Cerita bersambung
Tangan Ratu Eka Rindiyani sedikit gemetar saat membuka kado ulang tahun pemberian Dirga. Mata indah Rindi langsung berkaca begitu tahu apa isi kadonya.
“Ya Allah Dirga.” Rindi mengeluarkan dua isi kado tersebut, sebuah kerudung pashmina dari kain broukat putih dipadu benang warna Gold sangat indah, dan sebuah buku yang tidak terlalu tebal di covernya tertulis KISAH WANITA YANG DIMULIAKAN ALLAH (Sayyidah Fatimah RA).
Rindi menghampiri cermin, lalu memasangkan kerudung broukat itu di kepalanya, kerudung yang biasa dipakai acara walimahan. Rindi meneteskan air mata haru dengan bibir tersenyum.
Rindi melipat kembali kerudungnya, lalu menyambar buku pemberian Dirga. Gadis itu menaiki tempat tidurnya lalu membacanya lembar demi lembar isinya.
Sesekali Rindi meneteskan air mata terhanyut dengan kisah perjuangan Fatimah wanita yang dimuliakan Allah putri dari Rossulullah sallallahu allaihi wa’ssallam.
***
Perbincangan antara Ridwansyah dan Dirgantara berlanjut ke tahap yang lebih serius. Mereka melanjutkan percakapannya di ruangan kerja milik Ridwansyah. Topik pembahasan pun berubah, kali ini Ridwansyah membahas tentang kehidupan keluarga Dirga.
Tanpa sepengetahuan Dirga, Ridwan menyelidiki silsilah keluarga Dirgantara semata-mata untuk lebih mengetahui atau mengenal lebih jauh lagi bakal calon menantunya itu.
Ridwansyah sudah lama berencana menyatukan putri semata wayangnya dengan sang Bodyguardnya. Gayung bersambut, tanpa disadari Ridwan, dua insan itu ternyata saling mencintai, tinggal bagaimana Ridwan menyatukan mereka.
Hasil penyelidikan Ridwan bersama beberapa suruhan terpercayanya, mereka berhasil menemukan berita-berita tentang kehidupan keluarga Dirga yang sebenarnya dan bagaimana kehidupan keluarga Dirga dimasa lalu.
“Jadi kematian ayahmu bukan kecelakaan alami tapi murni hasil sabotase tangan-tangan pihak yang tidak bertanggung jawab.” Papar Ridwan mengemukakan hasil penyelidikkannya.
“Selama ini saya sudah menyelidiki siapa biang dibalik kecelakaan yang merenggut nyawa ayah saya, dan saya tidak sendiri, saya dibantu sahabat saya Anton dari pihak kepolisian.”
Ridwansyah manggut-manggut. “Meskipun saya kurang mengenal ayahmu tapi saya pernah mendengar pamor kejayaan Tuan Arga Pamungkas, dia seorang pengusaha sukses, pekerja keras dan pembisnis handal. Sepak terjangnya sebagai seorang donatur terbesar di beberapa rumah panti dan pembangunan diberbagai daerah menuai pujian. Andai beliau masih hidup saya benar-benar merasa terhormat bisa mengenal ayahmu.”
Dirga membayangkan sosok ayah dimasa lalunya, memang sangat membanggakan, tanggung jawabnya sebagai seorang kepala keluarga patut dibuat contoh.
“Lucas Alfa Hedratmo, dia sahabat dekat ayahmu, sahabat seperjuangan merintis perusahaan bersama. Saya tidak menyangka Lucas sejahat itu terhadap sahabatnya, dan saya baru sadar tuan Lucas itu adalah ayah dari Devan Putra Hedratmo, mantan kekasih putri saya, mereka sama-sama brengsek dan bejad.” Geram Ridwansyah.
Ridwan baru mengetahui dari Dirga bahwa putrinya hampir menjadi korban kebejadan Devan.
“Saya sudah memutuskan akan menyelesaikan urusan ini sampai tuntas, apa pun yang terjadi saya akan mengambil hak keluarga saya kembali.” Suara Dirga penuh ketegasan.
“Baiklah, tuntaskan tanggung jawab keluargamu, kau tidak usah khawatir saya akan mendukung dan membantumu.” Ucap Ridwansyah sambil menepuk bahu Dirga.
“Lucas banyak mengalami hambatan dalam bisnis kerja samanya, karena terbentur oleh dokumen-dokeman yang harus di tanda tangani pewaris asli perusahan yaitu kamu. Karena perusahan yang dipimpin Lucas masih mengatas namakan perusahan milik PAMUNGKAS, raihlah hakmu Dirga.”
***
Adzan Subuh berkumandang, mengundang mata Rindi untuk terbuka. Matanya sedikit bengkak efek menangis saking terhanyut sebuah cerita dalam buku, yang mengisahkan kehidupan putri kesayangan Baginda Rosullullah yang benar-benar menguras air mata. Rindi bangun dari tempat tidurnya, lalu beranjak memasuki kamar mandi. Setelah berwudhu dengan sempurna Rindi menggelar sajah dan segera melaksanakan kewajibannya.
Rindi menyudahi kegiatan menghadap sang Kholiqnya dengan ditutup do’a. Gadis itu kembali melanjutkan membaca buku yang belum tuntas.
Mentari pagi menampakkan sinarnya yang cerah, secerah senyum Rindi yang berdiri didepan cermin. Rindi terlihat sangat cantik bersahaja dengan jilbabnya.
Gadis mantan foto model yang hidupnya bergelimang kemewahan dan ke glamoran itu kini telah memantapkan hatinya untuk menutup aurat. Buku pemberian Dirga tentang KISAH WANITA YANG DIMULIAKAN ALLAH menggugah hati Rindi.
Tok,tok,tok, suara pintu diketuk menyudahi Rindi dalam bercermin. Gadis itu segera menghampiri pintu. Begitu dibuka menampakkan wajah sang papah yang terkesima melihat penampilan baru putrinya.
“Subhanallah maha suci bagi Allah, apa papah tidak bermimpi?” ujar Ridwansyah tanpa berkedip.
Rindi menunduk menyembunyikan wajah kikuknya.
“Benerkah ini Ratu Eka Rindiyani putri papah?” sambung Ridwan masih tidak percaya dengan penglihatannya.
“Ya Allah papah, kalau bukan Rindi siapa lagi?” ujar Rindi setengah merajuk.
Ridwansyah terkekeh, setetes air bening menetes disudut mata tuanya. Dengan penuh kasih sayang pria paruh baya itu memeluk putrinya. ” Papah harap hatimu juga sudah siap menutup aurat, bukan sekedar fisik yang ditutup.”
“In syaa Allah pah, do’akan Rindi agar selalu istiqomah.”
“Iya sayang. Ini semua bukan karena Dirga semata, kan?” Ridwan menaikkan sebelah alisnya.
“Ini karena buku yang diberikan Dirga, kisah dalam buku itu membawa kemantapan dalam diri Rindi.”
“Alhamdulillah, papah benar-benar bangga sama calon mantu papah itu.”
Rindi tersenyum bahagia, “Rindi kangen Dirga, dimana dia pah? Rindi ingin ketemu dengannya?”
“Papah hampir lupa, tujuan papah kesini untuk memberikan surat.” Ridwan mengeluarkan sebuah amplop surat dari saku celananya.
“Surat?” gumam Rindi.
“Ini bacalah! Malam tadi Dirga pergi, dan menitipkan surat ini untuk diberikan sama kamu.”
“Kenapa harus pakai surat? Kenapa tidak menemuiku langsung?” ujar Rindi heran.
“Tadi malam dia mendapat telpon, dan dia tidak mau mengangganggu kamu yang sudah tidur.”
“Memang Dirga pergi kemana pah? Siapa yang menelponnya?”
“Sebaiknya kamu baca saja surat darinya, mungkin di surat itu Dirga menjelaskan kepergiannya. Sayang, papah harus pergi ke kantor sekarang.”
“Iya pah.”
Ridwansyah pergi dari hadapan Rindi setelah mengecup kening putrinya.
==========
Rindi dengan tidak sabar membuka surat dari Dirga.
Dear Ratuku
Assalamu’alaikum
Dengan Adanya surat ini, mewakili ketidak beradaanku disisimu untuk mengungkapkan semua tentang perasaanku yang sesungguhnya terhadapmu.Usiamu kini genap 24-tahun, dimana kedewasaan mulai menuntunmu dan menuntutmu menuju jalan yang lebih baik.
Ratuku
Aku tidak tahu harus memberimu kado apa? Hanya sehelai kerudung Pashmina putih untuk kau pakai di pelaminan nanti. Dan sebuah buku panduan agar kau bisa mengambil hikmah dan mempelajari makna dari isi buku itu yakni agar kau menjadi wanita yang mulia di mata RobbNya.
Rindiyani. Do’aku akan selalu tetap mengalir untukmu, sampai nafas terakhirku. Ku harap kau akan menjadi Bidadari surgaku kelak.
Rindi menghentikan sejenak membaca suratnya, matanya tak kuasa menghentikan tetesan air yang mengalir di pipinya. “Ya Allah Dirgaku, aku mencintaimu.”
Sayang
Saat ini aku sedang berada jauh dari sisimu, saat ini pula aku sedang melakukan sebuah tugas yang harus segera kuselesaikan. Apa pun yang terjadi padaku jangan pernah menangisinya.
Aku tahu kau sedang berjuang mencari Ridho Allah dengan hijrah menuju jannahmu.
Teruslah berjuang walau tanpa kehadiranku disisimu.
Maafkan aku jika suatu saat aku tak bisa menepati janjiku.
Semoga Allah senantiasa memberimu keselamatan dan kebahagiaan.
Assalamu’alaikum
Dirgantara.
Rindi mendekap erat surat dari Dirga. “Kau harus menepati janjimu. Aku akan menunggumu.”
***
Suasana kediaman rumah Anna sedikit ramai dengan kedatangan rombongan kecil keluarga Rizal Surya Abdullah.
Sesuai janji Rizal beberapa hari yang lalu akan datang melamar sang pujaan.
Kedua orang tua Anna menyambut gembira kedatangan tamu istimewanya. Wajah-wajah mereka menggambarkan suka cita, berbanding terbalik dengan gambaran wajah cantik Anna yang diselimuti mendung kedukaan.
Beberapa hari yang lalu, setelah pertemuan terakhirnya dengan Dirga sepulang dari rumah Rindi dan dijemput oleh Rizal. Anna tanpa berfikir panjang lagi menerima niat tulus Rizal untuk segera mengkhitbahnya.
Tak ada harapan lagi baginya untuk Dirga, semua pupus saat Dirga mengungkapkan isi hatinya untuk Rindi.
Anna berharap jalan yang dipilihnya menerima tawaran manis Rizal dapat dijadikan menawar pil pahit yang ditelannya.
Anna menghapus air matanya, lalu mengukir senyum, berharap kegundahan yang terpancar diwajahnya dapat tersamarkan dengan senyum manisnya.
“Sayang, ayo temui keluarga Rizal, mereka ingin bertemu sama kamu.” Bunda Sahira melongokkan wajahnya dibalik pintu.
“Iya bun, Anna akan segera kesana.”
“Jangan lama-lama ya sayang?”
Anna mengangguk. Setelah kepergian bundanya, Anna memejamkan mata sejenak, lalu menarik nafas dalam-dalam. “Bismillah, semoga ini yang terbaik untukku.”
Rizal mendongkakkan kepalanya saat Anna telah berdiri di antara mereka.
“Assalamu’alaikum abi, umi.” Salam Anna sambil menghempaskan pantatnya di sofa samping bundanya.
“Wa’alaikumsallam.” balas kedua orang tua Rizal.
Sejenak mereka berbincang diselingi canda untuk menetralkan suasana yang sedikit cangguh, sedang Rizal dan Anna hanya mendengarkan tanpa mengeluarkan sepatah kata, namun hati mereka saling bersahutan.
Setelah merasa cukup basa basinya. Abi Anwar Abdullah mengemukakan pokok kedatangannya.
“Jadi inti kedatangan kami yaitu hendak menyambung silahturahmi dan silahturahim antara kita dengan menyatukan dua keluarga dalam ikatan pernikahan antara putra putri kita.” Jeda sejenak, “Bagaimana Nak Anna, apakah Anna menerima tawaran kami untuk dilamar oleh putra kami Rizal.” sambungnya.
Semua mata memandang ke arah Anna yang menunduk menyembunyikan wajah malunya.
“Sayang, tolong jawab pertanyaan abi Anwar,” ujar bunda Sahira dengan suara lembut.
“Nak Anna tidak usah khawatir, tidak ada pemaksaan dari permintaan kami. Anna bebas mengemukakan keberataan atau menolak keinginan kami.” Suara umi Salamah tak kalah lembutnya dengan bunda Sahira.
Tiba-tiba Anna mengangguk. “In syaa Allah Anna menerima untuk dilamar bang Rizal,” lirihnya.
Rizal yang sudah merasakan takut harapannya ditolak, menarik nafas lega begitu mendengar jawaban Anna, hatinya pun langsung jedar jeder penuh kegembiraan yang tertahan.
“Alhamdulillah.” Ucapan Hamdallah dari seisi rumah. Obrolanpun semakin berlanjut menentukan tanggal, hari dan bulan untuk pernikahan Rizal dan Anna.
Bersambung #17
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel