Cerita Bersambung
(side a)
Putri menimang benda kecil bercahaya yang diberikan Widi. Ada secarik kertas kecil bertuliskan SELAMAT BUAT PUTRI ATAS KELAHIRAN PUTRA PERTAMA.
"Kamu suka Putri?" tanya Widi sambil tersenyum.
Putri tak mampu berkata kata. Benda kecil itu adalah bros. Bros yang sangat mirip miliknya, yang dijual beberapa hari lalu. Bukan, bukan hanya mirip, tapi persis sekali. Lebih bersinar karena mungkin telah digosok dan dibersihkan, entahlah.
"Kamu suka Putri?" Widi mengulang pertanyaannya.
"Oh, eh... suka.. tt..tapi.. ini.. pp..asti mahal mbak," jawab Putri gugup.
"Nggak Putri, untuk seorang sahabat, apakah ada yang mahal? Kalau kamu suka, aku pasti juga akan suka. Kamu nggak suka?"
"Suk.. suka.. pasti aku suka mbak.. terimakasih banyak," jawab Putri agak gagap. Pikirannya melayang kemana mana. Apakah ada sebuah kebetulan yang begini luar biasa? Dia menjual barang dan tiba2 barang itu dibeli oleh seseorang lalu diberikannya kembali padanya. Ini sangat sangat dan sangat luar biasa. Kebetulankah?
"Baiklah Putri, yang penting kamu suka, sekarang aku mau pamit dulu, karena harus segera kembali ke kantor."
"Oh, gitu ya mbak, baiklah, terimakasih banyak atas semuanya, aku berhutang nyawa sama mbak Widi, juga berhutang budi, dan..."
"Stop Putri, jangan lanjutkan, ingat Galang adalah sahabatku dan tentu saja kamu juga akan menjadi sahabat terbaikku. Oh ya, aku minta tolong Putri, bujuklah Galang agar mau bekerja dikantorku. Kami sedang membutuhkan tenaga seperti Galang, sayang kalau diberikan orang lain."
"Mengapa mbak Widi nggak langsung bilang saja saja mas Galang?"
"Susah ngomong sama dia, sudah pernah aku tawarkan tapi dia tampaknya tak tertarik. Padahal aku kasihan melihatnya menjadi driver taksi online, nggak ada istirahatnya, dan duitnya juga nggak seberapa."
"Iya sih.."
"Tolong Putri, bujuk dia, kasihan kalau dia kecapean bukan?"
"Baiklah mbak, nanti aku akan bilang sama dia."
"Terimakasih Putri, cepet sehat ya, nanti kalau kamu sudah boleh pulang kita merayakan kebahagiaan ini bersama sama ya." kata Widi sambil berlalu. Putri hanya tersenyum dan mengangguk.
***
Dirumah Galang, bu Broto merasa sangat prihatin melihat rumah kontrakan itu. Hanya ada satu kamar dan satu lagi kamar yang sangat kecil didekat dapur, untuk simbok. Perabotan rumah yang sangat sederhana, jauh dari rumah keluarga Broto yang ada di Solo. Pekarangan luas, ada kebun bunga didepan dan samping rumah, ada kebun buah dibelakang rumah. Penuh perabotan mewah, dan banyak kamar tersisa dirumah sebesar itu.
"Galang," kata bu Broto setelah mandi dan berganti pakaian.
Galang mendekat setelah selesai mengepak baju2 Putri yang harus dibawanya.
"Rumah ini terlalu kecil untuk kalian," lanjut bu Broto.
"Nggak apa2 bude, kami kan keluarga kecil,"
"Tapi hanya ada satu kamar, padahal nanti akan bertambah lagi satu penghuni kecil. Kamarnya juga sempit."
"Bude, kami sudah berjanji akan memulai hidup dengan keadaan yang sederhana, seadanya, semampu kami membangunnya. Mohon ma'af bude, jangan samakan rumah kontrakan ini dengan rumah bude yang di Solo."
"Bukan menyamakan, setidaknya cari rumah yang pantas. Bude akan membantu."
"Jangan bude, sudah banyak bude memberi untuk kami. Mobil itu juga dari penjualan gelang dari bude. Rumah ini kami kontrak dari tabungan Galang yang tak seberapa, dan perabot ini Putri yang membeli, mungkin dari tabungan Putri dan hasil penjualan sebagian perhiasannya. Galang sudah merasa bersalah karena Putri ikut menderita kekurangan. Tapi Putri sudah bejanji akan hudup bersama pria miskin ini bude."
"Tapi Galang,"
"Sudahlah bude, bude juga sudah membayar semua biaya rumah sakit, termasuk ruang inap yang sangat mewah, itu diluar kemampuan Galang. Galang sangat berterimakasih karena Putri merasa lebih nyaman setelah melahirkan."
"Maukah kamu mencari kontrakan yang sedikit lebih besar..dan.. bude akan bantu."
"Tidak bude, terimakasih atas semuanya, dan jangan membuat Galang lebihi merasa bersalah lagi karena bude harus mencarikan kontrakan lagi untuk kami. Biarlah begini saja bude, tolong.."
Bu Broto berlinang air mata. Begitu kukuh pendirian menantunya. Begitu tegar menghadapi hidup yang sulit di ibu kota, tapi begitu sayangnya dia kepada isterinya. Ya Tuhan, adakah menantu yang lebih baik dari Galang?
"Bude, kalau bude mau beristirahat dulu, silahkan dikamar itu, nanti kalau Putri sudah pulang Galang akan mengatur bagaimana baiknya. Mungkin Galang akan membeli satu springbed lagi untuk bude. Putri biar sama bayinya,."
"Bagaimana dengan kamu?"
"Galang bisa tidur dimana saja bude, jangan memikirkan Galang. Nah, sekarang lebih baik bude beristirahat dulu, nanti sore Galang jemput untuk melihat Putr dirumah sakit."
Bu Broto tak bisa menolak.
"Oh ya bude, apakah bude ingin memberi nama untuk cucu bude?" tiba2 Galang teringat sesuatu.
"Itu kan anakmu Galang, biar kamu saja yang memberinya nama."
"Bagaimana kalau Abimanyu? Adhitama... atau...
"Abimanyu itu anaknya Arjuna, bagus, tapi nggak.. Adhitama bukankah lebih bagus? Itu artinya tampan dan indah Galang, Bude setuju."
"Ahaaa.. Adhitama... baiklah bude, terimakasih banyak, sekarang Galang akan kembali kerumah sakit dulu.
"Hati2 nak." kata bu Broto sambil tersenyum bahagia.
***
Begitu memasuki ruang inap isterinya, dilihatnya Putri sedang menyusui bayinya. Galang memekik gembira..
"Hai, Adhitama, anakku..."
Putri terkejut, dipandanginya Galang dengan penuh tanda tanya.
"Adhitama?"
"Ya, itu nama bagus untuk anak kita Putri."
"Aah.. iya mas, bagus sekali, lihat, dia melirik kepadamu. Tiba2 Putri melepaskan bayinya dan dengan cepat menutupi dadanya. Ia tiba2 merasa malu karena Galang memandangi dadanya yang sedang disusu bayinya.
Bayi itu menangis tentu saja. Kan dia belum kenyang.
"Putri, mengapa kamu melepaskannya? Ya Tuhan, apa kamu lupa bahwa aku ini suamimu Putri?"
"Ma'af mas, belum terbiasa."
"Baiklah, aku akan duduk disana, lanjutkan menyusui, kasihan dia menangis tuh," kata Galang sambil menjauh lalu duduk disofa setelah meletakkan barang2 bawaannya.
Simbok juga merasa aneh melihat momongannya malu menyusui dipandangi suaminya.
"Jeng Putri kok aneh, menyusui didepan suami kenapa malu?"
Putri ataupun Galang tak bisa menjawabnya. Sesungguhnya dada Galang memang sedikit bergetar melihat pemandangan yang tak pernah dilihat sebelumnya. Ya Tuhan, itu milikku tapi aku belum pernah melihatnya, apalagi menyentuhnya. Disandarkannya kepalanya ke sandaran sofa, untuk menenangkan hatinya.
Putri juga merasa bersalah, pasti tampak aneh menyusui dan enggan dilihat suaminya. Tapi benar2 Putri merasa malu. Ia belum pernah memperlihatkan hal2 tersembunyi yang seharusnya boleh dilihat suaminya. Barangkali aku harus belajar, dan harus membuatnya biasa, batin Putri, tapi tidak sekarang bukan? Alangkah malunya...
Ketika perawat datang, bayi Putri sudah tertidur. Ia akan membawanya keruang bayi, tapi Galang menahannya.
"Biarlah disini sebentar lagi suster, ayahnya masih ingin menggendongnya," kata Galang.
"Baiklah pak, silahkan menggendong sebentar saja, tapi pelan2 ya pak, dia sedang tidur."
Perawat memberikan si bayi, kemuadian keluar, diikuti simbok.
Galang menggendong bayinya dan mendekat kearah Putri.
"Lihat, dia mirip aku bukan? Sama2 ganteng bukan?" kata Galang sambil menunjukkan wajah bayinya kearah Putri.
"Iya mas, sama2 ganteng."
"Iya dong, Adhitama, anak bapak... " Galang mengayun ayunkan bayi kecilnya dengan penuh kasih sayang. Putri tersenyum, dalam hati ia bersyukur karena mendapatkan suami yang juga mencintai anaknya. Sekilas wajah Teguh terbayang dimatanya, karena sesungguhnya si kecil yang ganteng itu sangat mirip Teguh yang telah membuatnya terlahir didunia. Tapi wajah itu dikibaskannya. Barangkali Teguh sudah menyelesaikan kuliahnya, dan telah menikah dengan gadis itu.. yang.. siapa namanya.. Putri lupa, apakah gadis itu dulu juga menyebutkan namanya? Putri tak ingin mengingatnya.
Tiba2 Galang melihat sebuah kotak kecil dimeja didekat Putri terbaring.
"Ini apa?"
"Oh iya mas, sampai lupa bilang, tadi mbak Widi datang kemari."
"Widi?"
"Iya, sebelum berangkat kekantor mampir kemari dan memberikan itu. Coba mas buka, pasti mas akan terkejut melihatnya.
Galang mengulurkan kotak kecil itu kepada Putri yang kemudian membantu membukakan kotaknya karena Galang tak bisa membuka hanya dengan sebelah tangannya. Takut Adhitama terbangun pastinya.
Dan Galang benar2 terkejut.
"Ini... bukankah ini..."
"Ya, itulah mas, adakah sebuah kebetulan yang begitu luar biasa? Kita menjual bros itu kemudian seseorang memberikannya lagi kepada kita sebagai hadiah."
"Ini aneh..."
Dan siang itu juga Galang pamit untuk keluar sebentar setelah memberikan anaknya kepada perawat jaga.
==========
(side b)
Galang menuju ketoko emas dimana dulu dia menjual bros milik Putri. Pemilik toko itu menyambutnya ramah.
"Ada yang bisa saya bantu?"
"Beberapa hari yang lalu saya menjual sebuah bros, seharga 15 juta. Anda masih ingat?"
"Oh ya.. ya, saya ingat bapak...bros yang sangat bagus."
"Kalau saya ingin membelinya lagi, berapa anda mau kasih harga?"
"Waduh bapak, sayang sekali, bros itu sudah dibeli oleh seseorang."
"Bolehkah saya tau siapa dia?
"Dia itu keponakan pak Haris, seorang kaya raya yang langganan ditoko ini. Dulu, begitu anda menjualnya, dia langsung menelpon saya bahwa berapapun harga yang bapak minta saya disuruh membelinya, karena dia yang akan membayarnya. Begitu pak. Kalau saya sendiri... wah.. terlalu mahal itu. Kalau pelayan saya dulu menawar 8 juta itu sudah bagus sekali, saya kira harga sesungguhnya nggak sampai segitu."
Galang tercengang. Ia ingat ketika sedang menjual bros itu, tiba2 ada telpone berdering, dan pelayan toko berkali kali memandang kearahnya. Rupanya itu adalah Widi. Galang sekarang tau, Widi sengaja memeli berapapun harga yang Galang minta. Dia melihat Galang ketika Galang memasuki toko ini. Mungkin ingin membantu, entahlah, dan kemudian bros itu diberkannya kepada Putri. Memang dia kaya raya, tapi kebaikannya dinilainya sangat berlebihan.
"Bagaimana pak, apakah bapak mau yang lain, kami punya yang lebih bagus dan harganya tidak setinggi itu. Keponakan pak Haris itu terlalu nekat, mungkin dia sudah tau tentang bros itu dan sangat ingin memilikinya, entahlah, ketika saya bertanya dia hanya tertawa."
"Oh, nggak, saya hanya ingin bros itu, ma'af."
Galang berlalu dengan membawa jawaban atas pertanyaannya sejak dari rumah sakit itu.
Sebelum menstarter mobilnya ia menelpon Widi.
"Hai Galang, aku tadi membezoek isterimu."
"Ya, aku tau, tapi kamu terlalu berlebihan."
"Ada apa Galang? Nada suaramu seperti lagi marah, begitu, apa aku salah?"
"Kamu salah besar."
"Haaaa...."
"Kamu sengaja membeli Bros itu seharga yang tak mungkin terbeli oleh toko ems itu, lalu memberikan bros itu kepada isteriku. Apa maksudmu Widi?"
"Galang, kamu jangan tersinggung, aku hanya ingin membantumu, tolong terimalah apa yang sudah aku lakukan. Katamu kita bersahabat, apa nggak boleh aku membantu sahabat yang lagi membutuhkan bantuan?"
"Apa yang kamu inginkn dengan semua pemberian itu? Aku ingin mengembalikan uang yang 15 juta itu."
"Galang, tolong, kamu jangan tersinggung, kamu jangan mengira aku mempunyai maksud dibalik semua itu, sungguh aku hanya ingin membantu, tolong Galang, jangan kamu kembalikan uang itu, aku tau kamu membutuhkannya."
"Tidak dengan cara itu."
"Cara bagaimana Galang, kalau aku langsung memberi uang kepadamu, tak mungkin kamu mau menerimanya, aku tau siapa Galang. Laki2 angkuh yang keras kepala."
"Widi..!!
"Hentikan marah2 itu Galang, tolong terima saja dan jangan kamu kembalikan, aku ini tulus Galang."
***
Kembali kerumah sakit, Galang menceritakan semuanya pada Putri. Ia tak ingin menyembunyikan apapun dari isterinya. Putri cuma bisa geleng2 kepala. Ia mendapatkan kembali brosnya, juga mendapat uang hasil penjualannya.
"Tak mungkin mbak Widi mau menerima kalau kita kembalikan uang itu. Dia amat baik sama kamu mas, dia benar2 sahabat buat kamu."
"Entahlah, aku merasa berhutang."
"Mas, ada lagi yang belum aku ceritakan sama kamu, dia ingin kamu bekerja di perusahaan keluarganya."
"Wah... itu..." Galang mengeluh.
"Kenapa mas, menurutku, mbak Widi benar juga, mas bekerja terlalu keras, lebih baik bekerja disana, jam kerjanya teratur. Putri kasihan melihat mas pergi pagi pulang malam, kadang sampai larut baru sampai dirumah."
"Baiklah, nanti aku pikirkan lagi."
"Dia sedang membutuhkan seseorang yang seperti mas, sayang kalau diberikan ke orang lain. Mau ya mas.. "
Galang masih terdiam, kalau setiap hari bertemu Widi, pasti akan ada "gangguan2" yang benar2 mengganggu. Widi kan orangnya nekat. Kalau saja Putri tau, tapi Putri kan tidak mencintai Galang, mungkin ia tak perduli seandainya Widi mengambil Galang sekalipun darinya. Tiba2 Galang merasa sedih. Mungkinkah cintanya tak akan terbalas? Putri hanya baik karena Galang juga sangat melindunginya, tapi cintakah Putri padanya? Ya Tuhan, dipandanginya Putri, yang masih tampak pucat, walau tidak sepucat kemarin. Lalu disadarinya, bahwa rasa cintanya kepada Putri sangatlah besar. Diraihnya tangan Putri, diciumnya dengan penuh perasaan.
"Terimakasih kamu mengasihani aku.." bisiknya lembut.
Putri membiarkannya. Akhir2 ini ada rasa aneh, yang membuat jantungnya berdebar setiap kali Galang menyentuhnya. Laki2 tampan yang sangat baik ini, apakah aku mulai menyayanginya? bisik batin Putri. Ia membiarkannya, bahkan ketika lama sekali tangan itu ditempelkannya kepipinya. Galang tidak tau, wajah Putri memerah, dan aliran darahnya tiba2 terasa lebih cepat. Ketika dilihatnya pandangan Galang kearahnya begitu memukau, Putri mengalihkan pandangannya kearah lain. Tersipu dan entah perasaan apa lagi yang memenuhi batinnya.
"Putri...taukah kamu, aku begitu takut kehilangan kamu," bisik Galang.
Putri menoleh lagi kearah Galang, dan pandangan Galang masih tetap sama, tajam dan memukau, aduhai, mengapa baru sekarang disadarinya bahwa wajah itu sangat memikat?
"Putri, kamu dengar perkataanku?"
Putri sekarang berani menatapnya, entah darimana datangnya keberanian itu. Galang menangkapnya, dan setitik harapan kemudian menyembul dipermukaan hatinya. Apakah tatapan itu berarti menyambut perasaannya? Belum pernah Putri berani menatapnya seperti itu. Tak tahan Galang mencium keningnya, dibiarkannya, lalu hidungnya, dan bibirnya. Ya Tuhan, mengapa Putri membiarkannya? Sesa'at keduanya terlena dalam rasa yang entah tak juga mereka sadari. Mereka terkejut ketika tiba2 perawat datang membawa bayinya, sambil berdehem.
Galang melepaskan pelukannya dan tersenyum malu,.
"Sa'atnya nenen, ibu.." kata perawat itu tersenyum, lalu meletakkan bayinya disampung Putri.
Ragu2 Putri membuka baju bagian atasnya, dan menatap Galang dengan tersipu pula.
Galang mengerti, kemudian melangkah pergi, lagi2 duduk disofa. Agak susah payah meredam gejolak yang tadi menyerangnya., Dihampirinya kulkas, diambilnya minuman dingin dan diteguknya sebotol sampai habis tak bersisa.
***
"Bu, aku mendengar tangisan bayi, siapakah yang punya bayi diantara tetangga kita?" tanya Teguh pada suatu pagi.
"Bayi? Ibu tak mendengar apa2, kamu aneh2 saja," jawab bu Marsih sambil menata dagangan yang akan dibawanya kepasar.
"Teguh mendengar jelas, sudah tiga hari ini lho bu, Teguh kira ada orang lewat sambil membawa bayinya yang sedang menangis, tapi kok kali ini Teguh mendengar lagi."
"Kamu itu ada2 saja. Ya sudah ibu mau kepasar, nanti kalau Naning datang suruh membawa yang masih belum sempat ibu bawa, kata bu Marsih sambil berjalan kepintu menuju becak yang sudah menunggunya didepan rumah. Teguh membantunya.
Sampai becak itu menghilang, Teguh masih memikirkan suara bayi itu. Kalau tak ada yang punya bayi, mengapa ia seringkali mendengar tangisan bayi?
"Lhoh, ibu sudah berangkat?" tiba2 suara nyaring itu datang begitu saja.
"Sudah, habisnya kamu kelamaan," gerutu Teguh.
"Mau berangkat lalu perutku sakit mas, ya sudah mana yang harus aku bawa."
"Itu, masih ada satu keranjang lagi."
Ketika Naning mau berangkat, Teguh masih menanyakan tentang suara bayi itu.
"Ning, ada yang punya bayi ya disekeliling rumah ini?"
"Bayi? Nggak ada.. siapa yang bilang bahwa ada yang punya bayi?"
"Aku mendengar suara bayi, sudah tiga hari ini."
"O, itu suara bayi kuntilanak .." jawab Naning sambil menjinjing keranjang yang tersisa dan dinaikkannya keatas sepedanya.
Ia terkekeh sebelum menggenjot sepedanya.
Bayi kuntilanak? Merinding bulu kuduk Teguh. Masih penuh tanda tanya dibenak Teguh ketika ponselnya berdering. Dari Retno.
"Galang, kamu lupa?" suara dari seberang."
"Iya, ingat kok, ini mau berangkat nemuin kamu. Ada apa sih?"
"Nanti saja kita bicaranya. Aku mau menawarkan kamu untuk sebuah pekerjaan di Jakarta."
"Wah, jauh amat?"
"Galang, ada saudara yang mau membantu kita. Aku dan kamu. Disini cari pekerjaan susah. Memangnya kenapa kalau jauh? Masih di pulau Jawa kan? Masih Indonesia kan?"
"Tapi..."
"Nanti bicara lagi sa'at kita bertemu, cepatlah datang, aku tunggu."
"Baiklah."
***
Hari itu Putri sudah boleh pulang kerumah. Hanya seminggu Putri dirawat disana, dan sekarang sudah tampak sehat. Bu Broto masih menunggui Putri di Jakarta. Galang membelikan sebuah springbed yang diletakkan dikamar Putri. Agak berdesakan, sementara Putri dan bayinya tidur dalam satu kasur yang tak begitu besar. Bu Broto menerima keadaan itu karena Galang menolak keras bantuannya. Ia menghormati pendirian Galang yang tak mau selalu dibantu oleh mertuanya.
Galang memilih tidur di sofa, dan itu sangat membahagiannya. Berdesakan dalam satu rumah bersama isteri, anak dan mertuanya serta pembantunya. Ia merasa rumah itu sangat hangat oleh cinta diantara mereka. Oh benarkah ada cinta dihati Putri. Galang tak yakin, tapi kenapa ia tak menolak ketika Galang menciumnya? Ciuman yang hangat dan lama, dan selalu terbawa dalam mimpinya. Pasti ada cinta, dan Galang sibuk menghibur dirinya sendiri.
Sudah seminggu Galang tak mengoperasikan mobilnya. Sehar hari sibuk menimang bayi dan .. isterinya juga kan? Ah, bahagia itu indah, cinta juga indah, semoga cinta yang dirabanya tak tercela.
"Mas, tadi Widi menelpon."
"Ada apa lagi?"
"Mas, pekerjaan itu, tolong terimalah saja. Itu sebuah budi baik, jangan ditolak lah mas."
"Kamu ingin aku bekerja disana?"
"Aku tak ingin mas terlalu capek. Kalau mas selalu berangkat pagi dan pulang malam, nanti nggak ada waktu buat Adhitama, hayoo.."
Galang tersenyum, benar juga kata isterinya. Kalau dia berangkat pagi, lalu anaknya belum bangun, trus pulang malam, anaknya sudah tidur, alangkah sedihnya.
"Tadi mbak Widi juga bilang, ada saudaranya yang dari Solo juga mencari pekerjaan, dan tampaknya diterima."
"Haa.. pasti menyenangkan ketemu sesama orang Solo. Baiklah, aku terima saja."
Bersambung #13
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel