Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Sabtu, 24 Oktober 2020

My Boss… I Love U #19

Cerita bersambung
(side-a)

“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumssalam.”
Reyhand, Ardhan dan Nadia Kasih Ayunda memalingkan wajahnya ke arah suara seseorang yang mengucap salam sambil berdiri diambang pintu.

“Ayah.” Nadia beranjak menyambut ayahnya lalu mencium punggung tangan sang ayah diikuti Rey lalu Ardhan.
“Rupanya ada tamu.” sahut Gunawan menatap ke arah tamu.
Ardhan pemuda yang sangat dikenalnya. Teman sekolah Nadia dulu dan sering kemari. Pria satunya Gunawan sama sekali tidak mengenalnya.


“Saya Reyhand om dari Jakarta.” Rey memperkenalkan diri.
Pria paruh baya itu mengerutkan dahinya. Reyhand nama itu serasa familiar di telinganya tapi belum bisa menebak siapa pemuda itu.
“Ayah, ini Rey pemilik swalayan tempat Nad dulu bekerja.”

Gunawan manggut-manggut ia baru ingat, pantas namanya tidak asing, putrinya pernah menceritakan sedikit tentang bosnya yang bernama Reyhand, ternyata inilah sosoknya tampan, gagah dan masih muda.
Gunawan kagum dengan sosok Reyhand diusianya yang masih muda sudah menyandang gelar seorang bos.
“Apa kalian sengaja kemari, atau ada tujuan khusus?”

Gunawan langsung menanyakan maksud tujuan kedua pemuda itu, bahkan Amira kini sudah ikut bergabung duduk berdampingan dengan suaminya.
“Ayah ini-”
“Maaf om, saya lah yang memiliki tujuan tertentu.” Rey memotong ucapan Nadia.
Bagaimanapun juga dialah yang memiliki tujuan jadi dia yang harus mengutarakannya bukan Nadia.

Perasaannya Ardhan mulai tidak enak. Ardhan hanya bisa menduga apa tujuan Rey datang kemari. Meskipun sadar sudah memiliki Sarah, tetap saja ada perasaan tidak rela Nadia dimiliki orang lain.

“Iya ada tujuan apa nak Rey datang kemari?”
Tanya Gunawan dengan suara beratnya.

Rey merasa jantungnya mulai berdegup kencang, ini kali pertama pemuda itu merasakan atmosfir tubuhnya tidak stabil, panas namun berkeringat dingin.
Reyhand menarik nafas sejenak untuk menambah oksigen dalam paru-parunya yang dirasa mulai sesak.

“Bissmillah,” bisik hati Reyhand.
“Saya kesini untuk meminta restu dari om dan tante.”
Amira dan Gunawan saling berpandangan
“Maksud nak Rey minta restu untuk apa?” Tanya Amira merasa heran dengan permintaan Rey yang notabenenya seorang bos besar meminta restu padanya.
“Saya hendak melamar Nadia untuk jadi istri saya. Saya mohon izin dan restu dari om dan tante.”

Kembali Gunawan dan Amira perpandangan.
***

Kedua orang tua Nadia Kasih Ayunda menatap ke arah putrinya yang sedari tadi hanya mendengarkan sambil menunduk memainkan jarinya.

“Bagaimana saya bisa percaya kalau kamu akan melamar putri saya?” suara Gunawan tiba-tiba memecahkan keheningan.
Reyhand terhenyak dengan ucapan ayah Nadia. “Saya bersungguh-sungguh om.’
“Saya akan percaya keseriusan kamu kalau kamu membawa saksi.”
“Maksud om?”
“Minimal kamu bawa saudara jika orang tuamu tidak bisa mengantar anaknya mengkitbah anak gadis orang.”

Reyhand menelan ludah kasar, ada benarnya apa yang dikatakan ayah Nadia. Reyhand sadar dengan kebodohannya datang sendiri, orang tua mana yang merelakan gadisnya dilamar tanpa perencaan terlebih dahulu, bagaimana jika ini adalah bentuk penipuan. Reyhand memahami keraguan orang tua gadis yang akan dilamarnya.

Rey mulai bingung bagaimana ia bisa menyelesaikan niatnya saat ini juga, meskipun sudah mendapat izin dari orang tuanya untuk mendapatkan Nadia namun terbentur sedikit halangan.
Raut cemaspun tergambar dari wajah cantik Nadia.

Rey tiba-tiba tersenyum seakan mendapat ide jernih mendadak, dengan cepat ia merogoh sakunya mengambil ponsel.
“Maaf boleh saya permisi sebentar untuk menelpon?” ujarnya.
“Iya silahkan.” jawab Gunawan tanpa keberatan.

Rey keluar rumah setelah mendapat anggukkan dari Nadia.
Entah siapa yang di telpon Rey dan apa yang mereka bicarakan. Tak berselang lama pemuda itu kembali masuk setelah menutup telponnya.

“Om, saya sudah telpon orang tua saya, apakah om berkenan bicara dengan papih saya lewat video call?”
Gunawan melirik istrinya dibalas anggukkan oleh sang istri. “Baiklah, silahkan!”
Dengan wajah gembira Rey menekan tombol vc tak lama muncul sebuah wajah dilayar ponsel milik Rey.
“Pih, om Gun bersedia bicara sama papi.”
Rey menyerahkan ponselnya ke arah Gunawan.
Gunawan terperanjat saat melihat siapa yang akan bicara dengannya lewat vc.
“Prasetya.”
“Gunawan.”

Keterkejutan dua orang dewasa dalam layar vc menandakan mereka saling mengenal, terbukti dari cara mereka saling memanggil nama masing-masing.

Reaksi kedua orang itu mengundang tanya dibenak orang-orang yang berada diruang tamu.
Tanpa menghiraukan pandangan heran dari semua orang, Gunawan meninggalkan mereka menuju arah belakang, dengan tangan masih memegang ponsel milik Reyhand.

Samar-samar terdengar gelak tawa dari arah belakang, yakni suara milik Gunawan ayah Nadia.

==========
(side-b)

Obrolan empat orang yang dirasa canggung diruang tamu terhenti dengan kehadiran Gunawan yang telah kembali dari ruang belakang, mimik wajahnya terlihat sumringah, sisa-sisa tawanya masih terdengar berupa kekehan pelan.
Gunawan menghempaskan pantatnya kembali duduk ditempat semula.
“Ayah ada apa sih, senyum-senyum seperti itu?”
Tanya Amira, rasa herannya semakin tak terbendung melihat tingkah suaminya
“Masya Alloh ternyata dunia tak selebar daun kelor” sahut Gunawan disela-sela kekehannya.
“Saya tidak menyangka ternyata kamu itu putranya si Prasetya, sahabat sekaligus musuh bebuyutan saya dulu sewaktu kuliah”
Semua orang saling berpandangan.
“Maksud ayah Prasetya yang menikah sama gadis belanda itu, Amanda?”
“Iya bun, saya benar-benar sangat memuji keberhasilan Prasetya dan ternyata kesuksesannya menurun pada anaknya, Reyhand”
“Subhanallah, ga nyangka ya yah”
Gunawan mangut-mangut matanya mulai menatap lekat ke arah Rey.

“Jadi,, kamu sungguh-sungguh mau melamar putri saya?” tanya Gunawan akhirnya kembali membahas tujuan utamanya
“Iya om,,”
“Apa kamu sudah siap memikirkan tetek bengeknya hidup berumah tangga?”
“Insya Alloh saya siap om” jawab Rey dengan yakin, sambil mengerling ke arah Nadia yang juga sedang tersenyum ke arahnya.
“Ehemm,, baiklah saya menerima lamaran kamu untuk segera menikahi putri saya”
“Alhamdulillah,,”
Rey mengucap syukur sambil mengusap wajahnya, perasaan lega menyeruak dihatinya dan beban berat yang dirasa menghimpitnya hilang begitu saja. Begitupun yang dirasakan Nadia ada rasa yang tak terlukiskan, gadis itu meneteskan air mata bahagianya.
Ardhan pemuda itu diam terpaku, ada perasaan iri dan nyeri dihatinya namun ia sadar, Nadia tak mungkin dijangkau lagi hatinya, terlebih ia telah memiliki Sarah, wanita yang selama ini menemani suka dukanya, dan mungkin tidak lama lagi akan segera naik ke pelaminan. Ardhan akhirnya tersenyum tulus mengikhlaskan cinta pertamanya dimiliki orang lain yang lebih berhak dan lebih baik dari segalanya.

“Reyhand..”
“Iya om.”
“Saya minta segerakan niatmu untuk menikahi putriku, kalau tidak secepatnya akan saya nikahkan dengan orang lain”
“Ayah,, kenapa harus terburu-buru, sabar sedikit kenapa?” Nadia merasa malu dengan antusias ayahnya. Gunawan hanya tertawa menanggapi rajukan putrinya.
“Insya Alloh om, akan secepatnya”
Reyhand melirik gadisnya dengan senyuman penuh arti.
***

Setelah proses lamaran tunggal Reyhand diterima dengan baik, Ardhan pamit pulang, namun sebelumnya sempat mengucapkan selamat kepada Rey karena telah berhasil mendapat restu dari kedua orang tua Nadia Kasih Ayunda.

“Jaga gadisku baik-baik, kau tahu dia sangat berarti bagiku.” kata Ardhan sambil memeluk Reyhand.
“In syaa Alloh aku akan menjaganya dengan baik, nyawaku sebagai taruhannya.”
“Aku percaya padamu.”
“Terima kasih.”
“Jangan lupa beritahu aku hari H nya.”
“Itu pasti.”
“Baiklah sampai jumpa nanti.”

Rey mengangguk melepas kepergian Ardhan.
***

“Kau tahu sayang!”
“Apa?”
“Aku merasa jadi laki-laki yang sangat beruntung.”
“Kenapa begitu?”
“Karena Tuhan telah memudahkan segala niatku dan mengabulkan doaku begitu cepat untuk melamarmu.”
“Itu karena niatmu atas nama Alloh bukan nafsu semata.”
“Iya kah…? Padahal aku begitu bernafsu sekali padamu.”
Nadia melototkan matanya ke arah Rey dengan wajah merona merah, Rey tertawa geli melihat reaksi calon istrinya.

“Fikiranmu mesum sekali Rey,” hardik Nadia, sambil mencubit gemas pinggang Reyhand berkali-kali.
Reyhand tertawa terbahak, lalu meringis menahan sakit akibat cubitan di pinggangnya. “Aaww ampun, sakit sayang aku cuma bercanda.”
“Ehhemm….”
Suara deheman Gunawan menghentikan aksi cubitan Nadia, Rey menarik nafas lega terhindar dari cubitan ganas Nadia.

“Apa tidak sebaiknya kamu menginap saja disini Rey?” tanya Amira yang ikut serta berdiri disamping suaminya.
“Tidak tante, saya tidur di hotel satu malam ini lagi, lagi pula ada barang yang harus dipack untuk dibawa pulang besok.”
“Oh begitu, jadi besok jam berapa kamu jemput Nadia kemari?”
“In syaa Alloh pagi-pagi tante, dan terima kasih om sama tante sudah izinkan saya bawa Nadia ke Jakarta untuk memenuhi janji saya pada Zara.”
“Awas kamu jangan macam-macam sama anak saya disana, jaga dia baik-baik!” Pesan Gunawan dengan wajah dibuat garang, Reyhand tersenyum simpul.
“In syaa Alloh saya akan menjaganya sebaik mungkin, saya pamit om tante Assalamualaikum.”
“Wa’alaikumssalam, hati-hati, Nak!”
“Terimakasih tante.”

Nadia memandang kepergian Rey bersama mobilnya. Membawa sekeping hati yang ia titipkan untuk janji dijaga bersama.
Nadia beranjak dari berdirinya setelah mobil Rey hilang dari pandangannya.

Bersambung #20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER