Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Minggu, 23 Agustus 2020

Sarah #5

Cerita bersambung

*Dokter Siska*

Koridor Rumah Sakit terasa begitu panjang untuk aku lalui. Langkah kaki masih terasa lemas seakan tak bertulang, entah ke mana perginya tungkai dan persendian, mereka seolah berubah menjadi jelly yang menyebabkan Tina terus memapahku menuju ruangan  ICU.
Seorang dokter tengah bercakap - cakap dengan wanita muda yang ku kenal. Tari tampak serius berbicara dengan dokter berwajah oriental dan bertubuh gempal itu, ada bulir air mata yang jatuh di pipinya ketika aku mendekat.

"Tari ...," sapaku sedikit ragu, karena takut akan reaksinya saat melihatku.

Tari menoleh, raut wajahnya berubah ketika ia menatapku. Tari mendekat, dengan kasar wanita yang baru saja menjadi seorang ibu itu mencekram lenganku.

"Kau? Berani sekali kau datang kemari!" hardik Tari yang berusaha mendorong tubuh ini, namun tertahan karena Tina lebih kuat menopang badanku.
"Dia istri Om Haris!" bentak Tina membelaku. Dokter yang tadi berbicara dengan Tari segera menghampiri kami setelah mendengar ucapan Tina.
"Selamat sore Bu, perkenalan saya dokter Hans yang merawat pak Haris." ucap dokter Hans ramah.
"Bagaimana kondisi suami saya Dok?" tanyaku cemas.
"Oprasinya lancar, sekarang tinggal menunggu siuman, bila tak ada masalah baru kita akan pindahkan keruang perawatan." jelas dokter Hans
"Bisahkah saya melihatnya Dok?" tanyaku meminta ijin.
"Tidak perlu!" ucap Tari menghalangi langkahku yang ingin masuk keruang ICU. Dokter Hans terkejut melihat reaksi Tari.
"Sarah istri ayahmu Tari, kau tak berhak menghalanginya."  ucap Tina membelaku kembali, sedikit kasar ia mendorong Tari kesamping agar memberi kami jalan.

Kami berhasil masuk keruang ICU, aroma khas obat menyeruak ke hidungku. Om Haris tertidur pulas dengan belitan selang infus di lengannya.
"Kakinya patah akibat terjepit badan mobil yang ringsek, namun kami sudah mengoprasinya." terang dokter Hans.
"Supir kami Pak Min,  bagaimana keadaannya?" tanyaku, karena ku lihat pak Min tidak ada diruangan ini.
"Maaf sekali, kami tidak dapat menolongnya."
"Innalillahi ...,"aku menutup mulut menahan kaget.
"Bisa kah saya lebih lama disini Dok?"
"Bisa saja, namu jangan terlalu lama dan hanya seorang saja yang menunggu, agar tidak mengganggu pasien lainnya." dokter Hans memberi ijin dan berpamitan mengajak Tina untuk keluar, tetapi aku mencegahnya karena melihat mata om Haris yang berkedip.
"Dok ..., Suami saya siuman." dokter Hans melihat ke arah om Haris yang tengah berusaha membuka matanya.
"Syukurlah, rupanya Pak Haris ingin ditemani istrinya." dokter Hans mendekat dan memeriksa om Haris.

Om Haris tersenyum melirik  menatapku. Ada rasa lega dihati ini mengetahui keadaanya sudah membaik.
***

Tari dan tante Widiya menghentikan langkahku di koridor, ibu dan anak itu terlihat seolah ingin menelanku.

"Sudah ku bilang untuk menjauh dari kehidupan ayahku, tapi kau masih nekat juga tak mendengar!". hardik Tari yang langsung menjambak rambutku. Sepasang mata melihat kami namun cuek tak melerai karena tante widya berteriak mengumumkan pada semua orang kalau diriku ini seorang pelakor.

Aku masih berusaha untuk melepaskan diri dari serangan Tari dan diriku terselamatkan ketika seorang satpam melerai kami.

"Huuuu, biarin aja pak nggak usah dilerai biar tau rasa tuh si pelakor." cemooh seorang ibu yang dari tadi antusias memberi dukungan pada Tari dan tante Widiya. Aku bergegas berjalan menuju kamar om Haris. Tangisku tumpah di depan pintu kamar, seseorang memberikan tisu padaku.

"Ambil lah, usap air mata itu baru setelah itu kau boleh menemui suamimu." ucap dokter muda berkaca mata minus, menyodorkan tisu padaku. Aku terkejut melihat wajahnya, Bukankah dokter wanita yang cantik ini adalah selingkuhan om Haris saat masih bersama tante widiya?.
"Oo, bagus dua wanita pelakor berkongsi untuk menggerogoti harta ayahku." ucap Tari menghampiri kami.
"Jaga sikapmu Tari, kalau tidak ...." ucap sang dokter yang rupanya mengingat Tari. Yah ... Dulu aku dan Tari lah yang melabrak dirinya untuk menjauhi om Haris.
"Kalau tidak apa?" tantang Tari.
"Aku bisa menyuruh satpam untuk mengusirmu." gertak  dokter wanita berparas cantik itu. Tari pun berlalu pergi.
"Kenalkan saya Siska, kau pasti terkejut melihat saya?,"  ucap dokter Siska begitu ramah.
"Dari dulu sampai sekarang hubungan saya dan Pak Haris hanyalah dokter dan pasien." ia menjelaskan seolah tak ingin membuatku salah paham.
"Pasien?"
"Iya, saya dokter spesialis mata, Pak Haris dulu berkonsultasi tentang penglihatannya yang sudah rabun karena usia." ia memberi tekanan pada kata 'dulu' seakan menjelaskan posisinya dulu,saat kami menuduhnya sebagai pelakor.
"Oh, maaf waktu itu ...,"
"Santai saja," dokter Siska memotong ucapannya. "Saya tadi baru saja memeriksa kondisi mata Pak Haris."
"Apakah baik - baik saja?" tanyaku panik

==========

*Jebakan Aryo*

Dokter Siska tidak menjawab pertanyaanku, dia hanya tersenyum dan berlalu begitu saja. Aneh ....
Om Haris terkejut ketika aku masuk, ada dua orang polisi yang tengah mengunjunginya.

"Baiklah, kami akan menyelidikinya lebih lanjut lagi Pak Haris," Ucap polisi gagah berpangkat 'Letu'
"Saya permisi dulu. Mari Bu." sang polisi memberi hormat padaku dan mereka pergi meninggalkan ruangan.
"Kenapa ada polisi?" tanyaku selidik.
"Ada kecurigaan dalam kecelakaan kemarin, rem mobilku blong dan mereka menemukan rekaman CCTV saat di parkiran kantor. Ada orang yang mengotak-atik mobil."
"Siapa?"
"Entahlah, mereka tengah menyelidikinya."
"Hei ..., kau kenapa?," tanya om Haris membuatku bingung.
"Matamu sembab, apakah kau habis menangis?" selidik om Haris
"Sarah bertemu Tari dan Tante widya di koridor tadi." ucapku pelan.
"Mereka menyerangmu lagi?", Aku mengangguk pelan.
"Apakah kau melawannya?"
"Satpam yang melerai kami, oh ya tadi Sarah bertemu dokter Siska di depan pintu." ucapku mengalihkan pembicaraan.
"Apakah kau masih ingat dengannya?" tanya om Haris menggoda, dia pasti sedang mengingat peristiwa pelabrakan yang dulu aku lakukan bersama Tari.

Aku tersenyum mengingat peristiwa bodoh itu, bagaimana begitu jengkelnya om Haris pada Tari dan diriku karena asal tuduh. Setelah peristiwa itu om Haris memberiku SP selama seminggu tak boleh masuk kerja.

"Dokter Siska cantik ya, masih muda lagi." ucapku mencoba mengalihkan perasaan bersalah pada waktu itu. Om Haris tertawa mendengar ucapanku.
"Usianya tiga tahun lebih muda dariku." jelas om Haris. Aku terkejut mendengar ucapannya, apakah om Haris dan dokter Siska kumpulan orang-orang yang tidak bisa menua?
"Oprasi plastik Sarah!" seru suara dokter Siska yang tiba-tiba sudah muncul dihadapan kami. Aku terkejut, om Haris memasang senyum lebar.
"Wajahku tetap muda karena oprasi plastik." jelas dokter Siska tanpa malu mengakui hasil kecantikannya.
"Kenapa kau datang, aku baru saja ingin bermesraan dengan istriku." seloroh om Haris, membuatku malu.
"Ini Rumah Sakit Pak Tua, bukan hotel," timpal dokter Siska. Tangannya sibuk menyorotkan senter kecil ke mata om Haris.
"Hasil _CT SCAN_ belum keluar, sebaiknya dua-tiga hari lagi kau baru bisa meninggalkan Rumah Sakit ini."
"Kau kejam Siska, kami pengantin baru masa harus dipisahkan begitu lama." ucap om Haris membuatku semakin malu terhadap dokter Siska.
"Dasar Aki-aki mesum," celetuk dokter Siska yang di sambut tawa oleh om Haris.
"Oke, kalau kau memang ingin pulang sekarang boleh saja, tapi harus menggunakan ini." dokter Siska menyodorkan kaca mata pada om Haris.
"_Tengkyu Siska, you are the best_ kaya 'bedes', Hahaha ...!" goda om Haris membuat dokter Siska memanyunkan bibirnya.
"Semprul! Sarah sebaiknya bawa pulang suamimu, kerutan di wajahku bisa muncul kembali bila ia terlalu lama di sini," cerocos dokter Siska terdengar lucu.
"Oh ya, tapi tiga hari lagi ajak bandot tua ini untuk kontrol matanya, aku permisi dulu." pamit dokter Siska sambil mengepalkan tinju yang ia tunjukan untuk suamiku. Om Haris hanya terbahak melihat sahabatnya pergi.
***

Sepulang dari Rumah Sakit kami tak langsung balik ke Sukabumi, untuk sementara waktu sampai om Haris bisa berjalan kembali tanpa bantuan _kruk_ kami pun menetap di rumah om Haris yang kini tengah di tempati Tari dan
Aryo.
Aku sempat menolak untuk menetap di sana dan mengusulkan menyewa Apartemen atau Hotel saja, namun Tari begitu memaksa sehingga om Haris luluh dan menurutinya.
Tinggal di sana bersama Tari dan Aryo sungguh membuatku jengah, apalagi sikap Aryo yang tak biasa menurutku. Ia terlewat ramah padaku padahal dia tau kalau aku adalah istri ayah mertuanya.

"Pagi Sarah," sapa Aryo  ketika aku sedang menyiapkan sarapan untuk om Haris.
"Wah! Secangkir Teh, bisa kau buatkan juga untukku?"
Cih, di kira aku istrinya apa, "Bi Irah sudah menyiapkan sarapan untuk kalian di meja makan." jelasku menolak permintaannya.
Aryo mencoba menghentikan langkah  ketika aku bergegas meninggalkannya.
"Tidak bisakah kita kembali akrab seperti dulu lagi" bisiknya di telinga, tangannya menggenggam lenganku yang sibuk memegang baki berisi secangkir teh dan roti untuk om Haris.
"Jangan kurang ajar, aku ibu mertuamu sekarang. Minggir!" bentakku melotot.
Aryo tersenyum sinis, "Kau gadis yang pintar, tak berhasil memikatku lalu menjerat kakek tua itu." ucapny merendahkan diriku.
"Benar! Aku lebih pintar darimu yang berharap dapat menguasai perusahaan ketika menikahi anak Bos." balasku tak kalah sinis, membuat Aryo kaget mundur beberapa langkah. Aku segera pergi meninggalkannya yang tengah mematung.

Bersambung #6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER