Cerita bersambung
“Rassulullah sallallaahu’alaihi wa’sallam bersabda bahwa orang yang pandai membaca Al-Quran akan bersama Rosull dan waliullah, adapun yang membaca Al-Quran dengan tersendat-sendat karena kesulitan membaca Al-Quran maka ia mendapat dua pahala.
Marilah kita hidupkan gerakan satu hari satu Juz, kalau berat satu hari satu ruku, sesungguhnya Allah akan menolong orang yang menolong agamanya.
Nah jadi kalian harus pandai-pandai membaca Al-Quran sesuai dengan kemampuan kalian dan ingat Allah akan menolong kalian jika dalam kesulitan, faham…!”
“Fahaaamm kak Anna..” kompak suara anak-anak yang sedang belajar bersama Anna Afroutunisza.
“Baiklah anak-anak cukup untuk pelajaran hari ini, Insyaa Allah besok kita lanjut lagi belajar tentang lebih mengenal pentingnya menghapal Al-Quran, kak Anna sudahi hari ini ya Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatu.”
“Wa’alaikumssallam warohmatullahi wabarokatu..”
Anak -anak berhamburan keluar setelah mencium punggung tangan guru ngajinya. Setelah semua anak-anak pulang, Anna membereskan peralatan belajarnya dan bersiap untuk keluar, “Riris kamu sudah selesai..?”
Riris mengangguk, “sudah kak, kakak mau pulang ya..?”
“Iya Ris, mau bareng sama kak Anna?” tawar Anna.
“Boleh kak, kita kan searah, bentar ya kak Riris bereskan dulu bukunya.”
“Kak Anna bantu bereskan ya..?”
“Eeh tidak usah, cuma sedikit ini koq, kak Anna tunggu saja diluar nanti Riris nyusul.” Cegah Riris, menghalau tangan Anna yang hendak meraih buku.
“Ya sudah kak Anna tunggu diluar ya?”
“Ok..”
“Assalamu’alaikum..” sapa seseorang sambil menghampiri Anna.
“Wa’alaikumssallam, bang Rizal, baru pulang?” Anna membalas salam Rizal yang menghampirinya.
“Iya Na, Anna juga sepertinya bersiap untuk pulang?”
“Iya bang, Anna sedang menunggu Riris di dalam.”
“Eeh ada bang Rizal..!” sahut Riris, dengan tangan sibuk mengunci pintu.
Rizal mengangguk menanggapi sahutan Riris.
“Ayo kak Anna kita pulang, bang Rizal mau bareng kita juga?”
Tanya Riris melihat ke Rizal.
“Boleh, kalau kalian tidak keberatan..?” Rizal melirik ke arah Anna seolah meminta persetujuan untuk pulang bersama.
“Ayo bang..!” Anna mengerti maksud lirikkan Rizal.
Selama perjalanan pulang Riris yang paling rame berceloteh, Anna dan Rizal menanggapinya dengan tertawa-tawa, Riris memang selalu meramaikan suasana dengan celotehan riangnya. Setelah Riris memasukinya rumahnya, menyisakan suasana cangguh Rizal dan Anna.
Setelah Riris tidak ada, keduanya terdiam, hanya suara langkah yang mengiringi mereka, sampai akhirnya Rizal kalah dengan aksi diamnya.
“Anna..”
“Hhmmm..” balas Anna dengan gumaman.
“Saya ingin bicara sesuatu denganmu.” Suara Rizal sedikit berubah.
“Bang Rizal mau bicara apa..?” perasaan Anna mulai tidak nyaman, namun Anna menepis perasaan tidak nyamannya.
“Bo-bolehkah saya mengenalmu lebih dekat lagi?” Rizal menelan ludah kesat, serasa sulit untuk berucap.
“Maksud bang Rizal? Anna pikir kita sudah saling mengenal.”
Anna berharap Rizal dapat memahami maksud DEKAT yang diucapkannya.
“Anna, maafkan saya kalau saya lancang, saya hanya berusaha jujur dengan perasaan saya.”
Hati Anna semakin berdebar, sebenarnya ia tidak berharap perasaan lebih dari Rizal, karena Anna merasa tidak akan bisa membalas perasaan Rizal. Selama ini Anna tahu bahwa Rizal menaruh hati padanya, tapi Anna tidak ingin menanggapinya sebab hati Anna telah terpaut untuk satu orang yang ia cintai dalam diam.
“Anna..” panggil Rizal lembut.
“I-iya bang Rizal” Anna sejenak menghentikan langkahnya.
“Sepertinya saya mencintai kamu..!” Rizal ikut menghentikan langkahnya dan berdiri dihadapan Anna yang menunduk memainkan jarinya.
“Ini kesempatan saya bisa mengungkapkan perasaan saya yang selama ini membuat hati saya sesak, dan saya merasa lega telah mengungkapkannya sama kamu.” ungkap Rizal dengan nada lega.
Anna merasakan bingung, mulutnya serasa terkunci entah apa yang harus ia jawab. Satu sisi Anna memang menyukai Rizal. Rizal pria yang baik, menyandang profesi seorang Ustadz, diperkuat dengan kuliahnya di bidang dakwah, hidup di lingkungkan keluarga yang religius dan berkecukupan. siapa wanita yang akan menolak dicintai sosok Rizal, tapi hati Anna tetap terfokus satu nama Dirgantara, iya di hati Anna hanya ada Dirga, meski pun Anna tidak tahu bagaimanaa perasaan Dirga terhadapnya, Anna hanya bisa berharap bahwa pria yang dicintainya memiliki perasaan yang sama dengannya.
“Anna, saya mencintai kamu tulus, tapi saya tidak akan memaksamu untuk membalas cinta saya sekarang, saya hanya sekedar mengungkapkan saja, agar saya bisa bernafas lega.”
“Ma-maafkan Anna bang Rizal, Anna belum bisa membalasnya sekarang.”
“Tidak masalah Anna, kapanpun saya akan menunggunya, sampai kamu siap membalas dan menjawab cinta saya, dan satu hal Anna, saya serius dengan niat saya ingin berta’aruf denganmu.”
Deg, jantung Anna semakin berdegup kencang, ungkapan hati dan keinginan Rizal sudah sejauh itu, menambah kegalauan di hati Anna semakin menjadi.
“Berilah Anna waktu untuk meyakinkan perasaan Anna.”
Rizal mengangguk setuju, “Kau tidak usah terburu-buru, apa pun keputusanmu nanti Insyaa Allah saya siap menerimanya.”
“Terima kasih bang Rizal, Insyaa Allah Anna akan memberikan jawabannya nanti.”
***
Dirga dengan sabar mengikuti kemana kaki Ratu Eka Rindiyani melangkah, seisi butik bahkan sudah beberapa butik disinggahinya oleh mereka berdua, Dirga hanya menggeleng kepala dan sesekali menarik nafas kasar, Dirga selalu dibuat bingung dengan keinginan wanita yang tidak Dirga fahami.
Apa sebenarnya yang Rindi cari, apa belum cukup kantung belanjaan yang ditenteng Dirga dan semuanya berisi baju dari berbagai butik, dan ini adalah butik yang kesekian, Dirga menghempaskan pantatnya di kursi tunggu dalam butik membiarkan putri majikannya itu berinteraksi sendiri.
“Dirgaaa, baju ini cocok tidak..?” seru Rindi memperlihatkan dua buah baju mirip gamis.
Dirga hanya mengacungkan jempolnya saja, seperti biasa jika Rindi meminta pendapatnya.
“Kalau yang ini..?” kembali Rindi mengacungkan baju satu lagi, dan di acungi jempol oleh Dirga.
Wajah Rindi berubah cemberut, dengan langkah cepat Rindi menghampiri Dirga yang sedang duduk santai, tanpa aba-aba Rindi menjejak kaki Dirga, sontak membuat Dirga mengaduh.
“Aawww, aduuh sakit Rin.. kamu kenapa..?” tanya Dirga sambil mengusap kakinya yang tertutup sepatu yang dijejak Rindi.
“Kenapaaa..? Dari tadi aku minta pendapat tentang baju cocok atau engganya cuma dijawab acungan jempol.” gerutu Rindi.
“Trus aku harus bilang apa? Semua baju yang kau perlihatkan memang bagus semua,” bela Dirga.
” Aku tanya baju ini cocok tidak buatku, bukan nanya bagus tidaknya, baju disini memang bagus-bagus.” jawab Rindi masih sewot.
“Cocok..!”
“Dirgaaa.., tahu ahk..!” Rindi berlalu dari hadapan Dirga menuju kasir untuk membayar baju yang dipilihnya.
Dirga menggeleng sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Wanita memang sulit di mengerti, batin Dirga.
==========
Dirga menghentikan mobilnya ditempat parkiran tepat di depan sebuah kafe yang tidak terlalu mewah, namun cukup nyaman untuk melakukan ritual makan bagi yang membutuhan tempat tenang.
Setelah memesan beberapa menu untuk makan siang, tak berapa lama seorang waiters datang membawa berbagai hidangan yang dipesan.
“Selamat menikmati,” ucapnya.
“Terima kasih,” balas Rindi, sedang Dirga hanya mengangguk.
Keduanya menikmati makan tanpa bersuara, hanya mata mereka yang sekali-kali saling beradu dan kembali saling menghindari tatapan.
Rindi mengakhiri makannya dengan menyeruput minuman.
“Alhamdulillah kenyang sekali,” ucapnya.
Rindi terkesiap saat Dirga mengusap lembut ujung bibirnya dengan tisu. “Sisa makanan menempel diujung bibirmu,” kata Dirga tanpa menghiraukan ekspresi Rindi yang terkejut.
Rindi berusaha menekan degupan jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya.
“Dirga…”
“Hhmmm..” Dirga menoleh ke arah Rindi.
“Bagaimana hubunganmu dengan Anna?” tanya Rindi hati-hati.
pertanyaan yang selama ini mengusiknya, akhirnya keluar juga, meskipun terdengar absurd
Dirga menatap mata Rindi, seakan ingin membalikkan pertanyaan, kenapa menanyakan hal yang di luar dugaannya.
“Kenapa kau menanyakan itu?”
“A-aku hanya ingin tahu saja.” Jawab Rindi gugup terkesan bodoh.
“Baik-baik saja.”
“Maksudmu? hubunganmu dengan Anna baik-baik saja? dalam artian kalian memang hubungan?”
Dirga mulai memahami tujuan dari setiap pertanyaan Rindi.
“Iya hubungan kami baik-baik saja tidak ada masalah.”
“Syukurlah,” jawab Rindi singkat, menyembunyikan perasaan yang Rindi sendiri tidak bisa mendeksprisikannya.
Dirga melihat perubahan wajah Rindi sedikit sendu. Entah apa lagi yang ada di pikiran gadis itu, Dirga agak kesulitan membacanya, ekspresi Rindi selalu cepat berubah.
“Sebaiknya kita pulang, aku ingin segera istirahat di rumah, kakiku pegal sekali.”
“Tentu, urat kakimu pasti tegang setelah 15 butik kau masuki, apa lagi dengan heeghils yang kau pakai.” Sindir Dirga, membuat mata Rindi mendelik manja
“14 bukan 15 yang terakhir kau tidak mau masuk jadi aku keluar lagi.”
Dirga terkekeh pelan, ia memang tidak mau memasuki butik yang ke 15, karena didalam butik Dirga melihat salah satu fans fanatik Rindi yang pernah mengejarnya sewaktu di rumah makan dulu, sehingga dari kejadian tersebut mereka harus lari menghindar dan bersembunyi,. Andai saja Dirga tadi mengikuti keinginan Rindi memasuki butik itu belum tentu mereka bisa menikmati makan dengan tenang seperti ini.
***
“Kau bilang Dirgantara laki-laki yang menghajarmu seperti ini?” ujar seorang pria bertubuh tambun berkumis tipis dengan suara berat.
“Iya pah, namanya Dirgantara, dia Bodyguard Rindi,” lapor Devan pada sang papah.
Wajah pria tambun itu menyiratkan kemarahan, “Jika benar laki-laki itu bernama Dirgantara Dwi Pamungkas, papah sangat menyesalkan pertemuanmu dengannya.”
Devan mengerutkan dahinya, rasa heran jelas tergambar di wajah yang penuh dengan babak belur.
“Apa papah mengenalnya..?”
“Tidak..! hanya saja nama Dirgantara mengingatkan papah akan seseorang dimasa lalu,” jawabnya cepat.
“Siapa..?” Devan heran dan semakin penasaran.
“Untuk saat ini papah belum bisa menjelaskannya, karena laki-laki ini belum tentu orang yang papah maksud, papah minta kau jangan lagi berurusan dengan orang yang bernama Dirgantara itu.”
Devan tidak bisa lagi mengajukan keheranannya, karena papahnya langsung pergi meninggalkan seribu tanda tanya di otaknya.
***
Rindi merasa otot kakinya mulai lemas dan nyaman, efek dari pijatan tangan mbok Surti.
“Hhmmm pintar juga mbok memijat rupanya?” puji Rindi, disambut kekehan mbok surti.
“Dulu sebelum mbok diajak kerja di rumah mamahnya non Rindi, mbok tukang pijat non.”
“Oh iya? terus mbok bisa ketemu mamah dimana?”
“Mamah non Rindi kan orang surabaya, rumahnya deket sama gubuknya mbok, mamah si non tinggal di Jakarta setelah menikah sama papahnya si non.”
Rindi mangut-mangut, meskipun cerita mbok Surti agak berbelit tapi Rindi dapat memahaminya. “Terus..!”
“Terus, ya mamah si non ngajak mbok ke Jakarta untuk tinggal di rumah ini bantu-bantu dan nemenin mamah si non, sampai sekarang.”
“Hhmmm begitu, udah cukup pijatnya, kaki Rindi dah baikkan ngga pegel lagi.”
“Ya udah non, mbok ke dapur dulu mau masak buat makan malam.”
“Iya mbok, makasih ya mbok.”
“Sama-sama non,” balas mbok Surti sambil membereskan minyak dan handuk bekas memijat, lalu beranjak keluar dari kamar putri inangnya.
Rindi tidak menemukan Dirga diruang tamu, tidak juga di halaman depan. Laptop alat kerja yang kerap menemaninya tergeletak begitu saja di meja.
“Dimana Dirga?” gumamnya.
Rindi melangkah ke halaman belakang, keluar halaman mendekati kolam renang dengan mata masih mengedar mencari sosok Dirga, Rindi berdecak kesal.
“Ck dimana dia sih!”
“Kau cari siapa…?”
“Aaahhhkkk…!”
Rindi terpekik saking terkejut dengan suara Dirga yang muncul tiba-tiba di belakangnya.
“Kau…! iihhkk bikin jantungku loncat,” gerutu Rindi refleks tangannya memukul bahu Dirga.
“Heeii, kenapa kau memukulku…?” dengan mimik polos, tangannya mengusap bahu yang dipukul Rindi.
“Kau seperti jelangkung saja, pergi tiba-tiba, datangpun tiba-tiba, kau kemana saja?”
“Aku sedang melepaskan cctv dibagian sini, sepertinya rusak tersambar petir.” Dirga memperlihatkan kamera cctv yang rusak ke arah Rindi.
“Oh….” jawab Rindi singkat.
“Kau ada apa mencariku?”
“Mmmm… siapa yang mencarimu?” elak Rindi dengan wajah mulai merona, dan memalingkan kepalanya ke arah lain menghindari tatapan Dirga.
“Oh, aku pikir kau merindukanku sehingga kau mencariku?”
Ucapkan Dirga membuat Rindi spheecless, “A-apa katamu…?”
Dirga mengedikkan bahunya, dengan raut wajah datar, membuat Rindi gemas dan sedikit geram dengan sikap Dirga.
Dengan perasaan yang bergemuruh Rindi melangkah pergi hendak meninggalkan pemuda itu, namun tangannya dicekal Dirga.
Dengan satu sentakkan Dirga menarik tubuh Rindi tepat berdiri dihadapannya, wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. “Apa kau masih berpikir Anna kekasihku?”
“A-apa maksud kamu?” Rindi membulatkan matanya.
“Pembicaraan kita di kafe belum selesai, aku tidak mau kau berlarut-larut dengan pikiranmu tentang aku dan Anna.”
“Te-tentang kau dan Anna bukan urusanku,” sergah Rindi.
Dirga melepaskan cekalan tangannya dari lengan Rindi, namun beralih memeluk pinggang ramping Rindi.
“Rindi, katakan kau mencintaiku!” tanya Dirga tepat didepan wajah Rindi.
‘Ka-kau salah, aku tidak mencintamu, kau hanya Bodyguardku,” jawab Rindi dengan suara bergetar.
“Baiklah….” Dirga melepaskan tangannya dari pinggang Rindi, lalu mundur menjauh dari tubuh Rindi.
“Asal kau tahu, aku tidak mencintai Anna, aku menyayangi Anna seperti aku menyayangi Riris adikku.” Dirga menatap tajam ke arah Rindi yang terlihat gemetar.
“Tidurlah! sudah larut malam.” Tatapan mata Dirga kembali melunak.
Rindi dengan langkah gemetar memasuki rumah, dan segera berlari ke kamarnya.
“Bodoh, bodoh, bodoh…!” umpatnya pada dirinya sendiri.
“Aku memang bodoh, aku bodoh membohongi hatiku sendiri, Aku mencintaimu Dirga, aku mencintaimu….” seru Rindi setengah berteriak.
Tanpa Rindi sadari Dirga mengikutinya dari belakang, dan mendengar teriakkan tertahan gadis itu, senyum tipis terukir di bibir Dirga.
Bersambung #14
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel