalamualaikum" salamku santun dan berlalu pergi setelah mbok menjawab salamku.

Entahlah Raihan pergi kemana. Dia sama sekali tidak memberi tahu.
***

"Nayla, ayo ikut sama kakak tinggal disana." Aku membujuk Nayla supaya ikut tinggal bersamaku di rumah Raihan.
Nayla menghempaskan tanganku dari pundaknya."Kakak pikir aku mau tinggal disana? Sebesar apapun rumah dia sekarang, aku gak Sudi tinggal serumah bersama kalian. Pasangan hina." Lirihnya membuat aku sedikit kecewa.
"Nayla, disaat orang lain gak percaya sama omongan kakak, cuma kamu satu-satunya harapan kakak. Berharap kamu adalah orang yang percaya sama kakakmu sendiri."

Nayla menangis. Ditutupi wajahnya yang basah terkena air mata. "Nayla sakit hati kak, saat temen-temen Nayla dirumah banyak mengirimi WhatsApp ke aku. Mereka bilang kakak ketauan berbuat mesum. Karena ada laki-laki bertelanjang dirumah kita."
"Nayla ... Itu semua terlalu berlebihan. Kejadiannya ga kaya gitu. Masalah Raihan buka baju itu karena ... "
"Sudahlah kak Nana ... Bukti ada cairan darah dibaju lelaki itu juga sudah jadi bukti yang kuat. Aku bukan anak kecil lagi. Aku tahu semuanya."
Aku mendengus pasrah.
"Nayla harus ikut kakak!"
"Ngga kak" Nayla menggelengkan kepalanya. "Biar aku disini sama bude untuk sementara."
"Sampai kapan?"
"Nayla ga tau. Nayla disini sampai dapet berita kelulusan dari pihak sekolah. Aku juga bisa bantu bude disini jualan makanan."

Bude Siti keluar dari arah dapur membawa es teh manis dan beberapa gorengan.
"Sudah, Na. Bude juga gak apapa kalo Nayla tinggal disini. Yang penting jaga kesehatan kamu disana. Jadilah istri yang baik buat suamimu. Kalau bisa secepatnya kamu urus surat-surat supaya kamu bisa mendaftarkan pernikahan kamu di KUA setempat." Nasihat bude dengan tutur katanya yang lembut
"Makasih ya bude"

Hari ini aku gagal membawa Nayla pulang bersamaku. Tapi aku sedikit tenang karena bude ingin merawat Nayla seperti anaknya sendiri.

Jam menunjukkan pukul 4 sore. Aku menunggu bis ke arah terminal blok M di halte. Kondisi jalanan saat ini padat merayap. Entah apa yang aku rasa, aku seperti sendiri dalam keramaian dijalananan.

"Nana?" Suara itu membuat aku sedikit terkejut. Apakah aku sedang bermimpi? Kenapa ada malaikat tampan datang disore hari seperti sekarang? Sebuah tangan melambai-lambai didepan wajahku yang bengong.
"Ahhhh ....."
"Kamu ngapain lagi disini?" Mas Fatir senyum-senyum sendiri melihat tingkah anehku.
"Itu ... Aku habis dari rumah saudara."
"Owh... " Mas Fatir membulatkan mulutnya.
"Kok Mas Fatir ada disini? Kebetulan banget ketemu sama aku." Ucapku sambil nyengir kuda.
"Aku habis nge-gym. Trus Aku lagi markir mobil direstoran sana, niatnya mau makan. Tapi ngga sengaja aku ngeliat kamu lagi duduk disini. Jadi aku samperin kamu deh." Mas Fatir menunjuk ke sebuah rumah makan 'SOUP BOUNTOUT MANG AGUS' yang tepat ada diseberang jalan.
"Ohhh ... Iya aku lagi nunggu bis."
"Kamu mau makan bareng sama aku sebentar?"
Tanpa pikir panjang aku menyetujui permintaannya. Kebetulan suara di perutku juga sudah berdangdut ria.

"Eeemmpphhhh ... Sop buntutnya enak bangeeeettt."   Komentarku saat menyantap makanan andalan direstoran ini. Mas Fatir hanya tersenyum mendengarnya. Dia sosok lelaki yang murah tersenyum. Membuat aku makin suka dengan caranya memikat hati perempuan.
"Kalo kamu suka, aku janji bakal bawa kamu kesini lagi."
"Waahhhhh mas Fatir terlalu baik sama aku."
"Tapi gantian kamu yang bayarin." Candanya dibarengi tawa.
"Hahahaha ... Boleh-boleh. Tapi bisa-bisa aku gak makan seminggu sangking mahalnya makanan disini. Hehehehe."
"Minta naik gaji donk sama bos Raihan." Aku tersenyum paksa saat mas Fatir menyebut namanya.
"Aku anggap ini adalah hadiah dari mas Fatir buat ulang tahun ku besok!"
"Besok ulang tahun kamu?"
Aku mengangguk.
"Kamu mau minta hadiah apa?"
"Ahh engga perlu. Aku kan sudah bilang, makanan enak ini sudah kuanggap jadi sebuah kado dari Mas Fatir."
"Kita jalan-jalan lagi yuk besok?" Aku hanya terdiam. Mana bisa Mas Fatir begitu baik padaku? Jangan-jangan dia suka sama aku? Ahh .. pede sekali kamu, Na.

Setelah selesai makan, aku pamit untuk pergi. Aku menolak diantar pulang. Mas Fatir begitu menyenangkan. Dia begitu suka tertawa. Sepanjang kita menghabiskan makanan, dia selalu bercerita kejadian lucu. Sejenak aku lupa dengan masalah yang kemarin.

Terima kasih Mas Fatir.
***

"Neng Nana baru pulang?" Tanya bang Odin security di rumah Raihan sambil membuka pintu pagar besar. Ku lihat jam dinding yang ada dipos  security. Jam 20.35
"Iya, bang Odin. Hmmmmm ... Raihan sudah pulang?"
"Sudah sejak sore tadi, neng." Kenapa aku merasa khawatir, Raihan bakal marah padaku. Aku ingin pulang jam berapa bukankah itu hak aku? Aku juga punya privasi yang gak boleh dia ikut campur. Aku menaikkan kedua pundak.
"Kamu dari mana? Kata mbok kamu pergi jam 10an, kenapa jam segini baru pulang?" Tanya Raihan yang sedang duduk di sofa ruang keluarga. Aku membuang napas. Lalu ku samper Raihan disana.
"Trus kamu pagi-pagi kemana?" Aku balik nanya lagi. Raihan diam. " Bukankah aku dan kamu punya urusan masing-masing? Jadi aku harap kita ngga akan ikut campur dalam urusan pribadi. Bukankah kita sudah setuju?"
Raihan menatapku sebentar. Lalu pandangannya menyebar keruangan lain.
"Ayo makan! Mbok sudah masak."
"Aku kenyang."
"Sudah makan?"
Aku mengangguk.

Lalu Raihan pergi keruang makan disebelah dapur. Aku langsung naik ke kamar. Merebahkan diri ini diatas kasur. Hari yang melelahkan.
***

"Tolong kamu antarkan dokumen ini ke mejanya Pak Johan! Sehabis itu kamu fotocopy berkas ini! Jam 2 ada rapat mendadak. Kamu yang pastikan semua gelas dan air mineral sudah tertata di meja rapat!" Perintah Raihan tanpa memandang ku. Dia tampak aneh. Tapi aku sudah terbiasa dengan tingkahnya.
Aku manggut-manggut saja. Ku jalani apa yang dia perintahkan.
"Hai, Na!" Sapa Mas Fatir saat berpapasan sama-sama membuka pintu diruangan Raihan.
Aku balas dengan senyuman.
"Siang, Mas Fatir?" Sapaku setengah malu.
"Ini ..." Mas Fatir memberikan aku sebungkus kado berwarna coklat. Raihan memperhatikan aku. Dengan malu-malu aku terima hadiah ini.
"Ini apa?"
"Selamat ulang tahun. Semoga kamu sehat terus dan selalu bahagia." Ini adalah momen terbahagiaku. Kita saling bersalaman.
"Ya ampun Mas Fatir, ngga usah repot-repot bawa kado segala. Aku jadi banyak utang sama kamu, Mas."
"Kayanya kita impas dech. Kamu pernah nolong aku buat mengembalikan dompet. Sekarang aku belikan sesuatu buat kamu."
Aku menyunggingkan senyum.
"Oiya, aku pamit sebentar ya. Ada yang harus aku lakukan." Aku langsung meninggalkan Mas Fatir diruangan Raihan. Kulihat Mas Fatir tersenyum.
"Han, kita sudah siap buat rapat kan?"
"Hah? Oohh ... Sudah-sudah." Raihan membetulkan posisi duduknya. "Kamu tau kalo dia hari ini ulang tahun?"
"Iya. Kemarin aku makan berdua sama dia."
"Kemarin?"

Bersambung #3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER