Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Jumat, 04 September 2020

Dilema Diantara Dua Cinta #10

Cerita bersambung

"I love you, Azzura Yuana." bisik Haidar di telinga sang istri.
"I love you too, suamiku."
"Tanggalkan segera mukenamu! lalu setelah itu kita ...."
Azzura tersenyum dan mengangguk.

Sesaat kemudian ...
Tanpa basa-basi, Haidar langsung mencumbui istrinya dengan penuh kemesraan.
"oohh..." Desahan panjang terdengar dari mulut Azzura, hal itu membuat gairah bercinta Haidar semakin memuncak.

Dengan mantap dan tanpa ada lagi bayang-bayang masa lalu, Haidar menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami kepada istrinya.
Dicumbunya istrinya dengan ciuman yang lembut.
Azzura menggelinjang merasakan geli dan nikmat yang bercampur jadi satu. Beberapa kali terdengar desahan nafasnya yang membuat Haidar semakin membuncah gairahnya.

...detik...detik...

Haidar menyelesaikan tugasnya sebagai suami.
***

"Sakit ya mas, hiks." isak Azzura, sesaat setelah bercinta.
"Hehe, nanti juga enggak kok sayang." hibur Haidar, memeluk serta membelai rambut istrinya.
"Iya, mas."
"Maafin sikapku kemarin ya sayang, aku sangat menyesal."
"Sudahlah mas, jangan dibahas lagi."
"Kamu bahagia?"
"Sangat bahagia."
"Makasih ya."
"Untuk apa mas?"
"Cinta dan sayangmu, sudah bisa mengobati luka di hatiku."
"Syukurlah, aku senang mendengarnya. Mas sudah bisa melupakan dia sekarang?"
"Sampai detik ini, belum 100%. Tapi aku berjanji akan segera mengeluarkannya, gak ada gunanya aku terus mengenangnya. Sekarang sudah ada kamu, Azzura Yuana yang cengeng dan hobi pingsan, haha." tutur Haidar, yang diikuti sebuah cubitan pedas di perutnya. "Aduh, sakit dong sayang! Eh yank, jujur aku gak nyangka bisa nikah sama kamu."
"Hihi, sama mas."
"Awal bertemu, aku emosi banget sama kamu."
"Karena telat itu ya?"
"Iya, udah telat pake acara melototin aku segala, ckck! Tengil sekali si sipit ini."
"Haha, kan mas yang melototin aku duluan. Waktu itu aku belum tahu loh, kalo mas DM yang baru. Kalau tahu, pasti aku gak akan berani."
"Lalu, sejak kapan kamu mulai cinta sama aku?"
"Gak tahu kapan, pastinya saat aku mengiyakan lamaran Yoga yang terakhir itu, di saat itu kok aku menyesal karena tersadar kalau cuma mas Haidar yang ada di hatiku. Kalau mas mulai kapan?"
"Sama, aku juga gak tahu sejak kapan. Yang jelas, waktu aku memergoki kamu lagi pelukan sama si Yoga, pas aku baru balik dari Surabaya malam-malam itu ... Dari situ hatiku gak menentu, ada perasaan marah dan sedih. Namun puncaknya saat kamu hilang gak ada kabar, saat itulah aku mulai merindukanmu."
"Gak nyangka, si brewok ini melow juga hatinya."
"Aku juga gak nyangka, kalau cewek sipit yang aku anggap tengil ini, ternyata sosok seorang cewek yang bisa bikin hatiku terbuka kembali."
"Tutup ya hatinya mulai sekarang! Cuma ada aku disana, jangan ada yang lain."
"Iya, sayang."
"Janji?"
"Inshaa Alloh."
"Mas ...."
"Apa?"
"Serem ih jawabnya, apa? Yang lembut dikit napa maasss!"
"Hehe, iya apa sayang?"
"Nah, gitu dong! By the way, bukannya tadi bawa cemilan cepuluh ya."
"Iya ada, tuh di meja."
"Kita bongkar yuk!"
"Haha, lapar ya!"
"Iya, aku bawa kesini ya!"
Haidar mengangguk, Azzura bangkit dan berjalan mengambil kantong plastik minimarket dan membawanya ke atas tempat tidur.
"Mas kapan booking kamar dengan hiasannya ini?"
"Dadakan, setelah kamu ngambek tadi siang itu. Aku telpon Haris, memintanya untuk mempersiapkan semuanya."
"Lalu koper dan segala isinya?"
"Tadi, sewaktu kamu sibuk di dapur. Aku bergegas packing, diam-diam aku memasukannya ke bagasi."
"Segitunya."
"Demi kamu."
"Beneran udah cinta?"
"Sangat cinta. Apalagi tadi kita sudah ... Aku makin cinta dan tergila-gila kepadamu."
"Gombal."
"Seriusss tahu, aku gak bisa gombal. Aku ini orangnya kaku dan jutek loh yank, cuma gak tahu semenjak kenal kamu yang rame, hidupku jadi kembali berwarna. Rasanya mulut ini selalu kepingin ngerayu kamu terus, haha"
"Ya ... Ya ... Boss Haidar yang mirip kanebo kering, yang sering uring-uringan di kantor, suaranya menggelegar kaya petir kalau sudah marah. Hihihi."
"Itu dulu, sekarang ...."
"Udah enggak?"
"Masih lah, kalau di kantor. Kalau di rumah, apalagi sama kamu berduaan kaya gini, ogah aku galak-galak."
"Kenapa?"
"Takut kamu kabur lagi, haha."
"Haha, mas ... Aku cinta kamu."
"Masa sih sayang?"
"Iya ...."
"Gombal."
"Haha, dasar plagiat. Aku juga kangen terus sama kamu mass."
"Masa sih, kangen? Tadi siang katanya aku nyebelin."
"Itu tadi siang, sekarang udah enggak."
"Jadi aku ini nyebelin apa ngengenin?"
"Dua-duanya, kalau lagi baik ngangenin, kalau lagi marah-marah ya nyebelin, hehe ...."
"Ih, gemes deh sama kamu. Manjanya gak ketulungan."
"Biarin!"
"Kamu masih lapar gak yank?"
"Kenapa gitu?"
"Kalau masih lapar, kita keluar yuk, jalan-jalan nikmatin suasana malam Surabaya, kita makan di akringan."
"Gak mau, aku maunya disini aja. Berduaan sama kamu, lebih bebas dan gak ada yang lihatin."
"Hehehe, bisa aja si sipit. Aku pesan nasi goreng disini aja ya?"
"Iya, nasi gorengnya satu aja mas. Tambah puding coklat, kentang dan sosis goreng ya!"
"Ok, minumnya mau apa?"
"Gak ah, banyak air mineral disini. Lebih sehat."
"Sip, bentar aku telpon dulu ya."

Lima belas menit kemudian, makanan yang dipesan pun sudah datang.
Haidar menaruhnya di atas meja, kemudian ia mengajak istrinya yang belum mengenakan pakaian, namun berselimut badcover itu, untuk makan bersama.
"Suapin aku ya mas!"
"Iya, sayang."

Kemudian mereka berdua pun, menikmati makan malam tambahan sambil berbincang dan sesekali terlihat Haidar menggoda istrinya sampai Azzura tertawa terpingkal-pingkal.

Sungguh malam yang sangat syahdu bagi mereka berdua, baik Azzura maupun Haidar, keduanya sama-sama sedang berbahagia atas kisah cintanya yang akhirnya berlabuh dengan penuh suka cita.
***

Kabar Haidar yang sudah menikah lagi, ternyata sudah sampai di telinga seorang wanita muda berparas cantik, berkulit coklat.
Wanita bertubuh mungil berambut panjang agak pirang itu, tidak lain adalah Arini Kusuma Dewi, istri pertama Haidar.
Ia mendapatkan kabar tentang Haidar, dari temannya yang merupakan tetangga Haidar di kampung.
"Sudah merasa hebat sekarang dia itu ya, tanpa menceraikan aku enak saja sudah menikah lagi!" gerutu Arini, sambil meletakan ponsel di meja riasnya.
"Ada apa sih sayang? Pagi-pagi begini kok sudah marah-marah?" tanya seorang lelaki paruh baya, masih menggunakan celana boxer dan kaus dalam, tampak ia masih belum beranjak dari tempat tidurnya.
"Ini looh, si Haidar katanya sudah nikah sama perempuan lain. Padahal dia kan sama aku belum cerai."
"Wajarlah dia menikah lagi, laki-laki bebas menikah lagi walaupun statusnya masih suami orang. Lagian buat apa kamu marah? Kamu sudah sama aku, aku kurang apa dibandingkan suamimu yang katanya tidak berguna itu?"
Arini tersenyum menatap pasangan kumpul kebonya lewat pantulan cermin di hadapannya, kemudian ia berbalik dan tanpa rasa malu ia menindih laki-laki paruh baya yang masih berbaring terlentang.

"Yuk pah, aku kepingin lagi nih." digoyang-goyangkan tubuhnya diatas organ vital teman mesumnya itu, ia mencoba menyulut birahi laki-laki hidung belang yang selama ini memeliharanya sebagai gundik.
"Oh, sayang. Kamu sangat menggairahkan. Hmmm ...."

Tanpa takut dosa dan malu, mereka berdua kembali bergumul di atas ranjang. Layaknya pemain film dewasa, Arini melayani teman ranjangnya itu dengan liar dan panas.
***

Setelah seminggu tinggal di kampung, akhirnya pagi itu Haidar juga Azzura sudah kembali ke Jakarta.

Hari itu, adalah hari yang sibuk bagi keduanya. Mereka sibuk membersihkan rumah yang sudah berdebu karena ditinggal cukup lama.
"Yaaank, mana sarapannya? Aku sudah lapar niih!" teriak Haidar dari dapur.
"Apa sih mas? Teriak-teriak aja ih, kaya di hutan aja."
"Hehe, lapar sayang."
"Astagfirullah, aku lupa, hihi. Coba aku lihat ada apa di kulkas." jawab Azzura sembari melongok kedalam lemari es. "Cuma ada air mineral mas di botol."
"Coba di kitchen set yank, kayanya masih ada mi instant deh."
"Oh iya, ini ada ... Pas sisa dua bungkus, hehe."
"Semangkuk berdua ya, yank."
"Iya sayang, tunggu ya aku masak dulu."

Sepuluh menit kemudian, mi rebus tanpa toping apa-apa itu sudah matang dan segera disantap oleh mereka berdua.

Usai makan, mereka kembali melakukan rutinitas yang sempat tertunda gara-gara panggilan dari cacing di dalam perut.
Azzura di dalam kamar, sedang uring-uringan, minta dibelikan lemari pakaian.
Karena di dalam lemari pakaian di kamar Haidar, sudah tidak ada tempat lagi untuk semua pakaiannya.
Azzura keluar dari kamar dan berjalan menghampiri suaminya.
"Ayo, mas sekarang kita beli lemarinya!"
"Nanti aja sayang sore, sekarang masih repot ah."
"Ih, besok aku kan kerja mas. Kalau sore baru cari, besok baru dikirim itu lemarinya. Aku gak mau ahhhhh ...."
"Ya sudah, pake keranjang aja dulu buat sementara."
"Maaaasss, jahat!" sambil bersungut, Azzura menggeret kembali kopernya kedalam kamar.

Haidar tertawa sambil geleng-geleng dengan kelakuan istrinya, ia kembali melanjutkan pekerjaannya, membersihkan lantai rumah dengan vacum cleaner.

Satu jam kemudian, rumah sudah bersih. Haidar memanggil istrinya.
"Yaaank, ambilin aku minum doong!"
"Iya, sebentar." teriak Azzura dari dalam kamar, tidak lama ia pun berlari kecil menuju dapur.
"Ini masku sayang."
"Wah, hebat. Marahnya sebentar ...."
"Gak ada gunanya ah, marah lama-lama. Capekin badan dan otak aja."
"Gitu dong, aku mandi dulu ya. Baru habis itu, kita keluar belanja keperluan dan cari lemari."
"Ok, aku udah mandi kok. Tinggal ganti baju aja pas mau pergi nanti."
"Ok."

Haidar beranjak dari sofa lalu berjalan menuju kamar, Azzura mengambil gelas yang masih berisi air dingin dari tangan suaminya.
Ia duduk di sofa sambil leyeh-leyeh santai menonton televisi, ia menonton sambil senyum-senyum sendiri.
"Siap-siap ... Sebentar lagi, pasti mas Haidar teriak dan shock, hihihi." gumam Azzura sambil cekikian sendiri.
Benar saja ucapan Azzura tadi, dari dalam kamar, Haidar berteriak memanggilnya dengan nada kesal.
"Azzuuraaaaa Yuanaaaaaaa ... Apa-apaan iniiiiiii!!"
"Haha, tuh kan bener. Rasain!" sambil terkekeh, Azzura bangkit dari duduknya dan melangkahkan kaki menuju kamarnya.
"Ada apa sih mas?" tanya Azzura menahan tawanya.
"Iniiiii, baju-baju aku kenapa kamu pindahin ke koper, dan baju-baju kamu udah pindah kedalam lemari. Gimana ceritanya ini yaaaank?"
"Oh itu, hihihi ... Gak sengaja."
Azzura merajuk dengan memeluk suaminya, kemudian menciumi dada bidangnya berkali-kali.
"Udah dong, mas jangan marah lagi!"
"Ih kamu ini ya, bikin kesal aku aja."
"Maaf, maaf mas. Mas kan mau beli lemari baru. Nanti, aku yang pindahin baju-baju mas yang ada di koper ke lemari deeh."

Haidar mengacak rambut istrinya, lalu melepaskan pelukan dan mengambil kemeja dan celana dari dalam koper.
"Cepat ganti bajumu! kita pergi sekarang."
"Hehe, iya. Senyum dulu dong!"
"Hiii ...." Haidar membuka mulut dan memajukan gigi atasnya.
"Haha, gantengan begitu mas kaya si Boneng."
"Sakarepmu ae lah, cewek sipit tengil."
"Hihihi, tunggu ya aku ganti baju dulu."

Haidar keluar kamar untuk memanaskan mesin mobilnya.
Setelah rapi, Azzura dengan tergesa-gesa keluar dari kamarnya menuju garasi.
Setelah mengunci pintu, gadis berkerudung hitam polos itupun masuk kedalam mobil.
"Kita belanja bulanan dulu ya, yank!"
"Aku manut, mas."
"Manut ... Manut ... Karena udah dapetin apa yang kamu mau, manis deh jawabannya. Coba kalau belum, hmmm pasti ngomel-ngomel suruh cari lemari dulu."
"Haha, aku tersanjung atas pujianmu mas."
Azzura terus menerus menggoda suaminya, yang masih kesal terhadap dirinya.

Setengah jam kemudian, mereka sudah sampai salah satu di pusat perbelanjaan besar di daerah Cilandak, Jakarta Selatan.
Azzura menggandeng tangan Haidar, mereka berjalan-jalan dulu berkeliling untuk sekedar mencuci mata.
"Yank, mampir dulu yuk ke bioskop. Ada film bagus tuh." ajak Haidar.
"Apapun maumu, aku mau mas." jawab Azzura genit.
"Halah, bisa aja kamu yank."
Azzura tertawa kecil, Haidar merangkul bahu Azzura dan berjalan menuju kedalam bioskop.
"Kamu tunggu disini ya yank, aku mau beli tiket."
"Iya, mas. Aku mau beli minum dan popcorn dulu ya."
"Ok."

Azzura menghampiri counter penjual minuman dan makanan ringan di dalam bioskop tersebut.
Antriannya cukup panjang, karena memang itu saat weekend. Tiba-tiba saja, Azzura dikejutkan oleh beberapa orang wanita muda yang sebaya dengannya.
"Azzuraaaaaa ...." teriak wanita muda berbaju kuning lemon.
"Hah, Hai Marsyaaaa ...." jawab Azzura sambil memeluknya.
"Lo kemana aja? Ngilang gak jelas, ninggalin kita semua, masya Alloh pangling banget lo sekarang pakai hijab buu." timpal Dilla.
"Ada aja, nih kita ketemu sekarang."
"Gue kangen berat sama lo Zura." tutur Tita.
"Miss you too beib, senang banget bisa ketemu sama kalian disini. Mau nonton film apa?"
"Tuh, film horor itu. Kalau kamu, mau nonton apa." tanya Marsya.
"Action, Sya."
"Kamu sendiri?" selidik Tita.
"Gak lah, aku sama suamiku."
"What? Seriously?" tanya Dilla seakan tak percaya.
"Iyalah, masa gue bohong."
"Jahat banget lo, nikah gak undang-undang kita semua." sungut Marsya.
"Mendadak Sya, Ta, Dill ... Sorry banget bukan gak mau ngundang kalian."
"Lo hamil duluan?" celetuk Dilla.
"Sialan, lo. Kagak lah, liat perut gue masih rata."
"Haha, gue kira. Laki lo mana?" tanya Dilla lagi.
"Noh, lagi antri tiket."
"Kenalin sama kita dong, Zura." pinta Marsya.
"Iya doong, kita pengen kenal suami sahabat kita." sahut Tita.
"Iya, tenang. Bentaran ya, gue beli pop corn sama soft drink dulu beib."
"Ok." semua serempak menjawab dan menepi duduk di sofa di samping counter pop corn.

Mereka asik membahas masalah sahabatnya, Azzura.
Tanpa mereka sadari, sosok Haidar berjalan mendekat menghampiri Azzura yang hendak membayar.
"Sudah belum yank?" tanya Haidar, ia pun tidak menyadari disitu ada tiga orang anak buahnya di kantor.
"Ini, lagi tunggu kembalian."
"Sini yank, aku yang bawain."
Ketiga sahabat Azzura berdiri saat menyadari di hadapannya ada sosok laki-laki bertubuh tegap dan gagah sedang berdiri membelakangi mereka, dan mengajak Azzura berbicara.
"Sstt, itu lakinya Azzura." bisik Marsya.
"Iya, gue tahu. Gue denger doi, manggil Azzura dengan panggilan 'yank'." jawab Dilla.
"Ya udah, samperin aja." ajak Tita.
Dengan mengendap-endap seperti maling, mereka bertiga berjalan menghampiri Azzura dan suaminya.

Namun betapa terkejutnya mereka, saat sosok suami Azzura yang belum mereka ketahui identitasnya itu berbalik menghadap ke arahnya.
Marsya sampai menjatuhkan botol minuman colanya ke lantai, saking shocknya.
"Pak ... Haidar." ucap mereka bertiga bersamaan.
Azzura tersenyum dan memperkenalkan Haidar sebagai suaminya kepada ketiga sahabatnya.
"Kenapa kalian pucat? Kaya abis lihat hantu saja." ucap Haidar ketus.
"Eng-enggak apa-apa pak boss." jawab Dilla terbata-bata.

Azzura tertawa melihat ekspresi ketiga sahabatnya, ia sudah menyangka mereka akan begitu saat mengetahui siapa suaminya.
"Terus kalian ngapain masih berdiri disini? Minggir!" ujar Haidar dengan nada sinis seperti biasa.
"Hihihi, gaes. Aku masuk dulu ya." pamit Azzura kepada ketiga sahabatnya yang masih melongo memandang ke arahnya juga Haidar.
Haidar kembali merangkul bahu Azzura, tangan kirinya menenteng kemasan popcorn size large.

Sepeninggal Haidar, Dilla membuka suara.
"OMG ... Kok bisa, si boss ganteng itu nikah sama Azzura?"
"Ish, apaan sih lo Dil? Yang kasihan gue sama si Azzura. Pasti tertekan hidupnya, punya suami galak begitu." sungut Marsya.
"Iya, ya ampun Zura. Malang benar nasibmu, punya suami kok buas kaya singa begitu." timpal Tita
"Bukan singa, tapi kingkong." celetuk Marsya jengkel.

Kita tinggalkan ABThree kawe yang masih berkumpul menggosipkan Azzura dan Haidar.
Kini kita bahas pengantin baru yang lagi HOT-HOTnya, mereka sudah duduk di kursi merah di dalam bioskop.
"Haha, aku masih keinget aja mas sama tiga sahabatku waktu mereka lihat kamu."
"Segitunya ya, mereka sama aku yank."
"Iyalah, orang masnya seram gitu, hiii."
"Kamu juga dulu sempat begitu sama aku?"
"Iyalah, hihi."
"Tapi sekarang udah enggak kan?"
"Gak doonggg." Azzura memonyongkan bibirnya.
"Haha, besok aku shock therapy lagi mereka di kantor."
"Jangan mas, kasihan ihhh. Kalau mas habis uring-uringan, kita semua pusing tahu mas. Mana kerjaan numpuk, mumet, kesel ... Pokoke komplit rasanya campur aduk kaya pecel."
"Haha, masa sih yank?"
"Iyaa, aku juga gitu kok. Sebel banget sama kamu, kalau udah teriak dan marah. Hiiiii."
Haidar tertawa, ia mengacak kerudung atas yang menutup rambut istrinya, lalu menciumnya.

Dari deretan kursi belakang, tampak tiga pasang mata sedang memperhatikan mereka berdua.
Rupanya Marsya, Dilla dan Tita nekat mencancel filmnya, dan membeli tiket film action, demi memastikan kondisi sahabatnya itu baik-baik saja.

"Gak nyangka looohh, itu boss brewok bisa lembut kaya gituuu." ucap Marsya sambil menunjuk ke arah Azzura dan Haidar duduk.
"Gak usah histeris gitu deehh, berisik lo Sya." protes Tita.
"Iya nih, Marsya heboh banget." timpal Dilla.
"Habisnya gue aneh aja, kok bisa gitu sahabat kita nikah sama boss galak itu. Dia bilang mendadak menikah? Hmm, jangan-jangan mereka digerebek ya ...." terka Marsya.
"Ah gak perduli kalau buat gue masalah mereka menikah karena apa, yang jelas buat gue, Azzura harus dipastikan bahagia." sahut Dilla.
"Setuju gue sama lo Dill, cuma roman-romannya kalau lihat bahasa tubuh si boss, doi cinta banget sama Azzura. Gue lihat mereka tadi sangat romantis dan serasi banget." tutur Tita.
"Hmmm, gaes ... Gue punya akal." Marsya berujar sambil senyum-senyum sendiri.
"Apaan tuh Sya? Bisikin dong!"
"Iya, Sya."
"Gue mau bujuk Azzura, supaya dia  ngerayu si boss. Agar si boss bisa melunak dan ramah sama kita semua, gimana gaes ide gue? Cemerlang kan ...."
"Mantaffff Sya, gw setujuuuu."
"Iya, Sya keren otak lo."
"Marsya gituloh, tar baliknya kita pepet si Azzura ya buat dapetin no handphonenya yang baru. Kalau minta sama si boss besok, gue yakin doi gak bakalan ngasih."
"Siiipp, ok banget buuu."
"Cihuy."

Mereka bertiga kini merasa mendapat angin segar, angin segar untuk kelangsungan mereka di kantor.
Harapan mereka sangat besar kepada Azzura, agar Haidar bisa bersikap lebih jinak di kantor.
Kok jinak? Kan kingkong, wkwkwk.

==========

Film action yang ditonton Azzura, Haidar dan ABThree kawe pun telah berakhir. Dengan cepat, Marsya and the genk menuruni anak tangga untuk mencegat Azzura.
Azzura terkejut dengan kehadiran ketiga sahabatnya, ia tertawa saat mendengar alasan mereka memutuskan untuk beli tiket film yang sama dengannya.

Haidar menahan tawanya, ia tergugu dengan kelakuan anak buahnya di kantornya yang ternyata sangat menyayangi istrinya.

"Lo WA duluan ya gaes, secara semua kontak gue lenyap, gue lupa save di memory hape saat membuang kartu perdananya."
"Ok, bu. Hati-hati di jalan ya! Kita bertiga ikut bahagia, lo sama si boss menikah." ujar Marsya.
"Makasih banyak gaes, maafin aku karena udh ngelupain kalian, lobe you all. Salam untuk teman-teman di kantor ya!"
"Iya, siipp. Kapan-kapan kita kumpul ya buu, reuni divisi pengadaan."
"Ok, atur saja waktunya ya!"
"Hooh cinta ...."
"Ehm, kalian habis ini kembali ke jalan yang benar, jangan ngebuntutin kami lagi! Kalau sampai ketahuan, saya gak segan kasih kalian SP3."

Seketika wajah ketiga personil ABThree kawe itu pun pucat pasi, mereka mengangguk bersamaan.
Azzura tertawa dan memukul pelan lengan suaminya, "sudah-sudah, jangan dimasukan ke dalam hati ucapan bos kalian. Kalian hati-hati di jalan ya, have nice weekend dears."
Azzura memeluk satu persatu sahabatnya, setelah itu ia bersama Haidar berjalan lebih dulu menuju pintu keluar gedung bioskop.
"Gak nyangka, mereka sayang banget sama kamu yank."
"Hehe, iya mas. Kamu jangan galak-galak gitu dong sayang, kasihan kan mereka ketakutan, ish."
"Hehe, aku cuma bercanda, merekanya aja yang baper."
"Mana tahu mereka, kalau mas lagi bercanda. Untung diantara mereka bertiga gak ada yang punya riwayat sakit jantung, haha."
"Iya, iya maaf ... Gak lagi-lagi deh aku galakin mereka, kalau bertemu di luar kantor."
"Hihi, kalau bisa di lingkungan kantor juga, mas berubah jadi baik dong. Pasti semua anak buah mas, akan semakin baik kinerjanya."
Haidar tidak menjawab, ia hanya tersenyum simpul dengan nasihat yang diucapkan istrinya.
"Eh mas, aku nyesel juga karena sudah jahat ingin melupakan mereka saat kabur dulu."
"Kalau nikah sama aku nyesel gak?"
"Iya, nyesel."
"…." tampak Haidar membuang muka, saat mendengar jawaban istrinya.
"Biasa aja dong mukanya, haha. Nyeselnya kenapa gak dari dulu kita nikah? Kenapa harus nunggu aku kabur dulu."

Dengan manja Azzura merapatkan tubuhnya, seakan mengerti dengan bahasa tubuh istrinya, Haidar merangkul bahu istrinya dengan mesra.
Mereka memasuki supermarket di lantai satu, Haidar mendorong trolly belanjaan. Azzura yang enggan berjauhan dengan suaminya, melingkarkan tangannya ke lengan Haidar yang bertumpu di atas besi trolly.

Satu jam kemudian, trolly mereka sudah penuh dengan kebutuhan sehari-hari. Mulai dari bumbu dapur, ayam, daging, buah, roti, susu, mie instant, telur, peralatan mandi, perlengkapan mencuci sampai snack cemilan juga sirup, semua lengkap.
"Mas, kita cari lemarinya dimana?"
"Di toko furniture lah Yu, masa di apotik. Piye toh?"

Azzura mencubit pipi suaminya, Haidar meringis lalu tertawa. Tanpa mereka sadari, kini mereka menjadi pusat perhatian para pelanggan yang sama-sama sedang mengantri.
Para pelanggan yang memperhatikan, mereka senyum-senyum sendiri menyaksikan kemesraan diantara mereka berdua.
Baik Haidar maupun Azzura, tidak dapat menahan untuk tidak bermesraan. Kini, mereka sedang dimabuk cinta.

Dunia terasa milik berdua, yang lain sewa, wkwkwk.
***

Pagi itu, Azzura tampak sedang sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuknya juga Haidar.
Ia sudah mengenakan kemeja dan celana bahan yang ditutupi celemek berbahan plastik, terlihat rambutnya basah karena semalam ia habis mengalami KDRT (kenikmatan dalam rumah tangga), haha.

Sementara Haidar sedang bercermin sambil mengenakan pakaian kerja yang sudah disiapkan oleh istrinya.
Tidak hentinya ia menyunggingkan senyuman kebahagiaan, karena kini hidupnya kembali berwarna.
Bahkan ia merasakan rumah tangganya kini, jauh lebih bahagia dibandingkan dulu.
Azzura tidak pernah banyak menuntutnya untuk ini dan itu, Azzura lebih mandiri dan sangat mengerti kondisinya.
Dan satu hal yang sangat membuat Haidar bahagia, yaitu Azzura sangat menyayangi ibunya. Tidak pernah absen, setiap bulan istrinya itu mengirimkan sebagian gajinya untuk ibu, membantu biaya kuliah Sarifah dan keponakan-keponakannya di kampung.
Bahkan Sarifah, bila sedang benar-benar membutuhkan bantuan biaya untuk kuliah diluar jatah bulanan yang diterima, ia lebih berani meminta uang ketika kepada Azzura dibandingkan Haidar.
Hal ini karena kedekatan yang diciptakan oleh Azzura, dapat menghilangkan rasa sungkan dan canggung diantara mereka berdua.
Hal ini membuat hati Haidar sangat tersentuh, dengan kebaikan dan perhatian yang selalu dicurahkan istrinya untuk keluarganya, terutama kepada ibunya.
Hampir setiap hari pula, istrinya itu menelpon atau video call dengan bu Lastri. Selalu ada saja pembicaraan yang mereka bahas dengan seru.

Sartika dan Sarifah yang tinggal bersama dengan bu Lastri pun merasakan sangat senang, karena ibu tidak merasa kehilangan anak dan menantunya yang berada jauh di Jakarta karena rajinnya Azzura menghubungi memberi kabar.

Arini, perlahan sudah mulai hilang dari dalam hatinya. Dengan mantap, Haidar bertekad untuk move on dari masa lalunya.
"Mas, sarapan dulu yuk." suara Azzura membuyarkan lamunannya.
"Iya, sayang." Haidar tersenyum berbalik, menatap istrinya yang sibuk memakai hijabnya.
"Ih, pagi-pagi udah senyum-senyum."
"Gak boleh?"
"Gak."
"Kenapa?"
"Gak apa-apa."
"Apa-apa dong, biar boleh."
Azzura tertawa dan mengambil tas merahnya, tas yang diberikan oleh keluarga Haidar saat seserahan pernikahannya dulu.

Haidar makan dengan lahapnya, sudah lama ia tidak merasakan sarapan dengan menu rumahan yang baru dimasak.
Azzura membuat nasi goreng plus dengan peyek udang, ia juga tidak lupa menyiapkan bekal untuk suaminya.
"Mas, aku bawain kamu bekal untuk makan siang mau kan ya?"
"Boleh, apa menunya? Apa nasi goreng lagi?"
"Ya enggak lah, ini aku masakin ayam goreng dan tumis jamur wortel."
"Mantap, makasih sayang."

Setengah jam kemudian, Azzura berpamitan karena ojek online yang ia pesan sudah menunggu di depan rumah.
Haidar tidak bisa mengantar istrinya itu, karena arah kantor mereka tidak searah. Azzura juga tidak ingin diantar oleh suaminya, ia sengaja memilih naik ojek online karena lebih cepat sampai, bisa selip-selip di tengah kemacetan kota Jakarta.

"Hati-hati ya sayang, kalau sudah sampai kantor kabari aku ya."
Haidar mengecup kening Azzura, sesaat setelah punggung tangannya dicium.
"Iya, mas. Mas jangan lupa bawa bekalnya ya, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, hati-hati Yuu."
"Iyaaa, maass."
Azzura berjalan cepat, menghampiri driver ojek yang sudah standby di belakang mobil suaminya.
Rumah Haidar tidak berpagar, karena memang itu merupakan perumahan cluster dengan penjagaan ketat dari security yang berada di pos depan gerbang masuk area perumahan.

Satu jam lebih lamanya, Azzura mengendarai ojek online untuk sampai di kantornya yang terletak di daerah Pasar Rebo, Jakarta Timur.

Setelah melawan kemacetan ibu kota, akhirnya motor ojek online yang dinaiki Azzura sampai di kantornya tepat pada pukul 07.45.
Ia lega karena tidak terlambat, usai membayar ojek, Azzura berlari kecil memasuki gedung bertingkat yang dijaga oleh security pas di pintu masuknya.

Setelah melakukan absen sidik jari, ia bergegas menaiki lift untuk naik menuju satu lantai diatasnya.
Ia meletakan tasnya di dalam kotak bekas kertas HVS yang ia sengaja ia letakan di bawah meja.
Kedatangannya disambut hangat oleh rekan sekerjanya, mereka mengucapkan selamat atas pernikahannya.
Ada juga beberapa orang yang memberikan kado kepadanya.

Kini Azzura duduk di kursinya, sebelum melakukan pekerjaannya, ia merogoh ponsel yang ia simpan di dalam tas.
[Mas, aku sudah sampai kantor.]
Azzura mengirimi pesan singkat WA kepada suaminya. Lima belas menit kemudian, pesan WAnya berbalas.
[Alhamdulillah, maaf baru respon tadi lagi dijalan. Ini aku juga sudah sampai kantor.]
[Bekalnya gak lupa dibawa kan?]
[Gak, doooong. Selamat kerja ya istrku sayang, love Ayu.]
[Hehe, good job. Makasih kesayanganku, met kerja juga. Ayu love you.]

Azzura dan Haidar yang sedang berada di kantornya masing-masing, sama-sama tersenyum sendiri saat menyimpan ponselnya.
Mereka kini sedang dibuai cinta yang menggila, cinta kasih yang halal dan indah tentunya.

Waktu bergerak begitu cepat dirasa oleh Azzura, ia sangat bersemangat dalam mengerjakan semua laporan yang sudah menumpuk karena ditinggal cuti selama satu minggu.
Cuti yang diberikan berdasarkan atas kebijakan management, karena ia belum genap satu tahun bekerja di perusahaan audit tersebut.

Azzura merapikan mejanya, semua berkas yang sudah rampung dikerjakannya, ia susun dan kemudian bergegas memasuki ruangan direkturnya.
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Azzura langsung masuk saja seperti biasanya untuk menyimpan berkas di meja sang direktur.
Namun betapa terkejutnya ia, saat mendapati sang direktur yang merupakan teman dari papanya itu sedang mesra berciuman dengan seorang wanita yang kira-kira usianya diatasnya sedikit.

Wanita itu sedang duduk di meja pak Salman, kakinya bertumpu ke handle kursi, badannya membungkuk menyeimbangkan posisi kepalanya dengan kepala pak Salman.
"Ma-maaf pak Salman, saya kira bapak sudah pulang seperti biasanya. Makanya saya langsung masuk saja. Berkasnya saya taruh di meja saya saja ya pak, permisi."
Azzura segera keluar, tanpa menunggu jawaban terlontar dari mulut sang direktur.
"Ya ampuuunnn, gue masuk di waktu yang salah. Ckck, kok bisa ya om Salman main gila sama cewek itu. Hemmmm, jijik banget gue lihatnya tadi. Iiihhhhh ...." Azzura bergidik sendiri.

Tak habis pikir Azzura dengan kelakuan atasannya itu, kok bisa-bisanya berbuat mesum di usia yang sudah tidak muda lagi.
"Mudah-mudahan aja, laki gue gak kaya gitu. Amit-amit jabang orookkk."  Azzura terus meracau sendiri.

Di lobi gedung, ia duduk di sofa yang sudah disediakan. Ia menunggu sang pujaan hati yang sudah berkabar, bahwa sore ini akan menjemputnya.
Ponsel Azzura berdering, ia tersenyum saat melihat nama yang kontak yang menelponnya.
"Hai, Sya. Tumben sore-sore gini lo inget gue." cerocos Azzura kepada sahabatnya Marsya.
"Haha, jadi gak boleh nih gue telpon lo? Gue tutup nih!"
"Haha, baper. Gitu aja ngambek, apaan bu?"
"Lo lagi sibuk gak? Tktnya gue ganggu."
"Ah, basa basi lo basi. Ada apaan? Cepetan bilang!"
"Wkwkwk, udah jadi nyonya direktur mah galak ya, bahasanya mirip sama lakinya kalau lagi ngemeng."
"Haha, ngehe lo. Ada apaan?"
"Gue mau cerita soal laki lo, bu."
"Ada apaan? Doi selingkuh?"
"Ih, mana ada yang mau. Galak begitu, wkwkwk."
"Sialan lo."
"Kagak, bu. Kagak. Tenang aja! Laki lo hari ini baik banget sama kita semua, makasih ya Azzura. Lo ngertiin kita semua, lo gak lupain kita yang masih jadi bangs

[Ayu sayang, kamu dimana? Aku sudah di depan nih.]
Azzura tersenyum, tanpa membalas pesan ia segera bangkit dari sofa dan berlari kecil menuju mobil suaminya yang sudah menepi di sisi kiri gedung.
Ia mengetuk kaca mobil, karena pintu mobilnya terkunci. Sesaat kemudian, pintu pun terbuka.

Namun lagi-lagi sebuah kejutan yang ia dapatkan, mata sipit Azzura terbelalak saat mendapati wajah suaminya sudah bersih tanpa ada bulu-bulu halus yang selama ini dirawatnya.

"Maass ...."
"Gimana sayang?"
"Aku ... Suka."
"Syukurlah, sekarang beginilah penampilanku. Untukmu ...."
"So sweet, makin cinta deh sama kesayangan aku."
"Sekarang sudah clear ya masalah brewok, jangan dibahas lagi. Aku tampil begini hanya demi kamu, walaupun sebenarnya aku gak pede."
"Hehe, iya. Lebih tampan begitu mas, terlihat lebih fresh."
"Oh iya?"
"Iya."
"Hmmm ...." Haidar mendekatkan wajahnya ke arah wajah istrinya.
"Maas, ini kita di tempat umum, kok malah ngajakin ciuman sih. Hihi."
"Huuh, habisnya aku gemas sama kamu. Setiap dekat kamu, bawaannya kok selalu pengen ...."
"Otak mesum."
"Haha ...."
Sambil tertawa, Haidar menyalakan mesin mobilnya. Dengan kecepatan sedang ia melajukan mobilnya, beruntung rute yang ia lewati tidak macet karena langsung masuk ke jalan tol dalam kota.
"Mas, tadi aku mergokin pak Salman sama cewek gak tahu siapa, lagi berciuman di ruangannya. Ish menjijikan sekali."
"Hmmm ...."
"Kok cuma hmmm?"
"Ya terus aku harus jawab apa?"
"Ya tanggapin dong cerita aku barusan!"
"Aku gak mau berkomentar tentang perbuatan direkturmu itu, bukan ranahku."
"Tapi kan seenggaknya itu bisa jadi pelajaran untuk mas."
"Pelajaran apa? Ipa, Ips, Biologi atau Fisika?"
"Mulok, huh!"
"Haha, istrku ini kok hobi banget ngambek. Dikit-dikit ngambek, dikit-dikit ngambek ... Ngambek kok dikit-dikit."
"Haha, maaaaasss!" Azzura memukuli lengan kiri Haidar.
"Aww, sakit dong sayang. Kalau lagi gak nyetir, aku cium kamu, haha."
"Habisnya nyebelin, tiap aku ngomong serius, selalu saja ditanggapinnya nyeleneh. Nyebelin ...."
"Ngangenin, ahhh."
"Bodo!"
"Odob."
"Wong gendeng."
"Haha, udah bisa bahasa jawa cieeee."
"Hihi, udah ah mas. Perut aku sakit kamu bikin ketawa terus."
"Nanti aku elus-elus ya di rumah perutnya, biar gak sakit lagi."
"Hihihi, ogah. Nanti ngerembet ngelus-ngelusnya ke area yang lain lagi."
"Ya kan sekalian, jangan setengah-setengah kalau ngelakuin pekerjaan itu, PAMALI kata orang tua zaman dulu mah."
"Haha ... udah jadi TKI, Pamali nya juga. Adanya Bumali."
"Kata siapa? Kemarin aku ketemu sama Pamali, malahan dia titip salam untuk kamu yank."
"Hihi, sakarepmu ae lah."
"Hehe, biasa aja dong bibirnya gak usah maju gitu. Aku gigit tahu rasa kamu!"
Azzura menjulurkan lidah ke arah suaminya, Haidar menyambutnya dengan tawa suka cita.

Candaan yang disertai debat kecil itu, hampir setiap hari membumbui kebersamaan diantara mereka berdua.
Hal itu membuat mereka semakin mesra dan hangat satu sama lain, tidak pernah ada yang baper dengan ledekan yang dilontarkan.
Mereka berdua menanggapinya dengan santai dan ceria.

Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam, mereka berdua pun akhirnya sampai di rumah.
"Maaasss, aku salat maghrib duluan yaaaa ...."
"Iya, sayang. Aku masih mau gosok gigi."

Selepas menunaikan salat, Azzura segera ke dapur untuk menyiapkan hidangan makan malam untuk mereka berdua.
Seperti biasa, Azzura akan memasak menu sederhana, karena memang Haidar lebih menyukai makan-makanan yang simpel seperti sayur bening, tempe, tahu dan ayam goreng.

Ketika sedang asyik mengaduk sayur bayam dengan jagung, tiba-tiba tangan kekar Haidar melingkar ke pinggang Azzura yang ramping.

Dengan manja, Haidar menyandarkan kepalanya di pundak sang istri.
"Yank, kamu tahu?"
"Belum, kan mas belum ngomong."
"Jangan merusak suasana!" ancam Haidar sambil mengencangkan pelukan dipinggang istrinya.
"Hihi, iya sayang. Bicaralah! Aku mendengarkan."
"Hari ini, sikapku kepada semua anak buahku sudah seperti yang kamu pinta. Saat briefing pagi, aku sampaikan permintaan maafku kepada mereka. Mereka terharu dan ada yang sampai meneteskan air mata, lalu usai aku bicara mereka memelukku satu persatu. Aku gak menyangka kalau rasa sayang mereka kepadaku besar, terimakasih ya sayang.
Dirimu sudah memberikan warna tersendiri di hidupku, warna yang bisa mengubahku menjadi pribadi yang jauuh lebih baik dari sebelumnya."
Azzura tersenyum, setelah ia mematikan kompor kemudian ia pun membalikan badannya menatap wajah Haidar yang teduh dan hangat.
"Alhamdulillah, aku senang sekali mendengarnya. Mas nanti akan lihat , perubahan kinerja teman-teman kalau suasana kerja mereka nyaman dan menyenangkan."
Haidar mengangkat tubuh istrinya untuk duduk di atas keramik dekat kompor.
Azzura melingkarkan kedua tangannya ke leher Haidar.

Keduanya saling bertatapan, yang kemudian tatapan itu diakhiri dengan ciuman yang membuat mereka terhanyut dalam indahnya buaian cinta.
***

Sementara di dalam ruangan Salman, sepeninggal Azzura tadi, mereka terlihat menyudahi atraksi mesumnya.

"Siapa dia pah?" tanya wanita itu.
"Salah satu anak buahku, sudahlah jangan dipikirkan. Mari papah antar mamah pulang, tapi ... Malam ini papah gak bisa nginep ya, takut nyonya besar di rumah curiga."
"Ok, pah. Tapi jangan lupa transferannya, mamah mau ke salon dan shoping."
"Iya, sayang. Tenang saja."

Kedua insan yang terikat dalam hubungan cinta terlarang itu pun, dengan segera merapikan pakaiannya masing-masing.
Pertama kali yang keluar dari ruangan adalah wanita yang dipanggil 'mamah' oleh Salman.

Sepuluh menit kemudian, barulah Salman keluar dari ruangan dan berjalan menuju lift untuk turun ke pelataran parkir mobil yang terletak basemant gedung.
Saat Salman masuk kedalam mobil, wanita yang tadi berciuman dengannya sudah duduk manis sambil sibuk menatap layar android canggih terbaru pemberian Salman.
Tanpa menunggu waktu lama, Salman melajukan mobilnya dengan cepat.

Setengah jam kemudian, mereka pun sampai di halaman sebuah rumah bergaya minimalis namun mewah.
Salman mampir sebentar untuk menyalurkan hasrat birahinya, yang sempat tertunda di kantor tadi.
Seperti layaknya suami istri, Salman bersama wanita simpanannya itu bergumul panas diatas ranjang.

Setelah satu jam bercinta, Salman segera memakai pakaiannya. Ia berpamitan kepada wanita yang berbaring manja berselimut bad cover di atas ranjangnya.
"Papah pulang dulu ya mah, permainanmu tadi sungguh hebat. Aku mencintaimu ARINI KUSUMA DEWI."
Wanita itu tidak lain adalah Arini, wanita yang selama ini dicari-cari oleh Haidar. Ia betah menjalani kehidupannya yang sekarang, yang demi harta rela menanggalkan harga diri dan akidahnya.

Arini tidak menjawab ucapan Salman. Ia hanya melambaikan tangannya.
Ia kehabisan tenaga karena selama satu jam tadi memuaskan nafsu liar Salman.
***

Pernikahan Azzura dan Haidar berjalan mulus dan bahagia, sampai sejauh ini hubungan mereka tetap romantis dan selalu mesra.
Azzura melingkari setiap tanggal di kalender, ia menghitung usia pernikahannya ternyata sudah menginjak bulan kedelapan.

Senyumnya tersungging, karena tidak terasa waktu berlalu begitu cepat.
"Kenapa? Kok senyum-senyum sendirian."
Haidar memeluk istrinya dari belakang.
"Aku lagi hitung usia pernikahan kita, sudah bulan kedelapan ternyata."
"Masa?"
"Iya ...."
"Yuk!"
"Apa?"
"Itu."
"Ih, katanya kita mau jalan-jalan keluar dan beli kado untuk bayinya papa hari ini."
"Sebentaaaar aja, ini kan baru juga jam sembilan pagi. Hujan lagi yank, duh dingin ...."
Haidar dengan nakal menciumi tengkuk leher istrinya, Azzura menggeliat manja namun tidak ada penolakan darinya.

Dengan ditemani hujan yang turun dengan derasnya, mereka berdua pun kembali mengayuh biduk cinta bersama.
"Makasih ya sayang ...."
"Untuk apa?"
"Yang barusan."
"Hihi, aku mandi dulu ya."
"Nanti dulu sebentar lagi, masih kangen. Meluk kamu itu hal yang paling aku sukai, hati terasa nyaman dan tenang. Hmmm ...."

Haidar makin mempererat pelukannya, Azzura memejamkan mata menikmati hangat dekapan suami tersayangnya.
***

Saat hari menjelang siang, Azzura dan Haidar telah bersiap untuk jalan-jalan keluar.
Mereka juga berencana berkunjung ke rumah Alwi, papanya Azzura. Sekalian menengok bayi yang lahir seminggu yang lalu.

Haidar dan Azzura mampir di sebuah toko perlengkapan bayi, mereka sibuk memilah milih barang yang akan mereka berikan untuk adik kecilnya yang baru lahir.

"Ini aja ya mas." Azzura menunjuk stroller berwarna orange cerah.
"Gak kegenjrengan warnanya yank?"
"Gak ah, bagus tahu mas. Warnanya netral kalau orange, jd gak masalah kalau nanti dipakai baby Maliq."
"Ok deh, aku manut."
Azzura memanggil karyawan toko perlengkapan bayi tersebut untuk membungkus stroller yang akan ia berikan untuk adik kecilnya, Abinaya Maliq Mukhtamar.

Setelah dibungkus rapi dan  membayarnya, mereka berdua melanjutkan perjalanan menuju sebuah restoran siap saji untuk sekedar mengisi perut, karena memang sudah memasuki waktu makan siang.

Tidak lama menunggu, makanan yang mereka pesan pun datang. Dua piring nasi lengkap dengan fried chicken dan soup kini sudah tersaji di meja.
Azzura dan Haidar yang sudah sama-sama lapar, tidak menunda waktu untuk melahap santapan makan siang mereka.
Dari meja ujung, tampak sepasang mata sedang memperhatikan gerak gerik Azzura juga Haidar.

Mata tajam seorang wanita, wanita itu memicingkan mata memperhatikan Haidar, ragu dengan sosok pria yang bersama wanita berkerudung itu adalah Haidar atau bukan.
Ia merasa pangling dengan penampilan wajahnya bersih dan lebih tampan.

"Yap aku yakin, dia Haidar. Haidarku, suamiku yang penurut dan rela melakukan apa saja agar bisa membuatku bahagia. Tampilannya sekarang lebih keren dan tampaknya berduit. Aku akan cari cara untuk kembali merebutnya, enak saja cewek gak tahu malu itu mau nikmatin hartanya Haidar, wong susahnya sama aku kok, udah tajir malah sama yang lain, ckck!"
Wanita muda yang duduk di sudut ruangan dekat pintu keluar itu, tidak lain adalah Arini.

Melihat Haidar yang sudah mapan dan keren, hasrat Arini untuk berpetualang dengan suami atau sudah jadi mantan suaminya itu kembali tumbuh.

Ia tidak rela, harta yang dimiliki oleh Haidar sekarang, harus dinikmati oleh wanita lain.

Bersambung #11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER