Cerita Bersambung
Naas terjadi lagi. Ketika pagi sedang membuka toko, tiba2 Pak Jarwo muncul. Sumi awalnya ketakutan. Pak Jarwo mulai nakal. Tangannya gerayangan. Lalu ia mendesak Sumi ke pojok tembok. Sumi teriak dan lari menghindar, lalu mengambil kayu yang dia siapkan di samping pintu masuk.
"Jika bapak nekat, saya bilang ibu. Kayu ini siap melayang ke muka bapak." Sumi seperti kehilangan hormat ke majikannya.
Pak Jarwo seperti kehilangan nyali. Dia tidak jadi melanjutkan aksinya. Huru hara pagi segera berakhir ketika mulai banyak orang berseliweran di pasar. Sumi meneruskan membuka tokonya.
Seakan tidak terjadi apa-apa. Untung Bu Jarwo masih di rumah ketika bencana itu terjadi. Kalau tidak, rumah tangga pak Jarwo bisa bubar.
Seperti biasa Toko Ijo ramai dengan pembeli. Orang-orang dari pasar kulakan barang untuk dijual kembali di warungnya di kampung-kampung.
Tidak disangka 5 bulan sejak kejadian itu Sumi merasa badannya nggak enak, sering mual.
"Sum kamu kenapa? Kok pucat?"
"Nggak tahu bu. Badan nggak enak."
"Kamu kok sering seperti orang muntah-muntah. Jangan-jangan..kamu..."
"Apa bu? Hamil?"
"Iya Sum..ibu khawatir. Tapi siapa yang melakukan?"
"Oh.."
Sumi pun menangis keras di toko itu.
"Siapa yang.melakukan Sumi?"
Sumi menangis makin keras dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Apa Sarmo?"
"Bukan. Sarmo sudah pergi lama bu."
"Apa temanmu mahasiswa itu?"
"Bukan bu. Mas Sindhu baik sama saya.." teriak Sumi makin keras diiringi tangis.
Pak Jarwo hanya diam. Dia takut aibnya juga akan dibuka.
"Jadi siapa?"
Sumi terdiam.
"Siapa Sumi? Siapa?"
Sumi sulit dan takut mengatakan. Dia malah menangis makin keras. Toko jadi sepi, pembeli sungkan masuk.
"ibu nggak marah?"
"Nggak Sumi. Ayo terus terang saja."
"Mas .. Mas Dipo bu..." tangis Sumi meledak lagi.
"Ha? Dipo anakku?"
Bu Jarwo tergeletak di samping lemari jualannya, tidak sadarkan diri , seperti disambar petir mendengar pengakuan Sumiati.
Segera Pak Jarwo mencari minyak, lalu diusapkan dihidung bu Jarwo.
Tidak lama bu Jarwo siuman. Dia masih belum percaya anaknya yang dibangga-banggakan katena kuliah di universitas ternama itu ternyata kelakuannya bejat.
***
Benar-benar ini suram hidup Sumi. Nggak ada arti lagi dia hidup. Tiada lagi tempat mengadu selain mboknya.
"Mbok Sumi hamil..."
Suara Sumi bercampur tangis.
"Ya Alloh kenapa bencana ini juga harus menimpa anakku."
"Apa mbok? Simbok dulu juga begitu? Jadi aku bukan anaknya bapak mbok? Tidak...aku akan melawan mbok..."
"Iya tidak boleh terulang lagi nduk. Kamu harus minta pertanggungjawaban Dipo."
***
Beberapa minggu kemudian Sindhu datang. Liburan semester dia sempatkan pulang. Meski sering dia dicemooh Silvy tetapi hatinya masih terikat ke Sumi. Teman kosnya, Widodo, justru mempunyai pendapat lain.
"Sin, cinta itu memberi. Bukan meminta. Berat memang . Tapi kalau kau kuat, kau akan memanen buahnya. "
Meski Sindhu belum terlalu paham yang dimaksud Widodo, tapi dia iyakan saja.
Kondisi Sumi sudah berubah. Kini Dia menghindar ditemui Sindhu.
Dia merasa makin tidak berharga. Karena dirinya makin tidak imbang dibanding Sindhu. Sindhu penasaran akan perubahan ini.
Meski susah ditemui di toko, Sindhu datang ke rumah Sumi.
"Mbok Kartiyem apa yang terjadi dengan Sumi?"
"Sumi tertekan nak. Dia hamil."
"Ha..?"
Sindhu ikut menangis dalam hati.
"Mengapa Sumi harus bernasib seperti ini", bisiknya sendiri.
"Mbok, Sumi harus minta pertanggungjawaban Dipo. Jangan menyerah." kata Sindhu ke lik Kartiyem.
Berita hamilnya Sumi itu segera menyebar. Orang-orang di pasar berbisik-bisik soal berita ini, tidak terkecuali Lik Marto.
"Eh Sumi meteng..."
"Siapa pelakunya?"
"Ya anak ndoronya.."
"Wah tega ya.."
"Yah...kecelakaan".
"Apes itu mas Dipo.. Telat ngangkat."
"Ssttt...yang bener ngomongnya..."
Sahut-sahutan suara di pasar.
Lik Marto segera mengirim kabar ke Sarmo soal ini.
Ia ingin Sarmo untuk segera memutuskan hubungan dengan Sumi.
Malu keluarga Marto harus punya mantu anak haram yang sudah tidak gadis.
Dia tidak mau punya cucu yang bukan darah dagingnya.
Sarmo makin terpepet untuk menerima kemauan bapak dan pakliknya.
Hatinya berontak karena sesungguhnya dia masih suka sama Sumi.
"Gimana Mo, ada kabar apa?" tanya pakliknya.
"Nggak kok Lik. Nggak ada apa-apa."
"Wah mosok. Kamu kelihatan sedih gitu."
"Biasa saja."
Pakliknya sudah tahu perihal hamilnya Sumi dari kakaknya.
Dia hanya basa-basi ke Sarmo saja. Antara kasihan dan senang, lik Slamet menerima kabar ini.
Rencana menjodohkan Sarmo dan Sunarni akan makin mulus, pikirnya.
***
Sindhu berpikir bagaimana membantu Sumi memperoleh pertanggungjawaban.
"Katakan pada juraganmu bahwa anak di dalam perutmu harus ada ayahnya" saran Sindhu ke Sumi beberapa waktu kemudian.
"Kalau nggak, bawa ke polisi." Sindhu memanas-manasi Sumi.
Sumi tentu senang mendapatkan dukungan. Tapi Sumi berpikir haruskah dia menikah dengan orang yang tidak dia cintai.
Sumi bingung.
" Bayi itu harus diselamatkan, dia tidak berdosa" kata Sindhu lagi.
Sumi seperti mendapatkan kata-kata yang mujarab.
Seandainya dulu simboknya menggugurkan kandungannya, tidak akan lahir dia di dunia.
Sumi bertekad menyelamatkan bayi itu dan juga mendapatkan pengakuan dari Dipo.
***
Keluarga Pak Jarwo dibuat pusing atas kasus ini. Mereka berembug bagaimana mengatasi.persoalan ini. Suatu malam mereka kumpul di rumah. Berlangsung pembicaraan antar mereka.
"Kalian harus bertanggung jawab", ucap bu Jarwo.
Sepertinya kata-kata itu ditujukan pada Dipo dan Pak Jarwo.
Meski Pak Jarwo tidak melakukannya.
Kakak Dipo, Anwar pun setuju harus ada yang bertanggungjawab.
Pak Jarwo pun tidak menyangka anaknya senekat itu. Keputusan harus diambil cepat.
"Gimana kalau kita kasih uang kerugian ke Sumi?" usul Pak Jarwo.
"Ya bagus kalau Sumi mau." sahut Anwar.
"Tapi Sumi bukan orang bodoh, dia juga berteman dengan seorang mahasiswa. Kita harus hati-hati," sahut bu Jarwo.
"Kalau dia menuntut harus ada yang jadi bapak dari anaknya gimana?" Anwar melanjutkan.
"Aku nggak mau. Aku ingin menyelesaikan kuliah. Aku punya rencana lain", Dipo yang dari tadi diam angkat bicara.
Lalu semua diam. Sepertinya akan sulit jika Dipo nggak mau menikahi Sumi. Mereka butuh untuk bermusyawarah lagi.
==========
Bu Jarwo berencana membawa kasusnya ke Pak Lurah sebagai mediator dan dibicarakan di kelurahan. Tapi rencana itu ditentang Dipo.
"Nggak usah, bikin malu keluarga saja."
"Yo wis kalau gitu kita bicarakan sendiri tapi Sumi kita undang dan juga pak Lurah", usul Bu Jarwo.
"Iya mathuk..", kata Pak Jarwo.
Musyawarah dilakukan di rumah Pak Jarwo. Ada pak lurah sebagai saksi dan mediator di sana. Ini sidang kekeluargaan artinya kasus Sumi tidak perlu dibawa ke ranah hukum dan keputusannya diambil secara musyawarah. Ini dilakukan karena Sumi memohon keadilan atas kasusnya.
"Bu, kula nyuwun ada yang bertanggungjawab soal kehamilan saya ", pinta Sumi.
"Iya Sumi."
"Kula juga nyuwun bagian untuk menghidupi jabang bayi ini jika nanti lahir".
"Wis nanti kita bicarakan sama pak lurah saja ben enak Sum.."
"Nggih kula manut saja bu ".
***
Sumi didampingi mboknya. Mereka sudah siap bagaimana nanti harus bicara.
"Bapak ibu ijinkan saya memimpin musyawarah ini. Tujuannya adalah mengambil keputusan soal Sumi. Saya minta Sumi bersaksi apa yang telah terjadi nanti baru kita bermusyawarah untuk ambil keputusan yang bisa diterima semua." Pak Lurah memulai.
"Walah nggak usah...", sahut Dipo.
"Dia maunya apa, sudah kita kasih saja", lanjut Dipo.
"Lho kok nggak usah piye. Biar semua tahu apa yang terjadi", sahut Anwar kakaknya.
"Lha barang ala kok disuruh cerita..bikin malu."
"Biar saja diceritakan Sumi apa yang terjadi biar semua jelas. lalu apa maunya Sumi. Ayo Sum critakno..."
"Anu...Malam itu kan hujan. Kula biasa tidur di toko bersama Sisri tapi Sisri sakit. Jadi nggih kula sendirian. nah menjelang tidur, ada yang ngetok pintu. Kula takon siapa. Ternyata Mas Dipo. katanya mau nyari obat flu. Saya bukakan pintu."
"Wis nggak usah diteruskan..." sahut Dipo.
"Yo ben terusno Sum," sahut Bu Jarwo.
"Lha terus mas Dipo maksa kula. "
"Kok mbok turuti?" tanya Pak Jarwo.
Sumi takut sekali dengan pertanyaan Pak Jarwo karena dia menolak kemauan Pak Jarwo beberapa kali.
"Kula ajrih...takut...mas Dipo memaksa. Saya nggak bisa melawan..."
"Kok nggak teriak minta tolong Sum? Jangan-jangan kamu juga mau?!" tanya Pak Jarwo lagi agak menuduh.
Lik Kartiyem diam saja. Dia hanya mengikuti jalannya musyawarah dan pengakuan Sumi.
Tapi keberadaan Kartiyem cukup memberi energi bagi Sumi.
Sumi juga ingat selalu pesan Sindhu untuk melawan, tidak perlu takut.
"Kula sampun teriak...Tapi karena hujannya tambah deres, suara saya nggak kedengaran. Mulut saya disumpel sama mas Dipo."
"eee aja ngarang kamu..." teriak Dipo.
"Sssttt...biarkan Sumi neruskan ceritanya." sahut Bu Jarwo.
"Ya begitu selanjutnya saya ditumpaki mas Dipo..."
pak lurah nggak bisa nahan tawa padahal Sumi serius...Dia susah mencari kata-kata yang cocok.
"Berapa kali Sumi?" tanya Bu Jarwo.
"Ming sekali saja bu..." ucap Sumi sambil nunduk.
Air matanya tumpah....
"Sekarang yang penting siapa yang mau bertanggungjawab atas kehamilan Sumi.." pak Lurah mengambil kendali agar cepat beres.
"Apa ada cerita lain Sumi?" tanya bu Jarwo yang agak curiga dengan desakan pak Jarwo.
Sumi takut mau cerita apa adanya.
Tapi kalau dia nggak cerita dia takut tuntutannya nggak akan dikabulkan keluarga Jarwo.
"Wonten bu...." ucap Sumi lirih sambil melirik ke Pak Jarwo.
"Sumi!!" teriak Pak Jarwo.
"Lho yo ben diteruske...." sahut Bu Jarwo cepat.
Anwar malu dengan musyawarah ini. Dia tidak menyangka ada sandiwara yang memalukan dalam rumah tangga orang tuanya.
Dia memang sudah berkeluarga dan nggak iikut-ikutan urusan ini. Dia akan ikut saja apa keputusannya. Dia juga tidak mengharap warisan lagi.
Baginya toko lain yang dikelolanya sekarang di dekat pasar sudah cukup.
"Ayo Sumi Jangan takut."
"Anu bu..emmm." Sumi menunduk lagi. Takut dia menceritakan apa yang dialaminya.
"Wis ora sah wedi Sum..."
"Bapak..."
"Diapakan kamu Sum?" teriak Bu Jarwo nggak bisa nahan emosinya sambil menangis.
"Bapak meminta saya ngeroki..."
"Kamu ladeni?"
"Iya bu. Saya takut...."
"Terus?"
"Iya terus ibu rawuh. Jadi cuma ngerok saja."
"Hmmm..." bu Jarwo geram sambil memandangi suaminya.
Hati Bu Jarwo mulai panas. Tidak menyangka begitu kelakuan suaminya.
"Lalu apa lagi?"
"Bapak pernah mau maksa saya. Tapi saya melawan..."
"Wis sudah cukup. Sekarang kalian harus bertanggungjawab." seru bu Jarwo.
"Wis aku wae sik tanggungjawab" ucap pak Jarwo
"Daripada Dipo kehilangan masa depannya." lanjutnya.
"Aku minta cerai...", tantang Bu Jarwo.
"Tapi saya nggak mau kalau harus menikah dengan bapak. Saya tidak mau..", jawab Sumi dengan ragu apakah tuntutannya terlalu tinggi.
"Apa sama Dipo?"
"Saya nggak mau....", ucap Dipo.
"Masak cuma sekali, hamil", lanjut Dipo merasa dia seperti jadi tertuduh.
Dia tidak terima dia yang disalahkan.
"Kamu kebanyakan mau Sumi..." sahut Pak Jarwo lagi.
Setelah lama bermusyawarah akhirnya diambil keputusan.
Bu Jarwo karena sudah tua, akan istirahat dan kembali ke rumah asalnya. Dia minta cerai dari Pak Jarwo yang ternyata tidak setia. Dia mendapat sejumlah uang yang cukup untuk membiayai masa tuanya.
Dengan berderai air mata dia memutuskan cerai.
Rumah tangga yang sudah diarungi selama hampir 40 tahun harus kandas.
Dia menyesalkan semua ini terjadi.
Dipo bebas. Pak Jarwo tentu tetap berperan sebagai bapak yang membiayai Dipo.
Pak Jarwo mengawini Sumi dengan imbalan Toko Ijo.
Sumi tentu saja dengan berat hati menerima keputusan ini.
Tapi dia pikir-pikir pak Jarwo sebenarnya orang baik.
Cuma, Pak Jarwo selama ini tidak bisa menahan nafsunya.
"Ora popo nduk kowe dadi bojone Pak Jarwo." ucap Kartiyem menghibur anaknya.
Kartiyem sebenarnya berpikir bahwa Pak Jarwo hanya galak di luar, tapi sudah loyo di dalam. Sumi akan baik-baik saja meladeni Pak Jarwo.
Sumi masih merasa berat jadi istri Pak Jarwo meski menerima.
Sekilas dalam pikirannya muncul wajah-wajah Sarmo dan Sindhu.
Sarmo sepertinya makin susah diharapkan. Sumi ingin mengabari Mas Sindhu soal ini. Tidak tahu Mas Sindhu akan happy atau marah atau merendahkannya sebagai cewek yang hanya pingin harta. Tapi dia kini sudah jadi istri orang. Sumi akan menceritakan kondisinya ke Sindhu.
***
Pada hari-hari berikutnya setelah urusan KUA dan kelurahan beres, Sumi jadi pemilik Toko Ijo. Dia agak kikuk sekarang jadi yang memegang perintah. Dia tidak mau punya pelayan perempuan lagi.
Apakah dia hamil sebenarnya belum jelas.
Tetapi bu Jarwo menyimpulkan terlalu cepat soal kondisi Sumi. Tapi justru itu membuka tabir keluarganya. Bu Jarwo sakit hati dengan suaminya.
Bagi dia Sumi hamil atau tidak, tidak penting lagi. Dia sudah tidak mau meneruskan lagi berumah tangga dengan Pak Jarwo.
Bu Jarwo menempati rumah peninggalan orang tuanya yang besar di desa Kuwel.
Dipo meskipun sudah menerima keputusan tapi sebenarnya dia tidak rela Sumi mendapatkan Toko Ijo. Kere munggah mbale, pikirnya. Dia sedih bapak ibunya cerai dan harus membayar mahal ke Sumi. Tapi faktanya ibunya yang ngotot minta cerai. Jadi Dipo harus menerimanya. Ini tragedi keluarga Jarwo.
Dipo cukup terpukul karena ulahnyalah yang memicu ini.
Orang-orang banyak yang sinis seperti halnya Dipo.
Mereka menuduh Sumi mata duitan, hanya mau hartanya. Sumi tidak sungguh-sungguh jadi istri pak Jarwo.
Saat mereka mampir ke Toko Ijo selesai dari pasar masih melihat Sumi sebagai pelayan. Pandangannta antara sinis dan kasihan. Mereka lupa Sumi sekarang sudah jadi pemiliknya. Tapi melihat Pak Jarwo lalu Sumi, lebih pantas jadi anaknya daripada jadi istrinya.
Sisri termasuk kehilangan teman. Dia sekarang tidak tidur lagi bersama Sumi di toko malam-malam.
"Mbak sampeyan wis kepenak sekarang."
"Ora Sri. Aku kudu ngledeni bojo sing wis keriput."
"Paling peltu mbak. Malah enak ora suwe-suwe. Haha"
"Ssstt...saru..."
Mereka terbahak bersama.
Meski Sumi merasa pedih dalam tawanya.
Bersambung #9
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel