Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Sabtu, 08 Agustus 2020

Yang Terlupakan #1

Cerita bersambung
By. Ainun Abdillah

Sudah sekitar lima bulanan ini Risa seorang gadis berusia 23 tahun bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang property. Gadis berkerudung lebar itu harus bekerja keras untuk menghidupi dirinya sendiri dan seorang adik laki-lakinya yang masih bersekolah di sebuah SMA setelah ditinggal mati kedua orangtuanya.

Ibunya meninggal dunia ketika adiknya berusia belum genap 5 tahun, dan setahun yang lalu ayahnya pun menyusul setelah mengidap sakit paru-paru basah selama beberapa tahun belakangan.

"Apa pak Sandi sudah memberitahu tentang hasil survey lokasi untuk proyek perumahan kita yang baru, Ris?" tanya Arman lelaki 28 tahun yang berhasil membangun sebuah usaha property yang lumayan terpercaya di Jabodetabek ini kepada Risa.
"Sudah kemarin sore, Pak. Kabarnya Beliau akan membawa dokumentasinya besok ke hadapan bapak," jawab Risa kepada bos yang terkenal bijaksana dan tegas di kantornya ini.
"Ya sudah, kamu kembali ke mejamu dan sebelum pulang nanti, tolong laporan proyek Jasmine Mansion letakkan di meja saya," lanjut Arman sambil memandang laptopnya.
"Baik, Pak." Risa pun kembali ke meja kerjanya.

Arman tidak memahami mengapa akhir-akhir ini jantungnya terasa sedikit berdebar jika gadis berjilbab syar'i itu ada dihadapannya. Sejak kehadiran sekretaris barunya ini memang ada kesan tersendiri yang menelusup di dalam hatinya, gadis berkulit sawo matang ini memang terlihat sangat manis, apalagi jika dia sedang tersenyum.

Sering  Arman harus segera mengalihkan pandangannya untuk menetralisir gelenyar-gelenyar yang entah dia sendiri sulit mengartikannya. Padahal ia sadar bahwa dirinya sudah dijodohkan oleh ibunya kepada Dewi, gadis cantik berkulit putih, namun ia kurang sreg dikarenakan sudah mengenal sejak dulu gadis itu sering berganti pacar yang mereka semua rata-rata anak orang kaya. Sedangkan Arman memahami mengapa gadis berkerudung namun masih sering memakai pakaian yang ketat itu menerima perjodohan ini, apalagi kalau bukan karena ia melihat Arman termasuk pria yang mulai sukses meniti karir di usia yang cukup muda. Apalagi Arman termasuk pria yang tampan dan gagah, itu menjadi nilai plus di mata Dewi.
***

Hari ini Risa terlambat datang ke kantor, pagi tadi ia menelpon Susan teman satu ruangannya kalau ia akan terlambat karena semalam Rino adiknya masuk Rumah Sakit lagi.

Susan dengan raut wajah sedih bertanya, "Rino anfal lagi?"
"Iya, mba.. Hiks.. " sambil menangis Risa menjawab pertanyaan dari wanita 31 tahun tersebut.
"Pak Arman ada di dalam, Mba?"
"Ada, lagi ngobrol dengan Pak Sandi."
"Kamu yang sabar ya, Ris...," lanjut Susan. Ia memahami kesedihan Risa saat ini, namun Susan juga tahu Risa memang bukan tipe gadis yang mudah mengungkapkan semua permasalahannya, dia lebih sering berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa mau melibatkan orang lain.

Beberapa menit kemudian Sandi keluar dari ruangan Arman. Risa pun segera menuju ruangan itu. Susan mengira pasti Risa akan membicarakan perihal adiknya yang sakit kepada bosnya. Mungkin dia mau meminta izin untuk menjaga adiknya beberapa hari kedepan. Karena 2 bulan lalu si Rino masuk rumah sakit juga.

Setelah mengetuk pintu dan dipersilahkan masuk,  Risa pun masuk dengan wajah yang muram dengan mata yang terlihat membengkak karena habis menangis.

"Ada apa kamu terlambat dan kenapa, kamu habis nangis?" tanya Arman heran dengan gadis yang akhir-akhir ini membuat hatinya gundah.
"Pak, maaf mungkin saya sedikit lancang, saya tahu kalau saya baru beberapa bulan bekerja di sini, tapi saya sudah bingung mau minta tolong kepada siapa lagi...," jawab Risa sambil menahan air matanya yang rasanya sudah akan mendesak keluar kembali.
"Oke, tenangkan diri kamu... Coba, apa yang bisa saya bantu?" tanya Arman dengan perasaan yang penuh tanda tanya, namun ia memastikan bahwa dia akan lakukan apa saja untuk mengembalikan senyum indah gadis manis ini. Walau dia tau, gadis ini sama sekali tak terlihat tertarik kepada dirinya. Mungkin karena ia tau bahwa Arman sudah mempunyai calon istri, atau memang Arman bukan tipenya.

"Rino adik saya masuk Rumah Sakit lagi, Pak... Sebenarnya dari dua bulan lalu dokter menyatakan bahwa ginjalnya sudah semakin rusak, dan harus melakukan tranplantasi ginjal, selama ini saya hanya melakukan tes darah dan tes-tes lainnya untuk mencocokkan ginjal saya, hasilnya cocok. Tapi, saya tidak mempunyai uang untuk biaya operasinya, Pak..." Risa menjelaskan semua dengan derai air mata yang tak sanggup lagi ia tahan.

Arman sebelumnya sudah mengetahui kalau Risa hanya tinggal berdua di kota ini, sejak ayahnya meninggal dunia, dia pindah dari Bandung ke Jakarta sejak diterima di perusahaan ini. Sungguh cobaan gadis itu begitu besar, sudah ditinggal mati oleh ibunya sejak kecil, ditinggal pula oleh ayahnya tahun lalu, dan kini adik satu-satunya pun ternyata sakit parah, gagal ginjal.

Andai saja dia tidak dijodohkan kepada Dewi, mungkin Arman sudah mendekati Risa dan berusaha menarik hatinya. Pastinya ia akan mendampingi gadis ini dalam setiap sedih dan bahagianya.

"Berapa biaya operasinya?" Tanya Arman kemudian.

==========

"725 juta, Pak... Dan saya hanya punya tabungan 350 juta sisa bayar hutang ayah setelah rumah kami di Bandung dijual..." Risa sudah tidak sanggup menahan derai air matanya...
"Saya janji, Pak.. Saya akan membayar hutang saya kepada Bapak, potong saja 2/3 gaji saya setiap bulannya.. Walau memang saya sadar, mungkin dalam waktu lama saya akan dapat melunasinya... Tapi, saya mohon, Pak....  Saya sudah ga tahu lagi, saya harus kemana..."

"725 juta itu sudah semuanya? Sudah dengan obat, ruangan dan tetek bengek lain?" tanya Arman ragu.
Dengan air mata yang terus mengalir Risa menjawab, "Belum, Pak... Hiks, hiks..."
"Hemm..." Arman berjalan menuju brankas di pinggir tembok ruangannya.
"Baik, ini uang pribadi saya, bukan uang kantor. Kamu ambil 400 juta dulu ini... Nanti kalau masih kurang ngomong aja..."

Arman mengambil 2 buah amplop coklat besar yang ada di rak di sebelah brankas, dan mengisinya dengan beberapa gepokan kertas merah dari dalam brankas. Kemudian meletakkan di atas meja di hadapan Risa.

"Biar kamu diantar Pak Sukardi ke Rumah Sakit, bahaya kalau kamu sendirian bawa duit banyak," lanjut Arman menyarankan Risa untuk diantar supir kantor.

Risa berterima kasih, lalu meminta izin untuk mengurus semua persiapan operasi setelah Arman meminta alamat rumah sakit yang menangani Rino. Di dalam hati Arman berkata, dia akan membantu sebisanya.
***

Risa mengambil cuti selama sebulan untuk menghadapi dan pemulihan pasca operasi. Dia sangat bersyukur Arman mau meminjamkannya uang untuk biaya perawatannya dan adiknya Rino. Operasi berjalan lancar dan sukses.

Sesekali Susan dan beberapa karyawan kantor menjenguk Rino dan Risa. Begitu juga Arman. Walau Arman selalu mencari waktu yang berbeda dengan karyawannya jika hendak menjenguk Risa dan adiknya.
Risa masih belum menyadari perasaan lebih yang ada di hati Arman. Dia menganggap Arman adalah bos yang baik, dan memang perhatian kepada semua stafnya namun tidak melupakan ketegasannya.
Tapi berbeda dengan Arman, semakin hari rasa aneh itu semakin membuncah. Sekuat apapun ia berusaha mengabaikan rasa itu, tetap saja ia tak sanggup. Risa seolah memenuhi setengah jiwanya. Sedang Dewi semakin hari semakin membuat dirinya jengah. Apalagi kemarin, dengan tiba-tiba tanpa permisi dia masuk ke ruangan kerja Arman, padahal di situ ia tengah ada pertemuan dengan klien. Tanpa malu-malu ia menggelayutkan tangannya ke lengan Arman, dan menyatakan rindu. Arman pun mau tak mau menariknya keluar ruangan dengan lembut tapi tegas. Lalu menasehatinya di balik pintu dengan suara yang dikecilkan dengan geram... Untung saja Dewi mau menuruti untuk pergi dari kantornya dengan segera walau wajahnya sengaja ditekuk.
***

"Ma, kita batalkan saja ya pertunangan Arman dengan Dewi...," pinta Arman kepada ibunya.
"Arman, mama itu sudah menjodohkan kamu sejak kamu masih kecil dengan anak teman mama itu tante Vina...," jelas Irma, ibu Arman.
"Tapi Arman ga suka sama Dewi, Ma.. Kan Arman udah bilang, kalau Arman sudah kenal lama dengan Dewi, sejak dia jadi adik kelas Arman waktu SMP bahkan kami satu kampus walau beda program studi. Arman tau betul Dewi itu gimana..."
"Iya, mama paham. Tapi semua orang bisa berubah kan sayang...  Dan mama yakin kamu bisa membimbing Dewi nanti jika sudah jadi istrimu, sekarang aja dia sudah mulai pake kerudung, ya kan? Karena dia tau, kamu suka gadis yang pake kerudung... "
"ma, ma... Itu tandanya dia lakukan itu bukan karena Alloh, tapi karena cari perhatian Arman doang..."

Bersambung #2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER