Cerita Bersambung
(side a)
Galang melompat dari atas tempat tidur, membetulkan letak bajunya yang awut2an, lalu melangkah maju dan menampar wajah Widi sekeras kerasnya.
"Aauuww.." jerit Widi kesakitan, sambil memegangi pipinya yang memerah.
"Perempuan apa kamu ini?Perempuan rendah, bobrok,kotor, menjijikkan !!" seru Galang sambil melangkah keluar. Kepalanya masih terasa pusing.
"Galang! Tapi kamu melakukannya !!" jerit Widi lagi.
"Melakukan apa?" tanya Galang sambil berhenti melangkah.
"Kamu menikmatinya, kamu menodai aku Galang."
"Bohong!! Busuk kamu!! Aku tidak melakukan apa2!"
"Kamu lupa? Kamu memang tidak ingat apa2, tapi kamu telah melakukannya."
"Bohong !"
"Galang.. !!" Kamu melakukannya, mungkin kamu nggak sadar tapi kamu melkukannya. Entah kenapa kamu seperti terbius.Tapi kamu melakukannya, jangan ingkar Galang."
"Bohong kamu!! Perempuan laknat!!"
"Galaang!!"
Tapi Galang sudh menghilang dibalik pintu. Ia memasuki kamarnya, mandi dan berkemas. Ia hanya akan menelpon pak Haris untuk mengatakan bahwa laporan akan diberikan setelah ia sampai di Jakarta.
"Kamu pulang bersama Widi?" tanya pak Haris dari seberang.
"Nggak pak, Saya harus kembali pagi ini, Widi masih ingin tinggal. Terimakasih pak, saya harus buru-buru"
Galang menutup ponselnya lalu memesan tiket untuk pulang sa'at itu juga.
***
Ketika ponsel Widi berdering, ia masih tiduran diatas tempat tidur. Warna kemerahan pada pipinya masih tampak dan terasa perih. Sebenarnya ia segan menerima telepon dari siapapun, namun ketika terbaca olehnya dari om Haris maka terpaksa ia mengangkatnya.
"Hallo om.."
"Lagi dimana kamu?"
"Masih di hotel om,"
"Kenapa kamu nggak pulang sekalian bareng Galang?"
"Ooh, itu om.. masih males pulang, badan terasa kurang enak."
"Ya, kemarin Galang juga bilang kalau kamu sakit. Kakimu terkilir? Herannya aku mengapa Galang malah meninggalkan kamu." kata pak Haris dengan nada kurang suka.
"Oh, sudah baikan kok om, cuma Widi masih ingin tinggal sebentar lagi. Mungkin besok Widi baru kembali ke Jakarta."
"Baiklah, tentang tugas kamu, Galang sudah melaporkan semuanya. Begitu sampai di Jakarta dia akan melaporkannya secara lisan."
"Ya om, semua sudah Widi serahkan sama Galang."
"Baiklah, pintar anak itu. Aku suka. Baiklah, segera kembali ya, ada tugas lain menunggu kamu."
"Baiklah om."
Ketika pembicaraan itu selesai. Widi kembali merebahkan tubuhnya ditempat tidur. Penolakan Galang sungguh menyakitkan. Ia benci pada dirinya sendiri karena selalu mengejar kejar cinta Galang, bahkan sejak masih sama-sama kuliah dulu.Namun Widi tak pernah mau berhenti. Ia tak mengira, sebotol minuman yang ia tinggalkan kemarin sore ternyata sempat terminum oleh Galang. Sebutul air mineral yang telah dibubuhinya obat tidur dengan dosis besar. Semalam ia berhasil membuat Galang tak berkutik. Widi senang bisa memeluknya semalaman, walau sesungguhnya tak melakukan apa-apa. Ia akan mengecoh Galang sehingga Galang akan kalang kabut dibuatnya.
***
Galang sudah sampai di Jakarta. Tiba-tiba ia merasa takut untuk menelpon Putri. Bayangan bahwa semalam ia tidur bersama Widi sangat membuatnya terganggu. Benarkah aku melakukan perbuatan kotor itu? Tidak, aku tidak merasakan apa-apa.. tapi kata Widi aku terbius dan lupa segalanya... tidaak.. itu bohong... bisik batin Galang. Tiba-tiba Galang merasa dirinya kotor, dan tak pantas mendekati Putri. Ya Tuhan... apa yang harus aku lakukan.. jerit Galang dalam hati.
Ketika menapakkan kakinya dikantor, ia berpapasan dengan Raharjo yang menyambutnya dengan riang.
"Hai, mas.. sudah kembali? Kok sendirian?"
"Kamu sudah sembuh? Katanya kamu sakit."
"Cuma sehari kemarin. Oh ya, mobil mas Galang sudah dikembalikan ke rumah oleh pak Darman."
"Ya, aku tau. Ayo ikut aku sebentar." kata Galang sambil menarik lengan Raharjo. Ia menitipkan kopernya pada satpam, lalu mengajak Raharjo keluar dari sana, kesebuah warung yang terdekat. Raharjo mengikutinya dengan heran, tapi ia tak membantah sampai keduanya duduk berhadapan disebuah meja.
"Ada apa mas? Mas pucat sekali, sakitkah?"
"Hatiku yang sakit. Sebentar, mau minum apa?"
"Terserah mas Galang saja."
"Lemon tea mau?" Raharjo mengangguk. Ia tak perduli akan dipesankan minuman apa, karena ia lebih tertarik pada keadaan Galang yang berbeda dari biasanya.
"Aku tak tau harus berkeluh pada siapa Jo, aku benar-benar kacau," kata Galang setelah memesan minum dan makanan.
"Ini masalah pekerjaan?"
"Bukan Jo, pekerjaan sudah beres. Kamu kan tau aku kembali tanpa Widi. Segan saja aku seperjalanan sama ular itu."
"Ular?"
"Taukah kamu apa yang diperbuatnya terhadapku disana? Hari pertama ia tiba-tiba memasuki kamarku dengan dalih akan bicara so'al pekerjaan. Aku usir dia dengan alasan capek. Trus paginya dia terkilir, entah benar-benar terkilir atau pura-pura, yang jelas ia bilang nggak bisa jalan lalu minta aku menggendongnya kekamarnya. Karena segan, aku memanggil dua orang petugas untuk mengangkatnya kekamar. Dia tampak marah."
Raharjo tersenyum simpul, membayangkan Widi kecewa karena Galang tak jadi menggendongnya.
"Tapi semalam Jo, ya ampuun.. ini sudah keterlaluan.
Raharjo mendengarkan dengan seksama. Galang berhenti berbicara dan meneguk minuman yang dipesannya setelah diletakkannya dimeja.
"Semalam itu, entah karena apa ya, aku mau istirahat, setelah minta ijin pak Haris agar aku diijinkan pulang pagi ini. Tiba-tiba aku haus lalu meneguk setengah botol minuman yang terletak dimeja. Haa... apakah minuman itu penyebabnya? Aku tak merasa membeli minuman botol dengan merk itu...
"Memangnya kenapa mas?"
"Tak lama aku ingin mandi tapi tiba-tiba merasa pusing. Sa'at itulah ponselku berdering dan Widi memanggilku. Katanya penting, ada pesan pak Haris yang dikirimkan lewat ponselnya. Tapi dia tak mau mengirimkannya padaku, dia minta aku datang agar bisa bicara. Alasannya kakinya masih sakit. Dengan kepala semakin terasa berat aku kesana, dengan janji sebentar saja."
Galang meneguk kembali minumannya. Ia tampak gelisah.
"Jo, begitu sampai dikamar dia, aku tak tahan lagi, aku nggak ingan apa-apa, entah apa yang terjadi aku nggak tau. Ketika aku bangun, Widi ada disampingku dengan pakaian yang ... ya Tuhan.. perempuan apakah dia itu.."
"Telanjang?" seru Raharjo tanpa sadar.
"Hampir, dan pakaianku juga acak2an."
"Ya Tuhan... ya Tuhan... "
"Aku tidak ingat apa-apa, tapi dia bilang aku melakukannya. Aku berteriak tidak.. tapi dia nekat. Aku bingung Jo."
"Ya ampun pak, ini sungguh berat. Bagaimana kalau bu Galang tau.."
"Itulah yang aku takutkan Jo, aku tidak melakukan apa-apa, sungguh aku tidak merasa melakukan. Tapi dia bilang aku tak sadar, aku melakukannya. apa kamu percaya Jo?"
"Nggak mas, aku tidak percaya. Masa orang tidak sadar bisa melakukannya?"
"Jo, begitu tiba, aku ingin menelpon isteriku, tapi tiba-tiba aku takut sendiri. Apakah diriku ini bersih dari noda Jo?"
"Mas, menurut aku, dia itu bohong. Dia hanya ingin menjebak mas Galang. Ingin memaksa mas Galang agar mau menuruti kemauannya. Tenanglah mas, kalau ada apa-apa, aku akan membela mas Galang. Sekarang telpone saja bu Galang mas.. tenangkan hati mas, daripada dia menunggu nunggu berita dari mas."
Galang merasa sedikit lega. Beban yang menggayuti pikirannya agak terasa ringan setelah menceritakan semuanya pada Raharjo. Entah mengapa, walau baru sebulan berkenalan, mereka sudah seperti sahabat karib.Ia juga merasa lebih tenang karena Raharjo mendukungnya.
Galang mengambil ponselnya. Diputarnya nomor Putri.
"Hallo mas, sudah sampai di Jakarta?"
Suara bening itu terdengar seperti alunan kidung yang sangat merdu. Selalu begitu setiap kali Galang menelponnya.
"Hallo bu, sudah, baru saja. Tapi aku mau laporan ke kantor dulu."
"Ya mas, selesaikan dulu semuanya, aku sama Adhitama menunggu mas."
"Baiklah sayang."
Hanya sebentar, lalu Galang menutup ponselnya. Merinding bulu kuduk Galang setelahnya, apakah dirinya masih sesuci ketika dilepas oleh sang isteri yang mencintainya? Kalau pulang membawa noda, bagaimana perasaan Putri nanti.
"Mas, sudah, jangan dipikirkan. Saya yakin karena minuman itu. Mungkin dia telah membubuhinya obat tidur kedalamnya sehingga mas tak ingat apa-apa seperti orang tiidur pulas. Mulai sa'at ini kalau dia mendekati mas, abaikan saja Dan kalau mas Galang ingin pulang, bilang saja, nanti saya antar mas Galang pakai mobilnya Retno. Kemarin kan belum sempat bertemu dengan bu Galang."
Galang hanya mengangguk. Mereka menghabiskan minuman dan makanan yang dipesannya, kemudian beriringan ke kantor.
***
Ketika Galang minta ijin untuk pulang terlebih dulu, pak Darman tergopoh menghampirinya.
"Pak, kemarin mobil sudah saya antarkan kerumah, pembantu pak Galang yang menerima kuncinya."
"Ya pak, isteri saya sudah mengabari kok, terimakasih banyak. Ya begitulah rumahku pak, yang namanya garasi saja kan hanya sebuah lahan kecil yang saya kasih atap dari plastik."
"Nggak apa-apa pak, yang penting kan bukan rumahnya, tapi orangnya. Bapak sangat baik, dan saya sangat mengormatinya."
"Terimakasih pak. Ini saya mau pulang dulu."
"Ya, bapak pasti capek. Boleh saya antar saja pak."
"Jangan pak Darman, biar saya saja yang mengantar mas Galang. Ya kan mas." kata Raharjo yang tiba-tiba sudah ada diantara mereka.
"Kamu kan masih kerja Jo, nanti pak Haris mencari kamu."
"Aku sudah bilang Retno, kan hanya sebentar saja mengantar bapak, dan berkenalan dengan bu Galang."
"Baiklah, ya sudah pak Darman, Raharjo akan mengantar saya.."
==========
(side b)
"mBok, mas Galang sudah dalam perjalanan pulang, tolong disiapkan minum, dan juga untuk temnnya ya mbok," perintah Putri kepada simbok ketika Galang mengatakan sudah on the way.
"Baiklah jeng, temannya ada berapa ya jeng?" tanya simbok.
"Cuma satu mbok, dua sama mas Galang."
"Baik jeng. Saya siapkan sekarang."
"Sama tolong kalau-kalau mendengar Adhit menangis ya mbok, saya mau mandi dulu."
"Ya jeng, suami mau datang harus wangi," goda simbok.
"Ah, simbok.." Putri tersipu, dicubitnya simbok, lalu berjalan ke kamar mandi.
Simbok memanaskan sedikit air untuk membuat teh bagi majikan dan tamunya yang akan datang.
Putri bersenandung kecil, sambil mengguyur tubuhnya. Alangkah segar air siang ini, dan Putri mengguyurnya ber kali-kali. Putri juga menyabun tubuhnya ber kali-kali. Benar kata simbok, suami mau datang, tubuhnya harus wangi. Putri tiba-tiba teringat pada ibunya yang di Solo. Setiap dua hari sekali ibunya selalu memandikan tubuhnya setelah memakai lulur. Hm.. itukah sebabnya bapak sangat mencitai ibuku? Bisik batin Putri. Memang ibunya selalu beraroma wangi, wangi yang sangat klasik, berbeda dengan wangi parfum mahal yang sering ibunya beli di toko. Dan itu lebih menyegarkan. Tiba-tiba Putri ingin menyuruh simbok untuk selalu membuatkan lulur bagi dirinya. Kan simbok juga yang selalu disuruh ibunya untuk memipis ramuan harum itu?
"mBook," teriak Putri dari dalam kamar mandi.
"Ya jeng..." simbok mendekat kepintu kamar mandi agar bisa mendengar apa perintah momongannya.
"Besok, simbok buatkan aku lulur ya?"
"Oh, iya jeng, bagus sekali, seperti keng ibu yang selalu mandi setelah membalur seluruh tubuhnya dengan lulur."
"Bener ya mbok, tapi bahan-bahannya disini ada nggak ya?"
"Waduh, itu yang simbok nggak tau, ada daun kemuning, temugiring, akar wangi, klabet waron...aduh.. banyak jeng, besok kalau simbok kepasar mau nanya-nanya dulu."
"Ya mbok,"
Lalu Putri kembali membasuh tubuhnya dengan sabun dan mengguyurnya lagi. Tapi tiba-tiba didengarnya suara mobil didepan rumah.
"Waduh, kayaknya sudah pada datang," gumam Putri yang kemudian buru-buru mengeringkan tubuhnya.
"Jeng, keng raka sudah rawuh tuh.."
"Iya.. iya.. sebentar.."
Dan memang benar, Galang sudah turun dari mobil, tapi Raharjo masih menerima telepone dari Retno.
"Iya, baiklah, ini sudah sampai."
"Apa kata Retno Jo?"
"Waduh mas, mohon ma'af sekali.. aku nggak bisa mampir, harus langsung kembali kekantor."
"Waalaah Jo, gagal lagi berkenalan dengan isteriku. Ayo dong, sebentar saja, salaman lalu kembalilah ke kantor."
Raharjo turun, tapi dilihatnya yang muncul simbok.
"Silahkan masuk pak, jeng Putri baru mandi. "
"Waduh, baru mandi ?"
"Tuh mas, lain kali saja ya, takutnya pak Haris marah."
"Baiklah Jo, nggak apa-apa,"
"Salam saja untuk bu Galang ya mas."
Raharjo naik kembali kemobilnya dan membawanya keluar halaman.
Galang masuk kerumah setelah menghela nafas panjang. Simbok mengambil koper dari tangan Galang dan membawanya masuk.
Sebelum masuk kekamar dilihatnya Putri juga sudah selesai mandi, masih memakai handuk besaar yang dililitkannya ketubuhnya.
"Ada Raharjo diluar?"
"Nggak, tiba-tiba Retno menelpon bahwa Raharjo harus segera kembali kekantor."
Keduanya masuk kekamar. Wangi yang segar menusuk hidung Galang, mengusik perasaannya yang sesungguhnya sedang galau. Tiba-tiba Putri mendekat, Galang melupakan kejadian buruk yang dialaminya semalam. Dipeluknya Putri, yang menyambutnya dengan penuh kerinduan. Dibiarkannya handuk yang semula melilit tubuhnya terburai kelantai. Semua yang ditahannya selama setahun tertumpah siang hari itu, tanpa ampun. Alangkah indah nya hari ini, bisik Putri yang masih ada didalam dekapan Galang.
"Kamu harum sekali Putri.."
"Dan kamu mas, bau asem," goda Putri.
"Biarin, aku merasa tenang berada dirumah, didekatmu," bisik Galang. Ada kata-kata aneh yang terucap dan membuat Putri bertanya tanya.
"Memangnya selama pergi mas Galang merasa tidak tenang?"
Galang diam sesa'at, peristiwa semalam kembali melintas. Galang turun, mengambil baju ganti yang sudah disiapkan isterinya diatas bangku kecil.
"Mas.."
"Aku mandi dulu, malu.. isteringa wangi tapi aku bau asem.."
"Hmmh... sudah terlanjur." jawab Putri sambil bangkit dari tempat tidur dan mengambil kembali handuk yang masih terserak dilantai. Lalu diambilnya sepotong daster yang juga sudah disiapkannya tadi. dikenakannya daster itu, sambil dipandanginya Galang yang siap pergi kekamar mandi, dengan wajah malu. Galang memeluk isterinya erat-erat. Akankah semua kebahagiaan ini hilang ? Inilah bahagia, bukan kejadian semalam. Galang memeluknya erat, seakan tak akan pernah dilepaskannya.
"Maaas, aku nggak bisa nafas nih..," keluh Putri, tapi ia malah merebahkan kepalanya didada suaminya yang bidang. Galang mencium ubun-ubun Putri, dan mendekapnya lagi. Semua yang dilakukan Galang adalah untuk menghilangkan bayangan buruk semalam, tapi Putri menerimanya sebagai kerinduan Galang yang selama dua malam tidak ketemu.
"Sudah mas, mandi sana.. dan simbok kan sudah menyiapkan minuman hangat untuk mas."
Galang mencium isterinya lagi lama sekali, baru ia melepaskannya dan keluar kamar menuju kamar mandi.
"Maas, handuknya ketinggalan," teriak Putri.
"Susulkan kemari..." teriak Galang yang sudah hampir sampai di kamar mandi, lalu kemudian menutup pintunya.
"Iih... mas bagaimana sih.."
Galang membuka pintu kamar mandi, menarik handuk yang dibawakan isterinya, sekaligus menarik tangan isterinya masuk kedalam baru ia mengunci lagi kamar mandi itu.
***
Pagi itu Galang sudah siap-siap untuk berangkat kekantor, Putri sambil menggendong Adhitama mengantarkannya sampai ke teras.
"Mas, kemarin mas mengatakan merasa tenang dirumah, mas belum menjawab pertanyaanku, apa mas merasa tidak tenang selama bertugas?" tanya Putri karena masih merasakan bahwa ada kata-kata suaminya yang janggal.
"Oh ya, apa aku bilang begitu?"
"Mas Galang bagaimana sih?Kemarin bilang merasa tenang setelah sampai dirumah.."
"Apa itu aneh?"
"Kelihatan aneh, sepertinya mas nggak suka ketika melakukan perjalanan dan tugas itu."
"Kamu nih, ya pasti aku tenang berdekatan dengan anak isteri."
"Harusnya bukan itu kata-katanya, tenang diganti senang atau bahagia.. gitu kan? Tapi...."
"Sayang, kamu itu suka mengupas kata demi kata yang mas ucapkan ya.Maksudnya kan juga itu. Sudah, mas berangkat dulu, Adhit, jaga ibu ya sayang.."
Galang mencium kening isterinya setelah Putri mencium tangannya. Lalu Galang mengecup pipi Adhitama. Si kecil ganteng itu tidak sedang tidur, mata beningnya berkejap kejap, bibirnya menyunggingkan senyum merekah. Mungkin ia tau bahwa Galang adalah pelindungnya yang sangat mencintainya. Gemas Galang memandanginya, lalu diciumnya berkali kali anak kesayangannya.
"Sudah mas, berangkat sana, nanti terlambat, jam segini biasanya jalanan sudah macet."
Galang sekali lagi mencium isterinya, lalu melangkah kearah mobilnya, diiringi lambaian tangan isterinya.
"Oh ya, aku belum sempat membongkar koperku kemarin," teriak Galang sebelum memasuki mobilnya.
"Ya, nanti aku yang bongkar mas, pasti banyak yang harus dicuci."
Ketika Galang sudah berangkat, Putri meletakkan Adhitama di tempat tidurnya, agak ketengah, karena sekarang Adhitama sudah banyak geraknya. Putri sedang berfikir, sebaiknya mereka tidur dibawah saja untuk menghindari terjadi apa-apa mengingat si kecilnya sudah mulai besar. Nanti ia akan mengatakannya pada suaminya.
"Tidur dulu disitu ya sayang, ibu mau membongkar koper bawaannya bapak kemarin, pasti banyak pakaian kotor yang harus dicuci."
Adhitama tertawa sambil menggerak gerakkan kakinya. Pastinya ia ingin berkata, baiklah ibu, aku tungguin ibu disini... Putri tersenyum gemas melihat ulah anak gantengnya.
"Jeng, simbok mau kepasar dulu," tiba-tiba simbok datang sudah membawa keranjang belanjaan.
"Oh ya mbok, itu uangnya sudah aku siapkan dimeja."
"Mau dimasakin apa hari ini jeng?"
"Terserah simbok saja, asal jangan lupa ada sambal terasi mbok."
"Baik jeng, sekalian simbok mau nanya-nanya, dimana bisa mendapatkan empon-empon, katanya jeng Putri ingin dibuatkan lulur."
"Ya mbok, tapi kalau susah ya nggak usah dipaksakan."
"Ya jeng, simbok berangkat dulu," kata simbok sambil mampir ketempat tidur untuk mencium pipi Adhitama.
Putri segara mengambil koper suaminya yang masih belum sempat dibukanya sejak kemarin. Semuanya pakaian kotor. Dalam hati Putri berfikir, apakah ada pakaian lain yang dia tidak mengenalnya didalam koper itu, seperti yang dikatakan Widi sebelum berangkat kemarin lusa. Tapi ia tidak menemukannya. Sikat, sabun, pasta gigi, handuk, masih yang dibawakannya. Tas kecil berisi obat, oh.. dimana minyak gosoknya, pasti dipakai, lalu ketinggalan dihotel. Baju-baju, kaos sport, celana dalam, masih bekal yang dibawakannya. Barangkali ada baju mahal yang diberikan Widi, tidak, Putri bersyukur, suaminya memegang cintanya dengan kokoh.
Ketika semua pakaian selesai dikeluarkan, Putri terkejut menemukan botol air minum yang tinggal separo. Ya ampuun, mas Galang .. tinggal separo masih juga dibawa.. kenapa nggak dibuang saja.. pikir Putri.Kalau saja Putri tau, ada campuran obat yang masih tersisa di air minum itu, yang membuat malam terakhir Galang dihotel seperti sebuah neraka.
Ada keranjang sampah dikamar tidurnya, dan Putri membuang botol yang isinya tinggal separo itu ketempat sampah.
Bersambung #18
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel