(side-a)
“Wajahmu kenapa Nad? Kaya habis digebukin begal?”
Nadia Kasih Ayunda belum menjawab pertanyaan Nurfadilla Basri yang sudah dilontarkan tiga kali.
Nadia hanya duduk sambil tertunduk, matanya kembali beriak mengingat kejadian semalam, sungguh menakutkan baginya melihat aksi brutal Riska.
“Nadia kamu kenapa sayang?” tante Anita menghampiri Nadia dan duduk disampingnya.
Tiba-tiba tangis Nadia pecah lalu memeluk Anita.
Anita dan Adilla berpandangan dengan mata diliputi keheranan.
Setahu Adilla kemarin Nadia pulang kerja sama pak bosnya, apa mungkin pak Rey yang membuat Nadia seperti itu?
Dengan lembut Anita mengusap punggung Nadia dan membiarkan gadis itu terpuaskan dulu menangisnya.
Tak berapa lama tangis Nadia mulai reda.
“Ceritalah sayang ada apa? siapa tahu tante sama Adilla bisa bantu kamu.”
“Iya Nad, kamu kenapa? apa pak Rey yang melakukan ini?”
Nadia menggeleng.
“Lalu..?”
“Riska.”
“Apa? Nenek lampir itu! kenapa dia bisa melakukan ini sama kamu Nad?”
Dengan terbata-bata Nadia menceritakan setiap kejadiannya hingga peristiwa semalam.
“Astaghfirullah’aladzim, gemes aku sama si Lampir tuh, ga punya perasaan banget.”
“Trus sekarang kamu gimana Nad?” tanya Anita dengan rasa iba.
“Hari ini aku ngga kerja, aku tidak mau pak Rey melihat kondisiku seperti ini.”
“Aku akan bicara sama Pak Rey atas kelakuan si Riska itu Nad.”
“Jangan! Riska orangnya berbahaya, dia sangat nekad aku tidak mau terjadi sesuatu sama kalian, aku mohon jangan bilang sama pak Rey.’
“Baiklah terserah kamu saja Nad.”
“Aku mau pulang ke Bandung.”
“Maksud kamu mau keluar kerja?”
“Mungkin.”
“Kamu yakin Nad?”
“Iya tante.”
“Kamu baru berapa bulan disini Nad, kok sudah mau keluar!” ujar Adilla memendam kesedihan.
“Aku ga mau kejadian seperti ini lagi Dill, aku trauma.”
“Kamu akan kehilangan pak Rey yang baru saja menyatakan cintanya sama kamu.”
Air mata Nadia mengalir deras.
“Jikapun nanti aku sama Rey jodoh, jarak sejauh apapun pasti ditempuh, apa lagi Bandung jarak yang cukup dekat.”
Anita dan Adilla hanya bisa menarik nafas, mereka berdua benar-benar merasakan trauma yang dialami Nadia. Gadis itu sangat terguncang.
“Aku ganti baju dulu ya Nad, bentar lagi Robby jemput aku.”
“Iya Dill, tolong jangan kasih tahu pak Rey tentang ini, dan jangan kasih tau pula aku ada disini.”
“Kamu tenang saja Nad, kamu istirahat saja disini.”
“Makasih ya Dill.”
Adilla beranjak ke kamar setelah mengiyakan perkataan Nadia.
***
Reyhand melangkah cepat begitu turun dari mobil, menuju area tempat Nadia Kasih Ayunda dan Nurfadilla seperti biasa melakukan pekerjaannya.
Tangan Rey tak henti mengotak atik ponselnya.
Begitu tiba ditempat yang dituju mata Reyhand langsung mencari sosok gadis yang membuat malamnya tak bisa tidur, apa lagi janji pagi ini akan menjemputnya ternyata mendapati kostannya kosong terkunci.
Hatinya semakin gelisah saat ponsel yang dituju berapa puluh kalipun dihubungi selalu operator yang menjawab.
“Kenapa nomornya tidak aktif terus?” gumam Rey mulai cemas.
Reyhand sedikit lega begitu melihat Adilla.
“Pagi pak Rey.” Sapa Adilla agak deg-degan melihat kecemasan di wajah Reyhand.
“Iya pagi juga, Nadia mana?”
Adilla pura-pura pasang wajah bingung sambil mengernyitkan dahi. “Lho saya pikir Nadia sudah pergi duluan pak, soalnya kostannya kosong dikunci.”
“Astaghfirullah dimana kamu sayang.” desis Reyhan, dan terdengar di telinga Adilla, membuat Adilla merasa kasihan.
“Maafkan saya pak Rey.” bisik hati Adilla.
“Ditelpon saja pak!”
“Tadi saya jemput ke tempatnya sudah tidak ada, telponpun tidak aktif, sudah berkali-kali di telpon masih belum aktif juga.”
“Aduh, Nadia kemana ya?” celetuk Adilla sambil melirik iba wajah Rey yang terlihat semakin bingung.
“Maaf pak saya permisi mau ganti seragam.”
“Iya silahkan, Adilla jika nanti Nadia datang suruh ke ruangan saya.”
“I-iya pak.” jawab Adilla gugup sambil melangkah pergi.
***
“Brengsek elo Johan brengseek!”
Riska meninju dada Johan sambil berlinang air mata.
“Riska, maafkan gue, gue akan tanggung jawab semuanya.”
“Tanggung jawab apa lo? Elo udah hancurin hidup gue, gue jijik sama elo tau ga!”
Riska semakin terisak sambil berlari ke luar apartemen milik Johan. Semalam dia dibawa ke tempat ini dalam keadaan mabuk, dan dalam keadaan dirinya tidak sadar Johan telah menodainya.
Johan mengejar Riska hingga sampai ke parkiran tempat mobilnya berada.
Johan mencekal tangan Riska sebelum masuk ke mobil.
“Maafin gue Ris, tolong dengerin gue!”
“Gue ga mau denger apa-apa lagi Johan, elo udah hancurin hidup gue, bagaimana gue ngomong sama Rey?”
“Berhenti menyebut nama Rey. Dia ga cinta sama elo Ris, tolong dengar sekali ini saja, menikahlah sama gue. Gue akan mempertanggung jawabkan perbuatan gue.”
Johan menarik Riska dalam pelukkannya dan menangis terisak di dadanya.
Tanpa mereka sadari dua pasang mata sedang memperhatikan aksi mereka, dengan pandangan tidak percaya.
==========
(side-b)
Kendaraan yang ditumpangi Prasetya dan Amanda serta cucu tersayangnya Zara Sheinafia terjebak macet parah.
Orang tua Reyhand akan menghadiri undangan makan siang dari orang tuanya Riska, sekaligus untuk membicarakan kelanjutan perjodohan putra putri mereka.
Didalam kemacetan inilah mereka menyaksikan sebuah kejadian yang sulit diterima kenyataanya oleh orang tua Reyhand terutama Amanda yang terobsesi ingin merubah Riska untuk lebih baik buat putra kesayangannya.
Aksi peluk dan cium yang dilakukan Johan dan Riska membuat Amanda benar-benar shock.
“Astgahfirullah, mamih ga salah lihat kan pih? Itu beneran Riska?”
“Iya mih itu Riska, calon menantu kita,” ujar Prasetya ada nada menyindir dari bicaranya.
“Ahk papih, udah tahu seperti itu bagaimana mamih bisa menyebutnya calon menantu.”
“Benar apa yang dikatakan putri kita, Riska wanita yang liar tidak pantas buat Reyhand, mamih ga percaya sih, sekarang mamih lihat sendiri buktinya kan!”
“Iya, iya mamih memang salah menilai Riska. ya Alloh keterlaluan sekali itu anak, mamih ngga nyangka Riska benar-benar seperti itu. Trus kita gimana pih kan mau ke rumah Alda untuk membicarakan perjodohan mereka?”
“Kita tetap kesana untuk menghargai undangan makan siangnya, masalah perjodohan kita bicarakan disana.”
“Ya sudah.”
“Omah jangan lupa nanti ke tempat papih Rey, Zara sudah kangen sama tante Nadia.” cetus gadis cilik yang duduk di jok belakang sambil memainkan bonekanya.
“Iya cucu omah sayang, nanti kita kesana omah juga pingin tau kaya gimana sih tante Nadia yang sering Zara ceritain.”
“Pokonya tante Nadia orangnya baaiiik dan sama seperti Zara suka makan es cream.”
“Oh iya?”
Zara mengangguk yakin, kemudian kembali fokus ke permainan bonekanya.
***
Sudah hampir menjelang makan siang Reyhand belum juga melihat gadis yang dirindukannya.
Matanya tak luput dari laptop dimana layarnya mengarah ke satu area, tempat ia sering memperhatikan aktifitas gadisnya secara diam-diam. “Nadia kamu dimana?”
Sehari tidak bertemu Nadia membuat Reyhand merasa frustasi.
Dia berusaha terus menghubungi lewat telpon tapi tetap tidak aktif. Rey mengusap mukanya dengan kasar.
Dengan kegelisahan yang memuncak Reyhand pergi ke luar berniat untuk kembali mencari Nadia ke rumah kostnya.
***
Suara ketukan di pintu rumah kost Nadia Kasih Ayunda mengalihkan perhatiannya dari kegiatan berbenah memasukkan baju ke dalam tas.
Niatnya sudah bulat hari ini hendak pulang ke Bandung. Kerinduannya pada orang tua yang baru beberapa bulan ditinggalkan menjadi prioritas kepulangannya di samping ingin melupakan Reyhand.
Demi keselamatan dirinya juga berlanjutnya perjodohan Rey dan Riska. Nadia ikhlas mengubur cintanya bersama Rey yang baru sehari mereka ikrarkan, meski cinta ini sudah lama tumbuh namun baru terkuak.
“Assalamualaikum, Nadia.”
Suara yang mengucapkan salam dan memanggil namanya membuat Nadia menghentikan tangannya untuk menyentuh kunci pintu, perlahan tangannya diturunkan.
Dengan badan sedikit bergetar bibirnya ia gigit agar tidak menimbulkan suara isak yang mulai melandanya.
Hatinya mulai meracau antara temui atau tidak sosok yang berdiri dibalik pintu itu. Kejadian dan ancaman Riska kembali berkelebat dalam fikirannya.
“Rey, maafkan aku. Aku tidak bisa menemuimu.”
Ketukan itu telah berhenti, Rey sepertinya sudah menyerah untuk mengetuk. karena si pemilik rumah tak juga menampakkan dirinya untuk sekedar menyapa hati si pemuda yang semakin gelisah.
Nadia mengintip kecil dibalik gorden terlihat Reyhand berjalan lesu menghampiri mobilnya, lalu pergi meninggalkan jerit tangis tertahan dari Nadia yang tidak Rey ketahui.
***
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumssalam, alhamdulilah akhirnya Mas Pras dan Mbak Manda tiba juga.”
“Maaf, Dik Alda, kami sedikit terlambat karena macet yang sangat parah,” ujar Amanda sambil memeluk Alda.
“Tidak apa-apa, yang penting kalian sudah datang dengan selamat, macet di Jakarta itu sudah biasa,” balas Handoko sambil mengapit Prasetya untuk segera duduk.
“Ayo duduk dulu Mbak Manda, oh iya Zara sayang Omah Alda udah siapkan tempat bermain di halaman belakang biar Zara tidak bosan disini ya sayang?”
“Iya, Omah Alda.”
“Mbok, ajak Zara kesana ya!”
“Baik Bu. Ayo Dek, ikut Mbok.”
“Iya sayang jangan nakal ya?” ujar Amanda.
Gadis cilik bernama Zara Sheinafia itu mengangguk lalu pergi mengikuti si Mbok.
“Berhubung sudah siang bagaimana kalau kita langsung makan siang saja, baru kita bicara tujuan kita,” ucap Handoko.
“Kami mengikuti apa kata tuan rumah saja, bukan begitu, Pih?”
“Hehe, boleh juga begitu dik Handoko.”
“Oh iya ngomong-ngomong Riska mana, Dik Alda?”
Amanda pura-pura bertanya untuk mengetahui jawaban Alda atas pertanyaan yang memancing keberadaan Riska.
Bersambung #16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel