Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Sabtu, 17 April 2021

Sekeping Cinta Menunggu Purnama #11

Cerita Bersambung
Jilid#10
(side a)

Seisi rumah panik, Putri tak sadarkan diri. Tak lama kemudian sirene mobil ambulan bergaung memecah kesunyian malam. Galang terus mendekap kepala Putri dan terus memanggil manggil namanya.

"Putri, kuat ya Putri....kuat sayang... aku selalu bersamamu... Putri... Putrii..." rintihnya memilukan.

Setiba dirumah sakit Putri langsung dibawa ke VK. Galang dan simbok menunggu sambil berlinang air mata. Mulut simbok tak henti2nya berkomat kamit membaca do'a, entah do'a apa, yang jelas pasti untuk keselamatan Putri dan bayinya.
"Ya Tuhan, selamatkan isteriku", jerit Galang lirih.
"Pak, kalau boleh simbok usul," tiba2 kata simbok.

Galang menoleh kearah simbok.
"Bagaimana kalau pak Galang menelpon ke Solo? Bu Broto mungkin perlu memikirkan keadaan putrinya."
"Bude Broto ya mbok?"
"Iya pak, bagaimanapun seorang ibu lebih bisa memberikan kekuatan bagi anaknya. Coba bapak menelpon."

Galang sebenarnya setuju dengan pemikiran simbok, tapi ada keraguan dihatinya. Dulu sebelum pergi pak Broto pernah bilang, jangan pernah meminta tolong kepada orang tuanya kalau sedang mengalami kesulitan.

"Cobalah pak... ini kan namanya darurat. Ibunya sangat diperlukan."
"Tapi ini larut malam mbok."
"Ya nggak apa2, namanya darurat,Pak Broto mungkin nggak suka, tapi simbok percaya kalau bu Broto pasti menaruh perhatian besar terhadap puterinya."

Akhirnya Galang menurut. Diputarnya nomor telephone rumah, tapi tak seorangpun mengangkatnya.
"Nggak diangkat.Pasti terlelap tidur..," keluh Galang
"Dicoba terus pak... "
"Ini ada nomor hape, dulu aku pernah menelpone mbok, tapi ini punya pakde apa bude ya?"
"Mereka kan punya ponsel sendiri2 pak, cobalah. Tadi bukan nomor ponsel ?"
"Nomor rumah mbok. Coba ponselnya ya..,"
Galang terus mencoba .. tapi ponsel itu dimatikan."
"Mati mbok, nggak aktif."
"Waduh... ya sudah nomor rumah saja terus pak, nanti lama2 kan pada bangun."
***

Telephone rumah terus menerus berdering, menjelang pagi bu Broto terbangun, dan berlari kearah telephone.

"Hallo..," bu Broto mengangkatnya.
"Ini bude? Saya Galang bude.."
"Galang? Ada apa nak, malam2 begini?"
"Putri mau melahirkan bude, mungkin dioperasi sekarang juga."

Bu Broto terkejut. Untuk sesa'at ia tak mampu berkata kata. Ada pedih perih merayapi hatinya, seakan ikut merasakan sakit yang dirasakan anaknya.

"Kenapa Galang?"
"Kalau bude mau datang kemari itu lebih baik, Putri sangat mengharapkan kedatangan bude," pinta Galang memelas."
Telephone ditutup dan ketika itu pak Broto datang mendekat.

"Telephone dari siapa? Malam2 begini, mengganggu orang tidur saja," gerutu pak Broto.
"Pak, boleh tidak boleh ibu mau ke Jakarta.Pagi ini juga."
"Memangnya ada apa?"
"Putri mau melahirkan, tampaknya keadaannya tak baik, Galang menelpone sambil menangis.
"Kan sudah ada suaminya?"
"Pak, aku ibunya. Kali ini ibu mohon ma'af tak bisa memenuhi permintaan bapak seandainya bapak menahan ibu."

Bu Broto bergegas masuk kekamar, menelpone Sarno.
"Sarno, tolong pesenkan tiket paling pagi untuk aku ke Jakarta," perintah bu Broto begitu Sarno mengangkat telpone nya.

Pak Broto tak berdaya. Dibiarkannya isterinya berangkat sendirian.
***

Dirumah sakit Galang baru saja keluar dari ruang dokter. Putri akan dioperasi tapi membutuhkan tambahan darah. Galang panik. Golongan darah Putri O dan tak ada persediaan darah di rumah sakit itu. Galang sendiri memiliki golongan darah B. Galang menghubungi teman2 yang dikenalnya di Jakarta. Tapi susah sekali mendapatkannya, mereka bersedia membantu tapi tidak sa'at itu juga, harus mencari lagi. Untunglah kemudian perawat pembantu dokter itu berhasil mendapatkan 1 kantung darah.

"Bapak, beruntung masih ada persediaan 1 kantung. Sa'at ini juga ibu Putri harus dioperasi. Tapi bapak harus tetap mencari karena darah yang diperlukan masih kurang.
"Oh, baiklah suster, terimakasih banyak, saya sedang mencari, semoga pagi nanti sudah saya dapatkan untuk tambahan darahnya.

Menunggu selesainya operasi, dan memikirkan cara mendapatkan darah, amat menyita pikiran Galang. Ia mencoba menghubungi bu Broto lagi melalui ponsel yang tadi dipakainya mengirim alamat rumah sakitnya.  Tapi tidak tersambung, mungkin bu Broto sedang berada dipesawat.

Simbok terus berkomat kamit berdo'a, barangkali sudah ribuan kali permohonan kepada Tuhannya itu diucapkan, dan tetap saja mulutnya berkomat kamit. Galang yang duduk disampingnyapun terua memanjatkan do'a agar semuanya berjalan lancar.

Tiba2 terdengar lengking bayi dari ruang operasi itu. Galang berdiri, demikian juga simbok. Lengking yang amat keras, memecah kesunyian dipagi buta itu.

"Apakah itu anakku?" bisik Galang penuh harap.
"Hanya ada satu orang yang ada didalam situ pak, pasti itu bayinya  jeng Putri," wajah simbok berseri seri.

Galang berjalan kearah pintu, menunggu pintu itu terbuka dan seseorang keluar membawa berita. Galang tak sabar lagi. Dipegangnya gerendel pintu dan berusaha membukanya, tapi tiba2 pintu itu sudah dibuka dari dalam. Dokter kandungan keluar, hampir bertabrakan dengan Galang.

"Dokter... bb.. bagaimana isteri saya?"
"Anak bapak telah lahir, seorang laki2 yang sehat," kata dokter sambil tersenyum.
"Ya Tuhan, terimakasih, Engkau Maha Besar, " bisik Galang yang kemudian berlinangan air mata.Kemudian ia berteriak pada simbok :" mBook... lanang mboook..."
"Sembah nuwun Gusti Alloh," pekik simbok begitu bahagia.
"Bayinya sedang dibersihkan," kata dokter itu lagi sambil menepuk nepuk punggung Galang.
"Bagaimana isteri saya dokter?"
"Isteri bapak masih lemah, beruntung ada darah yang bisa ditransfusikan, tapi bapak harus mencarinya lagi."
"Baiklah dokter, bolehkah saya masuk?"
"Isteri anda juga sedang dibersihkan, sebentar lagi perawat akan memanggil anda," kata dokter sambil berlalu.
"Ya Tuhan, lama sekali..." desis Galang tak sabar. Ia ingin segera melihat isterinya, ingin segera memandangi anaknya. Anak yang bukan darah dagingnya tapi akan dicintainya seperti anaknya sendiri. Galang sudah berjanji, dan itu ditepatinya. Rasa cinta kepada jabangbayi itu sudah muncul sejak si jabang masih dalam kandungan, dan sekarang ia begitu ingin melihatnya, mendekapnya, menciumnya...

Galang mondar mandir tak mau berhenti, apalagi duduk. Simbok mengawasinya masih dengan linangan air mata bahagia.
"Ditunggu disini dulu pak," kata simbok.

Tiba2 pintu terbuka, seorang perawat menggendong bayi yang masih digedhong, Galang menghambur menghampiri.

"Anakku... anakku...,," pekiknya gembira, lalu diambilnya bayi itu, dan tanpa dipersilahkan ia menggendongnya masuk kedalam. Perawat hanya bisa geleng2 kepala.
"Putri, lihat anak kita.." Galang menunjukkan kepada Putri bayi yang digendongnya.
Putri membuka matanya sekilas, menampakkan senyum tipis, lalu memjamkan matanya kembali.
"Putri, kamu kenapa Putri?" Galang sangat cemas
"Ibu Putri memang masih lemah pak, sekarang biar saya letakkan bayi itu disini. Kami menunggu adanya donor darah lagi ya pak," kata perawat itu dan Galang mengangsurkan bayinya. Ia teringat belum mendapatkan darah itu.

Galang melangkah keluar.
"mBok, masuklah sebentar untuk melihat Putri, aku akan berusah mencari darah lagi."
***

Ponsel berdering. Rupanya dari bu Broto.

"Bude, bude dimana?"
"Aku sudah naik taksi de, baiklah, sebenarnya Galang ingin menjemput ke airport, tapi mengingat keadaan Putri... Galang nggak bisa meninggalkan bude."
"Nggak apa2, sudah, kamu tunggu saja, ya."
Ketika Galang menutup ponselnya, tiba2 ponsel itu berdering lagi.
"Hallo..," sapa Galang.
"Galang, ini aku...,"
"Heiii.. darimana kamu bisa tau nomor telephoneku?"

==========
(side b)

Terdengar suara terkekeh dari seberang sana, tapi tak menjawab darimana dia dapatkan nomer kontaknya.

"Itu kan nggak penting Galang, yang jelas aku kok merasa bahwa kita ini sebenarnya jodoh, tapi kamu sengaja mengubah takdir itu."
"Hentikan Widi, aku sedang dirumah sakit, isteriku melahirkan."
"Haa.. melahirkan? Sudah berapa bulan kamu menikah Galang, kamu menghamilinya sebelum menikah, atau anakmu lahir prematur?"

Karena kesal, Galang menutup ponselnya. Tapi kemudian ponsel itu berdering lagi. Galang tak perduli. Ia kembali masuk kedalam rumah sakit, menelpon teman2nya yang semalam sanggup mencarikan donor, tapi belum ada berita. Galang duduk dikursi tunggu di lobbi rumah sakit itu. Ponselnya kembali berdering, Widi lagi, Galang tak ingin mengangkatnya. Ia ingin mematikan saja ponselnya, tapi dia kan sedang menunggu berita dari teman2nya? Tiba2 timbul keinginan Galang untuk menanyakan apa golongan darah Widi. Siapa tau cocog, persetan dengan bicaranya yang nggak karuan,persetan darimana dia mendapatkan nomor kontaknya, yang penting isterinya mendapat pertolongan. Itulah sebabnya ketika ponsel kembali berdering maka Galang mengangkatnya.

"Ya ampun Galang, jadi orang jangan sombong begitu kenapa sih, mentang2 kamu ganteng ya.."
"Widi, apa golongan darah kamu?"
"Eh, kenapa emang pake nanya golongan darah segala?"
"Isteriku perdarahan semalam, sekarang butuh donor darah, aku lagi menunggu berita dari teman2ku.
"Haaa... begitu rupanya, golongan darahku O tuh,"
"Widi, bolehkah aku minta tolong sama kamu?"
"O, aku tau, kamu minta agar aku mendonorkan darah untuk isteri kamu?"
"Kalau kamu tidak keberatan...tapi aku tidak memaksa, aku bisa menunggu teman2ku."
"Galang, aku ini katamu sahabat baik kamu, ya pastilah aku mau membantu, baiklah, aku akan kerumah sakit dan mendonorkan darahku untuk isterimu."
"Sungguh?"
"SMS kan alamat rumah sakitmu sekarang."
***

Galang merasa lega. Biarpun segan berurusan dengan Widi tapi keselamatan isterinya lebih penting. Ia menelpon bu Broto lagi, kalau kelamaan ia akan menjemputnya.

"Hallo bude, ini sampai mana?"
"Aku sudah didepan rumah sakit Galang, ini lagi berhenti."
"Bude sama siapa?"
"Sendiri Galang, pakdemu kan sibuk," jawab bu Broto sekenanya. Nggak enak rasanya mengatakan bahwa pak Broto nggak mau ikut bersamanya.
"Aku jemput bude kesitu ya," Galang berdiri dan berjalan kearah halaman. Dilihatnya bu Broto keluar dari taksi, lalu ia bergegas menghampirnya.
"Bagaimana isterimu?"
"Masih menunggu donor bude," jawab Galang sambil meminta tas besar bawaan bu Broto yang semula dijinjingnya.
"Biar bude saja, nggak apa2 kok, bude pasti kuat."
"Nggak bude, sudah dapat kok."
"Sudah dapat pendonor maksudmu?"
"Ya, seorang teman, sebentar lagi dia mau datang kemari."
"Oh, syukurlah."

Mereka berjalan kearah ruang operasi, dan meminta ijin agar bisa masuk untuk menemui Putri.
Bu Broto menangis sesenggukan begitu melihat keadaan Putri. Putri hanya sebentar2 membuka matanya, tapi ada sorot mata bahagia ketika melihat ibunya.
Sekantong darah bergantung disana, mengaliri tubuh Putri yang lemah. Bu Broto memeluk Putri, melepaskan kerinduan yang berbulan bulan ditahannya.

"Putri, kamu akan sehat dan kuat. Ibu menungguimu disini," ujar bu Broto menahan isak.
"Kita sudah mendapatkan donornya Putri, kamu akan sehat," sambung Galang sambil menggenggam tangan Putri erat2.
"Mana cucuku?" tanya bu Broto sambil melihat kesekeliling.
"Ada diruang bayi bude, mari Galang antar bude melihatnya. Dia ganteng seperti Galang," canda Galang yang dibalas cubitan kecil dilengannya oleh bu Broto. Bu Broto sangat bahagia menyaksikan perhatian dan cinta Galang kepada Putri dan bayinya. Ia bersyukur, Puteri mendapatkan pelindung yang sangat baik.

Galang kemudian mengantarkan mertuanya keruang bayi yang tak jauh dari ruang dimana Puteri dirawat, diikuti simbok yang berjalan dibelakangnya dengan penuh semangat.

"Itu anak Galang bude, cucu bude," seru Galang sambil menunjuk kearah bayi yang tergolek dikamar, tepat disamping kaca yang terbentang disepanjang ruang bayi itu.
Seorang bayi mungil yang tampan, tergolek tertidur pulas.
"Cucuku, o.. cucuku...ini eyang le...ini eyangmu.." bisik bu Broto penuh haru.
"Ganteng sekali bukan? Seperti ayahnya," simbokpun ikut2an berkomentar.
***

"mBok, kamu mau pulang dulu, atau mau menunggu disini saja?"tanya Galang sambil mengangsurkan minuman dan sebungkus nasi untuk simbok.
"Biar simbok disini dulu pak, simbok nggak akan pulang sebelum melihat jeng Putri sehat,"kata simbok.
"mBok, aku berterimakasih sekali sama kamu, yang selalu meladeni Putri dengan penuh kasih sayang," kata bu Broto sambil memeluk simbok.
"Bu, jeng Putri kan anaknya simbok juga, dari bayi sampai sekarang punya bayi, ya tetep anaknya simbok," kata simbok dengan mata berkaca kaca.
"Galaang.." tiba2 sebuah teriakan bergema, dan semuanya menoleh kearah datangnya suara. Seorang gadis cantik menghambur kearah Galang dan memeluknya. Galang mendorong pelan tubuh cantik itu.

"Itu mertuaku," kata Galang sambil menjauh dari Widi, gadis cantik yang baru saja datang itu.
"Oh, ibu, apa kabar, saya Widi, temannya Galang," sapa Widi sambil mencium tangan bu Broto.
"Iya nak, terimkasih, saya bu Brotoo, mertuanya Galang," sambut bu Broto ramah.
"Galang, saya siap mendonorkan darah untuk isteri kamu."
"Baiklah, ayo ikut, aku bilang dulu sama perawatnya.

Widi mengikuti Galang, sementara bu Broto dan simbok kembali duduk dibangku tunggu.
"Makanlah dulu mbok, kamu kan dari semalam belum makan."
"Iya bu, terimakasih, ibu sendiri dahar apa?"
"Aku masih punya rroti yang diberikan di pesawat tadi. Ayo dimakan mbok, setelah itu aku mau ke sana, menanyakan biaya untuk Putri. Nnti akan aku pesankan sekaliyan kamar yang bagus untuk Putri.
***

Hari iu Widi benar2 berhasil mendonorkan darahnya untuk Putri. Galang sangat berterimakasih untuk itu, demikian juga bu Broto.

"Terimakasih lho nak Widi, ini sangat berharga, nak Widi seperti menyambung nyawa Putri," kata bu Broto sambil menyalami tangan Widi, ketika Widi berpamit untuk pulang.
"Nggak usah berterimakasih bu, Galang itu sahabat saya, sudah sepantasnya kalau saya membantunya. Sekarang saya pamit dulu, soalnya harus segera kekantor."
"Baiklah nak, hati2 ya."
Widi keluar dari rumah sakit itu, Galang mengantarnya sampai ketempat parkir.
"Kamu naik mobil sendiri?"tanya Galang.
"Iya, waktu itu mobilku ada di bengkel, jadi terpaksa naik taksi online, dan kebetulanlah waktu itu ketemu kamu.
"Terimakasih banyak ya."
"Galang,kamu masih belum mau bekerja kantoran?"tanya Widi sebelum masuk ke mobilnya.
"Nanti aku pikirkan lagi, sekarang ini lagi fokus untuk isteriku."
"Baiklah, aku pasti akan membantumu, hubungi aku setiap sa'at."

Ketika Widi menjauh, Galang belum memutuskan untuk bekerja dikantor Widi atau tidak. Ia tau, Widi memiliki keluarga yang kaya raya, dan pasti akan dengan mudah bisa membantunya, tapi sikap Widi terkadang membuatnya takut.
***

Hari itu Putri sudah keluar dari ruang perawatan. Bu Broto memesankan kamar VIP yang sangat tak terduga oleh Galang. Galang mencegahnya tapi bu Broto memaksa.

"Jangan menolak Galang, ijinkan aku juga memikirkan anak isterimu."

Galang juga terkejut ketika bu Broto juga telah membayar semua biaya selama Putri dioperasi, tapi ia tak kuasa menolaknya.

Pagi itu ketika selesai makan pagi dengan disuapi simbok, datang tamu untuk Putri. Gaalang sedang pulang untuk mengambil baju ganti untuk Putri, bersama bu Broto.

"Selamat pagi."
Putri tercengang karena tidak mengenal wanita itu, tapi simbok mengenalnya.
"Jeng, itu temannya pak Galang yang sudah mendonorkan darah untuk jeng Putri,"kata simbok ketika melihat Putri bengong.
"Oh, ini yang diceritakan mas Galang? mBak Widi ya?"sapa Putri.
"Iya, Putri. Bsgaimana keadaanmu?"
"Sudah jauh lebih baik mbak, terimakasih banyak atas perhatiannya ya."
"Sama2 Putri, ini hadiah untuk kamu," kata Widi sambil mengulurkan sebuah bungkusan kecil.
"Apa ini mbak?"
"Hadiah untuk kamu, bukalah."
Putri membuka bungkusan itu, dan kemudian ia terpekik ketika melihat isinya.
"Ya Tuhan...."

Bersambung #12

1 komentar:

  1. Aku suka cerita nya Bagus .. dan yang membuat blok ini aku ucapkan terima kasih. 👍👍

    BalasHapus

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER