Cerita bersambung
Ruangan kamar hotel VIP bergaya klasik yang semula dingin mendadak menjadi begitu panas, setelah om Haris melontarkan pertanyaan yang tak terduga di malam pertama kami. Aku bergeming tertunduk malu, haruskah aku menyangkal ucapannya? Tidak! Aku tidak akan menyangkalnya.
Aku memutar otak untuk mencari sebuah alasan, namun kalah cepat. Om Haris lanjut mengintrogasiku.
"Aku juga tau, kalau kau di suruh oleh Tari untuk memata - mataiku," om Haris mendekat, duduk di sampingku.
"Saranku, lupakan Aryo. Dia bukan pria yang pantas untuk kau jadikan alasan untuk balas dendam. Karena dia pun tidak benar - benar mencintai Tari."
"Maksud om ...?" tanyaku heran akan perkataannya.
"Aryo memilih Tari karena dia anakku."
"Itu artinya Aryo pria matrealistis? Lalu kenapa om menikahkan Tari denganya."
"Biarkan saja, toh dengan menikahi Tari dia tidak akan menjadi pewarisku, karena Tari bukan putriku." ada nada penyesalan ketika om Haris mengutarakan semuanya. Apakah Tari anak tirinya?
Ku lirik wajahnya, ada gurat kecil di sudut mata om Haris yang menandakan usianya, yang hanya bisa di lihat dari jarak sedekat ini.
"Ku rasa kau akan benar - benar jatuh cinta padaku Sarah, bila kau terus menatap seperti itu" ucap om Haris dengan nada angkuh.
"Ishhh ..." desisku kesal, karena lagi - lagi aku mengagumi ketampanannya.
"Hahaha!" om Haris tertawa hingga wajah putihnya memerah.
Aku berdiri, dan berlari ketempat tidur lalu menenggelamkan diri dalam selimut yang tebal. Malu, aku malu!
"Hai, aku belum mengijinkan mu tidur."
"Aku tidak tidur." aku segera bangun dengan selimut yang masih ku pegang erat membelit tubuhku.
Om Haris tersenyum melihat tingkahku.
"Ta-tari, kalau dia bukan anak om Haris, lalu anak siapa?" tanyaku gagap demi menetralisir suasana.
Ku lihat pria tua yang terperangakap di tubuh muda itu menghentikan senyumnya.
"Tidurlah, besok akan ku ceritakan saat kita bulan madu." ucap Haris dengan wajah serius.
"Bulan madu!" pekik ku kaget.
"Iya, bulan madu. Bukankah kau ingin tetap membalas sakit hatimu pada Tari?"
"Apa hubungannya dengan bulan madu?"
"Kau harus punya anak dariku bila ingin balas dendam dengan Tari, dan itu hanya bisa dilakukan dengan kita berbulan madu." jawab om Haris sambil tersenyum.
"Tidak, Aku tidak jadi balas dendam!" jawabku setengah memekik.
Tawa om Haris kembali pecah, ia berjalan kearah ku. Aku mundur untuk menghindarinya, tuhan apakah pria tua yang tampan ini akan menerkamku?
Sial, maksud hati ingin menghindar ini malah tubuhku mepet kedinding.
Cup! Sebuah kecupan mendarat di keningku.
"Tidurlah, cukup untuk hari ini." bisik om Haris lembut di telingaku, Aku bergeming.
Om Haris pergi meninggalkan diriku yang mematung.
==========
*Pembalasan_Tari*
You know I can't smile without you
I can't smile without you
I can't laugh and I can't sing
I'm finding it hard to do anything
You see I feel sad when you're sad
I feel glad when you're glad
If you only knew what I'm going through
I just can't smile without you_
Sepenggal lagu yang ditulis oleh Chris Arnold membangunkan aku. Kuraih ponsel yang ada di nakas untuk mematikan nada alarm tersebut.
Layar ponsel menunjukan waktu di angka enam, Hmmm! tubuhku menggeliat untuk mengumpulkan nyawa.
"Morning Sarah." ucapku pada pantulan diri yang ada di cermin, netraku melirik dahi yang tertutup poni sekedar memastikan bahwa dahi itu masih baik - baik saja, setelah semalam mendapat kecupan dari om Haris.
Ini gila, aku harus mengakhirinya. Lupakan balas dendam ini, aku bukan wanita yang jahat setidaknya jangan berubah menjadi jahat hanya karena cinta seorang pria yang tak berhasil kumiliki.
Tari memang kejam karena menikungku begitu saja, tapi benar apa kata om Haris 'apakah Aryo pria yang layak untuk semua perbuatan nekatku ini?'
Huff! Aku membuang nafas penuh kelegaan, Karena akhirnya fikiranku kembali jernih. Siang ini aku harus menyerahkan surat gugatan cerai dan pengunduran diri pada om Haris. Pernikahan ini tidak perlu dilanjutkan.
Aku akan menghilang dari kehidupan Tari.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku.
"Siapa?" tanyaku Memastikan, siapa yang sepagi ini berani mengetuk kamar hotel pengantin baru. Aihh ... Bahkan akupun bukan pengantin sungguhan. Aku tersenyum sendiri menyadari fikiran konyolku.
"House keeping." jawab suara dari balik pintu
"Tunggu sebentar" aku membuka pintu
Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipiku, setelah ku membuka pintu.
Bukk! Di susul tendangan telak di perutku, sehingga aku jatuh terjengkang kebelakang dalam posisi setengah rebahan.
"Dasar wanita jalang!" teriak Tari yang tiba - tiba sudah berdiri gagah di atas kepalaku.
Aku mencoba bangkit, namun belum sempat aku berdiri Tari sudah mendorongku kembali, hingga posisiku sekarang tidur terlentang.
Tari menginjak perutku, "Ceraikan ayahku sekarang juga, atau kubuat hidupmu seperti di neraka!" teriak Tari histeris.
Sebenernya aku bisa saja menarik kaki Tari karena posisi tanganku yang bebas, tapi tak kulakukan itu karena hanya akan membuat Tari jatuh tersungkur dan mendarat dengan perut buncit duluan.
Tari sedang hamil besar, aku takan melukai bayinya.
"Seret dia Ta!" perintah Tari pada Ita yang kutau sebagai sekertaris ibunya.
Ita menjambak rambutku, menariknya begitu kuat hingga kulit kepalaku seakan mau copot.
Aku menahan cekraman tangan Ita, kaki Tari sudah tak menginjak perutku. Namun tubuhku terseret oleh Ita ke kamar mandi.
Aku menahan dengan kaki yang menempel di balik pintu agar Ita tidak membawaku ke kamar mandi, karena dia pasti akan menyiksaku disana lebih kejam.
Kucengkaram pergelangan Tangan Ita dengan kuku-ku yang tajam, agar ia melepaskan jambakannya, Dan itu berhasil. Dengan sisa tenaga aku bangkit berdiri dan balas memukul Ita, ku dorong tubuhnya hingga tersungkur di lantai kamar mandi.
Bukk! Pukulan dari benda tumpul menghantam kepalaku. Aku membalikan tubuh dan melihat Tari memegang gagang lampu hias.
Darah mengucur di pelipis mataku, pandanganku mulai buram.
"Ita, ita kabur ta ... Kayanya si pelacur ini pingsan." ucap Tari ketakutan. Kulihat Ita melangkahi tubuhku yang sudah jatuh terkapar di lantai. Mereka pergi, pandanganku pun mulai menggelap.
***
Ishhh ...! Aku meringis kesatikan ketika terbangun merasakan kepala yang masih pusing.
"Alhamdulillah, kau sudah sadar Sarah." suara bariton om Haris terdengar lekat di telingaku. aku melirik kesumber suara, Om Haris duduk di sampingku. Tangannya menggenggam jemariku, ada selang infus di pergelangan tanganku.
"Ini dimana?" tanyaku heran, karena kurasa sedang tidak berada di kamar Hotel maupun Rumah sakit.
"Kita di vila," jawab om Haris
"Pelayan hotel menemukanmu pingsan dengan kondisi babak belur, dan melarikanmu ke Rumah Sakit. Ada tiga hari kau pingsan disana."
"Lalu kenapa sekarang disini?"
"Aku membawamu kesini saat kau sudah siuman."
Yaa, aku ingat aku sempat terbangun di rumah sakit, lalu kenapa aku tidak tau kalau dipindahkan kesini.
"Aku memindahkanmu saat kau tidur." ucap om Haris seakan menjawab pertanyaanku.
"Apakah Tari pelakunya?" tanya om Haris, Aku mengangguk pelan.
"Om, apa tawaran bulan madu masih berlaku?" tanyaku pelan, om Haris tersenyum mendengar pertanyaanku.
"Kenapa, bukankah kau bilang tidak ingin membalas sakit hatimu?"
"Entahlah, tapi aku tak mau bercerai dengan kondisi seperti ini." aku menunjukkan wajahku yang babak belur.
"Aku tak berniat menceraikanmu."
"Tapi pernikahan kita salah, dan om tau itu."
"Tidak, tidak ada yang salah, kita menikah resmi. Syah secara agama dan hukum."
Bagaimana ini, Apakah om Haris sudah tidak ingin membantuku? Mungkin aku memang harus jadi pencundang. Yang gagal dalam percintaan dan berakhir tragis sebagian pelakor yang pesakitan.
Bila om Haris tidak akan menceraikanku, itu berarti hidupku akan selalu berada dalam neraka yang akan Tari ciptakan.
Sarah, kau benar - benar sudah terjebak dalam perangkapmu sendiri.
Bersambung #3
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Kamis, 20 Agustus 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel