(side-a)
“Pokoknya cari Nadia sampai ketemu, kalau perlu cari alamat rumahnya, datangi orang tuanya utarakan niat baik kamu sebelum gadismu diambil orang”
Perkataan papahnya tadi sebelum pulang terus terngiang ditelinga Reyhand, seolah memberi harapan dan kekuatan baginya agar terus perjuang untuk memiliki Nadia seutuhnya.
“Aku akan terus mencarimu Nadia, entah apa alasanmu meninggalkanku tanpa kabar, aku tidak akan pernah menyerah.”
Gumam Reyhand.
***
Mata Nadia Kasih Ayunda menerawang jauh keluar jendela, dimana ia duduk disalah satu kursi dalam gerbong kereta api yang membawanya ke Bandung tempat tujuannya pulang.
Nadia bertekad meninggalkan kota Jakarta yang baru beberapa bulan disinggahinya, meninggalkan pekerjaannya dan meninggalkan cintanya.
Pikirannya tak henti dipermainkan oleh kehadiran sosok Reyhand. Pertemuan pertamanya dengan Rey, perkenalannya dengan Zara Sheinafia gadis cilik yang menggemaskan juga kak Artha yang begitu baik menerima kehadirannya.
Saat Reyhand mengungkapkan cintanya, hingga peristiwa dimalam Riska menyiksanya, semua berkelebat dalam memory otaknya, secara berulang-ulang bagaikan kaset kusut.
“Maafkan aku Rey, aku harap kamu bahagia bersama Riska, dan semoga Riska bisa berubah lebih baik.” Bisik hati Nadia tanpa sadar sebulir air bening mengalir dipipinya.
Nadia segera menyusut air matanya saat tahu bahwa kereta yang dinaikinya telah sampai di kota tujuannya.
Dengan langkah semangat seakan menyongsong kehidupan baru Nadia menyunggingkan senyum.
'Bandung aku pulang', Sorak hatinya.
Begitu turun dari kereta matanya nyalang mencari seseorang.
“Nadia.”
Seseorang menepuk lembut pundaknya.
“Eehh, Ardhan, kamu bikin kaget aku saja.”
Ardhan tertawa pelan melihat mimik lucu Nadia, gadis yang dirindukannya.
“Ayo, kita ke mobil, biar aku bawa barangnya sebagian.”
“Iya terima kasih,” ujar Nadia sambil menyerahkan satu tas besar ke tangan Ardhan.
“Kenapa kepulanganmu tiba-tiba?”
“Hhmm engga tiba-tiba sih cuma mendadak.”
“Apa bedanya?”
Nadia tertawa terbahak dengan perkataan Ardhan.
“Nad….”
“Hhmm.”
“Kamu belum menjawab pertanyaanku.”
“Yang mana?” ujar Nadia sambil menatap pemuda yang duduk dibelakang stir.
“Kenapa kamu pulang mendadak dan keluar kerja? bukannya pekerjaan itu keinginanmu bersama Nurfadilla ?”
Nadia menarik nafas. “Aku hanya kangen ayah sama bunda juga Nando adikku, itu saja.”
Ardhan menatap Nadia merasa tidak yakin dengan jawaban gadis itu.
***
Ardhan merasa bahagia campur terkejut saat menerima telpon dari nomor baru yang ternyata milik Nadia. Gadis itu memintanya untuk dijemput di stasiun Bandung. Nadia kini sudah duduk dalam mobil disampingnya.
Ardhan merasa Nadia seperti menyembunyikan sesuatu. Pemuda itu agak curiga mendapati ada luka lebam di wajah cantik Nadia dan luka sobek disudut bibirnya.
Meskipun obrolan mereka lebih banyak mengundang tawa, Ardhan sering menangkap raut sedih di wajah Nadia namun ia tak berniat menanyakannya.
Biarlah waktu yang akan mengungkap peristiwa apa yang membuat gadis itu terlihat begitu sedih.
“Kau mau langsung pulang atau mampir dulu ke suatu tempat?” tanya Ardhan memecah keheningan yang dirasa cukup lama.
“Sebentar lagi menjelang maghrib sebaiknya aku langsung pulang saja.” jawan Nadia.
“Baiklah.”
“Aku hampir lupa belum memberi kabar ke Adila, dia pasti mencemaskanku.”
Nadia mencari nama Nurfadilla Basri dalam buku telponnya, lalu menekan tombol memanggil.
Beberapa saat menunggu akhirnya diangkat juga. “Assalamu’alaikum Dill, ini aku Nadia.”
“Wa’alaikumsalam, Nadia….”
“Astaghfirullah Dill pelan-pelan napa sih, bisa rusak gendang telingaku tau!” gerutu Nadia menjauhkan hp dari telinganya.
Terdengar suara gelak Adilla disebrang telpon. “Sorry Nad, aku terlalu senang mendengar suaramu. Kamu gimana sudah nyampe rumah belum?” cerocos Nurfadilla
“Aku masih dijalan sebentar lagi nyampe.”
“Kamu dijemput sama siapa Nad?”
“Aku dijemput sama Ardhan.”
Nadia melirik Ardhan yang juga ikut melirik ke arahnya sambil tersenyum.
“Oh ho, ho awas lho hati-hati Nad?”
“Hati-hati kenapa emang?”
Nadia mengerutkan dahinya heran dengan ucapan Adilla.
“Hati-hati kalau kalian barengan bisa-bisa CLBK.”
“Ngaco kamu, ngga bakal lah.”
Ardhan menggerakkan alisnya seolah ingin tahu apa yang dikatakan Adilla, namun Nadia tidak menghiraukannya.
“Nadia.”
“Apa…?”
“Apa kamu ga bisa balik lagi ke Jakarta?”
Nadia menghela nafas sejenak. “Sepertinya tidak Dill, memang kenapa?”
“Aku kasihan sama pak Rey. Seharian tadi dia mondar-mandir nyari kamu, aku sampai ga tega liatnya.”
“Dill, aku baru nyampe rumah, nanti aku telpon lagi, masih banyak yang ingin aku bicarakan sama kamu.”
“Ok, Nad aku tunggu ya!”
“Iya, Assalamualaikum.”
Ardhan menghentikan mobilnya tepat didepan rumah Nadia yang sederhana namun cukup luas dan asri. Halaman bunga yang terpampang di depannya membawa hawa sejuk dari aroma bunga yang terlihat bermekaran.
==========
(side-b)
“Makasih banyak ya Dhan kamu udah mau direpotin jemput aku”
“Iya sama-sama, lain kali kalau minta dijemput jangan mendadak, mending kalau aku lagi santai dirumah kalau aku lagi diluar kota gimana?” sahut Ardhan panjang lebar, yang hanya dibalas kekehan oleh Nadia Kasih Ayunda
“Iya,, iya my boy masih aja cerewet kaya dulu”
Ardhan tertawa sambil mengusap pelan kepala Nadia yang tertutup jilbab.
“Ya sudah masuk sana bentar lagi adzan maghrib”
“Yakin ga masuk dulu?”
“Lain kali aja, Sarah sudah menunggu untuk dijemput”
“Ciieee yang mau malam mingguan, ya udah deeh sekali lagi makasih ya, bilangin sama Sarah aku minta maaf cowoknya aku pinjam dulu”
Kelakar Nadia sambil membuka pintu mobil, namun tangannya ditahan oleh Ardhan, kembali Nadia melirik ke arah pemuda itu
“Asal kamu tahu aku masih sayang sama kamu Nad”
Nadia hanya menatap Ardhan penuh arti, perlahan pemuda itu melepas tangan Nadia.
“Aku pergi Nad, kapan-kapan aku ajak kamu jalan keliling Bandung”
Nadia mengangguk sambil tersenyum, tangannya melambai mengiringi kepergian Ardhan.
“Assalamualaikum”
“Wa’alaikumssalam, Nadia..”
Nadia menghambur kedalam pelukan sang bunda kemudian ayahnya. sebelumnya mereka sudah mengetahui putrinya akan pulang hari ini dan akan dijemput oleh Ardhan jadi mereka cukup menunggu dirumah.
“Jadi Ardhan sudah pulang lagi ga mampir dulu?”
“Iya bun, Ardhan mau jemput tunangannya”
“Ya sudah kamu istirahat dulu, kamu pasti capek sayang, ngobrolnya nanti saja”
Nadia mengangguk sambil melangkahkan kakinya menuju kamar kesayangan. Nando adiknya ikut menguntitnya ke kamar. Nando sangat merindukan kakaknya.
***
Kepulangan Nadia ke Bandung kini sudah berjalan lima hari dan itu adalah sebuah siksaan bagi Reyhand.
Rasa rindu terhadap gadisnya sudah tak terbendung lagi, membuat Reyhand nekad pergi ke Bandung untuk menyusul Nadia. Bermodalkan alamat yang diberikan Nurfadilla yang ia dapatkan dengan sedikit godaan dan ancaman jika Adilla tak memberinya alamatnya Nadia, dia akan dipecat dari kerjanya. Setelah mendapat alamat dari Adilla ia langsung mencocokkannya dengan file Nadia yang ia minta dari asistennya Mickha Makuesta.
***
Disinilah sekarang Reyhand berada, di kota Bandung disebuah hotel yang ia sewa sudah tiga hari.
Pekerjaannya di Jakarta ia serahkan dulu kepada Prasetya sang papah, karena ini pun atas persetujuan orang tuanya guna mencari calon istri yang diminta mereka.
'Nadia aku sangat merindukanmu sayang, kamu dimana..?' bisik hati Reyhand. tangannya mengutak ngatik keypad ponselnya.
***
Reyhand beranjak dari duduknya dan bersiap untuk mulai kembali mencari keberadaan Nadia Kasih Ayunda dipagi ini.
Sebisa mungkin ia tidak akan pulang sebelum mendapat restu dari kedua orang tua gadis yang begitu dicintainya.
Reyhand sudah memantapkan niatnya untuk menemui orang tua Nadia dan meminta anak gadisnya untuk menjadi miliknya seutuhnya dalam arti mengikatnya dalam pernikahan. Bukan Reyhand namanya jika keinginannya belum terpenuhi, apapun resikonya.
Cuaca cerah namun tidak terlalu panas Reyhand rasakan karena hari belum terlalu siang.
sudah sepuluh menit Reyhand mencoba memastikan matanya agar yakin dengan apa yang dia lihat.
Akhirnya Rey merasa yakin gadisnya itu berada disebuah kedai es cream disebrang jalan, sebuah senyuman terbit dibibirnya, rasa rindu yang menyesakkan dadanya membawa Rey kini berada tepat disebrang dimana gadis itu berada.
Rey mengurungkan niatnya saat tangannya hendak membuka pintu mobil, senyumnya hilang ketika ia sadar ternyata Nadia tidak sendiri disana. “Ardhan,” gumamnya.
Sejenak Rey terpaku diam ada rasa nyeri dan sesak didadanya, hatinya mulai dilanda cemburu saat tangan Ardhan menyeka sudut bibir Nadia yang berlepotan es cream.
Tanpa fikir panjang lagi ia keluar dari mobilnya dan menghampiri dua insan yang sedang asyik duduk dikedai es cream.
“Nadia…”
Gadis itu nampak terkejut dan membalakkan matanya seakan tidak percaya Reyhand ada dihadapannya.
“Pa-pak bos!”
Tanpa basa basi lagi Rey menarik tangan Nadia hendak membawanya pergi.
“Tunggu…!” Ardhan menarik kembali tangan Nadia yang satu lagi.
“Lepaskan dia!” gertak Reyhand dengan tatapan tidak suka gadisnya disentuh orang lain.
“Saya tidak akan melepaskannya, sebelum kau yang melepaskannya.”
Ardhan menatap balik Rey dengan tatapan tajam.
“Dia kekasihku, dia akan ikut denganku.”
“Dia bersamaku, dan aku yang yang bertanggung jawab membawanya kemari.”
“Saya minta lepaskan tanganmu darinya.” desis Reyhand dengan amarah yang tertahan sambil menarik tangan Nadia.
“Tidak akan!”
“Stoop, hentikan! apa yang kalian lakukan, bisa putus tanganku kalian tarik-tarik,” seru Nadia sambil mengibaskan kedua tangannya dari cengkraman dua laki-laki yang memperebutkannya seperti sebuah barang.
Reyhand dan Ardhan tersadar dengan tingkah mereka yang seperti anak kecil, namun wajah keduanya masih tetap menegang, tidak ada yang mau mengalah.
Bersambung #18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel