Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Senin, 03 Agustus 2020

Pengawal Membawa Cinta #15

Cerita bersambung

Dalam perjalanan pulang, sehabis perayaan sederhana ulang tahun Ratu Eka Rindiyani di rumah mewahnya, Anna terlihat murung, wajahnya tidak menampakan keceriaan sedikitpun, sebagaimana orang-orang sehabis pulang dari acara gembira.
Malam ini Dirga mengantarkan pulang Anna sekaligus Riris adiknya. Raut wajah Riris begitu gembira berbanding terbalik dengan raut wajah Anna yang murung, seakan menyimpan kesedihan mendalam.
Dirga melihat Riris di kaca spion depan sedang senyum-senyum sendiri, matanya tak lepas dari layar ponsel, dimana ponselnya itu memperlihatkan berbagai gaya foto selfie dan foto moment acara ulang tahun Rindi berlangsung. Sekali-kali terdengar kekehan kecil dari mulut Riris.
Dirga hanya bisa menggeleng-geleng kepala melihat tingkah adiknya itu.

Dirga kembali melirik ke arah Anna yang duduk disampingnya. gadis itu seolah tidak terusik dengan suara-suara yang ditimbulkan Riris. Anna menatap ke arah luar jendela kaca mobil disebelahnya.
“Anna,” panggil Dirga.
Gadis itu bergeming, sama sekali tidak mendengar panggilan Dirga.
“Anna,” panggilnya lagi, kali ini sambil menyentuh tangan Anna, gadis itu terhenyak, dan langsung menoleh ke arah Dirga.
“Kamu baik-baik saja?” tanya Dirga hati-hati.
“I-iya aku baik-baik saja.” jawab Anna tanpa ekspresi. Matanya kembali memandang ke arah jendela kaca mobil disampingnya.
“Tapi aku tidak melihat kau baik-baik saja,” ucap Dirga.
“Itu hanya perasaan bang Dirga saja.” Anna menunduk menatap jari-jarinya yang sedang ia permainkan.
Dirga menghentikan mobilnya tepat di depan gang, jalan menuju rumahnya.
Riris terlebih dahulu turun, disusul Anna dan Dirga.
Dirga mencekal tangan Anna saat gadis itu hendak melangkah, “Anna!”
Tubuh Anna berbalik menghadap Dirga. Riris yang baru beberapa langkah kembali berhenti dan langsung melihat ke arah Anna dan kakaknya. Dahi gadis itu mengernyit, “sepertinya mereka sedang tidak baik-baik saja,” gumamnya.
“Bang Dirga, kak Anna, Riris duluan ya…!” serunya, dan segera melanjutkan langkahnya setelah mendapat anggukkan dari Dirga.
“Anna, bicaralah padaku, ada apa denganmu?”
Anna menunduk sambil menggelengkan kepalanya, “Aku tidak apa-apa bang.”
“Jangan bohong! perubahanmu sangat mencolok, aku tidak akan tenang sebelum kau menceritakan apa yang terjadi denganmu?” desak Dirga, matanya menangkap cairan bening menggenang di pelupuk mata Anna.
“Sungguh tidak ada apa-apa?” elak Anna, tetap pada pendiriannya.
Dirga menghela nafas, tiba-tiba tangannya menarik Anna ke dalam pelukkannya, sikap Dirga membuat air mata Anna mengalir deras, dan akhirnya Anna menumpahkan semua air mata yang menyesakkan dadanya dipelukkan Dirga.
Pemuda itu membiarkan Anna terpuaskan dulu menangisnya. Hati Dirga sebenarnya sudah bisa menebak apa yang terjadi dengan gadis yang ada dipelukannya. Hanya saja Dirga menunggu Anna berterus terang dari mulut Anna sendiri.
Anna melepaskan diri secara perlahan dari pelukkan pria yang dicintainya dalam diam.
“Maafkan Anna bang Dirga, Anna tidak bermaksud membuat bang Dirga bingung dengan sikapku yang kekanak-kanakkan.” Kata Anna disela-sela sedu sedannya.
“Jujurlah padaku apa yang kau rasakan? berbagilah bebanmu denganku, jangan dipendam sendiri, setidaknya bisa membuat hatimu lebih baik.”
“Bagaimana bisa aku berbagi beban denganmu, sedangkan kaulah sumber dari beban itu sendiri bang Dirga.” Bisik hati Anna.
“Sebaiknya aku pulang, sudah terlalu malam.” Anna mengalihkan pembicaraan.
“Baiklah, Aku antar kau pulang!” ajak Dirga, sambil meraih tangan Anna, namun Anna melepaskannya dengan lembut.
“Tidak usah, sebentar lagi bang Rizal menjemputku.”
“Rizal…? bagaimana Rizal tahu kau ada disini?”
“Maaf bang Dirga, tadi sebelum pulang, Anna menghubungi bang Rizal untuk minta dijemput disini pukul 8.30 malam ini.”
Dirga manggut-manggut mengerti. “Kau hubungan dengan Rizal?” tanya Dirga tiba-tiba.
Pertanyaan spontan Dirga membuat Anna membeku sesaat, entah dorongan dari mana kepala Anna tiba-tiba mengangguk.
Dirga tersenyum melihat Anna mengakui pertanyaan yang dilontarkannya, meskipun hanya dengan anggukkan kepala.
“Apakah itu yang membuatmu menangis? Kau merindukan Rizal?” tanya Dirga, meskipun pertanyaannya hanya sekedar formalitas saja.
Ingin rasanya Anna menjerit saat ini juga, “aku hanya merindukanmu bang Dirga, namun aku tak kuasa mengakuinya. Ragamu ada begitu dekat denganku namun hatimu tidak, aku mencintaimu, namun cintamu bukan untukku, biarlah aku pendam sendiri cinta ini, tak perlu kau tahu tangis hatiku, cukup aku saja yang merasakan sakitnya memendam cinta.”
“Assallamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsallam.” jawab Anna dan Dirga bersamaan.
“Kalian sudah lama menunggu?” tanya Rizal melempar senyum ke arah Anna yang menunduk menyembunyikan mata sembabnya.
“Tidak terlalu lama.” timpal Dirga.
“Bang Dirga, Anna pulang dulu assalamu’alaikum.” Tanpa menunggu jawaban dari Dirga Anna beranjak pergi.
“Dirga, saya pamit duluan, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumssallam.”
Dirga menatap kepergian dua insan itu.
“Semoga kau mendapat kebahagiaan Anna, dan semoga Allah menjodohkan kalian. Aku tahu kau mencintaiku Anna! Maafkan aku tidak bisa membalas cinta sucimu.”
Perasaan bersalah menyelimuti ruang hati Dirga, pemuda itu tahu tentang perasaan Anna dan apa yang dirasakan gadis itu.
Dirga tahu bahwa Anna mencintainya, namun Dirga memilih diam, ia tidak kuasa menyakiti gadis sebaik Anna, Dirga tidak bisa membohongi hatinya bahwa ia menyayangi Anna sebagaimana ia menyayangi adiknya.
Dirga tidak ingin mencintai Anna dan menerima Anna dengan kebohongan, karena cinta dalam kebohongan akan lebih menyakitinya.
Rizal membawa harapan bagi Dirga, semoga Anna bisa menerima Rizal dan mencintai Rizal. Semoga Cinta di hati Anna untuknya tergantikan oleh Rizal.
Semoga dan semoga seiring waktu yang akan menjawab.
***

Rindi menyambangi kamar papahnya, setelah mengetuk pintu kamar dan mendapat sahutan dari dalam, Rindi memasuki kamar itu.
Rindi segera menaiki tempat tidur dimana papahnya sedang duduk bersandar dikepala tempat tidur.
Tangan Ridwansyah sibuk mengutak atik laptopnya.
“Papah sibuk ya?” tanyanya.
“Tidak sayang, papah cuma memasukan beberapa data yang tertinggal.”
“Oh.” Jawab Rindi singkat, sambil menyandarkan kepala di bahu papahnya
“Ada apa? Ada yang ingin kau bicarakan, hm?” tanya Ridwansyah sedikit heran dengan kedatangan Rindi ke kamarnya.
“Engga juga sih! Cuma-”
“Cuma apa?” Ridwansyah menghentikan kegiatannya, lalu menutup laptop dan menyimpannya di nakas disamping tempat tidurnya.
“Tentang Dirga?” tebak Ridwansyah.
Rindi mengangguk agak malu-malu.
Ridwansyah terkekeh melihat sikap putrinya yang mendadak seperti anak kecil. “Katakan pada papah ada apa antara kamu dengan Dirga?”
“Ini tentang Dirga saja pah, bukan Rindi sama Dirga.” Sergah Rindi.
“Oh iya? Papah ralat pertanyaannya. Ada apa dengan Dirga?”
“Hmm… papah kan sudah kembali ke rumah, itu berarti-” jeda sejenak, “Itu berarti tugas Dirga sudah selesai dong pah?”
Ridwansyah mengangguk-anggukkan kepalanya. “Iya, sayang, bisa dikatakan begitu.”
“Itu berarti Dirga akan pergi dari rumah ini?”
“Hei, sepertinya papah mendengar ada nada kesedihan dari bicaramu? Bisa kamu jelaskan ada apa diantara kalian? Bukankah ini menyangkut Dirga saja bukan tentang kalian?”
“Jika Rindi jujur sama papah, papah tidak akan marah, kan?” Rindi menatap nanar wajah sang papah.
Ridwansyah mengerutkan dahi heran dengan sikap putrinya yang dirasa sedikit aneh. “In syaa Allah papah tidak akan marah, asal kamu jujur sama papah.”
“Rindi mencintai Dirga pah, Rindi tidak ingin jauh darinya.”
Ridwansyah mematung mendengar penjelasan dan kejujuran putri sematang wayangnya.

==========

Ridwansyah menatap lekat wajah putri semata wayangnya yang menunduk tanpa berani mengangkat kepala.
“Apa kamu tidak salah bicara sayang?” ujar papahnya, dengan mata masih tertuju pada putrinya.
Rindi menggeleng, “Tidak pah.”
“Katakan sekali lagi! Mungkin saja papah salah mendengar.”
“Papah tidak salah mendengar, Rindi mencintai Dirga pah.” Tekan Rindi dengan sikap manja.
Ridwansyah diam membisu, telapak tangan kanannya ia gunakan untuk menutup mulut, sedang tangan kiri sidekap didepan dada dipakai menumpu siku lengan kanan.
“Pah kok diam saja sih?” Rindi mulai jengah dengan sikap diam papahnya.
Ridwansyah menarik nafas dalam-dalam. “Kamu yakin dengan perasaanmu?”
Rindi kembali mengangguk, “Iya pah, bolehkah Dirga tetap disini? maksud Rindi Dirga tetap menjadi Bodyguard Rindi?”
“Hmm, papah rasa itu tidak perlu, kamu tidak membutuhkan seorang Bodyguard lagi. Kamu sekarang bukan seorang foto model yang kemana-mana mesti dikawal. Apa lagi sekarang ada papah yang menjagamu.” Papar Ridwansyah.
Wajah Rindi seketika berubah sendu mendengar paparan panjang lebar papahnya.
“Tapi-” sambungnya.
“Tapi apa pah?” potong Rindi cepat.
“Papah butuh seorang menantu, untuk menjagamu selamanya sebagai pengganti papah kelak dan papah rasa Dirga cocok berada diposisi itu.”
Wajah Rindi berbinar seketika, tanpa berkata-kata lagi gadis itu memeluk papahnya. “Papah serius?”
“Iya sayang, papah yakin, kamu tidak salah mencintai Dirga, dan Dirga juga sepertinya mencintai kamu.”
“Dirga mencintaiku juga pah.” ujar Rindi meyakinkan papahnya.
“Papah bisa melihatnya dari sikap kalian.”
“Alhamdulillah ya Allah, terima kasih papah, I love you.” Kembali Rindi memeluk papahnya erat.
Rindi keluar dari kamar Ridwansyah dengan wajah penuh kegembiraan, ia tidak menyangka papahnya akan setuju hubungan cintanya dengan Dirga.
Rindi melihat Dirga membuka pintu, lalu masuk ke dalam rumah, setelahnya mengunci pintu. Di tangannya Dirga membawa sesuatu. Rindi berlari ke lantai bawah menghampiri Dirga yang tidak menyadari kedatangan Rindi. Gadis itu langsung menggabrug Dirga dan sesuatu yang digenggamnya hampir terlempar.
Dirga terkejut bukan main mendapat pelukkan tiba-tiba dari Rindi, “Aku kangen sama kamu.” Desisnya. Tangan Rindi melingkar di leher Dirga.
“Hei, ada apa? Aku hanya pergi sebentar, tapi kau begitu merindukanku?” kata Dirga. Tangan kirinya membalas memeluk pinggang Rindi.
“Aku mencintamu Dirga,” masih dengan suara lirih dalam pelukkan Dirga.
Dirga sedikit bingung dengan sikap Rindi yang tidak biasa.
“Aku juga mencintamu, tapi tolong jelaskan ada apa? Kau tidak biasanya seperti ini.”
“Eheemm.”
Suara deheman Ridwansyah melepaskan pelukkan Dirga dan Rindi, keduanya mendadak jadi salting.
“Dirga bisa bicara dengan saya sebentar?” pinta Ridwansyah.
Dirga mengangguk, “Iya om, silahkan.”
“Rindi, papah pinjam Dirga sebentar, ada yang perlu papah bicarakan dengannya.”
“Iya pah, sebaiknya Rindi ke kamar saja.”
“Rindi, terimalah ini untukmu!” Dirga menyodorkan sesuatu yang dari tadi dipegangnya.
“Apa ini?” Rindi menerima sebuah bingkisan berbentuk kado, tidak terlalu besar namun terlihat cantik dengan kertas kado warna pink lengkap dengan pitanya.
“Bukalah nanti, maaf aku tidak bisa memberimu apa-apa.”
“Terima kasih, ini sudah cukup bagiku, aku ke kamar dulu.”
Dirga menghampiri Ridwansyah yang menunggunya duduk di sofa.
“Dirga kau tahu tugasmu disini sudah selesai?” Ridwansyah memulai pembicaraannya tanpa basa basi.
“Iya om,” Jawab Dirga singkat.
“Itu berarti sesuai perjanjian kontrak kita selesai, tapi ada perubahan rencana mendadak, yang mengharuskan kamu lebih lama lagi disini atau bahkan, ada kemungkinan selamanya disini.”
Dirga mengernyitkan dahi heran, otaknya belum mampu mencerna ucapan Ridwansyah.
“Maaf om saya kurang mengerti,” ujar Dirga jujur.
“Sesuai permintaan putriku, dia ingin kau tetap menjadi Bodyguardnya, bahkan lebih dari seorang Bodyguard. Saya tahu kalian berdua saling mencintai, karena itu secara tidak langsung saya meminta keseriusan kamu terhadap putri saya.”
Dirga sedikit terhenyak dengan penjelasan majikannya. Rupanya majikannya itu sudah mengetahui hubungan cintanya dengan Rindi.
“Sa-saya harus melakukan apa?” ucap Dirga masih bingung.
“Saya minta keseriusanmu untuk menghalalkan putriku, jadilah penjaga untuknya, penjaga kehormatannya, penjaga kebahagiannya, dan menjadi imamnya. Saya percaya kau bisa menjadi pengganti saya kelak.”
“Apakah om percaya pada saya untuk menjaga Rindi seumur hidupku, saya manusia yang memiliki kehidupan liar?”
“Saya percaya kamu. Bagi saya kehidupan liarmu tidak mempengaruhi saya, saya memandang kamu dari sisi pribadimu yang mulia. Kamu telah membawa pengaruh positif pada kehidupan putriku, sedikit demi sedikit kamu telah merubah kepribadian Rindi menjadi lebih baik. Saya rasa saya tidak salah memilihmu.”
Dirga tertegun, semua yang dikatakan Ridwansyah bagai membuai-buai angannya. Tanpa dipintapun Dirga sudah memiliki niat tulus yang membuaikan itu, untuk putri majikannya. Namun niat tulusnya akan ia wujudkan kelak setelah tugas yang paling terberatnya terselesaikan.

Bersambung #16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER