Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Rabu, 26 Agustus 2020

Dilema Diantara Dua Cinta #1

Cerita bersambung
Karya : ...(un-known)

"Jangan tinggalkan aku Ariniiiiii ...." teriak Haidar, tubuhnya basah dibanjiri keringat padahal mesin pendingin ruangan di kamarnya menyala dengan suhu maksimal yaitu 16°c.

Seperti malam-malam sebelumnya, Haidar kembali bermimpi buruk. Bermimpi tentang istrinya yang tiba-tiba meninggalkannya tanpa kabar. Nafasnya terengah-engah, matanya membulat sempurna, kedua tangannya mengacak rambutnya.
"Aaaarrrggghhhh." Haidar kembali berteriak.
Ia membuka laci meja disamping tempat tidurnya, sebuah foto ukuran 5R berbingkai kayu berwarna coklat dipandanginya dengan lekat dan sendu.

Fotonya bersama sang istri, Arini.

Haidar terisak mengusap foto tersebut, lalu kedua tangannya memeluk benda berbentuk kotak itu dengan erat.
"Hiks, Arini, kamu dimana sayang? Apa salahku sehingga kamu tega meninggalkan aku sendiri? Demi materi kau tinggalkan aku. Sudah satu tahun aku tersiksa, hidup tanpamu benar-benar hampa sayang." seperti biasa Haidar kembali berbicara sendiri sambil terus memandangi foto kenangan mereka berdua.
***

"Selamat pagi mbak, perkenalkan saya Azzura Yuana. Hari ini adalah hari pertama saya bekerja disini," ucap gadis muda cantik yang memakai blazer 3/4 warna kuning dan celana bahan berwarna coklat kopi.
"Selamat pagi juga mbak Azzura, saya Fitrah receptionist disini. Mari mbak, saya antar mbak Azzura ke ruangannya."
Azzura mengangguk dan membalas senyuman Fitrah, mereka pun berjalan menuju lift untuk menuju ke lantai tiga.
"Sebelumnya mbak Azzura kerja dimana?"
"Belum pernah mbak, ini kali pertama saya kerja. Tiga bulan yang lalu baru selesai wisuda, alhamdulillah gak menunggu lama dapat pekerjaan disini. Salah satu perusahaan konstruksi bonafit dan terbesar di Indonesia."
"Syukurlah, selamat datang di perusahaan ini ya mbak. Mudah-mudahan betah."
"Okay ,thanks ya mbak. Oh iya, panggil aku Azzura saja. Kok aku risih dipanggil dengan gelar 'mbak', berasa lagi gendong bakul jamu, haha."
"Haha, ok-ok. Kalau gitu kamu panggil aku langsung nama juga ya, berasa jadi IRT yang mau beli jamunya."
Azzura pun terkekeh dengan jawaban Fitrah.

Sesampainya di lantai tiga, Fitrah menunjuk ke meja di depan sebuah ruangan Districk Manager.
"Itu meja kamu Az," ujar Fitrah.
Semua mata tertuju kepada Azzura yang sangat cantik dan bertubuh langsing semampai.
Azzura tersenyum dan manggut tanda menghormati kepada semua orang yang berada di ruangan di lantai tiga tersebut, yang nantinya akan menjadi rekan kerjanya.
"Okay, thanks ya Fit. Oh iya, ntar kita istirahat sama-sama ya. Aku belum punya teman disini."
"Hehe, siipp. Telepon aku ya lewat telepon yang ada di meja itu, aku ada di line 1."
"Siapp...."
Azzura menyimpan tas slempangnya di ujung mejanya, ia terlihat kikuk dan gugup.

Kemudian seorang laki-laki berpakaian kemeja biru dongker menghampirinya.
"Hai, kamu karyawan baru ya?"
Azzura mengangguk, laki-laki itu tersenyum menebarkan pesonanya.
"Perkenalkan aku Dion, aku rekan kerjamu disini."
"Azzura Yuana," jawab Azzura singkat.
"Hmmm, nama yang cantik dan unik. Persis seperti orangnya," rayu Dion gombal.
"Woii kerja Dion, itu bu Cindy sudah datang." teriak seorang wanita berjilbab yang mejanya bersebelahan dengan Dion.
Dion sontak terkejut dan segera berpamitan kepada Azzura untuk kembali ke mejanya.

Azzura menahan tawa melihat tingkah laku Dion, yang coba untuk merayunya namun tidak jadi karena bu Cindy sang Districk Manager keburu masuk.
"Selamat pagi semua," sapa bu Cindy ramah.
"Selamat pagi, bu." jawab semua serentak.

Bu Cindy berjalan mendekat kearah Azzura, ia merangkul pundak dan kemudian memperkenalkannya kepada semua karyawan yang ada di ruangan tersebut.
"Kita disini adalah Districk pengadaan, dimana semua districk yang ada di perusahaan konstruksi ini bersinggungan dengan kita. Karena kita yang menyediakan dan mengatur semua keperluan dari semua districk tersebut."
Azzura mengangguk paham.

Bu Cindy kembali menjelaskan tentang job desk Azzura, dimana ia harus merekap dan merapikan semua laporan pengadaan yang dibuat oleh semua rekannya yang berada di ruangan tersebut dan kemudian menyerahkan rekapan tersebut kepadanya.

"Di ruangan ini, ada lima belas orang termasuk kamu. Jadi, kalau ada yang tidak mengerti silahkan kamu bertanya!"
"Baik bu."
"Untuk hari ini, kamu akan saya training terlebih dahulu tentang semua yang harus kamu lakukan. Juga akan saya ajarkan tentang report-reportnya, mari ikut ke ruangan saya!"
Azzura mengambil tasnya, lalu berjalan mengekor di belakang bu Cindy.
***

Haidar memandangi rumah baru yang akan ditempatinya, rumah itu merupakan fasilitas dari kantor yang diberikan kepadanya.
Tepatnya setelah ia diangkat menjadi manager di perusahaannya, ia sangat bersyukur karena kerja kerasnya selama ini membuahkan hasil yang sangat memuaskan.
Setelah bertahun-tahun berkutat sebagai marketing kontraktor, kini berkat prestasi dalam bekerja membuatnya naik pangkat dan ditempatkan di kantor pusat Jakarta dengan jabatan yang tinggi.

"Seandainya kamu ada Arini, kamu pasti senang, karena kini aku sudah memiliki semua yang kamu minta." Haidar kembali teringat kepada istrinya yang selalu menuntut untuk hidup mewah dengan fasilitas bak istri orang kaya.

Haidar yang dulu hanya bekerja sebagai marketing, tidak dapat memenuhi segala tuntutan istrinya itu, sehingga istrinya kabur entah kemana.
Padahal kehidupan mereka tidak dikategorikan ekonomi yang sulit, rumah yang mereka tempati sangat layak walau memang tidak mewah.
Dengan hasil keringatnya, Haidar dapat membeli mobil baru walaupun itu mobil yang dikategorikan mobil murah.
Namun semua itu tidak dapat menghilangkan dahaga Arini yang terus melihat ke teman-teman arisannya yang tajir akan materi, ia nekat mencari kesenangan dan kemewahan dari laki-laki lain.

Haidar membuka pintu rumah bercat putih tulang itu, netranya berkeliling menatap ruang tamu yang sudah lengkap dengan sofa empuk berwarna putih tulang, permadani turki yang membentang di bawah sofa, lemari kaca hias besar penyekat ruang tamu dan ruang tengah yang masih kosong dan lampu kristal yang menggantung mewah.

Langkahnya terus menuju ruang tengah, disitu sudah ada LED besar berukuran 50", lengkap dengan home theatre dan sofa santai bludru berwarna coklat emas, bantal dengan sarung kekinian pun tertata rapi diatas sofa yang empuk tersebut.

Kini, ia membuka pintu sebuah ruangan besar yang merupakan kamar tidur utama. Sama mewahnya dengan kedua ruangan yang telah ia lihat sebelumnya, kamar tidur mewah itupun sudah terisi lengkap dengan perabotan yang mewah dan mahal.
Kamar tidur tersebut dilengkapi dengan kamar mandi yang telah dipasangkan bath tub, bath tub minimalis yang classic namun tetap mewah.
Haidar merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur empuk berukuran king, tampak di sisi kiri dan kanan tempat tidur tersebut terdapat tiang berukir, tempat tidur tersebut terbuat dari kayu jati.
Ia mengucap syukur atas semua yang telah didapatkannya, namun jauh di hati kecilnya ... Ia merasa kosong dan kesepian, karena sampai saat ini ia masih saja bertahan untuk menunggu istrinya dapat kembali ke pelukannya.

Sesaat kemudian, ia memejamkan matanya. Kantuk mulai menyeruak di seluruh bagian matanya yang lelah seharian melakukan perjalanan dari Surabaya dengan mobilnya.

Keesokan harinya, Haidar telah bersiap untuk berangkat ke kantor pusat, yang telah menjadi kantornya kini.
Ia memanaskan mesin mobilnya, setelah mengunci pintu, ia pun segera melajukan mobilnya dengan santai.
Kaca jendelanya sengaja ia buka, untuk menyapa tetangga yang satu block dengannya.
Setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih satu jam, ia pun sampai di basemant parkiran gedung besar.

"PT. INTI KARYA INDONESIA, i'm coming." gumamnya.
Dengan langkah mantap ia berjalan menuju lift ke lantai tiga, setelah sampai ia pun segera melangkah menuju ruangan berpintu kaca.

Tok...tok...tok...
"Silahkan masuk." seorang wanita mempersilahkan masuk.
Haidar masuk dan menyapa wanita yang duduk serius menatap layar PC di mejanya.
"Selamat pagi juga pak Haidar, selamat datang di kantor pusat. Silahkan duduk pak!"
"Terimakasih, bu."

Setelah berbincang cukup lama, akhirnya manager lama yang akan digantikan oleh Haidar tersebut mengajak Haidar untuk keluar ruangan.
"Ehm, selamat pagi rekan semua," sapa wanita paruh baya tersebut dengan ramah. "Perkenalkan ini Pak Haidar Subagja, districk manager kalian pengganti saya. Per hari ini beliau sudah mulai aktif bekerja disini, dan hari ini merupakan hari terakhir saya disini. Karena besok saya akan kembali menjadi ibu rumah tangga di rumah."
"Salam kenal semuanya, seperti yang dikatakan ibu Cindy barusan. Saya akan menggantikan beliau, untuk itu saya meminta anda semua dapat bekerja sama dengan saya."
Suasana hening, semua begitu berat berpisah dengan bu Cindy yang sangat baik dan ramah.

Setelah beberapa saat hening, tiba-tiba seseorang dengan tergopoh-gopoh berlari dan berhenti di hadapan bu Cindy dan Haidar.
"Se-selamat pagi bu. Maafkan saya hari ini datang terlambat," ucap gadis muda berblazer hitam itu ngos-ngosan.
"Iya Azzura tidak apa, kan kamu tadi sudah WA saya. Silahkan kamu duduk di meja kerjamu." jawan bu Cindy.

Mata Haidar menatap tajam kepada Azzura yang datang terlambat, Azzura menatap balik dengan tatapan yang tidak kalah tajamnya, ia tidak mengetahui kalau laki-laki yang berdiri disamping bu Cindy tersebut adalah atasannya yang baru.
"Mari pak, kembali ke ruangan." ajak bu Cindy kepada Haidar.
Haidar tersenyum, namun sekilas ia kembali menatap sinis kepada Azzura.
Azzura yang tersadar sedang ditatap oleh Haidar, menggerakan kepalanya keatas seperti memberi isyarat pertanyaan kepada Haidar, tepatnya pertanyaan 'mengapa memandang sinis terus kepadanya?'
"Apa kali si brewok itu ngeliatin gue terus, dikira gue gak berani natap balik ke dia apa. Huh...," rutuk Azzura dalam hati.

Setelah Haidar berlalu meninggalkan ruangan lantai tiga menuju ruangannya bersama bu Cindy, seorang rekan kerja Azzura bernama Marsya berjalan menghampiri meja Azzura.
"Az, lo sadar gak lo tadi udah melototin pak Haidar?"
"Iya, gue tahu. Abisnya dia yang mulai duluan melototin gue, kenal juga enggak."
"Halah-halah Azzz, lo cari penyakit. Doi DM baru pengganti bu Cindy."
Azzura terkejut, seketika wajahnya pucat.
"OMG, pantesan doi sinis sama gue. Mungkin karena gue telat, hadeuh gimana ini Syaaaaa."
"Besok lo minta maaf aja sama doi, biar aman lo. Secara berkas pengangkatan karyawan tetap lo baru baru turun bulan depan, itu pun pak Haidar yang akan tanda tangan, bukan bu Cindy."
"Alamaaakkk, iyaa yaa."

Marsya dan yang lainnya tertawa kecil melihat kepanikan Azzura, Azzura mengacak rambutnya jika kembali mengingat tatapan sinis yang ia berikan kepada atasan barunya.

"Mattiiii gue, matiiiiii ...." rutuknya dalam hati.

==========

Suasana kerja dibawah pimpinan Haidar sangat berbeda dengan bu Cindy dulu, Haidar mengganti semua kebijakan yang ada.
Salah satu kebijakan yang ia terapkan adalah tentang penampilan karyawan dan karyawatinya.
Semua karyawan dilarang keras menggunakan alas kaki lain selain sepatu kerja di dalam ruangan kerja, tidak seperti dengan bu Cindy dulu yang memperbolehkan karyawannya untuk menggunakan sendal jepit selama berada di dalam ruangan, agar tidak lelah terutama bagi karyawati yang menggunakan high heels.
Haidar juga mewajibkan karyawatinya merias wajah sewajarnya, tidak boleh menor dan dilarang keras memakai lisptik berwarna merah cabai. Katanya lipstik merah bukan dipakai untuk bekerja, melainkan untuk ngelenong. Untuk yang berambut panjang melebihi bahu, wajib diikat agar rapi katanya.
Lalu, untuk karyawannya. Haidar mewajibkan mereka untuk memakai dasi dan kemeja panjang, katanya agar terlihat lebih berwibawa.

Untuk sepatu juga, Haidar mengatur warna yang boleh dipakai saat bekerja adalah hanya warna hitam. Jadi bagi karyawati yang selama ini selalu mematchingkan warna sepatu dengan pakaian yang dipakainya, jangan harap bisa begitu lagi.

"Buseeett dagh, banyak bener peraturannya ya. Harus modal beli dasi banyak kalau begini caranya, duuuhhh yaa boss brewok ngehe..," keluh Dion kepada rekannya saat makan siang bersama di rumah makan yang tidak jauh dari kantornya.
"Iya, puyeng gue. Apa kabar high heels warna-warni gueee cobaa, cekcekcek..." timpal Marsya.
"Apalagi gue, doi sentimen banget sama gue. Laporan yang gue kasih ke dia, pasti selalu di komplain. Padahal semuanya sudah rapi dan benar, hufft." gerutu Azzura.
"Gue juga kena SP1, gara-gara gue izin tiga hari pas keluarga bini gue nikahan kemarin. Katanya jadi laki-laki gak usah betah di pesta, satu hari juga cukup pas hari H nya aja dateng. Kan yang nikah orang lain, bukan kamu. Emangnya kamu mau jadi saksi pas malam pertamanya juga, gitu kata si boss ke gue, hadeuh." Bagus mengacak rambutnya.
"Kemarin gue juga ditegur sama dia, kan gue lepas sepatu gue sebelah waktu gue ngejelasin report ke si Azzura, eh doi lewat langsung manggil gue and doi bilang gini 'Tita, kalau sekali lagi saya lihat kamu lepas sepatu seperti tadi, saya gak segan untuk buang sepatu kamu itu ke tong sampah.' kampreeeeettttttt," cerocos Tita dengan bersungut.

Azzura, Dion dan yang lainnya tertawa. Mereka jengkel dengan atasan barunya yang ajaib dan unik.
***

Tiiiittt....tiiiitttt.
Telepon di meja Azzura berbunyi,
"Halo," sapanya.
"Tolong kamu ke ruangan saya sekarang!" bentak Haidar.
"Baik pak." jawab Azzura sambil menelan salivanya.
"Gaessss, doain gue. Barusan gue ditelepon, suruh masuk ke kandang kingkong brewok itu gaes." oceh Azzura mengatai Haidar asal.
Semua rekannya tertawa kecil mendengar ucapan Azzura.

Tok...tok...tok...
"Masuk!"
Azzura melangkah pelan, menuju meja Haidar.

'Duh apalagi sekarang? Muka si brewok udah beringas gitu, kaya jurig yang mau makan orok'
"Duduk!"
"I-iya pak."
Haidar meletakan beberapa tumpuk berkas ke hadapan Azzura.
"Gimana sih kamu kerjanya? Kamu sudah satu tahun kerja disini, masa iya gak bisa bikin laporan mudah kaya gitu? Periksa lagi dong kalau bikin report itu, jangan asal-asalan."
"Ma-maafkan saya pak, saya akan segera merevisinya."
"Jangan segera, tapi SEKARANG!"
'Kampreeeetttt brewooookkk sialaaannnn, pengen gue unyeng-unyeng itu brewoknya. Huh!'
"Ba-baik pak, saya permisi."

Azzura segera berdiri dan mengambil berkas yang menumpuk di meja kerja Haidar.
"Kalau berkas revisiannya belum selesai semua, kamu gak boleh pulang!" ancam Haidar.
"I-iya pak, baik."

'Ish, benar-benar ya ini si brewok. Hati dan isi kepalanya apa, kok jahat banget jadi orang. Untung gue makan nasi, kalo gue sumanto udah gue makan lo brewookkk.' umpat Azzura dalam hati.
Dengki dan amarah sudah merajai tubuh Azzura kepada Haidar, setelah keluar dari ruangan Haidar, Azzura membanting berkas tersebut ke mejanya.

"Apalagi Az?" tanya Angga.
"Biasaaa, revisiiii. Katanya kalau ini semua belum kelar, gue gak boleh pulang."
Keempat belas rekan Azzura menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sekarang aja udah jam dua, masa iya tiga jam gue ngerjain berkas sebanyak ini. Belum report minggu ini harus rampung juga, besok pagi harus sudah ada di mejanya si brewok. Aaarrrgghh." dengan kesal Azzura membanting pulpennya ke bawah.
"Kamu kenapa Azzura? Tidak suka saya suruh lembur?"
Suara Haidar, mengejutkan Azzura juga yang lainnya.
"Tidak pak, pulpen ini macet. Makanya saya banting karena kesal." jawab Azzura sekenanya.

Haidar mengambil pulpen yang dibuang Azzura, lalu mencoret-coretkan di sebuah kertas kosong.
"Pulpen ini bagus, tintanya nyata dan jelas. Otak kamu yang macet, bukan pulpen ini." cela Haidar tanpa dosa, lalu berlalu meninggalkan Azzura yang menunduk menahan marah.
'Otak lo yang macet, dasar manusia gak punya hati.'
"Apaan lo Dion, ketawa! Mau gue lempar pakai pulpen ini?" sungut Azzura kesal.
Dion makin terkekeh, dan menutup mulutnya agar suara tawanya tidak terdengar.

Waktu sudah menunjukan pukul 17.10 wib, sebagian rekan kerja Azzura telah pulang. Tinggal Marsya, Tita dan Azzura yang masih berada di kantor.
Marsya dan Tita sengaja membantu Azzura agar tugasnya cepat selesai, namun keberadaan mereka tidak diinginkan oleh Haidar.
"Kalian mau jadi pahlawan?"
"Tidak pak, kami hanya membantu mengecek report yang salah, bukan total mengerjakan kerjaan Azzura pak." jawab Marsya.
"Sama saja, itu tugas Azzura. Jadi biarkan dia yang menyelesaikannya, ini tanggung jawabnya. Kalian bisa pulang sekarang!"
"Ba-baik pak, kami berdua permisi. Selamat sore pak." pamit Tita.
Dengan langkah cepat Marsya dan Tita meninggalkan ruangan, menuju lift.
Azzura masih berkutat dengan pekerjaannya, tidak sedikitpun ia memandang Haidar yang masih berdiri di depan mejanya.

Saat sosok Haidar hilang dari pandangannya, Azzura baru dapat menghela nafas panjang. Ia menenggelamkan wajahnya ke meja, ia menangis sesenggukan.

Deerrrttt...deerrrttt...derrrrrttt...
Ponsel Azzura bergetar, panggilan masuk dari sang ibu.
"Assalamualaikum ma," sapa Azzura.
"Waalaikumsalam Yuana." sang ibu memanggil nama sehari-hari Azzura dikeluarganya.
"Ma, Yuana hari ini pulang terlambat. Mama jangan lupa minum obat ya ma," tutur Azzura pelan.
"Iya sayang, mama telepon hanya kangen saja sama kamu. Seharian ini kamu belum telepon mama."
"Maafkan Yuana ya ma, kerjaan di kantor banyak sekali. Mama sudah makan?"
"Sudah nak, sudah. Kamu jangan lupa makan juga ya, jaga stamina jangan sampai sakit."
"Iya mama sayang, Yuana lanjut bekerja dulu ya, supaya cepat selesai. Mama hati-hati di rumah! Assalamualaikum."
Azzura kembali meletakan ponselnya di meja, jari jemarinya masih sibuk menari-nari diatas keyboard.

Adzan maghrib berkumandang lewat ponsel Azzura yang sudah di stel menyala setiap waktu salat tiba, ia menyimpan tiga berkas yang belum dikerjakannya ke samping meja.
Ia bergegas mengambil wudhu di toilet yang berada di ujung ruangan itu, Azzura celingukan ke sekelilingnya. Ia memang penakut, jadi wajar bila ia merasa ketakutan berada di ruangan besar sendirian saat malam menjelang.

Usai shalat, Azzura kembali ke mejanya. Namun dia terkejut saat ia menjawab telepon dari sang ibu yang mengabarkan bahwa nafasnya kembali sesak dan sulit bernafas.
Dengan panik, ia membereskan semua berkas yang ada di mejanya dan memasukannya kedalam laci. Lalu ia bergegas melangkah cepat menuju lift, namun saat ia hendak masuk kedalam lift, Haidar muncul keluar dari dalam lift.

"Sudah selesai?"
Dengan wajah cemas, Azzura menggeleng.
"Kamu tidak boleh pulang kalau belum selesai!"
"Tapi pak ...."
"Kembali ke mejamu, sekarang!"
"Hiks, hiks ... Tapi pak, saya...."
"Tidak ada tapi-tapian, saya mau malam ini berkas tersebut selesai. Itu alasan saya kenapa masih disini, karena besok berkas-berkas itu harus saya laporkan ke atasan saya."
"Ibu saya sakit pak."
"Ahh, alasan klise. Cepat selesaikan, atau besok kamu tidak boleh datang ke kantor ini lagi!"
"Hiks, baik pak."
Tidak ada pilihan lain, Azzura butuh uang untuk membiayai hidupnya juga sang ibu yang tinggal bersamanya.
Dengan pikiran dan hati yang kalut, Azzura mengerjakan sisa tiga berkas yang masih butuh revisi.

Dua jam kemudian, ia sudah menyelesaikan semuanya. Ia pun berdiri dan mengetuk pintu ruangan Haidar.
"Pak, ini berkasnya sudah saya revisi. Saya mau langsung pamit pulang pak, karena ibu saya sedang sakit, beliau sendirian di rumah saat ini."
"Duduk dulu disini, saya harus meyakinkan kalau semua berkas yang kamu buat tadi tidak ada yang salah."
"Hiks, saya mohon pak. Izinkan saya pulang pak, hiks."
"Kamu masih mau kerja gak? Kalau masih, duduk!"
Azzura menurut, ia duduk menunduk.

Deerrrtt...deerrrtt...deerrrttt...
"Maaf pak, saya mohon izin menjawab telepon." Haidar mengangguk.
"Assalamualaikum, apaaaaa? Huuuu, huuuu...." Azzura seketika terkulai pingsan, terjatuh dari kursi yang ia duduki.

Haidar terkejut, dan menghampiri tubuh Azzura yang terbaring lemah di lantai.
"Azzura kamu kenapa?" teriak Haidar.

Bersambung #2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER