(side-a)
Nadia Kasih Ayunda menatap bergantian kedua pemuda yang saling bersitegang. Hatinya masih terkejut dengan kehadiran Reyhand. Walaupun hatinya begitu rindu ingin rasanya memeluk Rey namun bayangan Riska kembali mengusiknya, ditambah situasi yang tidak memungkinkan.
“Jika kalian ingin melanjutkan perdebatan kalian silahkan aku akan pulang sendiri.”
Nadia hendak pergi meninggalkan kedua pemuda itu.
“Nadia aku akan mengantarmu pulang.”
Ardhan menghampiri Nadia yang sudah mulai melangkah.
Reyhand kembali emosi melihat Ardhan mengikuti Nadia. “Nadia tunggu!”
Rey kembali mencekal tangan Nadia hingga langkahnya terhenti.
“Tolong dengarkan aku, aku ingin bicara denganmu.” suara Rey penuh permohonan. Nadia menatap mata Rey penuh kerinduan namun ditempiskan dengan cepat.
“Tidak seharusnya kau ada disini Rey.”
“Aku sangat merindukanmu Nadia, aku tidak tahu kenapa kau pergi meninggalkan aku begitu saja tanpa keputusan apapun. Katakan apa salahku?”
Nadia tidak menjawab pertanyaan Rey yang mengintimidasinya. Mata Nadia mulai mengembun.
Rey benar apa salah dia hingga dirinya meninggalkan Rey tanpa keputusan apapun. Bukankah ia tahu bahwa selama ini Rey tidak menginginkan Riska.
Nadia hanya merasa takut dengan ancaman Riska, tanpa menghiraukan perasaan Rey yang begitu mencintainya.
“Sudah cukup, ayo Nad kita pulang,” ajak Ardhan tangannya menarik lengan Nadia.
“Bisakah kau tidak ikut campur, ini urusanku dengan Nadia dan biarkan aku bicara dengan kekasihku.” ucap Reyhand dengan suara dinginnya.
“Aku tidak akan-”
“Cukup Ardhan! pulanglah dulu, aku akan ikut Rey” Nadia memotong ucapan Ardhan.
“Tapi Nad…!”
“Kumohon, biarkan aku bersama Rey. Rey benar ada yang harus kami bicarakan.”
Untuk beberapa saat Ardhan terdiam menatap tajam ke arah Rey. Hatinya begitu berat untuk meninggalkan Nadia bersama laki-laki itu.
“Baiklah, aku pergi, kau harus hati-hati.”
Nadia mengangguk. Rey sedikit geram dengan perkataan Ardhan seolah-olah dirinya seorang penjahat yang harus diwaspadai.
Akhirnya Ardhan mengalah dan pergi meninggalkan Nadia dan Reyhand.
Reyhand mengajak Nadia memasuki mobil, dan membawa gadis itu ke hotel tempat ia menginap.
Nadia sempat menolak dibawa ke hotel bukan ide yang baik, namun seperti biasa Rey berhasil membujuk gadisnya untuk menuruti keinginannya.
“Masuklah!” pinta Reyhand setelah membuka pintu kamar hotel. Dengan langkah ragu Nadia mengikuti Rey masuk dan duduk di sofa.
***
Nadia Kasih Ayunda dan Reyhand duduk berhadapan di sofa kamar hotel tempat dimana Rey menginap selama di Bandung.
Hati Nadia selalu bergemuruh, jantungnya berdegup kencang jika menghadapi situasi seperti ini bersama Rey.
Begitu juga Rey, pemuda itu ingin sekali merengkuh gadis yang teramat dirindukannya itu ke dalam pelukkannya, namun ia tahan karena situasinya belum cukup membaik.
“Bisakah kau jelaskan padaku kenapa kau meninggalkanku tanpa alasan?”
Akhirnya kalimat menghakimi itu meluncur juga dari mulut Rey.
Nadia diam terpaku, hanya tangannya yang bergerak sedikit karena berkeringat.
“Aku sangat merindukanmu, aku hampir gila mencarimu dan aku-”
“Maafkan aku pak bos.” potong Nadia. Rasa bersalah mulai menghinggapinya.
“Pak bos?” timpal Reyhand dengan nada datar.
“Ma-maksudku Rey.”
“Bagaimana kau bisa bersama laki-laki itu disaat aku mati-matian mencarimu? kau mencintainya?”
“Tidak, tidak mungkin aku mencintainya, dia sudah memiliki Sarah,” sergah Nadia.
“Tapi nyantanya aku melihatmu bersamanya.”
“Rey itu tidak seperti yang kau fikirkan,” bela Nadia dengan cepat sebelum pemuda itu lebih jauh menuduhnya.
“Baiklah, kau belum menjawab pertanyaanku yang pertama, apa alasanmu meninggalkanku?”
“Riska.” suara Nadia serasa tercekat saat menyebut nama Riska.
“Kenapa dengan Riska?” Rey mengernyitkan dahinya saat nama Riska kembali disebut dan menjadi pemicu disetiap permasalahannya.
Nadia akhirnya menceritakan kejadian na’as dimalam itu, sehingga dirinya harus mengambil keputusan meninggalkan semua tak terkecuali meninggalkan Rey juga.
Rey berkali-kali mengusap wajahnya, rasa marah, kesal dan sedih bercampur jadi satu. Riska sungguh tidak disangka gadis itu sebegitu anarkisnya.
“Maafkan aku Rey, aku hanya takut.”
“Ssstthh,, sudah cukup aku mendengar semuanya.”
Reyhand bangkit dari duduknya lalu berjongkok dihadapan Nadia menangkupkan telapak tanggannya di jari jemari gadis itu.
“Kenapa harus meninggalkanku? Kenapa tidak menghubungiku saat kejadian itu agar aku bisa menjagamu sayang.”
“Maafkan aku Rey, seperti kataku aku begitu kalut dan takut dengan ancamannya waktu itu.”
“Maafkan aku juga sayang gara-gara aku hidupmu jadi tidak tenang.”
Reyhand mengajak Nadia untuk berdiri dari duduknya.
“La-lalu bagaimana kau dengan Riska?”
“Menurutmu bagaimana?” Reyhand balik bertanya ingin tahu reaksi Nadia.
“Kau akan menikah dengannya?”
Suara Nadia mulai parau sedikit bergetar.
==========
(side-b)
“Jika aku menikah dengan Riska bagaimana?” tanya Reyhand dengan suara lembut.
Pemuda itu mulai melihat raut duka di wajah Nadia.
“Tidak apa-apa, jika kalian menikah berarti itu sudah jodoh dari Alloh,” lirih Nadia.
Nadia mencoba sekuat mungkin menahan tangisnya agar tidak pecah.
Rey mengangkat sebelah alisnya, “kau yakin?”
Nadia mengangguk pelan walau hatinya tentu saja berteriak TIDAK.
Rey tidak tega untuk lebih lanjut menggoda Nadia. “Aku hanya ingin menikah denganmu.”
Nadia menatap nanar mata Reyhand. “Tapi….”
Rey menyentuh bibir Nadia dengan jari telunjuknya agar gadis itu berhenti bicara.
“Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Aku tidak akan lagi membiarkanmu pergi tak ada lagi halangan untuk kita menikah. Orang tuaku sudah membatalkan perjodohanku dengan Riska.”
Hati Nadia bersorak, namun sebisa mungkin ia kendalikan, karena masih ingin dengar lebih lanjut lagi apa yang akan disampaikan Reyhand.
“Orang tuaku ingin aku membawamu kembali ke Jakarta, tentu saja dengan restu dari orang tuamu. Sekali lagi aku minta padamu. Menikahlah denganku, please.”
Nadia sudah tidak mampu lagi berfikir secara normal, kakinya hampir tak sanggup lagi menopang tubuhnya yang gemetar karena bahagia.
“Kau tahu Zara sangat merindukanmu dan aku janji padanya akan membawamu pulang bersamaku.”
Air mata yang sedari tadi di bendungnya akhirnya tumpah menganak sungai di pipi Nadia.
“Aku mencintaimu Rey dan aku, aku-”
“Aku kenapa sayang?” tanya Rey tidak sabar.
“Aku mau menikah denganmu,” jawab Nadia sambil munduk malu.
Rona merah menyemburat di pipi Nadia seiring air mata yang semakin deras mengalir karena haru.
Rey tersenyum lebar.
Reyhand merentangkan tangannya hendak meraih Nadia kedalam pelukkannya, namun tangan gadis itu menahannya.
“Jangan peluk aku sebelum kau meminta aku pada orang tuaku Rey. Jika kau dekap aku sekarang sama saja kau memberiku harapan yang belum pasti.”
Rey mengepalkan jarinya yang masih tertahan di udara, namun senyum di bibirnya tak hilang.
“Baiklah ayo ikut aku!”
Reyhand tanpa basa basi menggandeng tangan Nadia keluar dari kamar Hotel.
“Kau mau bawa aku kemana?”
“Tentu saja membawamu ke rumah orang tuamu.”
“Untuk apa?”
Rey mulai sedikit kesal dengan pertanyaan polos Nadia. Reyhand menyuruh Nadia untuk masuk ke mobilnya dahulu.
“Kau belum menjawab pertanyaanku Rey.”
“Astaghfirullah Nadia, aku akan menghadap orang tuamu untuk meminta anak gadisnya jadi milikku untuk aku nikahi, paham…!”
Nadia membelalakkan matanya, mulutnya menganga ditutup oleh jarinya.
***
Nadia Kasih Ayunda memang minta pada Reyhand untuk meminta dirinya kepada orang tua tapi tidak semendadak ini.
“Aku tidak akan membiarkan lama-lama kesempatan ini,” ucap Rey seakan tahu apa yang difikirkan Nadia.
“Tapi, ini begitu tiba-tiba Rey.”
“Kenapa tidak? rencanaku sudah lama dan sudah bulat, mungkin hari ini lah saatnya, bahkan jika kau mau hari ini juga aku akan membawamu ke penghulu.”
“Reey.”
“Iya, iya aku hanya bercanda.”
Reyhand tertawa melihat raut wajah Nadia yang sempat terlihat tegang.
“Dimana rumahmu?”
“Aku fikir kau sudah tau, soalnya dari tadi kau tak bertanya.”
“Tentu saja aku tidak tau, dan aku lupa untuk bertanya saking bahagianya.”
“Hmm.” Nadia memberi intruksi jalan menuju rumahnya.
Akhirnya mobil yang mereka tumpangi sampai juga di halaman rumah Nadia.
Nadia mengernyitkan dahi begitu melihat mobil Ardhan terparkir di halaman rumahnya.
Nampak pemuda itu keluar dari rumah Nadia, seolah menyambut kedatangan gadis itu.
“Nadia, akhirnya kau pulang juga, kau baik-baik saja?” tanya Ardhan menatap Nadia dengan perasaan cemas, tangannya memegang bahu Nadia.
Rey menatap tidak suka dengan sikap Ardhan. “Jangan sentuh calon istriku!” hardik Reyhand sambil menarik Nadia kebelakang tubuhnya.
Ardhan mulai memasang wajah geram.
“Nadia…”
Suara bundanya membuat Nadia menarik nafas lega disaat hatinya mulai takut kejadian tadi pagi dikedai es cream terulang kembali.
“Assalamualaikum, Bun.”
“Wa’alaikumssalam, kenapa kalian pada diluar, ayo masuk! Dan ini siapa?” tanya Amira bundanya Nadia sambil menatap takjub ke arah Reyhand yang tampan dan gagah dengan stelan maskulin layaknya pengusaha besar.
“Saya Reyhand tante.”
“Reyhand, bukannya Reyhand itu bosnya Nadia di Jakarta?”
Rey tersenyum simpul.
“Masya alloh, ayo kalian masuk dulu tak baik bicara diluar.”
***
Nadia duduk diantara dua laki-laki yang wajahnya masih diliputi ketegangan.
Mereka ditinggalkan bertiga oleh Amira setelah sejenak berbincang panjang lebar dengan Reyhand.
“Apa kalian tidak ingin berdamai?”
Suara Nadia mencairkan suasana tegang antara Rey dan Ardhan.
“Maaf.” ujar Rey singkat.
Hati Ardhan mulai merespon positif.
Nadia tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat tingkah kekanakkan mereka.
Bersambung #19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel