Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Rabu, 15 Juli 2020

Medina #4

Cerita bersambung

Kendaraan warna biru bertulis besar-besar megabus dot com itu melaju pelan menembus turunnya salju di pagi menjelang siang. Kiri kanan jalan terhampar nuansa putih. Kanada tengah meringkuk diselimuti salju di musim winter ini.
Meski bersalju, bagi Medina yang jarang melihat fenomena itu, Sungai Saint Lawrence yang ia intip di seberang jendela bus tetaplah indah meski ada bongkahan-bongkahan es bertebaran di atasnya.

Nolan mengaduk cup terbuat dari kertas tebal berisikan coklat moka panas.
"Minum, biar hangat dan bibirmu tak kedinginan" ujarnya perhatian. Medina mengangguk dan menerimanya.

"Thanks. Ayo cerita sekarang," pintanya. Nolan tersenyum jenaka. Istrinya terlihat nggak sabar. Tadi ia sengaja menjeda karena pesan minuman dulu ke bawah.

Mereka dapat kursi di seat atas. Maunya Medina. Katanya ini kedua kalinya naik bis tingkat setelah bulan lalu keliling Jakarta menuju wisata Kota Tua. Ya ampun kayaknya dia traveler gadungan, gumam Nolan tertawa sendiri. Masak sih naik bis tingkat saja surprise begitu.

"Bagaimana enak coklatnya?" Nolan sengaja menggoda Medina lagi. Mengulur waktu.
"Lumayan, mokanya terasa. Kamu nggak pesan minum?"
Nolan menggeleng. "Belum mau"
Medina menyeruput kembali lalu meletakkan cup coklatnya yang menyisa sedikit di tempat yang disediakan di punggung kursi depannya.

"Please,..". tangannya gantian meraih jemari Nolan yang putih. Jadi kontras dengan jari-jarinya yang kuning kecoklatan. Ia meremasnya.
"Kamu mulai pintar merayu, Medina" tukas Nolan tersenyum. Jenggot tipis di dagunya bergerak. Sementara rambut ikal kecoklatannya yang ketutup topi rajut beberapa helai menyeruak. Tampan di usia matang.
"Salah sendiri memulai?"
"Okay baiklah. Begini, jadi sebenarnya saya sudah tahu kamu jauh sebelum baca CV beasiswa S3 kamu ke MGU".

Jidat Medina berkernyit.
"Tahu dari mana?"
"Tidak sengaja Medina. Waktu itu lagi searching nyari jurnal penelitian tentang human trafficking. Saya belum pernah terlibat dalam hal itu, karena sudut pandang penelitian saya adalah antropologi."
"Lalu nemu jurnal saya, begitukah Honey?" sambung Medina dengan mimik menggemaskan. Nolan jadi berhasrat untuk mendekapnya dan menyenderkan kepala Medina ke bahunya.
"Begitulah. Saya tertarik tulisanmu tentang woman trafficking di NTT."

Medina mengangguk. Itu penelitian tesisnya beberapa bulan silam. Untuk mendapatkan data akurat selama hampir tiga bulan ia bolak balik mengunjungi Labuan Bajo di NTT. Untungnya penelitian itu disupport oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. NTT masuk zona merah menurut lembaga itu. Karya ilmiahnya itu ia kirim ke website jurnal internasional meski baru bisa terdaftar pada pengindeks reputasi sedang.

"Kamu baca feature ku juga yang dimuat di sebuah harian ibukota?" tanya Medina sambil mengeratkan tangan kanannya ke pinggang Nolan.
"Sure. Justru tulisan itu yang membuat saya jatuh cinta sama penulisnya"
Medina tertawa.
"Oh, Prof...anda pintar membuat perempuan bergembira" ujarnya sok formal.
"Tulisan kamu sangat hidup, menunjukkan interaksi yang serius dengan para perempuan korban perdagangan itu. Pasti wawancaranya sangat intens, sampai mereka bisa jujur bercerita."
"Lalu..lalu?" Medina tak berminat membicarakan para korban trafficking.
"Lalu apa?" tanya Nolan.
"Habis baca tulisan, apa yang kamu lakukan sayang?"
"Mengejar dan mencari tahu. Who's Medina?. Sampai saya menemukan link kalau kamu pernah menulis jurnal bersama Prof. Dahlia Dirgantara?. Dan surprise senang ternyata kamu mahasiswanya?"
"Oh so sweet.." goda Medina. Ia tak mengira sama sekali, ternyata cerita Nolan begitu berliku. Tapi perempuan mana yang tak berbunga-bunga ketika namanya dikejar sampai ditelusuri link-linknya lewat dunia maya?.
"Kamu menginspirasi saya. Saat kubuka facebook, ternyata status-status kamu banyak bercerita kisah-kisah KDRT dan sejenisnya, meski identitas korban kamu samarkan.
Saya mengikuti setiap hari meski kita tak berteman. Aktivitas mu sangat hebat, bagaimana bisa membantu orang-orang yang mungkin putus asa tak tahu harus mengadu ke siapa."
"Tak usah berlebihan, Nolan. Banyak aktivis-aktivis perempuan di Indonesia yang peduli pada sesamanya" ujarnya merendah.
"I see. Tapi kamu beda. Mungkin karena saat itu saya baru jadi muslim, semangat saya untuk berubah begitu menggebu. Saya tertarik cara kamu memberikan terapi korban-korban trafficking dan itu realitas.
Bukan seperti saya yang hanya pandai menuliskan penelitian hukum tanpa pernah membantu perlindungan hukum kepada siapa yang membutuhkan."
"Kan kamu dosen Prof," hibur Medina. Lucu saja melihat Nolan yang biasanya berwibawa di depan kelas jadi merendah begitu.
"You too. But you act more.."

Medina tertawa melirik Nolan yang hidungnya begitu mancung menawan. Sepertinya salju di luar malah membuat hatinya melumer bukan membeku. Sebuah anomali yang memabukkan. Begitukah cara bule menghargai perempuannya?

"Akhirnya saya memohon Prof Dahlia agar dia mau membujuk kamu daftar beasiswa S3 ke MGU." tukasnya tanpa malu-malu.
Medina menutup mulutnya. Itukah rahasia besarnya?. Jadi semua atas rekayasa lelaki ini?.
"My God!" seru Medina.
"Wait Medina. Awalnya Ibu Dahlia tak merespon. Dia bilang kamu tak tertarik kuliah lagi. Karena...ha..ha.." Nolan tertawa renyah sambil menyandarkan punggung ke kursi. Medina melotot.
"Kok tertawa? Kenapa?"
"Ibu Dahlia bilang kamu lebih tertarik mencari jodoh daripada kuliah lagi. ltu yang membuat saya tertawa geli."

Wajah Medina langsung memerah.
"Dia bilang begitu?" Ya ampun Prof Dahlia, kenapa beliau sejujur itu. Dia mendadak malu. Ingat obrolannya waktu di kampus. Bahwa keluarganya begitu mendesak agar dia segera menikah.
"Terus..?" Medina kepo dengan kelanjutan cerita Nolan mencoba mengusir malu.
"Terus saya berpikir lama. Apa saya jodoh yang kamu cari, dan kamu perempuan yang cocok mendampingi saya yang ingin berubah?"

Seperti ada cairan yang menyembul tanpa ijin dari sudut mata Medina. Kenapa ia tergugah mendengarnya.
"Makanya saya senang sekali ketika akhirnya kamu memutuskan mengirim email aplikasi dan mengikuti tes online.
Saya yakin kamu pasti lulus. Saya berjanji dalam hati jika kamu lulus dan sampai ke Kanada saya akan segera melamar kamu."
"Kamu curang, Prof Ramirez.." jawab Medina tersenyum tipis.
"Because I love you. I need you" Nolan mengeratkan dekapannya dan menatap lekat manik hitam mata Medina.
"Kalau aku tak lulus, bagaimana?"
"Saya tetap akan mengetuk pintu rumah kamu di Jakarta." ujarnya tertawa.
"Di Kanada banyak muslimah muallaf yang cantik, Nolan. Tak harus dengan perempuan Indonesia," goda Medina.
"I don't know. Apa namanya kalau bukan cinta jika saya tak sabar menunggu kamu di Bandara Trudeau, dan tak pernah absen membuka facebookmu barang sehari?. Menunggu kedatanganmu seperti menghitung hari."
"Ah Nolan, kamu bukan profesor hukum tapi profesor cinta yang pandai menggoda wanita??. Pantas saja Doktor Rosemary tak bisa move on" seru Medina.

Ha..ha..keduanya tertawa.
"Jangan takut lagi kalau dia mengancammu sayang."
Medina menggeleng. "Nggak takut, cuma sedikit kaget dan kesal. Tapi dia tetap dosenku."
"Medina, kamu harus tahu setelah aku kembali ke Kanada dengan status muslim, banyak yang tak suka. Teman-teman dekat saya pergi satu-satu. Bahkan ada yang terang-terangan memusuhi dan mengintimidasi."
"Oh ya. Begitukah?"
"Itulah mengapa aku butuh kamu yang kuat untuk mendampingi iman saya yang masih lemah," tuturnya.

Medina seolah tak percaya melihat mimik Nolan yang nampak serius saat mengucapkan. Perempuan itu tak tahu harus menjawab apa, tapi ia berharap bisa mewujudkan harapannya.
"Semoga aku bisa, Nolan"
"Saya dan seorang kawan berniat membuka lembaga bantuan hukum untuk para imigran muslim di Montreal. Saya berharap kamu bisa membantu kami, Medina. Kamu punya banyak pengalaman menangani kasus-kasus sejenis itu. Kau tahu meski di sini iklim toleransi bagus, tapi ada sekelompok orang yang bisa nekad mengintimidasi" papar Nolan dengan mimik serius.
"Insya Alloh" hanya itu yang terucap di bibir Medina.
"Okay, Dear. Perjalanan masih jauh. Lima jam untuk sampai Toronto. Kalau ngantuk tidurlah di pelukanku."
Lelaki itu merengkuh kembali tubuh Medina yang berlapis sweater wol tebal.
***

Mereka sudah sampai di terminal Megabus di Bay Street 610, Toronto menjelang sore. Shalat ashar sebentar di masjid kecil yang ada di sekitar kawasan itu lalu mencari makan.
Ada pedagang kebab yang tanpa ragu menulis kata halal di depan kedainya.

"Medina, nanti jangan kaget. Meski papa mamaku tak bercerai, tapi mereka hidup terpisah. Mereka sibuk masing-masing. Itu terjadi sejak lama. Mama di rumah kami, Papa punya rumah sendiri di pinggir kota. Dia senang menyendiri bersama buku-bukunya."
"Dan kamu mewarisinya," gelak Medina. Sebulan bersamanya ia sangat tahu kalau ruang baca adalah surga bagi suaminya.
"Sudah berkurang, setelah ada kamu, Medina. Kamu ternyata lebih memikat dari koleksi buku saya" jawabnya sembari menyeruput kopi panas.
Seperti biasa tertawa dan pasang muka jenaka.
Aih...bisa saja, kamu Prof. Hati Medina bergemuruh senang. Ia pun menyantap kebab menggiurkan itu dengan antusias karena lapar.

Papa Mama Nolan menyambut mereka di depan rumah. Wah, demi menyambut anak dan menantunya mereka rela terlihat sebagai pasangan yang bahagia. Sama seperti ketika mereka dulu ke Jakarta.
Mama Nolan bernama asli Catherine meski sudah terlihat keriput di wajah dan kantong matanya tapi masih enerjik. Rambutnya pirang dengan potongan pendek. Dia wanita asli Kanada. Sedangkan Papa Nolan, Jonathan Ramirez usianya sudah 65 tahun. Rambutnya hitam kecoklatan. Dia berasal dari Amerika Latin.

Mama Nolan sangat antusias menyambut Medina, orangnya juga banyak bicara. Sampai tengah malam menantunya itu masih diajak ngobrol sambil menikmati kudapan khas Kanada yaitu poutine. Dia sengaja membuat sendiri makanan berupa kentang goreng yang dibalut dengan lumeran keju, toping daging dan saus itu.

"Mama minta maaf belum sempat main ke Montreal, Medina. Galleri lukisan Mama tiap hari ramai pengunjung. Besok malah kedatangan tamu dari pemerintahan. Nanti Mama pasti berkunjung kalau kalian punya bayi!" guraunya.

Ya ampun nggak di mana-mana. Para mertua pasti pada pengen gendong cucu. Medina hanya tersipu sembari melirik suaminya.
"Kami baru sebulan menikah, Mam. Santai saja."jawab Nolan sembari mengajak Medina istirahat di kamarnya.
"Sst..apakah malam ini kita mau memenuhi harapan Mama agar cepat punya bayi, Medina?" Seru Nolan tertawa menggoda.
Medina merajuk seraya mencubit lengan suaminya.
"Sudah malam sekali, Nolan. Aku capek banget..maaf ya."
"Okay, kita segera tidur Honey. Besok juga kan mau ke Niagara biar segar kembali."

Paginya mereka sudah standby di mobil milik Papa Nolan. Tujuan utama mereka ke Niagara Falls, namun ternyata Nolan mengajak Medina menyusuri Danau Ontario lebih dulu. Ini salah satu danau terbesar di dunia. Jadi kelebihan danau ini tidak nampak pembekuan selama musim dingin. Tetap seperti biasa.

Selanjutnya mereka menuju area Niagara Falls. Niagara sendiri adalah daerah yang merupakan perbatasan Kanada dan Amerika Serikat. Keduanya dipisahkan oleh sungai besar bernama Sungai Niagara. Di sungai itulah terdapat 3 air terjun besar yang umum disebut Niagara Falls. Tempat ini merupakan destinasi utama dan teramai di Ontario.
Bukan hanya di musim panas, musim dingin seperti saat itu pun banyak wisatawan penasaran ingin melihat.

"Sorry, saya bawa kamu lihat Niagara pas winter dulu Medina, next time kita lihat pas cuaca biasa. Kamu nanti bisa lihat bongkahan es raksasa. Itu kata orang mirip di film Frozen" papar Nolan saat mereka memarkir mobil lalu jalan mendekati area.
"Ha..ha...kamu tahu Frozen, Nolan?. Itu kan film Disney anak-anak?" seru Medina sembari melipat tangannya karena dingin.
Nolan hanya tertawa menggeleng. Mana sempat ia nonton kartun.

Saat melihat di bibir jembatan, Medina tak kuasa untuk segera mengabadikannya. Tampak pemandangan luar biasa. Air terjun itu bak ledakan es. Niagara Falls membeku di suhu -67 derajat Celsius. Wow.
Nolan memperlihatkan video yang ia ambil saat Niagara di musim panas. Saat itu ia pergi bersama adiknya Jeane.
"Coba kamu bandingkan antara air terjun tanpa es dengan yang beku seperti sekarang". Medina menatap takjub. Luar biasa keajaiban alam. Subhanallah, gumamnya.

Mereka hingga malam di sana, memesan pizza ala Kanada dengan topping cronerberg crash yakni campuran ketumbar pesto, tahu tandoori, mangga, kacang dan paprika.
Memakannya sembari melihat lampu berwarna-warni di sekeliling Niagara sungguh sebuah pemandangan fantastis.
***

Nolan dan Medina tiba kembali ke Montreal minggu sore dengan menggunakan Megabus kembali.
Travelling berdua pertama di Kanada ini sangat membekas di hati Medina.
Mereka bercengkerama satu sama lain. Dan yang lebih mengesankan karena Medina bisa mengenal keluarga Nolan lebih dekat.

Medina bersyukur apapun pasangan hidup yang sudah Alloh pilihkan untuknya. Nolan yang humble dan serius dalam bekerja, namun kadang-kadang bisa jenaka.
Ia justru merenungkan tentang harapan Nolan agar ia bisa menjadi pendamping kuatnya dalam berislam di negara barat itu. Apakah ia mampu?

"Hei,...nanti aku ada kejutan lagi untukmu Medina. Dua minggu lagi" ujarnya saat mereka menuju komplek apartemennya yang tak terlalu jauh dari kawasan kampus MGU.
"Apa?. Kita mau jalan-jalan lagi?. Asyiiik. Kemana?"
"Ke New York. Saya sudah daftar ke panitia di Islamic Centernya untuk mengikuti ceramah NAK. Do you know him?" Mata Medina membulat surprais.
"You mean Nouman Ali Khan?. Wow...itu ustad youtube favoritku, Nolan!" seru Medina dengan gembira meluap.
"Yeah..i know ustadz yang disukai para perempuan. Smart dan tampan..ha...ha."
"Ah,...kamu lebih ganteng, Prof." goda Medina meringis.

Mereka lalu memasuki lift dan menuju lantai 10 apartemen. Saat masuk ke dalam mata Medina terbelalak.
"Nolan, lihat!. Kacanya pecah dan..seperti kena tembakan!" Medina berteriak menatap kaca apartemen itu yang membekaskan retak parah.
Tangan Nolan Ramirez mengepal marah.
"Oh No!!. Shit! Mereka sudah berani menterorku!".
"Siapa?", serbu Medina. Ia mendadak cemas. Sepertinya mimpi buruk akan datang.

==========

Nolan meneguk segelas air putih dan bersandar di sofa ruang tamunya. Matanya memandang tajam lubang di kaca apartemennya. Ia berusaha menenangkan diri.
Tapi tidak dengan Medina. Ia sangat cemas.
"Saya harus telepon ke kepolisian untuk membuat laporan kejadian."
"Nolan, jawab dulu kira-kira siapa yang melakukan ini?" seru Medina.
"Mereka yang tak suka dengan rencana saya melakukan bantuan hukum untuk melindungi para imigran muslim, Medina. Para imigran sudah dianggap ancaman, karena jumlahnya tiap tahun bertambah dan  mulai menguasai lapangan pekerjaan dan perekonomian baik di Montreal, Ottawa terutama Quebec sekitarnya. Mereka bukan saja mengintimidasi imigran tapi juga orang-orang yang membela keberadaan mereka."
"Aku juga imigran bukan?" tukas Medina.
"Tapi statusmu pelajar. Sedang kuliah. Sedikit berbeda. Meskipun...benar juga. Kamu juga harus tetap waspada, Honey. Setelah kejadian itu tingkat intimidasi terhadap muslim meningkat. Perempuan berjilbab sejak tahun lalu mulai banyak yang dicurigai. Salah satunya Rosemary dia tak suka dengan mahasiswi berhijab di kampus."
Medina kaget, pantas saja pandangan Doktor Rose kepadanya tak bersahabat secuil pun sejauh ini. Dia pikir karena cemburu saja. Ternyata ada motif berbau politis.
"Kejadian apa Nolan?. Aku tak tahu. Jujur aku tak tahu menahu tentang Kanada sebelum kakiku sampai di sini."
Mimik Medina begitu serius menatap suaminya.
"Bulan Oktober 2014 lalu, ada penyerangan terhadap gedung parlemen di Ottawa oleh seorang mualaf dan dia berencana mau pergi ke Suriah. Kabar sebelumnya dia pernah dipenjara 10 tahun karena kasus narkotika. Itu menurut data yang diperoleh".
Medina melongo. Kenapa urusannya jadi runyam begini?. Sepertinya selama kuliah dia akan berurusan dengan berita tak mengenakan seputar terorisme. Apalagi dia berjilbab. Dan...kejadian di apartemen ini seolah menguatkan bahwa menjadi istri seorang Nolan Ramirez tak segampang ia bayangkan. Sosoknya menjadi incaran. Bukan soal perempuan tapi orang-orang yang berseberangan secara ideologi maupun politik.

Ibaratnya setelah ia bertemu jodoh bukan berarti ujian hidupnya sudah selesai. Ia akan diuji oleh Alloh dalam sisi kehidupan yang lain. Agar dia semakin kuat dan bertakwa tentunya.
"Maksudnya dia akan bergabung dengan ISIS?" tanya Medina asal ngomong. Sejujurnya ia tak terlalu mengikuti berita tentang ISIS yang seolah sudah mendunia itu.
"Begitulah. Dia menyerang karena protes. Sebelumnya pemerintah Kanada memberlakukan pengawasan ketat terhadap aksi terorisme di setiap tempat. Bisa dibilang gerak-gerik muslim dicurigai."
"Mengapa pemerintah mencurigai muslim melakukan aksi teror?. Bukankah kejadian 11 September sudah belasan tahun berlalu?," protes Medina.
"Tidak semudah itu melupakan peristiwa Medina apalagi sentimen agama dihembuskan oleh semua pihak yang terlanjur tak suka dengan Islam.
Ada kejadian di Montreal dua hari sebelumnya. Dua anggota militer Kanada mobilnya ditabrak oleh seseorang. Salah satunya tewas. Pelaku berhasil ditembak mati. Dan info yang beredar dia baru masuk Islam setahun sebelumnya. Dia memiliki hubungan dengan timur tengah."

Medina hanya terdiam. Apa mungkin Nolan suaminya juga masuk dalam daftar mualaf yang dicurigai?. Ya Alloh lindungilah kami, bisik hati Medina.
"Yang harus kamu tahu sepanjang tahun 2015 kemarin intimidasi terhadap muslim bermunculan kembali di beberapa tempat. Para imigran sebagai sasaran utama. Kita harus berhati-hati, Honey."

Esok paginya beberapa petugas kepolisian mengunjungi apartemen untuk mengecek bekas tembakan. Laporan itu menjadi masukan. Polisi berjanji akan memberikan jaminan keamanan lebih di kawasan tersebut. Namun sayang untuk mengetahui siapa penyerang masih harus menunggu penyelidikan. Yang jelas sang penembak pasti sniper jitu karena bisa mengenali jendela apartemen Nolan dari sekian ratus jendela kaca yang ada.
***

Nolan tak ingin Medina terlalu memikirkan peristiwa itu meski yang namanya was-was kadang datang menghantui.
Untuk mengalihkannya, dua minggu setelah kejadian, ia tetap mengajak Medina ke New York untuk mengikuti kelas ceramah yang diisi oleh penceramah dari Amerika Serikat yang lagi naik daun, Nouman Ali Khan atau kerap dipanggil Ustadz NAK.

Mereka menggunakan transportasi kereta bawah tanah alias subway yang lazim dikenal dengan sebutan Metro. Dengan Montreal Metro malam mereka sampai di New York jam 5 subuh. Acaranya sendiri siang. Sambil menunggu, Nolan masih sempat mengajak Medina jalan-jalan mengelilingi Kota New York macam lokasi patung liberty, monumen 11 September, Times Square, Brooklyn Bridge dan makan burger di gerobak halal food milik pedagang timur tengah dekat Central Park.
Ya kapan lagi kesempatan itu datang. Bagi Medina tentu saja ini pengalaman pertama menginjak kaki di Amerika Serikat yang mengesankan.

Dakwah NAK cukup terkenal di kalangan kaum muda. Ceramah-ceramah kelasnya biasa diupload di youtube yang membuatnya tidak hanya dikenal di Amerika Serikat tapi seluruh dunia tak terkecuali Indonesia.

Salah satu kelebihan da'i kebangsaan Pakistan yang masa remajanya tinggal di New York ini karena dalam ceramahnya selalu menggunakan perenungan ayat-ayat Al Quran dengan pendekatan humanis. Para pendengar seolah diajak mengenal keajaiban Islam melalui pemahaman ayat-ayat Al Quran. Menjadikan Al Quran senantiasa update dan sesuai di segala jaman. Tak terkecuali jaman internet seperti sekarang.

Medina puas sekali dengan paparan ceramah ustadz NAK salah seorang da'i favoritnya selain UAS, ustadz asli Indonesia. Sepanjang perjalanan pulang ia mendiskusikannya dengan Nolan.

Perjalanan naik subway tentu saja lebih menyenangkan ketimbang bus. Selain lebih nyaman di cuaca dingin juga lebih cepat. Metro biasa mengangkut satu juta penumpang tiap harinya. Dan ini juga pengalaman pertama buat Medina mengingatkannya dengan KRL Jabotabek alias komuter he...he tapi pastinya jauh lebih aman dan nyaman karena tidak ada istilah umpel-umpelan.

Sampai di apartemen kembali hari minggu pagi sekitar jam 7 pagi. Lumayan masih ada waktu buat istirahat untuk memulai aktivitas kembali esok.

Entah karena kecapaian atau apa, badan Medina terasa demam. Sepertinya ia mendadak masuk angin rasanya seperti meriang.
Nolan yang melihat wajah pucat Medina jadi khawatir.
Ia membuatkan teh hangat.

"Istirahat Honey, sepertinya kamu belum biasa jalan jauh selama di sini."
"Iya. Mungkin masih kaget Nolan." Medina pun membaringkan tubuhnya di kasur.

Namun tak sampai 5 menit, ia mendadak mual dan langsung berlari ke kamar mandi. Ia memuntahkan semua isi perut tak terkecuali roti yang baru disantapnya sebagai sarapan.
Setelah mendingan ia pun kembali ke kamar.
Untung Mama membekalinya dengan obat-obatan lengkap. Semua ada di pouch khususnya. Mulai dari minyak kayuputih sampai balsem ada di sana. Minyak aroma terapi sedikit membantu meredakan pusingnya.
Saking lelahnya Medina tertidur cukup lama. Bangun-bangun jarum jam sudah menunjuk angka 11 siang lebih.

"Medina, bangun sebentar. Makan dulu ya. Saya sudah buatin sop untuk kamu" suara Nolan terdengar lembut di telinga.
"Kapan kamu belanja?"
"Tadi pas kamu tidur. Saya tinggal sebentar. Belanja tak jauh dari sini. Tadi juga mampir ke apotek beli obat turun panas takut demam kamu belum turun."
"Maafkan, jadi merepotkan kamu. You're very nice husband. And sweety..." Jemari Medina mengelus tangan Nolan lembut.

Mata biru Nolan menatap lekat. Medina benar-benar membuatnya jatuh cinta dan dunianya seakan berubah. Sekarang tak terlewat waktu baginya untuk sekedar ingin tahu apa yang tengah dilakukan istrinya.
Ia menyampaikan uneg-unegnya yang sedari tadi ia tahan.
"Medina, menurut saya jadwal menstruasimu sudah terlambat seminggu bulan ini."

Deg!. Medina terkejut. Ia jarang mengingat jadwal haid. Bagaimana bisa malah Nolan yang mengingatnya.
"Kamu tahu darimana?" Jawab Medina hampir mentertawakannya.
"Saya mencatatnya di kalender," kata Nolan enteng. Ia menunjuk kalender meja di samping tempat tidur mereka. Terlihat silang-silang merah menghiasai tujuh tanggal bulan lalu.

Ya ampun!. Medina tak menghiraukannya sama sekali. Yang jelas fokusnya masih tentang mengenal Nolan dan tugas kuliah.
"Jadi?. Menurut kamu aku ada kemungkinan hamil?. Secepat itu?". Medina tertawa.
"Nggak mungkin Nolan." Medina masih terasa geli. Ya Alloh apa karena Nolan bener-bener ingin punya anak sampai segitu detail perhatiannya?.
"Mungkin saja. Tadi di apotek saya melihat perempuan membeli alat cek kehamilan. Saya memesan 2 merk untuk kamu. Cobalah periksa nanti pas di kamar mandi."

Test pack?. Medina benar-benar surprais. Nolan membuatnya heran sekaligus takut. Takut mengecewakannya.
"Kalau negatif bagaimana?" ujarnya.
"No problem, Honey. Masih ada kesempatan setiap malam untuk membuatmu hamil," gurau Nolan disambut cubitan meringis Medina.

Jika di apartemen Nolan tak nampak sama sekali lagak profesornya. Ia bisa jadi koki, mencuci baju atau beberes rumah membantu Medina.

Lelaki itu pun berbaring di samping istrinya membelai rambut Medina yang menutupi dahi. Dan mencium bibir Medina yang agak memucat.
"Kamu lagi sakit saja bikin saya tergoda. Jangan lama-lama sakitnya," katanya.
"Aku nggak sakit kok, cuma sedikit capek dan mual. Aku coba sekarang ya test pack nya. Siapa tahu sudah bisa kedeteksi."

Medina pun mencoba bangkit dari kasur dan pergi ke kamar mandi. Nolan menungguinya di luar sembari membuka handphone.

Perempuan itu mengambil air seninya yang sejak pagi belum dikeluarkan dengan wadah kecil. Ia pun mencelupkan batang test pack dengan hati penuh dag dig dug. Apa benar rasa mualnya disebabkan hormon kehamilan? Bukan karena masuk angin.

Satu...dua...tiga...
Yups. Yeaaah...Garis dua.!!
Giliran mata Medina terbelalak. Ia mengetes dengan merk satunya lagi.
Sama. Positif!!.
Alhamdulillah.

Dan berikutnya, Medina tak kuasa menerima hujan kecupan dari suaminya sampai-sampai lupa kalau ia tepar sejak pagi.
Nolan mengangkat tubuh Medina dan memutarnya beberapa kali, lupa juga kalau dia lagi tak enak badan. Saking bahagianya mereka sampai terjatuh di ranjang bersama. Dan menghabiskan hari di rumah berdua saja.

"Look, saya mau jadi ayah, Medina!"
Mata birunya tak bosan memandangi pipi merah istrinya.
***

"Kamu yakin tetap akan puasa dalam kondisi hamil, Medina?. Jangan kau paksakan. Tahun ini durasi puasa di Montreal 18 jam. Tak seperti di Indonesia" ujar Nolan sepulang mengantar Medina ke dokter.

Kandungan Medina akan memasuki usia 5 bulan di bulan Ramadhan tahun 2016 itu. Menurut dokter puasa tak masalah kalau yakin kuat. Karena sebenarnya puasa hanya memindahkan waktu makan.
"Insya Alloh Nolan, yang penting saat sahur banyak makan makanan bergizi. Lagian kondisi kehamilanku sekarang sudah lebih stabil. Nggak terasa mual-mual lagi."

Puasa di Montreal dimulai sahur pukul 03. 00 dan buka puasa sekitar pukul 20.45 waktu setempat.
Ini puasa pertama Medina di luar negeri dan pas dalam kondisi hamil.

Saat di jalan menuju pulang/ itu lah ada notifikasi masuk. Nomor yang tak dikenal.
"Go home to your country!!" Kata-kata yang terkirim.
Medina kaget. Ini pesan aneh kedua yang ia terima setelah kejadian penembakan di apartemen. Nolan melihat perubahan wajah istrinya.
"Teror lagi?". My God!. Nolan beristighfar. Ia khawatir karena kondisi istrinya tengah hamil. Takut mempengaruhinya.
"Kau nggak papa, Medina?. Tenang ya..jangan panik. Mereka hanya ingin menakut-nakuti saja." Nolan menggenggam jemari Medina dan berusaha menguatkannya.

Setelah hampir setahun ini ikut menampung aspirasi warga muslim melalui lembaga bantuan hukumnya, Nolan menyadari ancaman yang ditujukan itu tak bisa dianggap remeh.

Kondisi sosial politik di Provinsi Quebec memang lagi tak mengenakkan. Ada larangan menggunakan niqab (cadar) secara terang-terangan bagi kaum muslimah. Muslim memang masih masuk kelompok minoritas di sana. Permohonan pendirian masjid juga ditentang habis.
Laporan intimidasi tiap minggu makin bertambah banyak. Bukan hanya ancaman kata-kata pedas tapi sudah mengarah pada aksi kekerasan fisik.

Sebelumnya, jendela-jendela masjid di Quebec pernah dipecahkan. Beberapa muslim melaporkan ancaman pembunuhan , serta mobil-mobil jamaah masjid jadi sasaran vandalisme.

Suatu malam selepas tarawih ada telepon berdering kencang. Sesaat Nolan tengah mengaji sambil mengelus perut Medina di sampingnya.
Ia nampak serius.

"Medina, boleh saya ijin meninggalkanmu besok. Saya harus ke masjid di Quebec City. Ada oknum mengirim bungkusan berisi kepala babi di depan masjid. Lalu poster tertempel bertulis "Islam hors de chez moi." Nolan tampak cemas.
"Apa artinya itu?"
"Islam keluarlah dari negara kami."

Medina hanya sanggup menutup mulutnya tak percaya.
***

Medina kaget menerima hasil nilai dari Doktor Rosemary. Ia memberinya nilai C. Tentu saja ia protes. Bagaimana mungkin padahal jawaban dari tes tertulis yang ia kerjakan sudah sesuai dengan teori dan ia sangat yakin akan argumen yang ia tulis.

"Apa mau kamu Medina, datang memohon ke saya agar ada perubahan nilai?"
"Maaf Doktor Rose, sepertinya anda tidak adil dalam memberi nilai ke saya. Saya sudah mencocokan dengan jawaban rekan-rekan dan teori yang ada. Tak ada kesalahan fatal, tapi mengapa anda memberi nilai paling rendah dari seluruh warga kelas?"
"Medina, itu artinya kamu bodoh!. Kalau kamu ingin perbaikan, saya akan memberimu tugas tambahan dan harus selesai besok pagi."
Medina nanar memandangi perempuan cantik di depannya.
"Mengapa anda melakukan hal ini pada saya. Apa salah saya?"
"Salah kamu?. Kamu mengambil Profesor Ramirez dari saya. Kedua kamu muslim. Aku tak suka melihat perempuan berkerudung di sini. Kamu menebarkan aroma terorisme!. Bikin kekacauan. Semua dunia sudah mengakui."
Medina mencoba bersabar. Padahal itu penghinaan besar untuk agamanya.
"Anda seorang dosen, doktor. Tak pantas mencampur adukkan kebencian agama dengan profesionalisme pekerjaan," pekik Medina.
"Terserah saya. Ingat Medina, kalau saya tak bisa mendapatkan Nolan kembali. Maka kamu pun tak boleh mendapatkannya. Saya pun bersumpah akan membuat kalian berpisah. Bagaimanapun caranya!".

Mata Rosemary berkilat. Agaknya ia tak main-main dengan ucapannya.
Medina ingin membalas, tapi mencoba tenang. Percuma melawan orang yang sudah kalap.
"Hubungi asisten saya, kalau ingin nilaimu berubah."jawabnya seraya pergi.

Medina keluar ruangan. Tampak Ken dan Meghan tengah menungguinya.
"Bagaimana?" tanya Meghan. Medina cuma menggeleng lesu.
"Jangan hiraukan dia Medina, kata orang-orang dia dosen psikopat. Wajar saja demikian, jiwanya sakit," hibur Ken.
Medina cuma bisa melotot kaget. Doktor Rosemary seorang psikopat?. Pantas saja ia bisa berbuat nekad.
Jangan-jangan teror yang ia terima via sms juga dari dia?.

Medina terduduk di taman sembari mengelus perutnya yang mulai kelihatan membuncit.

Bersambung #5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER