Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Rabu, 07 April 2021

Sekeping Cinta Menunggu Purnama #1

Cerita bersambung
Oleh : Tien Kumalasari
(side a)

Udara mendung sejak siang itu, tapi Putri tetap berkemas untuk berangkat latihan menari. Maklumlah, bukan hanya latihan itu yang membuatnya bersemangat, tapi pasangan menarinya yang sudah beberapa bulan ini mengisi hatinya. Teguh bukan sekedar teman beradu dalam tarian. Pemuda tampan yang menurutnya sangat baik hati ini begitu membuatnya tergila gila. Ia hanyalah pemuda kebanyakan yang bukan keturunan seorang hartawan atau seorang yang memiliki derajat dan kedudukan tinggi. Berbeda dengan Putri yang puteri seorang berdarah biru, dan memiliki harta berlimpah. Namun penampilan Teguh yang sederhana dan santun, begitu menarik hati Putri.

"Putri, mendung begitu gelap, mbok ya nggak usah latihan menari," tegur bu Broto,  ibunya yang mengikuti dibelakangnya begitu Putri membuka pintu depan.
"Nggak bu, nanti Putri ketinggalan, trus nggak bisa mengikuti ajaran sore ini, padahal bulan depan sudah harus berani di pentaskan," sanggah Putri sambil melongok kearah jalan, seakan ada yang sedang ditunggunya.
"Kalau begitu jangan berangkat sendiri, suruh pak Sarno mengantar kamu," kata bu Broto lagi.
"Nggak usah bu, sungkan sama teman2 kalau Putri diantar pakai mobil, nanti dikira sombong."
"Ya bukan begitu nduk, memang cuacanya yang lagi nggak bagus, apa salahnya diantar mobil."
"Enggak bu, biar Putri naik ojek saja."

Sementara itu terdengar suara sepeda motor berhenti diluar gerbang. Putri mencium tangan ibunya lalu berjalan kearah gerbang.

"Bocah kok ngeyel," gerutu bu Broto sambil memandangi punggung anak gadisnya.
"Putri jadi berangkat?" tiba2 pak Broto sudah berdiri dibelakang bu Broto.
"Bapak... tadi ibu kira bapak masih tidur, jadi ibu biarkan Putri pergi tanpa pamit sama bapak."
"Memang baru bangun aku, tadi seharusnya aku suruh Putri libur saja latihan menarinya. Orang mau hujan begini."
"Ibu sudah melarangnya, tapi dia nekat. So'alnya bulan depan mau ikut pentas."
"Tapi aku curiga sama anakmu itu bu, akhir2 ini dia sering berboncengan sama temannya yang namanya Teguh itu."
"Cuma berboncengan pak, kan nggak apa2. Tapi sore ini dia naik ojek kok."
"Ada mobil dirumah, mengapa dia selalu menolak diantar sopir? Itu karena dia penginnya berboncengan sama Teguh."
"Katanya malu sama teman2nya kalau diantar mobil, nanti dikira sombong. Tadi ibu juga sudah minta dia supaya diantar Sarno."

Pak Broto masuk kedalam sambil mengomel. Ia menyalahkan isterinya kenapa tak melarang Putri untuk mengurungkan niyatnya sementara hari tampaknya akan hujan.
***

Memang benar, bukan ojek online yang mengantar Putri, tapi Teguh. Teguh selalu menunggunya diujung jalan setiap kali menjemput putri, Putri yang memintanya karena ia tau ayahnya nggak suka dirinya berduaan dengan Teguh.
Tapi sampai ditempat latihan itu tampak sepi. Rupanya baik guru maupun teman2nya enggan datang karena mendung begitu tebal, dan sudah bisa dipastikan hujan akan turun.Hanya ada tiga atau empat siswa tari yang masih duduk disebuah bangku dibawah pohon tanjung yang rindang,

"Nggak ada latihan hari ini Putri, kami sudah mau pulang,"kata salah seorang dari mereka yang kemudian beranjak dari duduknya, diikuti oleh ketiga temannya.
"Iya, kayaknya hari akan hujan," sahut Putri, sambil duduk dibngku yang tadi mereka duduki. Ia bermaksud istirahat sebentar.
"Ya udah, kita juga pulang saja Putri," kata Teguh yang masih duduk diatas sepeda motornya.
"Apa boleh buat, tapi duduklah sebentar Teguh, aku haus nih," kata Putri sambil membuka tas kecil yang dibawanya, lalu meneguk air mineral dalam botol yang dibawanya.
"Kamu mau?"
"Kamu bawa berapa?"
"Cuma satu, nggak mau? Aku nggak punya penyakit menular lho," seloroh Putri sambil menyodorkan botol minuman kearah Teguh. Sementara itu keempat teman nya sudah pergi meninggalkan pendapa tempat latihan itu.

Teguh menerima botol itu, dan meneguk airnya sampai habis.
"Hm.. enak, segar.." katanya sambil tersenyum, kemudian duduk disamping Putri dibangku itu.
"Enak donk, kan diberikannya dengan kasih sayang," canda Putri.
"Bukan, karena bekas bibirmu," lalu keduanya tertawa lirih. Ada getar2 merayapi hati mereka yang dimabuk cinta.
"Putri, sesungguhnya aku takut," tiba2 kata Teguh.
"Takut apa ?"
"Aku mencintai gadis yang salah," gumamnya sambil mempermainkan pasir yang terserak dibawah dengan sepatunya.
"Apa maksudmu?"
"Kamu kan sudah tau bahwa ayahmu tidak menyukai aku. Mana mungkin aku bisa memilikimu?" kata Teguh, dengan nada perih.
"Jangan begitu, nanti aku akan meluluhkan hati bapak," kata Putri sok yakin.
"Aku kan harus tau diri, aku bukan siapa2, aku tak punya apa2,kecuali cinta."
"Itu sudah cukup Teguh, aku juga mencintai kamu, dan aku tak ingin berpisah darimu," kata Putri sambil menyandarkan kepalanya pada bahu Teguh yang bidang.
Teguh menghela nafas, ia tak yakin bisa menggapai bintang gemerlap yang menggantung dilangit sana.

Angin bertiup perlahan, menerbangkan bunga2 tanjung yang kemudian tersebar disekeliling pohon itu, lalu menebarkan wangi yang memikat. Pelataran yang berpasir itu seakan tertutup oleh bunga putih kecil2 yang berhamburan semakin banyak karena angin semakin kencang. Putri sedikit menggigil. Ia lupa membawa jacket walau tau hujan kelihatan mengancam sejak keberangkatannya dari rumah.

Tiba2 terdengar gelegar petir yang keras. Putri terkejut dan merangkul Teguh erat2.

"Ayo kita pulang saja, sebelum hujan benar2 turun," kata Teguh sambil mengendapkan debar jantungnya karena pelukan perempuan cantik disampingnya bisa saja membuatnya terlena. Dia sangat mencintai Putri, dan dia ingin menjaga cinta itu seputih bunga tanjung yang tersebar dipelataran itu.
Putri pun bangkit. Teguh menstarter sepeda motor tuanya, lalu mempersilahkan kekasihnya duduk di boncengan.

Deru motor tua itupun kemudian membelah sore yang dinaungi mendung, kemudian menerabas jalanan yang penuh lalu lalang kendaraan, yang semuanya tergesa gesa karena berpacu dengan datangnya hujan. Keadaan itu membuat jalanan macet. Teguh masuk ke jalan kecil untuk menghindari kemacetan agar bisa cepat sampai dirumah sebelum hujan benar2 turun.

Tiba2 sekali lagi terdengar guntur menggelegar, dibarengi gerimis yang semakin deras. Hujanpun bagai dicurahkan dari langit. Teguh menepikan kendaraan disebuah gubug, tampaknya kalau siang dipergunakan untuk berjualan, entah makanan atau apa.

Putri turun lalu berlari kedalam gubug. Bajunya terlanjur basah. Teguh menyusul setelah menyandandarkan sepeda motornya didepan gubug itu. Hari semakin gelap, dan hujan belum hendak berhenti. Langit hitam kelam, dan itu pertanda bahwa hujan akan lama. Putri menggigil kedinginan.
***

"Bu, Sarno sudah berangkat menyusul Putri?" tanya pak Broto.
"Sudah pak, tapi kok lama ya," jawab bu Broto sambil melongok kearah depan. Belum ada tanda2 mobil yang dibawa Sarno memasuki halaman.
"Masa bawa mobil ikutan berteduh juga," omel pak Broto tak sabar. Diluar hujan masih deras.
"Coba ibu telephone dia."

Bu Broto memutar nomor telepehone Sarno dengan telephone rumahnya. Terdengar suara kemerosak ketika Sarno mengangkat telephone, pertanda hujan disanapun belum juga berhenti.

"Hallo..." jawab Sarno dari seberang.
"Sarno, kamu dimana? Sudah bersama Putri?"
"Belum bu, saya belum ketemu jeng Putri, tempat latihan itu sudah kosong bu."
"Berarti Putri sudah pulang, coba kamu telusuri sepanjang jalan menuju rumah, barangkali dia berteduh disuatu tempat."
"Saya sudah menelusuri bu, bahkan sudah hampir sampai rumah ini, tapi nggak melihat jeng Putri berteduh dimanapun. Bahkan warung atau rumah makan juga sudah saya lihat bu, barangkali berteduh sambil makan2 bersama teman2nya."
"Lha kemana anak itu? Coba kamu telusuri sekali lagi No, lebih cermat, jangan tergesa gesa."
"Baik bu/"
Bu Broto menutup telephonnya. Wajahnya tampak cemas.
"Sarno belum ketemu Putri. Tempat latihan sudah kosong."
"Keras kepala anak itu. Suruh Sarno mencari dan jangan boleh pulang sebelum ketemu!!"
***

Hujan masih deras, dan hari semakin gelap. Sepi dijalan kampung itu, tak seorangpun lewat karena pasti semuanya lebih suka meringkuk dirumah diudara yang dingin dan hujan lebat seperti ini.

Putri menggigil. Teguh yang merasa kasihan kemudian memeluknya erat. Keduanya basah kuyup. Ia juga tidak membawa jacket. Barangkali dengan berpelukan gigil itu akan mereda. Putri lebih merasa tenang. Ia merangkul Teguh erat2. Tapi gigil yang lain kemudian datang. Gigil itu bukan lagi gigil kedinginan, tapi gigil karena darah yang menggelegak oleh nafsu yang tak tertahankan. Teguh yang santun dan baik hati tak bisa mengalahkan setan yang bertepuk tangan menyulut gelora agar api  semakin berkobar. Dan api pun memang sedang berkobar. Biarkan hujan berderai. Biarkan guruh menggelegar karena ada gemuruh yang luruh dalam kelamnya malam, tanpa bintang, apalagi rembulan.

==========
(side b)

Hujan baru berhenti ketika jam menunjukkan pukul 7 malam. Itupun masih ada rintik2 gerimis yang lembut menerpa tubuh2 yang beranjak dari tempatnya berteduh.

Teguh menghentikan sepeda motornya disamping gerbang rumah Putri. Putri segera turun, sambil mengusap air matanya. Ketika ia melangkah untuk membuka gerbang, terdengar Teguh berbisik lirih  : " Putri, ma'afkan aku.."

Gerbang telah terbuka menimbulkan derit yang mengiris. Setengah berlari Putri menuju rumah, dan terdengar deru sepeda motor menjauh.

"Putri, apa2an kamu ini!!" keras suara pak Broto yang menunggu diteras rumah bersama isterinya.
"Ma'af bapak, hujannya deras sekali," jawab Putri sambil terus berlalu.
"Ya ampun nduk, bajumu basah kuyup seperti ini..dan kotor begitu.. apa kamu tadi bergulung dilumpur?" tanya ibunya sambil mengukuti langkah Putri yang terus menuju kamar mandi. Ia tak berani menatap wajah ayahnya yang memandanginya dengan sorot mata penuh amarah. Dan tak berani menatap wajah ibunya yang memandanginya penuh khawatir.Ada sesuatu yang hilang dari dirinya, dan membuatnya seperti kehilangan tempat berpijak. Desah2 penuh kepasrahan yang tadi direguknya tiba2 hilang berganti sakit yang mengiris. Putri terus mengguyur tubuhnya dengan air, seakan ingin menghilangkan noda yang mencederai kesuciannya. Dia terus mengguyurkan air, sambil membiarkan air matanya terus bergulir.

"mBok, ambilkan baju kering untuk Putri," teriak bu Broto kepada pembantunya.
Simbok tergopoh menuju kamar majikan kecilnya.
"Sudah, jangan lama2 mandinya, nanti kamu masuk angin," teriak bu Broto dari luar ketika mendengar Putri masih terus berguyur.
"Jeng Putri, ini bajunya," simbok juga berteriak sambil membawa setumpuk pakaian kering.
Pintu terbuka sedikit, tangan Putri keluar dan mengambil baju yang dibawakan simbok.
"Cepat Putri, lalu makan dan minum obat," kata bu Broto yang masih saja berdiri diluar kamar mandi.
"Simbok siapkan dahar sekarang bu?" tanya simbok.
"Ya mbok, supaya Putri bisa segera makan dan minum obatnya.

Simbok bergegas kedapur.
Tapi setelah selesai mandi dan berpakaian itu Putri langsung membaringkan tubuhnya dipembaringan. Tubuhnya terasa ngilu, demikian juga hatinya. Sesal yang berkepanjangan semakin terasa mengiris. Kegelapan itu, getar2 itu, gelora itu, amukan nafsu itu, mengapa ia tak bisa menahannya? Duhai, bagaimana cara menghiloangkan sesal itu? Bagaimanaa cara memutar kembali waktu, sehingga ia tak usah berteduh, sehingga ia minta saja langsung pulang menembus hujan, toh bajunya sudah terlanjur basah?

"Jeng Putri..." tiba2 simbok masuk kamar dan mengejutkannya.
"Simbok, kalau mau masuk ketok pintunya dulu dong," tegus Putri yang merasa diganggu.
"Lho, bimbok sudah mengetuk berkali kali tuh, jeng Putri nggak dengar rupanya."
"Oh, iya mbok, ada apa?"
"Jeng Putri ditunggu diruang makan, ibu yang menyuruh simbok memanggil jeng Putri."
"Putri nggak ingin makan mbok, kepala pusing."
"Itulah maka ibu menyuruh jeng Putri makan, supaya segera bisa minum obat."
"Aku males bangun mbok."
"Simbok bawakan saja minuman hangat, sama makan dikamar ya?"

Tanpa menunggu jawaban simbok keluar kamar, melapor kepada majikannya bahwa Putri nggak mau keluar, dan simbok akan membawakannya kedalam.

Ketika simbok memasuki kembali kamar Putri, dilihatnya Putri sudah menutup tubuhnya dengan selimut.
"Jeng, ini teh hangat diminum dulu, supaya badan juga jadi hangat. Jangan wangkal, nanti ibu marah lho. Sini, simbok tungguin disini, ini diminum dulu. Habis itu makan. Ada sup hangat masakan simbok, uenak lho jeng.Biar simbok duduk disini menunggu,"

Simbok melayani Putri sejak Putri masih bayi. Ia sudah tau bagaimana cara meluluhkan hati Putri. Ia nggak akan pergi sebelum Putri menuruti permintaannya.
Putri bangkit, mengibaskan selimutnya dan duduk ditepi pembaringan. Simbok mengulurkan teh hangat itu, dan Putri meneguknya.

"Sekarang makan dulu, simbok ambilkan supnya dulu ya," kata simbok sambil menyendokkan sup kedalam mangkup yang kemudian diangsurkannya pada Putri. Putri menggeleng tapi simbok menyendokkannya lalu disuapkannya kemulut Putri.

"Ayo, sedikit saja, biasanya kan jeng suka sup masakan simbok. "
Tak urung Putri membuka mulutnya menerima suapan yang diangsurkan simbok.
"Nah, enak kan? Ayuh.. sayurnya... aaaaakk.."
Putri melahap sup itu sampai habis. Kemudian kembali merebahkan tubuhnya.
"Lho.. lho.. nasinya belum, sama ca kangkung.. ayam... ayo to jeng, biar enak badannya, ini obatnya sudah simbok bawakan sekalian, tapi harus makan nasi dulu."
"Sudah mbok, sudah kenyang," kata Putri sambil membalikkan tubuhnya membelakangi simbok.
"Wadhuhh... piye ta jeng, ya sudah, obatnya dulu.""Emoh mbok, aku sudah nggak pusing lagi, aku mau tidur saja."

Kali ini simbok tak berhasil membujuk Putri. Ia keluar lagi sambil membawa segala makanan yang tadi dibawakan untuk Putri.
***

Malam itu Teguh merasakan hal yang sama. Ada sesal yang menggumpal, susah diuraikannya dengan apapun juga. Seandainya ia bisa menahannya.. seandainya Putri tidak menyambutnya.. seandainya tak ada hujan sore itu.. dan berjuta seandainya memenuhi kepalanya. Teguh tak bisa tidur sampai kokok ayam membelah remang sisa2 malam.Ia harus meminta ma'af pada Putri, tapi apakah itu cukup? Apakah ma'af bisa membasuh dosa dan noda yang telah ditorehkannya?

"Mas Teguh.. mas Teguh..." ada suara mengetuk pintu kamarnya. Teguh membuka matanya yang belum lama terpejamkan.
"Mas, bangun mas, ini sudah siang.. kamu nggak masuk kuliah?"

Suara itu semakin nyaring terdengar. Teguh tau itu suara Naning, tetangga sekampung yang selalu mampir kerumahnya sepulang dari belanja. Naning membantu ibunya berjualan nasi dan lauk pauk setiap pagi. Pagi itu karena belum melihat Teguh mengeluarkan sepeda motornya, Naning langsung masuk kerumah. Ibunya Teguh yang sedang memasak didapur membiarkannya karena keduanya memang berteman sejak masih kecil.

"Maaas.. apa kamu sakit?"
Teguh bangkit, mengucek matanya lalu membuka pintu kamarnya.
"Berisik !!" hardiknya pura2 marah.
"Pemalas ! Ini sudah siang tau..!!"
"Ya,aku tau..." katanya sambil keluar dari kamar.
"Ini, sate lontong kesukaanmu," kata Naning sambil meletakkan bungkusan dimeja makan.
"Ya, taruh aja disitu."
"Kamu nggak kuliah mas?"
"Nggak, badanku lagi nggak enak."
"Kamu masuk angin, mau aku kerokin? Pasti semalam kamu hujan2an. Kata ibu kamu latihan menari sampai hujan reda baru pulang."
"Nggak usah, aku mau dikerokin ibu saja. Kamu ngerokinnya sakit."
"Eee.. masa sih? Kan sama2 pakai uang benggol yang punya ibu itu.."
"Iya, tapi tanganmu itu kalau ngerokin sakit."
"Huh, ya sudah, " Naning cemberut kemudian berlalu. Teguh tersenyum senyum sendiri melihat Naning pergi sambil mengomel.
"Kamu masuk angin to le.?" tiba2 bu Marsih ibunya Teguh keluar dari dapur sambil meletakkan masakan yang baru dimasaknya.
"Ya bu, Teguh mau tidur dulu."
"Lha ini Naning sudah bawakan kamu lontong sate kesukaanmu, dimakan dulu lalu minum obat. Kamu sih, hujan2 nekat pergi, sampai bajumu basah dan kotor seperti itu."
"Ya bu, Teguh kekamar mandi dulu, nanti tolong ibu kerokin ya?"

Ya, cepatlah, ibu mau kepasar, dan nggak usah mandi. Kalau mau mandi pakai air hangat, ditermos masih ada. Nanti kamu bertambah sakit kalau mandi pake air dingin."
***

Hari itu Putri juga enggan masuk sekolah. Badannya terasa sakit semua. Simbok sudah menggosoknya dengan minyak gosok yang hangat, lalu Putri kembali tidur.

"Ibu kan sudah bilang kemarin, nggak usah pergi, kamu nekat sih. Sampai bapak marah2 nggak karuan," gerutu bu Broto ketika melihat Putri masih tergolek diranjang dan berselimut tebal.
"Ma'af bu.." sahut Putri lemah.
"Sebelum berangkat tadi bapakmu melihat kamu masih tidur, marah2 lagi karena kemarin kamu pergi disa'at hujan mau turun, trus nggak bawa ponsel, kamu nggak boleh mengulangnya lagi lho nduk."

Putri diam, tak tau harus menjawab apa. Dia memang salah, dan kesalahan itu sangat berat terasa ditanggungnya.

"Ya sudah, tiduran dulu, biar simbok membawa sarapanmu kekamar."
Bu Broto keluar dari kamar setelah membenarkan letak selimut anaknya.

Putri memejamkan matanya dan mencoba tidur, tapi tak bisa. Bayangan Teguh selalu mengambang dipelupuk matanya. Apakah Teguh juga merasakan hal yang sama? Putri mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Teguh. Tapi ponsel  Teguh tampaknya dimatikan. Apakah Teguh sakit?
***

Bu  Marsih sudah selesai ngerokin Teguh. Lalu membalurkan minyak gosok yang hangat keseluruh punggungnya.

"Merah gosong tuh, kamu masuk angin le," kata bu Marsih sambil keluar dari kamar anaknya.
"Bu, mas Teguh sudah dikerokin?" tiba2 suara itu terdengar lagi.
"Sudah Ning, coba kamu lihat dikamar, dan suruh dia makan, aku mau kepasar dulu." kata bu Marsih sambil berkemas.
"Ya bu, biar Naning paksa dia makan."

Ketika Naning masuk kekamar Teguh, dilihatnya Teguh sedang berbicara di telpone.
"Ma'afkan aku, sungguh aku menyesal... ya... baiklah, istirahat saja dulu, ya pastilah,. baik, besok kita ketemu lagi kan.. ya..."
Teguh menutup ponselnya ketika melihat Naning memasuki kamarnya.
"Telpon sama siapa?" tanya Naning sambil memandangi penuh selidik.
"Mau tau aja..." jawab Teguh sambil kembali berbaring dan membalikkan tubuh membelakangi Naning.
"Eh, jahat banget ya sama aku, cuma ditanya aja.. awas ya .. kalau kamu telponan sama perempuan.."
"Lho.. memangnya apa urusannya kamu melarang aku?"
"Ya  nggak boleh, kan kamu itu jodohnya aku."

Bersambung #2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER