Cerita bersambung
Mata biru Nolan bersinar cerah. Ia tersenyum penuh bahagia.
"Benarkah?"
"Iya. Benar. Papa sudah melihat kebaikan itu. Warga Muslim yang baik dan penuh kasih sayang," seru Papa Nolan.
"Setelah kejadian penembakan itu, Mama antusias baca-baca buku tentang Islam dan membeli Al Qur'an di Toronto.
Mama tahu kamu perlu bertahun-tahun juga untuk mempelajarinya, Nolan. Mama percaya kamu pasti tidak main-main ketika mengambil keputusan itu." Mata Catherine berkaca-kaca.
"Ya Alloh terima kasih." Mata Medina ikut berbinar-binar. Indah sekali melihat hidayah itu telah menghampiri mereka. Semoga nanti Jeane pun menyusul.
"Nanti antarkan Papa dan Mama ke Islamic Centre di Quebec City."
Nolan mengangguk dan memeluk serta mencium mereka.
Ya Tuhan, sebuah nikmat tak terkira. Ia sama sekali tak pernah memaksa mereka. Apalagi Papa orangnya sangat merdeka sekali dalam berpikir. Ia tidak suka jika ada orang yang berani mempengaruhi, gumam Nolan.
"Kami juga berencana membeli rumah di Montreal biar dekat Jasmine." Nolan semakin surprais. Papa mengatakan 'kami' berarti mereka akan kembali serumah lagi?.
"Rumah di Toronto?" tanya Medina.
"Jeane mau menempatinya. Dia dapat pekerjaan baru di sana." jawab Catherine.
Di dalam kamar Nolan tak kuasa menahan rasa bahagianya. Ia memeluk sang istri begitu rupa.
"Medina, hari ini saya begitu bahagia. Akhirnya Papa dan Mama..."
"Alhamdulillah Nolan, aku pun senang Papa Mama mau berhijrah."
Nolan menciumi wajah istrinya penuh gairah.
"Hei,..kamu aneh mereka yang dapat hidayah kok malah aku yang kamu ciumi Nolan?" Medina terbahak. Ia mendorong pelan tubuh suaminya.
"Entahlah. Saya yakin, mereka mendapat hidayah lewat perantara kamu. Selama di sini kan kalian sering ngobrol. Tadi Mama mengatakan suka memperhatikan kamu kalau lagi shalat dan mengaji."
Medina angkat bahu. Ia tidak pernah merasa mempengaruhi mertuanya.
"Dan kedua,...mari kita lanjutkan cumbuan yang terhenti di sofa tadi, Honey." bisik Nolan pelan seraya membuka kerudung Medina.
"Nolan,...ada-ada saja. Ini masih siang."
"Memang kenapa kalau siang Medina, tak ada larangan mencumbui istri siang-siang bukan?. Ramadhan masih bulan depan."
Goda Nolan tertawa mulai beraksi membelai lehernya.
Namun ketika kepalanya menunduk mendekati wajah Medina. Suara ketukan pintu kamar terdengar. Entah siapa lagi yang mengetuk. Sepertinya Vivian. Ah wanita parobaya itu mengganggu saja, kata Nolan.
"Apa kubilang Nolan?"
***
Pekan pertama di bulan Mei 2017 Kota Montreal dilanda musibah. Karena curah hujan yang terus menerus dalam sepekan ditambah salju yang mulai mencair mengakibatkan banjir melanda di tengah kota. Ada 126 kota di Provinsi Quebec menjadi zona banjir. Di Montreal sendiri sekitar 200 lebih rumah warga yang terendam. Sejak tanggal 9 Mei Pemerintah menetapkan kondisi gawat darurat dan menurunkan 1200 tentara untuk mengevakuasi warga.
Nolan dan Medina sendiri yang tinggal di apartemen lantai 10 dekat kawasan kampus MGU bisa dibilang aman, akan tetapi kondisi yang melanda warga Montreal tentu saja menjadi perhatian sendiri terutama kaum muslim di Montreal.
Untuk beberapa hari mereka disibukkan dengan membantu secara logistik warga, menyediakan tempat evakuasi dan ikut kerja bakti di beberapa titik dengan menampung pasir di plastik guna membuat tanggul penahan banjir.
Saat kondisi musibah itulah warga terlihat bersatu saling membantu meski berbeda antar ras, kebangsaan bahkan agama. Mereka bahu membahu satu sama lain.
Untuk membantu evakuasi beberapa sahabatnya yang rumahnya kebanjiran terutama yang memiliki balita, Nolan tak segan merogoh koceknya untuk membantu membayar sewa apartemen selama sebulan. Mereka lebih membutuhkan bantuan segera.
Bahkan royalti buku yang besarnya lumayan diterima ia sumbangkan semua untuk korban banjir. Padahal rencananya hendak ditabung untuk bekal kepulangan mereka tahun depan ke Indonesia.
Sebenarnya Medina sedikit agak protes, karena merasa sekarang ia pun tak punya penghasilan sendiri nyaris segala kebutuhannya amat tergantung dari Nolan.
"Kenapa harus semua Nolan, tabungan kita habis. Dan kamu sendiri tak membolehkan aku cari kerja paruh waktu untuk membantu biaya hidup yang serba mahal di sini."
"Kamu mau kerja?. Jangan. Sudah capek kuliah nanti siapa yang mengurus Jasmine. Jangan takut begitu Medina."
"Itu...itu tabungan buat kita mudik ke Indonesia, Nolan. Maksudku jangan dihabiskan semua."
"Rejeki pasti datang lagi, Dear. Kita harusnya bersyukur rumah kita tak terendam banjir seperti mereka. Sebagai tanda syukur kita wajib membantu mereka. Jangan khawatir insya Alloh nanti dapat ganti yang lebih baik. Kita juga pasti bisa pulang ke Indonesia tahun depan." ujar Nolan optimis.
Medina beristighfar. Kenapa Nolan yang muallaf justru lebih yakin daripada dia?. Agaknya ia yang harus banyak belajar ikhlas dari suaminya.
Mungkin karena ia perempuan selalu banyak pertimbangan dan perhitungan apalagi menyangkut uang.
***
Setelah mendengar kondisi Montreal, Orang tua Medina memundurkan jadwal menengoknya bulan Juli 2017 atau habis lebaran. Mendengar durasi puasa yang cukup panjang di Kanada mama Medina yang punya sakit maag kambuhan juga mempertimbangkan apa kuat jika menjalankan puasa di Kanada.
Pertengahan Juli saat Kanada sudah memasuki musim panas, akhirnya Papa dan Mama Medina tiba dari Jakarta.
Akhirnya mereka pun bisa menjumpai Jasmine, cucu mereka yang kini sudah masuk usia 9 bulan.
Medina menyambutnya dengan sukacita karena sudah setahun lebih tak melihat sosok mereka. Ia kangen Mama.
Biarpun mereka dulu kerap beda pendapat tak pernah Medina bérniat menjauhi Mama.
Ia sangat menyayanginya dan selalu bertekad membuatnya bahagia.
Tadinya ia khawatir dan tak yakin Mama bakal bisa menerima Nolan, jodoh yang ditunggu anaknya itu dan dia ternyata produk impor. Tapi entah jurus apa yang dikeluarkan Nolan saat melamar dulu sampai Mama juga akhirnya bertekuk lutut untuk menerima.
Pas weekend sesuai janji Nolan akhirnya ia berhasil mengajak Papa Mama Medina ke Vancouver. Kebetulan Medina juga belum pernah ke sana. Hitung-hitung bulan madu kedua mereka.
Mereka menginap di kawasan Stanley Park sebuah taman nasional Kanada di Vancouver dengan ciri hutan dan taman juga seawall atau dinding laut.
Seawall semacam tembok batu yang berdiri megah mengelilingi taman untuk mencegah erosi.
Tempat wisata ini sangat kesohor di Vancouver bahkan katanya karena lebih bagus dan luas daripada Central Parknya New York, dan itu diakui Medina. Vancouver sangat indah dengan Stanley Park nya.
Malam itu di sebuah kamar hotel yang sejuk, Mama mengajak Medina ngobrol di kamarnya. Sambil menemani Jasmine yang masih bermain dengan mainannya di kasur sementara Nolan dan Papa tengah bercengkerama nonton TV.
Mereka ngobrol segala macam hal. Dari tentang keluarga di Jakarta sampai hal yang remeh temeh. Jujur Medina kangen saat-saat seperti ini. Bisa curhat sama Mama tanpa merasa ada dinding pemisah.
Waktu di Jakarta ia begitu sibuk kerja. Jadi asisten di kampus lalu ke LSM dan kuliah seminggu 3 kali, sampai ngobrol dengan Mama pun tak ada waktu.
"Medina, Mama mau nanya apa kamu ikut KB?? Khawatirnya nanti gak terencana. Jasmine masih kecil kamu juga belum lulus. Buat jaga-jaga jangan sampai kesundul" kata Mama.
Medina tak mengira Mama akan nanya hal private begitu. Tapi mungkin ibunya itu pengen kasih nasihat dan masukan. Apalagi beliau pensiunan PNS yang pernah bekerja di BKKBN.
Ia menggeleng.
"Tidak Ma, Medina nggak KB. Nolan gak ngebolehin, katanya biar dia saja yang KB pakai pengaman. Dia tahu kapan Medina lagi masa subur kapan enggak karena mencatatnya dan mengamatinya secara detail. Kalau pas lagi masa subur biasanya dia yang ngalah...melakukan coitus interruptus. Katanya itu dibolehkan agama," jawab Medina tanpa segan meski sebenarnya malu. Bukankah itu rahasia kamar mereka berdua.
Tapi karena Mama mendengarkan secara serius ia anggap dirinya sebagai klien yang butuh arahan dan bimbingan.
"Wah, dua metode KB itu nggak menjamin lho, Dina. Tapi ya memang harus dirembug sama suami kalau mau menentukan kontrasepsi. Sama-sama nyaman."
"Iya, maunya dia begitu, Ma. Entah kenapa dia kurang percaya sama alat-alat KB untuk istri, biar dia sendiri yang ngalah."
"Mama senang suami kamu orang yang bijak, tidak memaksakan kehendak. Jarang laki-laki yang mau ngalah begitu."
Medina mengiyakan dalam hati. Nolan memang suami idamannya. Dulu saat ia menangani para ibu korban KDRT di LBH tempatnya penelitian, aduan mereka rata-rata soal suaminya yang keras, suka memaksakan kehendak karena merasa sebagai kepala keluarga. Kerap menuntut cepat terpenuhi hak-haknya tapi lupa kewajiban menghargai istri termasuk menafkahi lahir seperti uang belanja dan batin, kasih sayang dan cinta saat berhubungan. Suami gampang marah dan ringan tangan menjadi catatan paling sering ia terima, belum lagi perselingkuhan karena pergaulan yang salah di luar maupun tempat kerja.
Medina mengamini kata-kata Mama. Nolan lelaki yang sangat menghargainya, tak segan membantunya dan memperhatikan hak-haknya sebagai seorang istri, termasuk masalah kontrasepsi KB yang tadi disinggung.
Bayangkan hampir sebagian besar rumah tangga di Indonesia selalu menjadikan istri sebagai obyek sasaran KB entah istri disuruh suntik, minum pil KB, IUD, implan dan sebagainya tapi Nolan justru menawarkan dirinya saja yang KB dan mengalah harus mengenakan sarung atau 'membuang' di luar di saat puncak kepuasannya. Bukankah itu legawa yang luar biasa bagi seorang laki-laki yang biasanya selalu mengejar kenikmatan saat bersama istrinya?.
"Suntik itu ada efek negatifnya menurut saya, Medina. Akan membuat mestruasimu acak-acakan, tidak teratur. ibadahmu akan terganggu. Dan itu menurut saya kurang baik." Nolan beralasan waktu itu.
Saat memasuki kamar sambil menggendong Jasmine yang sudah tertidur ternyata Nolan sudah di sana. Ia tengah menyimak gawainya.
"Jasmine sudah tidur?"
Medina mengangguk. Nolan menghampiri dan gantian menggendong gadis kecilnya yang badannya semakin besar. Ia menciumnya. Sementara Medina sibuk merapikan tempat buat Jasmine tidur di ranjang king size itu.
Setelah rapi dan terlihat hangat, Nolan meletakkan anaknya lalu merapikan selimutnya.
Medina mengganti busananya dengan baju tidur berbahan tipis transparan. Nolan sudah menungguinya di bibir kasur. Malam ini ia ingin merasakan bulan madu kedua. Jauh-jauh ke Vancouver, kota indah di Provinsi British Columbia, tak ingin rasanya melewatkan malam untuk memadu cinta dengan Medina. Mungkin suasana yang berbeda akan memberikan nuansa yang berbeda pula.
"Kamu cantik sekali malam ini, Medina," sambutnya seraya menarik tubuh Medina ke dekatnya.
"Secantik Vancouver di musim panas?" guraunya. Mata mereka beradu. Nolan memeluknya.
"Malam ini saya menginginkanmu seutuhnya anggap kita sedang honeymoon. Sekali-kali lupakan kuliah dan jadwal mengajar," canda Nolan.
"Maksud kamu apa 'seutuhnya', apa sebelum ini cuma setengahnya?" balas Medina tersenyum.
"Honey, saya...saya lupa bawa itu. Ketinggalan di tas. Bolehkah malam ini saya tak menggunakannya?" Nolan bisa juga merajuk.
Tiba-tiba Medina mengingat pembicaraan dengan mamanya tadi soal kontrasepsi KB.
"Sure, why not, Honey?" Medina pun seolah pasrah.
***
Perkuliahan di tahun kedua sudah hampir selesai. Medina bersyukur semua bisa dilewatinya dengan baik. Kini tinggal upaya menyusun desertasinya. Bulan depan ia akan mendapat info siapa dosen ahli yang akan menjadi pembimbingnya.
Nolan sudah memberikan alternatif-alternatif tema penelitian. Memang mujur punya suami profesor yang hobi penelitian. Ada saja dan apa saja bisa dijadikan bahan yang menarik.
Medina tertarik meneliti pengaruh imigran dalam pengambilan keputusan bidang hukum di Kanada.
Ia tak menyangka akhirnya para pembimbingnya menyetujui topik yang diajukan. Tak perlu waktu lama bagi dia untuk segera mempersiapkan diri turun lapang buat observasi sekaligus menyusun instrumen wawancara kepada orang-orang yang dianggap kredibel.
Sore itu ia hendak pulang bareng Nolan setelah seharian membantu suami di LBH sekaligus melengkapi bahan penelitian.
Entah karena kecapaian, atau mengabaikan makan matanya mendadak berkunang-kunang. Keluar dari toilet Medina pingsan tak sadarkan diri.
Suasana jadi heboh. Nolan yang diberitahu langsung berlari dan terkaget-kaget. Tanpa bicara ia langsung mengangkat tubuh istrinya dan membawanya ke mobil.
Medina baru siuman setelah dibaringkan di ruang pemeriksaan di sebuah klinik.
"Aku di mana?"
"Kamu pingsan, Honey." Nolan mengambilkan air untuk Medina minum. Dokter kemudian datang memeriksa.
Ia lalu mengajak Nolan ke mejanya.
"Saya curiga Tuan ada hal lain bukan sekedar tekanan darah yang drop karena kelelahan atau HBnya yang juga rendah" kata dokter.
"Hal lain apa dokter?"tanya Nolan penasaran.
"Habis ini langsung cek USG saja. Perkiraan saya, istri Tuan sedang hamil." katanya membuat Nolan tersentak.
Medina hamil Lagi??
Bersambung #7
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Jumat, 17 Juli 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel