Cerita bersambung
Sampai ketiganya duduk diteras itu, Dita masih tertegun dibalik pintu. Seperti mimpi rasanya melihat laki2 yang selalu membayang dipelupuk matanya.
"Aku kebelakang dulu ketemu bu Tarjo ya." tiba2 Laras berdiri dan beranjak kebelakang. Dita terkejut dan tak sempat menghindar dari sana.
"Heiii.. apa yang kamu lakukan disini..?" teriak Laras .
"Oh.. eh.. aku... aku ingin .. ingin tau siapa tamunya..," gugup Dita menjawabnya. Tapi ketika ia mau pergi kebelakang, Laras mencegahnya.
"Hei.. keluar saja.. itu sepupuku, mas Panji. Mau dikenalin nggak?" Tiba2 Laras sudah menarik tangan Dita dan dibawanya keluar.
"Nih.. ada satu lagi gadis kecil bersembunyi disitu.," teriak Laras.\
Dita kelimpungan. Dan Panji menatapnya lekat.
"Kamu? Kamu.. ???"
"Kenapa mas ?" tanya Laras heran.
"Tuh kan, aku bilang apa.. wajahnya mirip... ini gadis sembrono yang nyaris tertabrak mobilku kemarin lusa."
Maruti memandangi adiknya yang menatap Panji dengan berani. Astaga, Dita... hampir saja Maruti menarik tangan Dita agar segera duduk didekatnya. Tapi Dita malah memgulurkan tangannya.
"Hallo, nggak nyangka bisa ketemu lagi."
"Kamu adiknya Maruti ?"
"Namaku Dita, Anindita, mas Panji kan ?"
Tentu saja Dita tau karena mendengar Laras berkali kali menyebut namanya.
"Mirip,, cuma sedikit beda.Yang ini pemalu, yang ini pemberani," kata Panji sambil tersenyum.
"Saya berani karena tidak sedang melakukan kesalahan. Kalau kemarin itu.. iya lah aku salah, menyeberang tanpa melihat kiri kanan, jadi ya ketakutan."
"Ya sudah, aku mau ketemu bu Tarjo dulu." Kali ini Laras benar2 pergi kebelakang, sudah lama ia tak menemui bu Tarjo.
Tiba2 Maruti pun bangkit.
"Aku buatkan minuman dulu."
"Aku saja," Dita menarik kakaknya agar kembali duduk, sedangkan dia sendiri kemudian berdiri meninggalkan mereka berdua.
Maruti masih merasa kikuk.
"Kalian mirip..," Panji mengulang kata2nya sambil memandang Maruti lekat2.
"Iya, namanya saudara," Maruti tersenyum.
"Oh ya Maruti, aku ingin mengatakan sesuatu," Panji berpindah tempat duduk, agak mendekat dari Maruti, membuat Maruti semakin panas dingin.
"Kamu jadi memerlukan pekerjaan?"
"Oh .. tidak.. eh..bukan.. mm.. maksud ku.. jangan repot2... aku..." gugup Maruti menjawabnya. Alangkah maulunya menjadi karyawan si tampan ini.. perusahaan besar.. dimana ia yang tak berpendidikan, nggak berpengalaman.. aduuh.. pasti ia kelihatan paling bodoh dan kampungan.
"Nggak repot, kemarin malam temen saya yang punya perusahaan lumayan, bilang membutuhkan customer servise.. tak perlu sarjana kok. Kalau kamu mau, aku berikan kartu namanya," Panji merogoh sakunya dan mengeluarkan selembar kartu nama dari dompetnya. Maruti menerimanya dan sedikit tenang hatinya karena bukan dikantor Panji ia harus melamar.
"Temui dia dan bilang kamu saudara aku."
"Terimakasih banyak mas," jawab Maruti. Ia membaca kartu nama itu, Agus Prasetya,Manager Marketing..
"Dia temen baikku.. kebetulan saja kemarin omong2.. Kamu tertarik? Tapi kamu boleh pikirkan kok, atau kamu ketemu dulu.. kemudian kamu jalani beberapa bulan.. kalau suka diterusin.. kalau nggak suka ya sudah."
Panjang lebar Panji membicarakan tentang pekerjaan itu, dan Maruti bertekat ingin mencobanya.
"Silahkan diminum mas...," tiba2 Dita muncul dengan senampan teh hangat, yang diletakkannya dimeja dengan masih tersenyum senyum.
"Terimakasih Dita.."
***
Pertemuan siang itu membuat Dita banyak mengoceh. Ia tampak gembira sekali bertemu kembali dengan laki2 yang pernah hampir menabraknya, dan tampaknya sekarang benar2 menabrak hatinya.
"mBak, katakan.. apa mas Panji itu sudah punya pacar?" tanya Dita tanpa sungkan.
"Apa? Ya mana mbak tau Dita.. berkenalan juga baru kemarin.." jawab Maruti kesal. Ia merasa Dita terlalu ingin tau tentang Panji, dan itu membuatnya kurang nyaman.
"Mbak suka sama dia?"
"Dita ! Kamu ini ngomong yang enggak2 saja." Maruti cemberut.
"Tadi mbak dikasih apa? Alamat dia? Mana coba, Dita ingin tau.."
"Huuh... nggak boleh..!" jawab Maruti sengit.
"Jahat bangat sih mbak.. ingin tau alamatnya aja.. nggak mungkin lah aku berani main kerumahnya."
Karena kesal Maruti mengulurkan kartu nama yang tadi diberikan Panji.
Dita membacanya lalu mengerutkan keningnya.
"Kok Agus Prasetya...?"
"Memang iya.. "
"Siapa dia ?"
"Mas Panji mencarikan pekerjaan mbak, terus mbak dikasih kartu nama ini. Ini temannya mas Panji, lagi butuh karyawan."
"Ah.. aku juga mau.." Dita nerocos semaunya.
"mBak akan bekerja, kamu harus menemani ibu. Bulan depan ibu tidak usah menerima pesanan lagi. Sekarang ini hanya menyelesaikan pesanan yang sudah disepakati."
***
Disebuah kantor, Maruti menemui Agus Prasetya. Orangnya baik, ramah, dan Maruti langsung suka menerima pekerjaan itu. Bukan karena kebaikan dan keramahan Agus, tapi Maruti memang membutuhkannya.
"Kalau kamu setuju, kamu boleh mulai bekerja Minggu depan, memang sih gajinya tidak banyak diawal awal bulan, tapi kalau pekerjaan kamu memuaskan aku janji memberikan salary yang lebih baik," kata Agus.
***
"Mengapa kamu harus bekerja Rut, ibu masih kuat melakukan apa saja," kata bu Tarjo ketika Maruti menceriterakan perihal pekerjaan itu.
"Nggak bu, ibu sudah lelah, Maruti sudah dewasa, dan tidak harus selalu memberati ibu dengan segala keperluan kami. Sa'atnya ibu beristirahat. Kalau kita hidup sederhana, pasti gaji Ruti akan cukup untuk kita bertiga.
"Bu, mbak Ruti sudah dewasa, ibu carikan saja jodoh yang kaya buat dia.. supaya..."
"Stop Dita!! Kamu sukanya bercanda deh !" Maruti kesal dengan candaan adiknya.
"Tapi kalau suaminya kayak mas Panji, mbak Ruti suka kan? Eh.. jangan.. mas Panji buat aku saja.." Dita cengar cengir, dipelototi kakaknya. Ada rasa kurang nyaman ketika Dita mengatakan bahwa mas Panji buat aku saja... huhh.. ada apa dengan hati ini ?
"Dita, jangan suka mengolok olok kakakmu, nanti paha kamu habis kena cubit lho.," bu Tarjo tersenyum. Bagaimanapun canda si bungsu ini selalu membuatnya hangat.. kalau dia sedang tak dirumah.. bu Tarjo selalu mengatakan sepinya rumah ini...
***
Hari sudah agak sore, sa'atnya pulang. Beberapa karyawan mengangguk kearah Maruti yang disambut dengan manis olehnya. Baru sehari bekerja Maruti tampak disukai oleh karyawan lainnya. Pembawaannya yang lembut dan manis, membuat orang suka dan juga segan. Maruti yang tau diri selalu merasa rendah hati. Ia tau bahwa ia bekerja disini karena belas kasihan Panji semata. Ia yakin, pasti Panji telah bicara dengan pak Agus dan membuat Maruti dengan mudah diterima. Banyak yang harus dia pelajari pada pekerjaan barunya, dan dia belajar dengan sungguh2. Semoga tidak mengecewakan, demikian selalu kata hatinya.
Tiba2 seorang gadis cilik berlari lari kearahnya, diikuti oleh seorang wanita muda yang tampaknya babby sitter, menilik pakaian putih2 yng dikenakannya.
"Papa... aku mau papa...," gadis kecil itu berkata sedikit cedal. Umurnya kira2 baru 3 tahunan. Maruti yang sedang bersiap siap pulang memandangi gadis itu dan tersenyum ramah.
"Hallo adik kecil, mau cari siapa?"
"Mana papa?" mata bulat bening itu mendongak, memandangi Maruti dengan heran. Mungkin karena baru sekali melihatnya.
Maruti berjongkok dihadapannya, dan memegangi pipinya dengan gemas.
"Mana papa?" gadis itu bertanya lagi.
Maruti yang tidak tau siapa papa gadis cilik itu menoleh kesana kemari, barangkali ada laki2 yang sedang dicari. Tiba2 wanita baju putih itu mendekat.
"Sasa... papa disana..." lalu ia tersenyum pada Maruti.
"Oh.. nama kamu Sasa? Cantik sekali... " sekali lagi Maruti mengelus pipi Sasa.
Sasa menoleh kearah yang ditunjuk pembantunya, dan berteriak nyaring sambil berlari lari kecil.
"Papaa.. papaaa... "
Maruti terkejut, melihat Agus sudah menggendong Sasa dan menciuminya.. sambil terus berjalan kearah keluar.
"Maruti, ini anakku, Sasa..." Agus memperkenalkan anaknya setiba didepan Maruti. Maruti tersenyum lebar, alangkah menggemaskan gadis kecil itu.
"Kami sudah berkenalan tadi," jawab Maruti.
"Oh ya, Maruti pulang sama siapa?"
"Sendiri pak, silahkan kalau ..."
"Ayo aku antar sekalian.." Agus memotong kata2 Maruti.
"Oh.. nggak pak.. terimakasih... saya bisa...mm.."
"Biar Maruti pulang sama saya saja," suara itu mengejutkannya. Maruti terpana dan melihat Panji sedang berjalan kearahnya.
==========
Maruti dan Agus bersamaan menoleh kearah datangnya suara, Maruti menahan debar jantungnya, sementara Agus segera menyalami sahabatnya dengan hangat.
"Kok kamu tiba2 ada disini?" Sapa Agus ramah.
"Kebetulan lewat, ingat Maruti ada disini, jadi bisa sekalian aku samperin."
"Ini hari pertama Maruti kerja," kata Agus seperti melaporkan sesuatu kepada atasannya.
"Bagaimana dia?"
"Baik kok... mudah2an dia kerasan."
"Bimbing dia, karena belum berpengalaman Pras,"
"Ya, pasti lah..."
"Sudah mau pulang juga? Aku bawa Maruti ya?"
"Oke, silahkan... ?" Agus tersenyum, sepertinya senyum itu menggoda, seperti mengartikan sesutu, tapi Panji seakan tak perduli.
Dihampirinya Maruti yang masih tegak berdiri tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Kita pulang sama2." Dan tanpa menunggu jawaban Maruti Panji sudah memegang lengannya untuk dibawa bersamanya.
"Oke, hati2 dijalan..." sapa Agus sambil manurunkan anaknya.
"Hai Sasa,,, tante pergi dulu ya," Maruti menyapa Sasa dengan manis, sambil menowel pipinya yang menggemaskan.
"Daaag.. ," Sasa melambaikan tangan dengan dipegangi oleh susternya.
Agus menghela nafas panjang, Entah apa yang ada dalam fikirannya.
"Ayo kita pulang Sasa.."
***
Didalam perjalanan pulang Maruti masih juga menahan debaran jantungnya. Ini aneh, berbicara berlama lama dengan Agus.. seperti tak ada perasaan seperti ini. Mereka sama2 laki2, handsome, menarik donk bagi perempuan manapun yang diajak bicara, tapi Maruti merasakan hal yang berbeda. Apa karena pandangan mata Panji yang begitu tajam, senyum yang memikat.. ah.. bencinya Maruti pada perasaannya sendiri.
"Kok diam?" tiba2 Panji memecahkan kebisuan itu.
"Aku... harus bicara apa? Mengapa mas Panji menjemput saya?"
Pasti Panji merasakan suara Maruti yang agak bergetar. Ia tersenyum memandang Maruti yang kebetulan juga menoleh kearahnya. Hm... mengapa sih senyumnya begitu ?Maruti mengalihkan pandangan matanya kearah depan. Ada sesuatu yang menghentak dadanya.
"Kan aku tadi bilang, kebetulan lewat, lalu aku teringat ini hari pertama kamu bekerja. Cuma ingin tau saja. Gimana, suka pekerjaannya?"
"Suka.. terimakasih banyak ," jawab Maruti
"Syukurlah, semoga kerasan.. "
"Terimakasih mas.." itu lagi yang diucapkannya..
"Sudah terimakasihnya. Oh ya.. mau menemani aku makan?"
"Apa?"
"Makan, dari tadi aku belum makan, lapar nih," katanya seperti meminta. Maruti bingung, menolak segan, menerima juga bingung.
"Ini kan sudah sore.."
"Itulah, sudah sore begini belum sempat makan, banyak kerjaan dikantor. Mau kan? Sebentar saja."
Mau tak mau Maruti mengangguk. Ia merasa, barangkali nanti dengan minum seteguk air bisa menenangkan segup jantungnya.
***
Mobil Panji berhenti disebuah halaman parkir yang luas. Rumah makan mewah, pikir Maruti. Ia belum pernah makan dirumah makan seperti ini. Ia terkejut ketika tiba2 Panji sudah membukakan pintu disampingnya dan mempersilahkan turun.
"Ayo, kok ngelamun, kita sudah sampai."
Maruti turun tanpa menjawab, dan berjalan mengikuti langkah Panji.
Rumah makan itu tak begitu ramai, maklum, jam makan siang sudah lewat. Mereka duduk disebuah sudut, agak jauh dari pelanggan lainnya.
"Mau makan apa?" tanya Panji
"Kan mas yang lapar, aku nggak lapar kok.
"Kamu tadi makan siang jam berapa?"
Maruti tak menjawab, apakah ia makan siang tadi? Tidak, ia hanya duduk dan minum sebotol air putih yang dibawanya, dan menolak ketika salah seorang teman mengajaknya ke kantin. Jadi sesungguhnya dia juga lapar. Malu dong mengakuinya..
"Makan jam berapa sih? " Panji mengulang pertanyaannya.
"Aku... mm.. ya tadi... lupa jamnya," jawab Maruti sekenanya.
"Ini sudah sore, jam istirahat sekitar jam duabelas...ya.. pasti masih bisa dong sesuap dua suap lagi.. kan aku minta ditemani tadi?"
Maruti menghela nafas lalu mengangguk pelan.
Panji memanggil pelayan restoran.
"Aku mau makan nasi sama ayam goreng aja. Kamu apa?" tanyanya pada Maruti.
Maruti menelan ludahnya, mm.. ayam goreng.. itu kan kesukaannya?
"Terserah mas saja," jawabnya sedikit sungkan. Ia khawatir Panji melihatnya ketika ia menelan ludah karena mendengar makanan kesukaannya.
"Nasi ayam juga?"
Maruti mengangguk.
"Minumnya? Aku mau lemon tea hangat. Jangan minum minuman dingin setelah makan. Itu kurang bagus, bisa memicu kolesterol tinggi"
Dirumah makan ada ceramah kesehatan nih. Pikir Maruti,
"Aku teh panas." jawab Maruti
Sambil menunggu pesanan itu tiba2 ponsel Maruti berdering. Haa.. dari si centil Dita, pasti akan banyak pertanyaan kalau dia jawab apa adanya.
"Hallo, Dit.."
"Hallo, mbak dimana? Masih bekerja ya? Sore amat pulangnya, jam berapa nanti pulang? "
Maruti tersenyum, geleng2 kepala.
"Mana yang harus mbak jawab lebih dulu? Banyak benar pertanyaannya?"
"Terserah mbak deh, yang penting kenapa mbak belum pulang."
"Ya, sebentar lagi mbak pulang."
"Ini masih dikantor...?"
"Nggak.. lagi... lagi.. dijalan.." Maruti menjawab sekenanya.
"Lhoh, naik apa, kok bisa sambil ngejawab telephone?"
Waduh... ini bisa panjang lagi kalau nggak segera dapat jawaban yang bisa menghentikan pertanyaan Dita.
"Mm.. mbak lagi mampir beli oleh2 buat kamu."
"Asyiiik.. apaan tuh."
"Sudah jangan tanya2 lagi."
Maruti menutup ponselnya.
Panji tersenyum:" Dita ya? Terpaut berapa tahun kamu sama dia?"
"Cuma... dua tahun setengah."
"Oh ya? Kayak terpaut sepuluh tahun deh."
Mau tak mau Maruti tersenyum geli, masa sepuluh tahun?
"Masa? Aku kelihatan tua ya?"
"Bukan, dia masih seperti anak2, sementara kamu tampak lebih dewasa.
"Oh... itu..."
Mereka menghabiskan sejam untuk makan dan minum, sementara tiba2 Panji memberikan sekotak bungkusan kepada Maruti.
"Apa ini?"
"Kan kamu tadi bilang, lagi beli oleh2 buat Dita, kalau nggak bawa bisa ngamuk dia."
"Oh.. ta..tapi..."
"Sudah, ayo kita pulang... "
Tanpa menunggu jawaban Maruti, Panji segera melangkah menuju mobilnya.
***
Dita kegirangan mendapat oleh2 sekotak ayam goreng, lengkap dengan lalapan dan sambelnya.
"Waah,, ini hebat, dan ini makanan mahal."
"Sudah .. bawa kebelakang dan taruh dipiring..."
"mBak sudah gajian? Memangnya gaji bisa dibayar dimuka? Enak bener bekerja disana? Banyak ya gajinya?"
"Dita.. cerewet amat... mbak mau mandi dulu."
"mBak, kalau sudah gajian, nanti kita belanja2 yuk.. barangkali ibu juga mau diajak jalan2."
"Kamu ini ngomong apa, masuk juga baru sehari, mana mungkin gajian?"
"Lhoh.. lha ini?"
"Dikasih mas Panji !" kata Maruti sambul berlalu karena kesal diberondong pertanyaan lalu mengatakan apa adanya, meninggalkan Dita terbengong bengong.
"Mbaaak..."
Dita ingin bertanya lebih banyak, tapi Maruti sudah menutup pintu kamar mandi.
***
Malam itu Maruti sedang istirahat dikamarnya. Banyak kejadian yang membuatnya memikirkan banyak hal. Sikap Panji.. sikap Dita.. pekerjaan yang dianggapnya menyenangkan.Ia mengunci pintu kamarnya rapat2, takut Dita akan bertanya terus tentang pemberian ayam goreng dari Panji. Tiba2 ponsel berdering. Dari Laras...
"Hallo Ras.."
"Sudah tidur kamu?"
"Ya belum lah, kalau tidur mana bisa ngejawab telephone kamu. Ada apa?"
"Gimana pekerjaannya?"
"Baik kok, kayaknya aku kerasan .."
"Syukurlah. Oh ya, bukankah tadi mas Panji menjemputmu?"
"Ya, kenapa juga dia begitu, aku jadi sungkan, dan merasa merepotkan."
"Dengar Rut, mas Panji sebenarnya lagi sedih. Maksudku.. bingung."
"Memangnya kenapa?"
"Ibunya memaksa mas Panji untuk menikah."
"Apa?"
"Dengan pilihan ibunya."
Bersambung #4
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel