Cerita Bersambung
(side a)
Teguh terkejut.
"Apa?"
"Iya, bu Marsih bilang begitu, tanya aja kalau nggak percaya."
"Enak saja ngomongin perjodohan," kata Teguh kesal.
"Lho mas, apa sampeyan lupa, dulu kalau kita main bersama2, pasti aku ini jadi isterimu. Lha itu kan sudah menunjukkan bahwa kita ini jodoh, apalagi ibumu juga suka sama aku."
"Itu mainan anak2, jangan dibawa bawa.. dan kalau ibuku suka sama kamu, ya kamu saja kawin sama ibuku," kata Teguh sambil keluar dari kamarnya. Sebel juga dikamar berduaan dengan seorang gadis, walau gadis itu sudah biasa blusukan dirumah itu.
"Mas, ini aku ngomong serius lho."
"Aku juga serius. Sekarang pulang saja sana, aku mau istirahat."
"Lho.. aku diusir nih?"
"Ya wis terserah apa kata kamu, pokoknya aku mau istirahat, badanku lagi nggak enak nih.."
"Tak masakin anget2an mas, apa aku beliin soto? Diujung jalan itu sotonya enak lho mas, bener."
"Udah ta Ning, aku nggak mau makan apa2, aku maunya tidur, jadi pulanglah." kata Teguh sambil kembali masuk kekamarnya lalu menutup pintunya dan menguncinya dari dalam.
"Mas Teguh tuh.. jahat banget ya sama aku, awas, nanti aku bilang sama bu Marsih."
Naning meninggalkan rumah itu sambil mengomel. Dia itu baik, tapi terkadang seperti anak kecil. Dia suka banget sama Teguh, dan rasa suka itu dipendamnya sejak mereka masih kanak2.
***
"Bagaimana Putri bu? Masih sakit?" tanya pak Broto disore hari sepulang dari kantornya.
"Masih dikamarnya, tapi tadi sudah mau makan sedikit2, simbok yang melayani, kalau sama ibu mana mau dia.."
"Besok kalau mau sekolah biar Sarno yang mengantarnya, Sarno juga yang menjemputnya."
"Ya, nanti ibu bilang sama Putri."
Pak Broto menuju kamar Putri, dilihatnya Putri masih tiduran , tampak wajahnya pucat. Pak Broto memegang kening Putri.
"Nggak panas kan, bagaimana sekarang ? Masih merasakan apa?"
"Sudah baik pak, nggak apa2 kok."
"Besok kalau kamu sekolah, biar Sarno mengantar dan menjemput ya, nggak boleh lagi naik ojek atau taksi atau apalah namanya, dan jangan sering2 nggak masuk sekolah, kamu kan sebentar lagi ujian?" kata pak Broto tandas.
"Ya," Putri menjawab pendek. Pikirannya melayang kearah Teguh, biasanya kalau pulang pasti Teguh menjemputnya. Teguh kuliah di universitas yang letaknya tak jauh dari SMA tempat Putri bersekolah, dari situlah mereka berkenalan, dan kebetulan mereka mempunyai hobi yang sama yaitu menari. Sekarang Putri sedang berfikir, bagaimana caranya menghindari Sarno apabila Sarno menjemputnya.Hampa rasanya bila sekali saja tidak bertemu Teguh dan berboncengan dengan sepeda motor miliknya.
"Apa kamu masih sering berboncengan sama Teguh?" tiba2 tanya ayahnya. Putri tak menjawab, hanya menggeleng. Apa ayahnya tau tentang apa yang sedang dipikirkannya?
"Dengar Putri, bapak tidak suka sama Teguh. Kamu itu berteman dengan orang yang salah. Dia itu tidak sebanding dengan keluarga kita. Bertemanlah dengan sesama priyayi, yang punya kedudukan.. masa puteri pak Broto kok setiap hari berboncengan sama Teguh yang orang kebanyakan, tidak punya derajat dan pangkat."
Putri ingin menutup kupingnya agar tak mendengar kata2 ayahnya, yang barangkali sudah seribu kalu didengarnya. Tapi Putri tak berani. Dirumah itu Putri paling takut sama ayahnya. Pak Broto itu agak temperamen, dan selalu berbicara keras. Ia juga memegang teguh status kedudukannya sebagai seorang priyayi yang tak pantas bergaul dengan sembarang orang.
Putri tentu saja tak setuju. Ia jatuh cinta pada seseorang yang jauh dari kriteria yang diagung2kan ayahnya. Teguh itu tampan, manis, baik hati...tak ada duanya.. Tapi mana berani Putri membantahnya? Tapi dalam hati Putri berjanji, suatu hari nanti ia akan berbicara pada ayahnya tentang kebaikan2 yang dimiliki Teguh. Kecuali satu, kekhilafannya malam tadi. Dan pilu hati Putri mengingatnya.
"Ya sudah, istirahat saja dulu, dan ingat kata2 bapak tadi, jangan sampai kamu menentangnya." kata pak Broto sambil keluar dari kamarnya, meninggalkan Putri yang masih tenggelam dalam lamunannya.
***
Hari itu memang Putri sudah mulai masuk sekolah. Sa'atnya pulang, dilihatnya pak Sarno sudah menunggu dibawah pohon waru yang rindang. Putri melihat kesudut tembok pembatas gerbang sekolah, dilihatnya Teguh sudah ada disana. Selalu ditemapat itu Teguh menunggu setiap menjemput Putri sepulang sekolah. Semalam mereka sudah janjian, akan tetap pulang sekolah bersama sama. Tapi Putri bingung karena pak Sarno sudah menunggu dan pasti melihat gerak geriknya,.
Putri sedang berfikir untuk menemukan alasan agar bisa menghindari pulang bersama Sarno, ketika tiba2 Sarno menghampirinya.
"Jeng, ayo kita pulang, nanti setelah mengantar jeng Putri saya harus kembali kekantor."
"Oh.. eh.. iya, anu pak Sarno.. ini.. aku ada pelajaran tampahan.. mungkin agak sore pulangnya."
"Tapi pak Broto bilang saya harus menunggu sampai jeng Putri pulang."
"Begini saja, kalau menunggu pasti akan lama, pak Sarno kembali saja kesini sekitar jam empat. Bagaimana? Di jam itu pasti aku sudah siap untuk pulang. "
"Jam empat ya jeng? Masih lama juga sih, ini baru jam dua lebih sedikit."
"Makanya, sekarang pak Sarno pulang dulu, nanti jam empat jemput aku."
Karena tak ada jalan lain Sarno terpaksa menurut. Ia meninggalkan Putri dan berjanji akan kembali jam empat nanti.
Putri merasa lega, dengan wajah berseri dihampirinya Teguh, begitu Sarno telah pergi dengan membawa mobil ayahnya.
"Kamu dijemput?" tanya Teguh begitu Putri mendekat.
"Sudah aku suruh pergi, nanti jam empat biar dia kembali/"
"Ayuk, naiklah, kemana kita?" tanya Teguh sambil mempersilahkan Putri naik ke boncengannya.
"Jalan aja terus, kita minum2 ditempat sepi, ada yang ingin aku bicarakn sama kamu."
Dan motor Teguh pun melunjur dengan kecepatan sedang, menuju kewarung dipinggiran kota yang selalu mereka datangi setiap pulang sekolah.
"Mau bicara apa?" tanya Teguh setelah memesan dua gelas es jeruk kesukaan mereka.
"Bapak marah2 ketika aku pulang."
"Ya.. kan kamu sudah cerita di telephone."
"Masih dilanjutin pagi harinya. Bukannya marah sih, tapi mengomeli aku tak habis2nya."
"Ayahmu tau kalau kita selalu ketemuan walau dengan sembunyi2. "
"Ya, entah bagaimana bapak bisa tau. Tapi aku akan tetap mencintai kamu, apalagi setelah kejadian malam itu," kali ini wajah Putri tampak sendu.
"Aku sangat menyesal," sahut Teguh lirih.
"Bagaimana kalau aku hamil?" kata2 Putri ini mengejutkan Teguh.
"Hamil."
"Hal itu bisa saja terjadi,"
Teguh menghela nafas panjang. Dipandanginya wajah cantik yang masih tampak kepucatan itu lekat2.
"Aku sungguh sangat menyesal. Tapi seandainya itu terjadi, aku tetap akan bertanggung jawab."
Putri memandangi kekasihnya dengan wajah berseri.
"Hanya saja kamu harus tau, aku bukan orang kaya. Aku masih kuliah dengan biaya pas2n dari peninggalan ayahku, pensiunan seorang guru. "
"Apapun dan bagaimanapun keadaanmu aku akan tetap bersamamu Teguh. Aku bersedia hidup miskin asalkan bersamamu."
Kedua sejoli itu berpegangan tangan dengan tangan2 mereka diatas meja. Dua pasang mata saling bertatap , seakan menyatakan bahwa ada janji untuk sehidup semati. Kedua anak muda yang sedang dimabuk cinta itu sama sekali tak memperhitungkan, betapa susah memperjuangkan hidup. Mereke berfikir bahwa apabila hati saling cinta maka segalanya akan menjadi indah. Aduhai...
***
Sebelum jam 4 sore Teguh sudah mengantarkan Putri kembali kesekolah, Jangan sampai Sarno datang lebih dulu lalu memergoki kedatangan mereka berdua.
Tapi tanpa dinyana, begitu mereka berhenti, mobil pak Broto sudah ada disana. Putri sedang bersiap untuk berbohong. Ia mencari alasan mengapa datang dari luar sekolah padahal tadi katanya ada tambahan pelajaran. Namun sebelum alasan itu ditemukan, tiba2 seseorang turun dari mobil itu. Pak Broto.
Putri terkejut, wajahnya pucat pasi. Teguh urung menstarter motornya untuk pergi karena pak Broto memberi isyarat untuk berhenti.
==========
(side b)
Teguh turun dan menstandart kan motornya. Ia ingin memegangi dadanya, barangkali copot jantungnya ketika melihat pak Broto berjalan menuju kearahnya sambil menampakkan wajah yang sangat menakutkan. Sementara Putri berdiri tegak disampingnya.
"Karena laki2 ini kamu tega berbohong pada bapak, pada ibu, pada Sarno?"
"Ma'af bapak, Putri hanya...."
"Diam dan jangan berbicara apapun." hardik pak Broto .
"Dan kamu. Siapa namamu?" tanyanya sambil memandangi Teguh.
Tampak senyuman sinis dan menyakitkan. Tapi Teguh tidak menundukkan kepala.
Dipandanginya wajah pak Broto dan menjawab pelan.
"Saya Teguh pak."
"Kamu anak sekolahan?"
"Saya masih kuliah pak."
"Kuliah apa? Oh ya.. pokoknya kuliah, dan itu kemudian membuatmu kamu bangga lalu berani mendekati anakku? Kamu tau dia itu siapa? Aku ini siapa? Kamu tau?"
Sekarang Teguh menundukkan mukanya. Ia tau bahwa dirinya hanyalah orang tanpa pangkat dan derajat. Tapi siapa yang telah menumbuhkan cinta dihatinya? Ini adalah perasaan.
Ia datang dengan tiba2 dan menyelimuti hatinya.
Haruskah cinta bertanya kepada siapa ia dipanahkan?
"Melihat kendaraan yang kamu pakai ini, aku sudah tau sedang berhadapan dengan orang yang bagaimana."
Teguh ingin berontak. Ia tak harus dihinakan seperti ini. Tapi ditahannya karena ia adalah ayahnya Putri, gadis yang sangat dicintainya.
"Aku tak akan banyak bicara, aku melarang kamu mendekati Putri lagi!"
"Bapak, aku mencintai dia ," tiba2 Putri menyela dengan linangan air mata.
Tak tahan ia melihat priya pujaannya disakiti sampai sekejam itu.
"Apa kamu bilang? Tau apa kamu tentang cinta? Tidak, sekarang masuk ke mobil.!"
"Bapak...."
"Masuk ke mobil !!!" kali ini suara pak Broto begitu keras, menggetarkan hati siapapun yang mendengarnya.
Putri memandangi Teguh dengan tatapan pilu, air mata mengalir disepanjang pipinya.
Ingin Teguh berlari kearahnya, mendekapnya dan membasuh semua kesedihannya. Tapi Putri sudah berlari kearah mobil.
Dipandanginya Teguh sebelum ia masuk dan menutupkan pintunya.
"Aku tak akan bicara lagi tentang apapun sama kamu. Hanya satu, jangan dekati anakku lagi!!"
Lalu pak Broto pun membalikkan badannya, dan berjalan dengan langkah lebar kearah mobilnya. Deru mobil yang menjauh itu seperti menghempaskannya kejurang tanpa batas. Teguh limbung, kemudian duduk diatas sebuah batu besar yang kebetulan ada diluar gerbang sekolah itu.
***
"Jeng, makan dulu, nanti sakit lagi... mbok ya nurut kalau sama simbok itu ta jeng," kata simbok sambil duduk diatas karpet yang terbentang dilantai kamar Putri, sedangkan Putri duduk bersandar dikursinya, tak bergerak. Matanya menerawang kelangit langit kamar, tak bergeming walau simbok menepuk nepuk lututnya.
"Jeng... ayo jeng.. nurut ya sama simbok, mau disuapin ya? Biar simbok suapin deh," kata simbok sambil mengambil piring, menaruh nasi diatasnya dan menyiramnya dengan semur daging yang seharusnya membangkitkan selera. Tapi Putri menggeleng.
"Emoh mbok.. biar aku mati saja...," rintihnya pilu, sambil bercucuran air matanya.
"Lho..lho..lho.. nggak baik ngomong begitu cah ayu, mati dan hidup itu kan miliknya Gusti Alloh. Moh yen jeng Putri bilang begitu.. simbok ikutan nangis lho.."
"Aku suka sama dia mbok, aku cinta.. tapi bapak memisahkannya.. aku lebih baik mati..."
"Lha, kok malah diulang lagi, dibilangi nggak boleh bilang begitu kok nekat. Dengar simbok, cinta itu makanan apa ta.. wong karena cinta saja kok bilang pengin mati segala. Nggak mau simbok. "
"mBok... aku mau dia .."
"Jeng, orang tua itu hanya mau yang terbaik untuk anaknya. Kalau bapak melarang, berarti bapak tau kalau apa yang menjadi pilihan jeng Putri itu nggak baik, nggak akan membahagiakan hidup jeng Putri nantinya. Percayalah jeng."
"Bapak itu terlalu sombong. Bapak menghina Teguh mbok, mentang2 bapak itu kaya.. aku nggak suka mbok.."
"Ya, memang orang kalau nggak suka ya pasti bilang hal2 yang menyakitkan, tapi bapak itu kan memilihkan yang terbaik buat jeng Putri."
"Tapi aku cinta dia mbok."
"Jeng Putri itu masih sangat sangat muda, belum bisa memilih yang baik dan yang tidak. Kalau simbok sering lihat sinetron di televisi itu lho jeng, itu namanya cinta monyet, cinta yang suka loncat2 seperti monyet. Itu bukan cinta yang sesungguhnya lho jeng," kata simbok sok tau.
Biasanya kalau simbok ngomong hal2 yang dianggapnya lucu pasti Putri tertawa terkekeh kekeh, tapi tidak malam itu. Wajahnya tetap saja cemberut, kusut.
"Ayo jeng, sudah diambilkan simbok, aaak... mangap to jeng, ya wis.. kalau jeng Putri nggak mau makan juga besok simbok mau pergi," ancam simbok.
Mendengar simbok mau pergi, Putri menegakkan tubuhnya, memandangi simbok, tampaknya ada rasa khawatir kalau benar2 kehilangan simbok.
"Mau pergi kemana?" tanya Putri lirih.
"Ya ke dusunnya simbok, disini sudah nggak ada gunanya, jeng Putri nggak mau nurut sama simbok, ya lebih baik simbok pulang ke kampung."
Sejak masih kecil, Putri paling takut pada ancaman simbok yang satu itu. Kalau dia nakal, kalau nggak nurut, simbok masti mengancam mau pergi, dan nurutlah Putri sama pamong yang setia meladeninya sejak dia masih bayi itu. Dan ternyata perasaan takut kehilangan simbok itu masih terbawa sampai sekarang.
Putri membuka mulutnya, petanda mau disuapin. Simbok tersenyum senang, lalu menyuapi momongannya dengan semangat.
***
Tak berdeda dengan Putri, Teguh juga merasa sedih dan tersiksa. Makan sejak siang yang disiapkan bu Marsih sama sekali tak disentuhnya.
"Ada apa to le, kok nggak mau makan? Kalau nggak mau makan masakan ibu, beli saja, gitu? Pengin apa, ibu beliin," kata bu Marsih prihatin. Sedangkan Teguh hanya diam duduk didepan televisi, tapi sama sekali pikirannya bukan kearah televisi itu.
"Nggak bu, biar nanti Teguh makan, tapi bukan sekarang."
"Lha itu makanan dari siang juga masih utuh. Nanti kamu sakit lho le, kemarin baru masuk angin begitu."
"Ya bu, nanti Teguh makan, ibu nggak usah khawatir."
Tiba2 Teguh ingin tahu bagaimana keadaan Putri. Diambilnya ponselnya dan diputarnya nomor tilpun kekasihnya.
"Hallo... kamu? Putri nggak lagi pegang hape, ini sekarang punya saya. Mau apa lagi?" itu suara berat, sepeti suara laki2 yang sore tadi menghardiknya.
Teguh buru2 menutup ponselnya. Rupanya Ponsel Putri sudah dirampas ayahnya.
"Mas, tak beliin mie rebus mas..." tiba2 suara lantang kemayu itu terdengar, dan Naning muncul serta langssung duduk disamping Teguh.
"Apa ta Ning, bikin aku kaget saja," tegus Teguh yang akhir2 ini merasa kesal setiap kedatangan Naning.
"Halaah, cuma gitu aja kaget ta mas, ini.. mie rebus masih panas, dimakan ya, tak ambilin piring..." tanpa menunggu jawaban Naning sudah beranjak kebelakang, datang lagi membawa piring dan sendok.
"Ini mas, enak, ini mie nya pak Karso langgananmu itu lho."
"Nggak..nggak.. aku lagi nggak ingin makan," sergah Teguh sambil beralih ketempat duduk lainnya.
"Gimana ta mas.."
"Teguh, itu sudah Naning bawain, susah2.. jangan buat dia kecewa. Lagian itu kan mie kesukaanmu. Ayo le, dimakan, anget2 gini kan enak."
Teguh mengambil piring berisi mie itu, lalu menyuapkannya sekitar tiga sendok, lalu diletakkannya sisanya diatas meja.
"Kok cuma sedikit ta mas," tegur Naning sambil mengambil piringnya.
"Sudah kenyang."
"Tak suapin ya mas," kata Naning sambil menyendok sesendok mie, siap disuapkan kemulut Teguh. Tapi Teguh segera berdiri lalu berjalan kekamarnya.
"Aku mau tidur."
"Tuh, bu.. mas Teguh gitu kalau sama saya," keluh Naning, yang kemudian memasukkan mie yang tadi mau dimasukkan kemulut Teguh, lalu kemudian dimasukkan kemulutnya sendiri.
"Ya sudah, Naning habiskan saja ya bu," katanya sambil melahap mie itu sampai habis. Bu Marsih memandanginya sambil tersenyum.
"Bu, apa benar bu Marsih suka punya menantu Naning?
"Sukalah, kan Naning gadis yang baik," jawab bu Marsih sambil tersenyum.
"Tapi mas Teguh nggak suka sama Naning."
"Lama2 dia pasti suka,biar saja dulu, dia masih sekolah, belum sa'atnya memikirkan cinta2an."
"O, iya ya.. kalau begitu Naning akan menunggu sampai mas Teguh selesai kuliah ya bu."
Bu Marsih hanya tersenyum.
***
Sejak hari itu Putri berangkat sekolah selalu diantar dan dijemput pak Broto. Jangan sampai ada kesempatan bagi Teguh untuk menemui anak gadisnya.
Putri sangat sedih karena tertutup kemungkinan untuk bertemu kekasihnya. Pulang pergi dijemput, ponsel juga nggak punya, bagaimana bisa menghubungi Teguh?
Siang itu seperti biasa pak Broto dengan diantar Sarno sudah menunggu didepan sekolah Putri.
Sa'at bubaran tiba, diamatinya satu demi satu murid2 yang keluar.
Putri belum kelihatan, bahkan sampai semua murid keluar, Putri tetap tak tampak.
Pak Broto merasa tak enak. Ia turun dari mubil, menuju kedalam sekolahan, dan menemui ruang guru.
"Selamat siang bu," sapa pak Broto ketika seorang guru menemuinya.
"Siang bapak, ini pak Broto ayahnya Putri bukan?"
"Ya benar bu, saya mau menjemput Putri, tapi kok nggak ada ya?"
"Lho, tadi Putri pamit pulang sebelum jam pelajaran usai, karena kepalanya pusing, katanya."
"Oh, begitu ya, baiklah bu, terimakasih banyak, saya dari kantor jadi tidak tau."
Tapi dalam perjalanan menuju mobil itu timbul perasaan tak enak dihati pak Broto. Ditilpunnya isterinya.
"Bu, apa Putri sudah pulang?"
"Lho, belum tuh pak," jawaban dari seberang sana.
Bersambung #3
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel