Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Rabu, 10 Maret 2021

Pengakuan Sumiati #16

Cerita bersambung

Sugiyono, Bapak sambung Sumi tidak masalah ketika Shanghai datang dan menemui Kartiyem.
Shanghai melakukan kebaikan. Meski sudah duda dia tidak akan merebut Kartiyem.
Kartiyem kini sudah tua dan sudah punya suami dan ada satu anak hasil perkawinannya.

Sugiyono telah menjalankan peran sebagai ayah dan suami yang baik, meskipun Sumi sempat harus menderita ketika mendapat perlakuan tidak pantas dari Dipo.


Memang tidak mulus jalan hidup Sumi.
Sejak Sumi membuka toko bangunan, Sugiyono semakin percaya diri. Berbeda jauh dibanding dulu saat mencari pasir.
***

Sindhu pulang usai wisuda. Dia tidak memikirkan melamar pekerjaan atau mengurus ijazah.
Dia ingin cepat melamar Sumi. Kebetulan keluarganya ngumpul. Itu memang hal yang disiapkan untuk merembug rencana Sindhu.
Berat juga Sindhu meninggalkan kota yang sudah dia singgahi selama 7 tahun. Banyak kenangan di kota itu.

Malam usai isya', berembuglah keluarga Sindhu.
Di situ ada juga paklik Sindhu yang ikut datang .

“Aku akan nglamar Sumi.”
Sindhu membuka percakapan keluarga.
“Wis mbok pikir?” tanya kakaknya.
“Yo wis no..”
“Sumi itu cuma lulusan SMP lho.”
“Lho nggak masalah to.”
“Kan ya malu kalau ketemu orang ngobrol, apa ya bisa mengimbangi.”
“Kalian belum kenal Sumi. Coba ketemu dulu. Baru ngomong.” Sindhu emosi.
“Iya bener itu mas Sindhu. “ kata adik perempuan Sindhu.
“ Sumi itu anak cino lho, “ tiba-tiba Paklik Sindhu ikut menyahut.
“Lho kenapa kalau cino?”
“Ya Cino kan biasanya pelit, mata duitan.”
“Mata duitan kan bagus, rajin kerja. Nggak malas. Daripada miskin kan lebih baik mata duitan biar bisa membantu masyarakat. Soal pelit coba tanya tetangganya, " kata bu Padmo.
"Dia anak haram."
"Wis jangan macam-macam. Wong jelas kok bapaknya. Nggak ada anak haram. Yang ada orang tua haram,"
Bu Padmo melanjutkan.
“Sebenarnya yang mau kawin siapa kok kalian yang ribut?” Sindhu emosi.
Semua diam. Sindhu berkeras hati, tetap akan melamar Sumi.

Pada saat yang lain suatu siang diam-diam Sindhu mendatangi Sumi.
Kali ini Sindhu lebih percaya diri. Sudah sarjana.
“Kulo nuwun...”
“Ooo mas insinyur Sindhu..mangga-mangga...” , sambut Sumi antusias.
“Kapan datang mas ? Selamat ya sudah sarjana, sudah insinyur. Ikut senang.”
“Terima kasih. Ah biasa saja.”
“biasa bagaimana. Sempat kan mogok 2 tahun.”
“oo iya. Mencari diri.”
“Weleh mending cari uang mas. Haha...”
“Iya ya betul...tapi kadang kita harus terjungkal dulu agar tahu jalan yang benar.”
“Hmm...iya “, sahut Sumi seakan mengingatkan lagi ketika dia harus menderita sebagai korban pemerkosaan.
Lalu harus jadi istri Pak Jarwo. Tapi saat itu dia jadi korban, bukan mencari jati diri seperti Sindhu. Sama-sama terjungkal.

“Kapan mau ujian kejar paket C?”  lanjut Sindhu.
“Beberapa minggu lagi. Mudah-mudahan.”

Lama mereka terdiam. Beberapa orang datang di toko membeli beberapa barang. Sumi tidak melayani sendiri .
Ada beberapa yang membantu, termasuk Sisri teman tidurnya dulu.

”Sum hari minggu aku mau melamar..”
“Bener mas? Serius?”
“Iya lho serius..” jawab Sindhu pendek.

Sumi berbunga-bunga tapi deg-degan. Baru ini dia merasakan akan dilamar.
Dulu dia kawin karena terpaksa. Sumi sejenak diam lagi.
Terbayang dia akan jadi manten nanti.

“Hari minggu kapan mas?”
“Ya minggu depan.”

Sumi lalu menawari Sindhu mau makan apa.
Sumi bahagia sekali atas kedatangan Sindhu kali ini.
Seperti biasa Sindhu memesan makanan yang ia sukai, tongseng. Ya di pojok pasar ada yang jual tongseng kambing.

“bener tongseng kambing?” pancing Sumi sambil senyum-senyum.
“wah..iya. Lama ini nggak makan tongseng. Aku kan darah rendah.”
Lalu Sumi meminta salah satu tenaganya untuk memesan tongseng dan es teh manis.

Tidak lama pesanan tiba.
Asyik mereka makan tongseng sambil ngobrol.
Tidak lama Sindhu pun pamitan.
***

Sumi berhari-hari mematut diri agar kalau keluarga Sindhu datang nggak memalukan.
Dia lalu menemui bapak kandungnya untuk meminta agar mau datang ke rumah saat lamaran.
Sumi menuju Delanggu menemui papa kandungnya.
Untuk pertama kali dia masuk rumah itu sebaai anak.

“Siapa?” tanya penjaga toko Shanghai.
“Saya Sumi.”
"Oh...Masuk”
“Sumi..”
“oh Sumi, masuk...” kata tuan Shanghai.
“Tumben. Ada perlu apa ini?” lanjut tuan Shanghai penasaran.
“Iya. Sumi mau minta papa bisa datang di hari lamaran Sumi.”
“Lho sudah mau dilamar?”
“Iya.”
“Calonmu siapa nduk?”
“Ada pah. Sindhu namanya.”
“Kerja dimana?”
“Belum kerja. Baru lulus.”
“Lho nganggur? Kamu kok mau?”
“Iya orangnya baik. Dia insinyur itebe pah.”
“Tapi menganggur?”
“Iya baru lulus. Mau membuat usaha di desa.”
“Usaha apa?”
“Mau mengembangkan rekreasi di sini.”
“Loh dia insinyur apa?”
“Arsitektur.”
“Bikin apa di desa?”
“Katanya di dekat Umbul Ingas mau dibikin tempat main perahu dan wahana mainan anak.”
“Oh...kamu yakin? Yakin dia bisa bekerja?”
“Iya pah yakin. Kan semua harus dicoba, asal ada niat dan kerja keras.”
“Kalau memang yakin, papa setuju saja. Kapan?”
“Hari Minggu.”
“Ya papa akan datang. Kalau perlu nanti papa bisa bantu modal.”
“oh terima kasih pa...”

Sumi lega. Dia temukan bapaknya bisa mengerti kemauannya. Meskipun tidak begitu saja tapi bisa menerima penjelasannya. Bahkan papanya punya niat membantu modal. Hal yang nggak pernah dia sangka.
***

Sindhu dengan ibunya, kakak adiknya dan adik bapaknya mendatangi rumah Sumi. Di sana sudah ada Sumi, bapak ibunya dan juga bapak kandungnya.
Kakak adik Sindhu baru melihat Sumi untuk pertama kali, kecuali adik perempuan Sindhu .
Mereka kaget.

“oh pantes”,  bisik kakak Sindhu melihat kecantikan Sumi.
“Iya nggak aneh lah Sindhu ngebet,” sahut kakaknya yang lain.

Setelah basa-basi dibukalah acara resmi.
Bapak sambung Sumi yang bicara.
Meski ada tuan Shanghai tapi dia nggak mau mewakili bicara. Dia tahu diri bahwa selama ini tidak ikut membesarkan Sumi.

Maka Sugiyono dengan bahasa sebisanya mencoba bicara.
“terima kasih atas kedatangannya. Ini kesempatan yang baik untuk berkenalan. Saya mewakili keluarga, mempersilakan keluarga Bu Padmo untuk menyampaikan maksud dan kedatangannya kemari.”
“Saya mewakili keluarga mas Padmo, ” kata paklik Sindhu yang lain.
“Kami ke sini dengan niat baik ingin melamar Sumi untuk anak kami Sindhu,”  kata paklik
Sindhu dengan tutur kata dan bahasa halus.
“Ya kami serahkan pada yang bersangkutan.” Kata Sugiyono.
“Apa kamu mau ndhuk dilamar mas Sindhu?” tanya Kartiyem pelan ke Sumi.

Sumi diam sambil senyum-senyum, tersipu. Dia pelan mengangguk.
“Ya Sumi nampaknya sudah setuju untuk dilamar menjadi istri Sindhu. “

Semua tersenyum. Tuan Shanghai terharu. Anak yang dia telantarkan kini akan jadi istri orang.
Sindhu pun lega.
Dia menata hati. Tidak boleh lagi melirik-lirik wanita lain.

“Kapan hari pernikahannya?” tanya bapak Sumi.
“Ya mari kita bicarakan. Nanti kita cari hari baik dulu, "  sambut paklik Sindhu.

Acara itu diakhiri dengan ramah tamah dan makan bersama. Sumi berusaha bersikap baik dan wajar di depan keluarga Sindhu. Dia berusaha menjamu tamunya sebaik mungkin.
Ada juga sedikit lebay beramah tamah dengan kakak adik Sindhu untuk mengambil hati.
Nampaknya tidak ada lagi keberatan keluarga Sindhu.

==========

Hari berlalu. Orang tua Sindhu sudah mencari hari baik. Lagi-lagi ke tempat pakdhenya di Solo. Sudah dihitung-hitung ketemu harinya.
Kurang lebih 2 bulan lagi.
Tapi Sindhu justru dilanda keraguan. Pasca melamar sepertinya banyak godaan. Suara-suara bahwa Sumi anak haram, dia anak cina semakin mengganggu pikiran Sindhu.
Malah pakliknya menyebut-nyebut anak pak lurah dari desa Jeblog berminat pada Sindhu. Anaknya juga cantik dan malah sudah sarjana.

Sedikit terombang-ambing hati Sindhu.
“Mau kamu le sama anaknya pak lurah. Anaknya cantik, malah sudah lulus kuliah.”

Sindhu tidak menjawab tawaran pakliknya.
Pakliknya pun enggan meneruskan tawarannya.
Ada saudara sepupunya yang dari Cokro malah memberikan info yang membuat dia makin ragu.

“Mas Sindhu tahu kan Sumi itu hasil hubungan gelap?”
“aku pernah dengar selentingan begitu. Jadi ceritanya bagaimana?”
“Jadi Sumi itu bukan anak kandungnya Pak Sugiyono. Kelihatan kan kulit dan wajahnya beda?”
“maksudmu?”
“Ya kata orang, ibunya Sumi dihamili tuan Shanghai ketika jadi pembantu di rumahnya.”
Sindhu sedikit kaget . Lalu diam.
“Sumi kan nggak salah to?”
“Iya dia kan tidak tahu apa-apa.”
“Ya sudah nggak masalah bagi saya. Saya justru senang dia punya etos kerja seperti orang tionghoa. Kerja keras, teliti, hemat.”
“Yo wis kalau mas Sindhu sudah tahu ya nggak masalah.”

Sindhu meski omongannya tegas, hatinya ragu. Jangan-jangan nanti ada bibit-bibit sifat buruk pada Sumi karena dia lahir dari proses yang kurang benar.
Ya tapi dia tepis.

Semua manusia punya sifat baik buruk. Banyak orang sukses meski lahir dari keluarga yang tidak harmonis.
Begitu juga banyak orang memble gegara terlalu mulus dan lurus kehidupan di keluarganya. Tidak pernah mendapat guncangan untuk menguatkan mentalnya.
Bahkan konon Newton juga dibesarkan neneknya karena bapak ibunya cerai.
Suharto sang penguasa terlama di Indonesia  juga tidak jelas orang tuanya.
John Lennon juga dibesarkan dalam rumah tangga yang tidak sempurna.
Nabi Muhammad juga ditinggal bapaknya ketika masih kecil.
***

Sumi persiapan ujian kejar paket C.
Dia sudah belajar sejak lama.
Dia harus pergi ke Klaten untuk mengikuti ujian itu.
Dia nekat naik motor sendiri ke Klaten. Sangat bersemangat dia untuk segera mendapat ijazah persamaan.
Dia tidak ingin merepotkan orang lain. Seharusnya Sindhu bisa mengantar.
Tapi Sumi memilih berangkat sendiri.

Tidak sampai satu jam dia sudah sampai di kantor dinas pendidikan Klaten.
Dia ikuti ujian bersama banyak orang yang lain. Ujian dia kerjakan dengan baik. Sumi tidak merasakan hal yang sulit. Lega dia. Dalam hati sudah optimis bahwa dia pasti lulus.
Sumi segara pulang. Dia ingin mengabarkan pada orang tuanya, juga Sindhu kalau ujiannya lancar.
Ngebut dia mengendarai motor. Tanpa terasa sudah sampai pertigaan Karanganom lebih kurang 20 menit dari Klaten.

Dari arah selatan mau belok, ada kendaraan mobil dari arah timur yang ngebut.
Sumi harus mengalah ngerem mendadak dan belok ke arah kiri, motor terjatuh. Sumi terlempar.
Kepala Sumi terantuk aspal.
Dia tidak bisa bangun. Sobek kulit di batuknya.
Beberapa orang membantu.
Motor diselamatkan di rumah penduduk dekat situ. Sumi dibawa ke rumah sakit terdekat.
RSI Klaten. Sumi masih sadar.
Dia minta ke orang yang menolongnya untuk melihat KTP di dompetnya.
Segera ada yang mengabari ke rumahnya setelah melihat alamat.
Di rumah sakit Sumi di rawat di UGD. terlalu banyak darah keluar.
Luka Sumi segera dijahit. Tapi dia butuh banyak darah. Kepala di rontgen. Sementara hanya luka luar saja yang kelihatan.

Berita segera tersebar. Sindhu mendengar berita itu segera menyusul ke RSI.
Dia takut ada yang serius dengan Sumi.
Sindhu menuju UGD. Ia mencari dimana Sumi berada.
Sindhu bertanya ke perawat dimana Sumi dan siapa yang tadi membantu membawa ke rumah sakit.
Tercatat nama di situ Purnomo.

Sindhu segera menuju ke PMI Klaten.
Ada beberapa stok tapi masih kurang. Sindhu pergi ke rumah keluarga Shanghai mengabarkan kalau Sumi butuh darah.
Kebetulan darah AB siapa tahu cocok dengan anggota keluarga Shanghai.
Beruntung tuan Shanghai dan Andi golongan darahnya sama.
Segera keduanya menyusul ke rumah sakit.
Dari keduanya diambil darah.
Darah segera ditranfusi ke Sumi. Tuan Shanghai baru kali ini merasa sebagai bapak bisa membantu secara nyata pada anaknya.

Dia merasakan sedikit kebahagiaan. Andi justru ini yang kedua punya jasa untuk Sumi.
Sumi merasakan kasih sayang keluarganya.
***

Sumi masih tertidur di bed ruang gawat darurat. Nampaknya merasakan sakit luka di kepalanya.
Kemungkinan kecantikan Sumi akan berkurang dengan luka di jidatnya. Pasti bekas hitam akan ada di sana.
Sindhu sudah nggak peduli.
Cuma dia berpikir mengapa banyak cobaan menghadapi pernikahan. Sndhu duduk di dekat ranjang Sumi.

Ada ibu Sumi yang ikut menjaga.
“Sudah lama bu?”
“Iya tadi begitu dikabari saya ke sini.”
“Lukanya cuma yang di kepala itu?”
“iya. Masih tunggu hasil rontgen.” Kata Kartiyem sedih.

Sindhu duduk sambil memegang telapak tangan Sumi.
Terasa hangat badan Sumi. Sindhu mengelus-elus tangan Sumi.Tidak lama Sumi terbangun dan melihat sekitar. Ada ibunya dan Sindhu.

“Lho mas...kapan datang mas?” tanya Sumi dengan suara lemah sambil menahan nyeri lukanya.
“ya beberapa menit lalu..”  sahut Sindhu sambil mengusap wajah Sumi pelan.
“Bagaimana rasanya?”
“Ya sedikit perih, nyeri dan lemes.”
“Tidak pusing?”
“Sedikit saja. .”

Sindhu lalu mengingat nama di catatan perawat itu, barangkali ia saudaranya yang tinggal dekat tempat kejadian.
Sindhu pamit ke Sumi dan ibunya. Ia naik motor menuju rumah saudaranya.
Rumah buliknya itu terletak di pinggir jalan. Bukan bulik langsung tapi masih satu mbah buyut.
Kurang lebih 20 menit sampailah di sana.

“Kulo nuwun...”
“ Lho mas ini putranya Yu Padmo kan?”
“Nggih bulik..”
“Asmane sinten?
“saya Sindhu “
“Kok tumben.”
“iya ada keperluan bulik. Apa dik Pur ada?”
“Ada. Pur...Pur...ini ada mas Sindhu.”

Pur pun keluar sambil menghisap rokoknya.

“lho mas..ada apa?”
“ya main-main. Sambil ada keperluan. “
“tadi siang ada kecelakaan di pertigaan?”
“iya, aku yang mbawa ke RSI. Kasihan kepalanya luka darah mengucur.”_
“Lho dik Pur yang tadi membantu?”
“Iya. Cewek cantik terjatuh dari motornya. Ada mobil ngebut dari arah timur. Lho ini apanya mas?”
“Lho itu calonku,”

Sindhu agak kaget yang menolong Sumi adalah saudaranya. Purnomo pun kaget cewek cantik itu calon dari kakak sepupunya.

“Wah untung ada orang baik seperti dik Pur yang mau repot-repot. Ada ongkos-ongkos yang sudah dibayar dik?”
“Belum mas hanya tanda tangan sebagai yang menjamin. Ya kalau mas Sindhu lihat kecelakaan begitu mungkin juga akan melakukan hal yang sama,” Pur merendah.
“Tapi aku takut lihat darah. Jadi dik Pur termasuk hebat . Wah maturnuwun sanget ya dik sudah membantu. Gusti sing mbales,” ucap Sindhu tulus.

Dia sebenarnya juga nggak punya uang. Dia sarjana pengangguran.
Dia perlu mengucapkan terima kasih. Kalau pun ada biaya dia akan bilang ke Sumi.

“Oh ya saya pamit dulu bulik.”
“itu diminum dulu tehnya. Nggak ada temannya, cuma teh saja.”
”Wah nggak papa bulik. Saya sangat berterima kasih. Sudah banyak dibantu.“

Lalu Sindhu pamit betulan.
Segera ia menaiki motornya.
Sindhu balik menuju ke rumah sakit. Dia mampir cari makan di warung depan rumah sakit. Dari siang belum sempat makan. Lalu dia menuju ke ruang UGD lagi.

Beberapa lama diperoleh hasil dari foto rontgen. Beruntung tidak ada keretakan di tulang tengkorak.
Sumi perlu opname beberapa hari untuk menyembuhkan luka dan jahitannya.

Dia harus pindah kamar.
Untuk pertama kali Sindhu menyuapi Sumi karena Sumi masih susah bergerak.
Dari sisi samping ranjang sindhu pelan-pelan menyendok makanan jatah rumah sakit lalu menyuapkan ke Sumi.
Sumi merasa aneh. Ya aneh nggak mengira ini terjadi.
Hanya ibunya yang pernah menyuapinya. Karena badan tidak enak, nasi suapan Sindhu juga terasa hambar.
Tapi dia merasakan kasih sayang yang berbeda.
Hatinya membuncah, bahagia sekali. Sindhu menunggui hingga malam.
Sumi terharu melihat kesetiaan Sindhu menungguinya.
Mungkin kalau dia nggak sakit dia nggak akan tahu ada sisi lain dari Sindhu yang dia rasakan sekarang, perhatian Sindhu.

“ini obatnya diminum..” kata Sindhu sambil memberikan obat untuk penghilang sakit, anti radang  dan anti biotik.
Sumi pun meminum ketiga pil dan tablet tersebut.

“Nggak capek mas?”
“ya biasa. Lebih capek yang merasakan sakit,” kata Sindhu.

Sumi tersenyum kecil. Benar juga lebih baik menjaga orang sakit daripada merasakan sakit.
Lalu Sindhu tiduran di teras RSI. Ibunya Sumi yang menunggu di dalam.
Sumi susah tidur merasakan sakitnya.

Malam sunyi, ibunya sudah tertidur pulas.

Pertama dia merasakan opname di RS. Cuma melihat langit-langit kamar dan selang-selang infus yang ditancapkan ke tangannya. Dia berharap ini tidak lama. Tidak ada luka serius di...

Bersambung #17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER