Suci menarik nafas, menghembuskannya dengan tenang sambil mengibas - ngibaskan telapak tangannya di wajah.
Suci berusaha keras agar keusilannya tidak dicurigai oleh Indra dan Riris.
Gaduh terdengar diruang tengah.
"Koq kayak ada yang gigit - gigit yaa.. aduh apaan sih ini?"
"Semut kali mas, coba cek pakian dalam kamu"
" Bukan sayang, aduh kayak ada yang nusuk - nusuk" Indra berbicara dengan nada meringis.
"Ya udah cepat buka dan lihat"
Terdengar pintu kamar dibuka. Suci segera mengambil air minum dan meminumnya. Suci masih belum keluar dari dapur masih berusaha menahan tawanya.
Setelah dirasa ia bisa mengendalikan diri ia keluar dapur dan langsung ke kamar dengan ekspresi datar, berakting seolah - olah tidak terjadi apa - apa.
Saat masuk kamar.
"Mas, kamu ngapain??" Riris memasang wajah heran sok - sok cemas melihat Indra meringis mengibas - ngibaskan kipas di area sensitifnya.
"Sakit ci.." Indra berkata dengan wajah meringis.
Hampir saja tawa Suci lepas, ia hanya menggigit bibir seolah - olah ikut merasakan sakit.
Haaa,, apa aku kebanyakan ya kasi durinya, tapi enggak aahh cuma dioles dikit aja. Suci berkata dalam hati.
"Kok bisa?" Kamu apain mas?"
"Aku gak ngapa-ngapain habis mandi tadi langsung begini.
"Udah mas lihat ada apa di "situ"?"
"Udah, tapi gak ada apa- apa, aku pikir semut. Cd juga udah diganti sama aku cuci juga itutu tapi masih aj sakit" terlihat keringat di dahi Indra.
Suci tersenyum tipis.
"Mas, kedokter aja ya, aku khawatir itu efek mas berhubungan dengan Riris, kan Riris banyak yang "makai", sebelum makin tambah parah lho mas" Suci berkata menakut - nakuti Indra.
"Iya aku kedokter aja dulu ya, kalau aku diam gak begitu sakit Ci, tapi kalau dibawa gerak rasanya ada yang nusuk - nusuk"
"Mas, pakai sarung aja dulu ya" belum Indra menjawab Suci segera mangambil sarung. Dibantunya Indra memasang sarung. Dipimpinnya Indra menuju keluar kamar.
"Mas, kamu kenapa?" Riris bertanya dengan wajah penuh keheranan.
"Aku mau kedokter dulu Ris"
"Kamu sakit mas?"
"Iya, ini sakitnya makin jadi" Indra berkata sambil menunjuk bagian terselubung ditubuhnya.
"Ya udah biar aku yang nyupir" Riris segera menuju mobil.
"Ris, bantuin ngapa pegang mas Indra. Main pergi aja. Calon bini kayak apa kamu!" Judes Suci memanggil Riris.
"Aku bingung tau liat mas Indra sakit"
"Halah, orang kalau gak tulus mencintai mah gak respek" Suci meledek Riris.
"Kamu tau gak sih aku ini bingung liat mas Indra sakit!!" Riris membentak Suci
"Udah!!!! Kenapa kalian jadi betengkar begini" Suci kamu dirumah aja nemanin anak - anak.
"Iya mas, hati - hati ya di jalan" Suci mencium Indra serta mengelus kening Indra.
Mobil melaju meninggalkan Suci yang masih berdiri dihalaman.
"Kasihan juga mas Indra. Tapiii aaahhh biarin aja. Sakitnya gak sesakit yang aku rasakan kok" suci berkata pada dirinya lalu melangkah masuk kedalam rumah.
***
Terdengar pintu rumah dibuka. Suci segera keluar dari kamar.
"Gimana mas, apa kata dokter"
"Masih observasi Ci, cuma dikasi obat sama antibiotik, kalau tiga hari gak membaik aku disuruh kesana lagi katanya" Indra berkata dengan lesu.
"Ris, coba kamu periksa juga kedokter, kali aja mas Indra sakit gara - gara ketularan virus dari kamu" Suci berkata dengan tenang.
"Maksud kamu!!!" Riris membentak Suci.
"Yaa gimana ya ngomongnya. Kamu kan gak steril beda sama aku cuma mas Indra aja yang pakai. Jadi mungkin mas Indra terjangkit virus berbahaya dari kamu"
"Sembarangan ya kamu kalau ngomong!" Riris berkata sambil melotot seolah - olah bola matanya mau melompat keluar.
"Lho, aku gak sembarangan koq. Jadi sekarang kamu pulang aja dulu. Besok kamu cek kedokter. Bawa hasil pemeriksaan kamu kesini buktikan kalau kamu memang bukan penyebab mas Indra sakit" suci melangkah menuju pintu dan mempersilahkan Riris keluar rumah.
Indra tak ada reaksi, hanya wajah yang pucat menahan sakit.
"Mas" Riris berkata meminta pembelaan Indra.
"Udah kamu pulang aja dulu. Aku juga mau minum obat setelah itu langsung Istirhat" secara tak langsung Indra juga mengusir Riris.
Suci menggerakkan tangannya mempersilahkan Riris keluar. Riris menyambar tasnya dan keluar rumah dengan wajah yang penuh amarah. Suci tersenyum kecil melihatnya.
" Mas, yuk masuk kamar. Istirahat dulu" Suci berkata dengan lembut kepada Indra.
Indra menuruti kata Suci. Berjalan seperti orang yang baru disunat dengan memegang bagian depan sarungnya.
Suci bergegas mengambil air dan menyuapkan Indra obat.
"Langsung Istirahat aja ya mas, semoga obatnya manjur, terus besok mas udah sehat" Suci mengecup kening Indra.
Tanpa Suci sadari Indra memandang Suci dengan tatapan teduh. Mungkin hatinya tersentuh dengan hal yang Suci lakukan.
Segera Suci mengelon anak - anaknya untuk tidur. Tak lama Suci pun ikut tertidur. Indra mengubah posisinya. Mengelus kening Suci membetulkan anak rambut Suci yang berantakan. Ditatapnya wajah Suci yang telah tertidur pulas, lalu kemudian menatap wajah anak - anaknya, tak lama Indra pun terlelap.
***
Esok paginya Indra terbangun saat hidung nya mencium aroma masakan yang menggoda.
Saat ia hendak bangun, Indra langsung meringis kesakitan.
"Ciiiii!!" Teriak ia memanggil Suci
Suci pun tergopoh - gopoh menuju kamar.
"Iya mas?"
" Masih sakit"
" Iya nanti minum obat lagi ya, aku buat sarapan dulu" Suci melanjutkan aktifitas memasaknya.
Tak lama Suci masuk ke kamar dengan membawa semangkok bubur. Ia menyuapi Indra dengan sabar. Setelah itu menyuapi Indra obat.
"Mas Istirihat dulu, aku mau lanjut ngurusin anak - anak makan juga mandi"
Indra hanya mengangguk dan langsung berbaring sambil meringis.
Suci menutup pintu kamar, cengingisan ia melangkah menuju dapur untuk menyimpan mangkok sisa Indra sarapan.
***
Siangnya kembali Suci menyuapi Indra makanan dan juga obat. Saat Suci meninggalkan kamar Indra langsung sibuk dengan ponselnya.
Diluar kamar Suci pun menatap ponselnya.
**Mas, aku lagi disalon. Transfer dong kerekening aku. Sebentar lagi aku selesai nyalon nih***
**Iya, ntar aku transfer ya**
**Sekarang**
**Iya aku transfer**
**Jangan enggak lho yaa, ntar aku bayar pakai apa?**
**Iya sayangku, muach -muach**
Bergidik Suci membaca pesan mereka diponselnya. Segera ia ke ruang kerja Indra. Menyalakan komputer dan sibuk sendiri.
"Ciiii!!" Kembali Indra memanggil Suci
Suci buru - buru nematikan komputer dan menuju kamar.
"Ada apa mas?"
"Pergi ke atm terdekat sekarang, transfer Riris uang dua juta, ini no.rekening Riris, m.banking aku lagi error"
Siapa lagi kalau bukan Suci yang buat error m.banking Indra.
"Oiya, bukti transfernya jangan lupa kamu kasikan ke aku juga nanti"
Indra menyuruh Suci tanpa bertanya apakah Suci bersedia atau tidak. Perih hati Suci mendapat perlakuan dari Indra. Dia sendiri saja tak pernah kesalon.jangankan kesalon. Membeli make up saja tak pernah selama ia menikah dengan Indra. Hanya bedak baby yang menemaninya kala keluar rumah.
Setelah keluar kamar Suci duduk menangis diruang tamu. Kenapa mesti sesakit ini rasa yang ia rasakan untuk mempertahankan rumah tangganya. Keyakinan nya begitu kuat, bahwa ia bisa mempertahankan rumah tangganya, itu yang membuat Suci masih bertahan.
Ia kembali ke ruang kerja Indra. Tak lama ia keluar menuju atm.
Tak butuh waktu lama Suci ke atm. Begitu pulang ia menyerahkan atm beserta bukti transfer kepada Indra tanpa berkata apa - apa Suci keluar kamar, menghibur hatinya dengan bermain bersama anak - anak.
Tak lama Indra memanggilnya lagi.
"Ci, kok transfernya belum nyampe ke Riris"
"Mana aku tau mas, itu bukti transfer kan udah aku kasi" Suci menjawab lemah pertanyaan Indra lalu keluar kamar.
Bagaimana mau sampai, kalau itu semua Ulah kepintaran suci dibidang IT dan bisa dibayangkan paniknya Riris gimana ia membayar biaya jasa salon nya.
Terdengar Indra menelpon operator bank. Tetap saja laporannya Sudah terkirim, Suci tersenyum kecut mendengar kepanikan Indra menelpon dan mendapat jawaban dari operator.
Lagi - lagi itu semua adalah hasil dari kepiawaian Suci dibidang hacker, Indra tak mengetahui bahwa uangnya telah berpindah ke tangan Suci.
Tak lama terdengar Indra menelpon Riris, meminta Riris meminjam uang terlebih dahulu kepada temannya.
"Mas, seandainya engkau memperlakukan ku sama seperti kau memperlakukan Riris, aku Istrimu mas" menetes air mata Suci, begitu perih terasa dihati.
***
Terdengar pintu rumah di ketuk. Suci melengkah membuka pintu.
"Aaahhhh si nenek gerondong datang lagi" Susi mendengus dalam hati.
Tanpa mengucapkan salam Riris masuk kerumah dan menuju kekamar Suci, bergegas Suci menghadang Riris.
"Kamu tunggu saja di depan. Buar mas Indra yang keluar"
"Aku mau menemui mas Indra" ngeyel Riris berkata.
"Tunggu saja diluar"
"Kamu kenapa sih?!"
"Kamar ini wilayah ku, tidak boleh sembarangan orang masuk" Suci berkata dengan mata melotot.
"Nanti juga akan jadi kamar ku" Riris menjawab lalu berbalik badan menuju kursi depan.
"Yakin banget tuh orang" hati Suci berkata dengan senyum dibibirnya.
Dipimpinnya Indra keluar menemui selingkuhannya.
"Mana hasil dokter?" Suci bicara menantang.
"Apaan sih! Merusak suasana aja"
"Dari pada kamu merusak aset mas Indra!" Sucipun berlalu meninggalkan mereka berdua. Membiarkan mereka mengumpulkan dosa, kan mereka yang dosa Buka Suci. Begitu pikir Suci.
"Mas tega banget, aku sampai pinjam uang ke Ita" Riris berkata dengan nada manja.
"Nih kamu lihat sendiri, bukti transfernya berhasil koq masak sih gak sampai ke kamu. Udah kamu cek betul - betul?" Indra menunjukkan bukti transfer ke Riris,
"Lalu uangnya kemana? Kalau ada terkirim ngapain juga aku pinjam uang ke Ita, kan jadi jatuh gengsi aku di depan Ita" Riris berkata sambil memonyongkan bibirnya.
"Lah ini terkirim lho buktinya ada"
"Teruss?? Mas nyangka aku bohong gitu??" Nada pertanyaan Riris meninggi.
"Aku gak nuduh, cuma kok aneh, operator bilang memang udah terkirim kok"
"Tapi gak ada ini mas, lagian ngapain juga aku bohong" Riris merajuk dan mulailah Indra berusaha keras membujuk Riris. Suci yang mendengar percakapan mereka dari ruang tengah hanya bisa tersenyum kecut.
***
Hanya lima hari Indra sakit dan tak merubah sikapnya. Setelah sehat Indra kembali sibuk keluar terus bersama Riris. Masih saja Indra tergila - gila dengan Riris, padahal selama sakit tak sedikitpun Riris perhatian kepada Indra.
Saat malam tiba Indra dan Riris datang. Riris membawa banyak kantong belanjaan. Isinya maianan untuk Buya dan Haikal.
Haikal dan Buya berebut lalu asik bermain.
"Ci,, ada yang mau aku bicarakan" Indra memanggilnya keruang tamu menjauh dari anak - anak.
Disamping Indra duduk Riris dengan wajah yang penuh senyuman.
Suci sengaja duduk menjauh dari Indra.
"Cii..."
Suci hanya memandang wajah Indra dengan datar.
"Kita Cerai" begitu kata Indra.
Suci masih memasang wajah datar tanpa kata. Ada rasa lega dan ringan yang terasa dihatinya. Tapi Cinta nya kepada Indra membuat sebagian hatinya menolak perkataan Indra.
"Akan aku urus semuanya, sebelum adanya keputusan status yang jelas, kamu dan anak - anak masih bisa tinggal dirumah ini sampai keputusan pengadilan menyatakan kita sah berpisah dan hak asuh anak sepenuhnya aku serahkan ke kamu" ringan sekali Indra berkata, seolah - olah perjalanan rumah tangganya selama bertahun - tahun tiada makna dihidupnya.
Suci tersenyum memandang mereka berdua. Pantang bagi Suci menumpahkan air mata penderitaan didepan para penghianat.
"Baiklah jika itu keputusannya telah jelas, aku bersedia" tegas Suci berkata kepada Indra.
"Mulai malam ini aku tidak tinggal disini lagi" Indra berkata.
"Baiklah mas" hanya itu kata yang keluar dari bibir Suci. Sementara Riris tersenyum penuh arti kemenangan.
Tak lama Indra berpamitan kepada Buya dan Haikal. Para anak kecil yang belum mengetahui arti kepamitan papanya malam ini.
Tak lama terdengar suara mobil menjauh. Suci menutup pintu rumah. Bersandar di daun pintu.
"Mas, selagi belum ada keputusan jelas, aku masih tetap mempertahankanmu mas" posisi Suci yang semula berdiri berlahan mulai terduduk. Ia menangis seorang diri. Sungguh kesakitan batin yang luar biasa dirasakannya. Ingin rasanya ia menangis meraung tapi bagaimana dengan Buya dan Haikal?
==========
Suci menutup pintu setelah Indra pergi. Bersandar ia didaun pintu. Posisi yang semula berdiri berlahan terduduk. Suci menangis, merasakan luka di bathin bagai terhunus beribu - ribu tombak. Sesak. Sesak dada Suci, sakit yang tak tertahankan. Ingin rasanya Suci menangis berteriak mengeluarkan sesak di dada.
Suci tertunduk berlutut.
"Mama,," terdengar suara buya. Suci mengangkat kepalanya. Terlihat Buya telah berdiri didepan Suci bersama Haikal. Ingin rasanya Suci memeluk Buya dan Haikal lalu menangis. Tapi.... Aaahhhh melihat wajah mereka tak bisa Suci menumpahkan air mata penderitaan depan mereka. Mereka lah pelipur lara. Tak pantas Suci menangisi Indra si brengsek didepan mahluk terlucu didunia Buya dan Haikal.
Suci menyela air matanya. Tersenyum kepada Buya dan Haikal. Dipeluknya mereka berdua. Lalu Suci menggosokan wajahnya di perut kedua buah hatinya. Seketika Buya dan Haikal tertawa terpingkal - pingkal.
Suci menuntun Buya dan Haikal main diruang tengah lalu Suci mengambil ponselnya.
"Hallo sur, ini aku Suci"
"Iya Ci, ada apa? Aku gak mimpikan? Ini benaran Suci prameswari luna maya berkaca mata???"
" Iya Sur, ini aku... hahahaha mulai dech ngejek terus ya... tapi aku mau minta tolong nih Sur. To the poin aja lah ya. Aku mau minta tolong untuk mengurus proses perceraianku dan mas Indra"
"Serius kamu Ci???"
"Iya sur..."
"Kamu kan cinta mati sama Indra, ada masalah apa ci"
"Besok kamu kerumah aku ya, aku jelasin semuanya"
"Kamu kirimkan aja alamatnya, besok pagi aku langsung kerumah kamu"
"Oke Sur, makasih banyak ya, kamu masih mau bantu aku"
"Tentulah Ci, walaupun bebebrapa tahun ini kamu bagaikan ditelan bumi, gak pernah lagi gabung sama kita - kita"
"Maaf Sur, aku baru menyadari kebodohanku"
"Siapa yang bilang kamu bodoh Ci??"
Suci menangis,,
"Ciii,," terdengar suara dari sebrang sana memanggil
"Maaf sur, besok aja aku cerita ya"
"Oke kamu istirhat dulu, kamu tenangin hati kamu biar besok bisa jelasin ke akunya dengan sejelas mungkin"
"Makasih banyak Sur"
"Iya Ci,, sama - sama"
Suci menutup telponnya.
Suci menelpon Surya teman lamanya yang saat ini bekerja sebagai lawyer. Meminta bantuan mengurus perceraiannya dengan Indra.
***
Tok...tok...tok... Terdengar pintu rumah diketuk. Suci membuka pintu.
"Sur..." Berlinang air mata Suci melihat teman akrabnya dulu ada di depan mata.
Surya tersenyum melihat Suci.
"Boleh aku masuk Ci, kamu jangan nangis didepan pintu"
Suci segera mempersilahkan Surya masuk.
Bercerita Suci semua masalahnya kepada Surya agar Surya bisa mencari jalan untuk menyelesaikan pernikahannya.
"Kamu yakin?" Surya berkata lagi. Surya sangat mengenal Suci. Surya tahu Suci bukan tipe wanita yang mudah jatuh Cinta. Tapi sekali mencintai ia akan rela berkorban apapun.
Indra adalah pria pertama yang Suci cintai.
"Aku masih cinta Sur sama mas Indra"
"Cin, sadarlah. Setelah mendengar ceritamu, Indra tak pantas untuk kau perjuangkan. Saatnya kau berjuang untuk anak - anakmu" Surya menasehati sahabatnya.
"Buka matamu Ci, kamu masih muda. Raih kesuksesanmu Ci"
"Iya Sur, aku yakin aku bisa bangkit Sur" Suci menyela air matanya"
Ia masuk kekamar dan kembali membawa lembaran - lembaran kertas, lalu menyerahkannya kepada Surya.
Surya melihat lembaran kertas yang Suci serahkan.
"Kamu cerdas Ci" tersenyum Surya memandang lembaran kertas yang diberikan Suci.
"Aku pastikan semua proses akan lancar, kamu tidak perlu hadir di persidangan. Cukup aku kasi kabar bagaimana prosesnya. Kamu fokus saja dengan masa depanmu juga anak - anakmu"
"Terima kasih Sur, aku juga pernah menghubungi bu Dewi pimpinan tempat aku kemarin bekerja. Ia siap menerima aku kapanpun aku siap bekerja"
"Naaaaahhhh, piiinteerr. oke mulai sekarang kamu jalanin rencana kamu kedepan. Lupakan Indra"
"Baiklah Sur, terima kasih banyak kawan"
Lalu mereka mengobrol santai mengenang masa - masa pertemanan yang sempat terlupakan oleh Suci. Tawa selalu tergambar diwajah Suci. Iya Suci mulai bangkit dari keterpurukannya.
***
Setelah Surya pulang, Suci menghubungi orang tuanya. Tanpa air mata Suci memeberi kabar kepada orang tuanya. Berusaha tidak membuat kedua orang tuanya sedih dengan kabar pernikahan anaknya.
"Bu, bisa minta tolong, si Uwi kan belum kerja aku bawa ke sini bisa gak ya, buat jagain anak - anak"
"Iya Ci, nanti ibu kasi kabar, berarti ibu langsung kerumah Uwi dulu ya. Naakk kamu yang tegar ya disana. Doa ibu selalu buat kamu Ci"
Hampir saja Suci menangis mendengar kata - kata ibunya, segera ia mengendalikan diri.
"Iya bu, kalau uwi setuju aku transfer Uwi biaya Perjalanan kesini bu"
"Iya nak, langsung ibu kabari"
Telepon pun terputus.
Selang beberapa jam ibu Suci memberi kabar bahwa saudaranya Uwi bisa membantu Suci menjaga Buya dan Haikal. Suci pun menstransfer ibunya dari uang yang ia peroleh kala menyadap atm Indra.
***
Esoknya Uwi telah datang, Suci pun bersiap untuk pergi. Dengan mengenakan baju kantor lamanya, ia turun menuju tempat ia bekerja sebelum menikah dengan Indra.
Tok...tok..tok...
Suci mengetuk pintu ruangan atasannya.
"Masuk" terdengar suara dari dalam
"Ya ampuuuunnn Suci!" Wanita separuh baya bergegas menghampiri Suci dan memeluknya.
"Apa kabar Ci?"
"Baik bu. Bu beberapa minggu yang lalu Suci menelpon ibu. Apa masih ada kesempatan Suci bekerja bu?" (ada di Part 4 saat semangat Suci bekobar setelah menelpon seseorang, seseorang itu adalah mantan atasan Suci bu Dewi)
"Tentu lah Ci, kamu kan berhentikan kerja bukan karena kasus jelek, kami dengan tangan terbuka menerima kamu kembali Ci. Kualitas kerja kamu yang sudah tidak diragukan lagi, dan saya sudah menyiapkan posisi khusus buat kamu begitu kamu menghubungi saya kemarin" kata bu Dewi
"Bu, saya diterima kerja kembali saja sudah senang bu"
"Kamu mau tau posisi apa yang saya berikan?"
"Apa bu?"
"Kepala bagian di divisi network engineer"
Mata suci terbelalak kaget. Baru kembali melamar kerja langsung menjadi kepala Divisi.
" Bu, apa ini gak berlebihan?"
"Kenapa??? Perusahaan ini besar Ci, bertaraf internasional butuh orang - orang yang terampil dan bisa dipercaya, saya kenal kamu dan Saya percaya dengan kamu, dan gaji kamu sebulan saya beri dua puluh lima juta, cukup gak Ci?
Suci seketika menangis, ia tak menyangka kejutan tuhan untuknya begitu Indah. Begitu indah balasan dari tuhan atas kesabarannya selama ini.
"Sebenarnya saya kemarin keberatan saat kamu mengundurkan diri, tapi mau bagaimana jika seorang suami sudah meminta" pelan bu Dewi berkata kepada Suci.
"Dan kamu kembali tentu saja saya langsung terima tanpa pikir panjang, posisi ini sudah lama saya siapkan untuk kamu saat kamu belum mengundurkan diri"
"Bu, terima kasih banyak bu"
"Sama - sama Ci, mulailah bekerja besok dan selamat bergabung kembali diperusahaan kami" bu Dewi menjabat tangan Suci.
"Terima kasih bu, saya pamit. Besok saya akan kembali bekerja"
Suci melangkahkan kaki menuju keluar ruangan. Tiba - tiba bu Dewi memanggil kembali.
"Ci, ini ada beberapa, singgahlah dulu ke toko pakaian untuk membeli perlengkapan kerjamu" bu Dewi menyerahkan amplop kepada Suci.
"Terima kasih banyak bu" tak bisa Suci ungkapkan kebahagiannya kala itu, hanya tubuh yang membungkuk beberpa kali memberikan hormat seraya mengucapkan terima kasih kepada atasannya yang sangat baik.
***
Suci melangkah menuju mall terdekat sebelum pulang kerumah. Ia menatap toko pakaian di hadapannya. Akhirnya ia bisa membeli pakaian di mall setelah beberapa tahun sebagai Istri manajer ia hanya beli pakaian di pasar tradisional. Itupun setahun sekali. Menyedihkan bukan untuk seorang istri manajer.
"Mbak, saya minta bantu untuk memilihkan beberapa pakaian kerja yang stylis ya mbak" suci berkata kepada spg toko.
Spg toko sibuk memilih pakaian yang pas buat Suci.
"Mbak, coba buka kaca matanya? Pasti makin modis, pakai soft lens aja mbak" saran spg toko. Suci hanya tersenyum.
Lalu Suci sibuk berganti - ganti pakaian, memilih mana yang cocok. Suci sangat menikmatinya proses membeli pakaian kantornya, setelah puluhan purnama ia terkekang oleh cintanya kepada Indra.
Ia keluar toko dengan menenteng beberapa tas berisi pakaian. Tak lupa ia singgah ke toko lain untuk membelikan Buya dan Haikal oleh - oleh.
***
Tak terasa tiga minggu sudah Suci bekerja. Ia bisa melupakan sakit hatinya ditinggal oleh Indra.
Ponsel Suci berdering.
"Ci, istirhat kerja bisa ketemu sebentar?" Surya menelpon Suci.
"Bisa Sur"
"Oke di cafe kantor kamu aja ya"
"Oke aku tunggu ya"
Telepon pun terputus.
Siangnya.
"Ci,,"
"Iya Sur, gimana kabar proses perceraian ku?"
"Udah Ci, kamu dan indra udah resmi bercerai, hanya sekali sidang aja. Proses yang alot sekali. Tapi hakim berpihak pada kita berkat bukti - bukti yang kamu berikan"
"Iya Sur, terima kasih bantuannya"
"Ci, kamu gak papa kan?"
"Aku baik - baik aja Sur"
"Kamu tau gak Ci, si Indra kaget luar biasa dengan Surat pernyataan yang ia tanda tangani. Ia bersikeras kalau tidak ada bertanda tangan di Surat itu"
"Iya Indra memang tak menyadarinya" Suci berkata"
"Tapi cap jempol tangan Indra makin menguatkan Surat pernyataan itu. Syukurlah Ci kamu bertindak cepat. Setidaknya anak - anakmu mendapatkan hak dari papanya" Surya menjelaskan kepada Suci.
"Foto syur Indra dengan Riris juga isi pesan mereka yang kamu cetak bahwa Riris telah hamil sangat mendukung proses persidangan hanya dilakukan satu kali dan hakim berpihak kepada kita" Surya menjelaskan dengan semangat kemenangan.
"Tapi aku gak jahat kan Sur, hanya menyisakan tiga puluh persen gajinya untuk Indra pribadi dan tujuh puluh persen untuk anak - anaknya"
"Sangat cerdas kamu Ci, Surat pernyataan yang kamu buat sedetail mungkin, jika nanti Indra tak memberi penghasilan nya kepada anak - anak seperti isi surat pernyataan itu. Indra bisa kita permasalahkan ke proses hukum"
"Pasti Riris sangat syok ya Sur, hahahahaha apakah Riris masih mau bersama Indra setelah semua hartanya berpindah ke anak - anak"
"Kita tunggu saja Ci, intinya kamu waspada aja. Aku takut Indra menghalalkan berbagai cara demi mengambil kembali hartanya"
"Iya Sur, aku juga berencana pindah. Biarlah rumah itu aku kontrakin aja, untuk biaya pendidikan anak - anak. Kalau Buya udah cukup umur aku pindah namakan ke Buya rumah berserta tanahnya"
"Smart kamu Ci"
"Iya laaahhh, Suci gitu lho"
Mereka pun tertawa bersama. Walau ada guratan kesedihan dihati Suci, tapi ia berusaha menepisnya.
"Hanya itu yang aku sampaikan"
"Iya Sur terima kasih"
"Oke Ci,, kamu yang tabah ya"
"Pastilaaahhh" suci berkata dengan senyuman lebar.
"Oke aku pamit dulu" Surya berlalu meninggalkan Suci yang masih duduk di kantin dengan beribu perasaan yang tak bisa dijelaskan. Ia menarik nafas panjang beberapa kali. Lalu melangkah menuju kantornya.
***
Kala sore waktu nya Suci pulang. Saat ia memasuki halaman rumah, terlihat Indra bersama Riris mengetuk pintu rumahnya.
Jantung Suci berdegub kencang.
"Mas, aku rindu kamu mas" berbisik hati Suci saat melihat Indra.
"Ayoooo Ciii, kamu bisa!!!" Ia menyemangati dirinya.
"Ada apa datang kemari?" Suci berkata kepada Indra.
Indra membalikan badan mencari Suara yang memanggilnya dari belakang.
"Suu,, suci" terbata ia memandang Suci dengan wajah keget juga kagum.
Bagaimana Indra tidak kagum, penampilan Suci yang sangat jauh berbeda. Baju kantor yang modis, sepatu high heel, rambut terurai, make up sempurna juga tanpa kacamata tebal yang biasa Suci pakai.
"Mas!!!" Riris menepuk pundak Indra dengan kasar.
"Apa sih!! Sakit tau!!" Kasar Indra berkata kepada Riris.
"Suci! Ada yang mau kami bahas dengan kamu!" Riris berkata.
"Baiklah, silahkan masuk jangan diluar malu sama tetangga" Suci masih saja bersikap manis kepada mereka.
"Ada apa?" Suci berkata setelah mereka duduk dikursi.
"Aku mau kamu kembalikan semua harta mas Indra. Mas Indra tidak ada membuat surat pernyataan itu ya Ci!!" Riris berkata dengan berapi - api.
"Kata siapa?" Suci menjawab.
"Mas Indra bilang ke aku itu surat pernyataan palsu. Bagaimana mungkin mas Indra menyerahkan semua hartanya dan hanya menyisakan tiga puluh persen gajinya untuk ia sendiri, aku sangat mengenal mas Indra. Ini pasti akal - akalan kamu kan Ci!!"
"Mas, kok kamu bohong sama Riris?? kan kamu, mas yang buat surat pernyatan itu. Kamu bilang kamu sayang sama aku dan anak - anak. Kamu gak mau aku dan anak - anakmu terlantar. Kamu juga yang meminta aku sabar sampai mas bisa melepaskan Riris" Suci berkata dengan wajah manja kepada Indra. ( Masih ingat saat Suci memberi obat tidur dan meminta tanda tangan indra? Itu bukan surat dari pak Rt ya,, tapi surat pernyataan pengalihan harta)
"Gak mungkin!!!" Riris berteriak
"Riss,, jangan teriak - teriak. Gak sakit apa tenggorokan kamu?" Suci mengejek Riris.
"Mas, coba dech kamu ngomong sama Riris, masak dari tadi diam aja mandangin aku. Aku kan jadi malu mas" tersenyum centil Suci memandang Indra.
Bersambung #5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel