Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Selasa, 13 April 2021

Sekeping Cinta Menunggu Purnama #7

Cerita Bersambung
(side a)

Putri tertegun. Begitu cepatnya Teguh mendapatkan calon isteri. Ada perih teriris dihati Putri. Bagaimanapun cinta itu masih mengendap dihatinya. Tak mungkin bisa hilang begitu saja. Dan mendengar bahwa Teguh memiliki calon isteri? Aduhai sakitnya. Begitu dangkal cinta Teguh terhadapku. Rintih Putri dalam hati. Dan tak terasa air matapun menetes membasahi pipinya. Pelan Putri mengelus perutnya..
"Ini adalah buah cinta yang tersesat.. tapi sangat sulit melupakanmu Teguh,"
Putri mengusap air matanya. Rasa sakit itu menumbuhkan kemarahan dan benci dihati Putri.

"Tidak, tak akan ada lagi air mata buat kamu Teguh, akan aku buang jauh2 bayang2mu," bisiknya lirih. Tapi tak urung menetes juga air mata yang kemudian membasahi pipinya.
***

Siang itu ketika Teguh  pulang dari kuliah langsung menuju kekamarnya. Ponselnya tertinggal dikamar, khawatir ada pesan2 penting ia langsung membukanya. WA dari beberapa teman.. pinjam buku.. datang jam berapa.. hari minggu ada acara nggak... Teguh tersenyum sendiri membava WA terakhir.. maukah mengantarku kepesta ultah kerabatku.. hari ini aku nggak ke kampus karena lagi M. Mumet maksudnya.. hahaa.. Itu dari Retno. Gadis cantik yang satu tingkat dibawahnya. Siapa sih yang nggak suka sama Teguh? Dia ganteng, tubuhnya tinggi tegap, senyumnya menawan, baik hati kepada siapapun juga. Tapi mereka hanya berteman biasa karena Retno tau bahwa yang dicintai Teguh adalah Putri. Ia juga tau sa'at Teguh kehilangan Putri karena Teguh juga meceritakan semuanya pada Retno.
Dibalasnya WA Retno karena tadi nggak ketemu di kampus.
"Aku mau, jam berapa?"
Tak lama dia dapat balasan.
"Nanti aku kabarin."
Teguh tersenyum. Retno selalu bisa menghiburnya. Ia suka bercanda. Karena candaan itu setiap kali ada Retno ia sedikit bisa melupakan Putri.
"Waduuh.. pulang2 langsung WA nan," suara lantang menyebalkan itu melongok dipintu kamar Teguh.
Teguh mengibas kibaskan tangannya untuk memberi tanda bahwa ia menyuruhnya pergi. Naning, gadis itu cemberut.
"Makan siang sudah disiapkan ibu, ibu lagi kepasar, aku mau pulang dulu, sayangku," kata Naning lalu menutupkan pintunya. Teguh mengangkat bahunya dengan sebal. Tapi ia tak bisa membenci Naning. Naning itu lugu, kadang tak tau malu, tapi hatinya sangat baik. Ia membantu ibunya dengan rajin. Semua bisa dikerjakannya. Belanja, memasak, bersih2 rumah, dan membantu berjualan makanan. Tak pernah mengeluh. Satu yang membuay Teguh kesal, yaitu ia merasa bahwa dirinya adalah jodohnya.
Tiba2 pintu terkuak kembali dan kepala si centhil itu melongok lagi.
"Oh ya aku lupa, tadi ada yang menelpon kamu, aku yang mengangkatnya."
"Dari siapa?"
"Nggak tau, seorang petempuan, aku nggak nanya namanya."
"Kenapa nggak nanya?"
"Habis dia buru2 menutup ponselnya."
"Ngomong apa dia?"
"Cuma nanya Teguh ada, aku bilang kuliah, ponselnya ketinggalan. Trus dia nanya aku siapa, aku bilang bahwa aku calon isterimu."
Teguh terkejut.
"Kamu bilang begitu?"
"Ya.."
"Bodohh !! Lain kali jangan sekali2 kamu menyentuh ponselku!!" hardik Teguh marah. Dan Naning menutupkan lagi pintunya dengan keras, lalu pergi setengah berlari.
Teguh membuka ponselnya untuk melihat siapa yang menelpon. Jam 10.10' dari seseorang, tanpa nama. Teguh berdebar debar. Apakah Putri?
Lalu Teguh memutar nomor itu... ada jawaban operator.. nomor yang anda putar sedang dialihkan.. silahkan menunggu beberapa sa'at lagi.
Diulangnya memutar, jawabannya sama. Teguh menghela nafas panjang. Rasa rindu pada Putri kembali memenuhi dadanya. Ia merebahkan tubuhnya ke pembaringan dan mendekap ponselnya ke dadanya. Ia lupa mengganti pakaiannya dan mencuci kaki tangannya sepulang kuliah, seperti pesan ibunya yang selalu diingatnya. "Kalau pulang dari bepergian itu harus langsung cuci kaki tangan dan ganti bajumu dengan yang bersih."
Ia tertidur, mimpi bertemu Putri dan melepaskan kerinduan mereka disebuah taman penuh bunga.
***

Siang itu Galang baru ketemu ayahnya setelah makan siang. Pak Sapto sejak pagi pergi membezoek temannya yang sedang dirawat dirumah sakit.
"Sudah lama kamu datang le?" tanya pak Teguh begitu datang dan melihat anaknya duduk diteras. Pak Sapto memang hidup sendirian sejak isterinya meninggal beberapa tahun lalu. Karenanya rumah selalu terkunci apabila pak Sapto bepergian.
"Sudah dari pagi pak, malah sudah makan siang juga .. habisnya lapar."
"Walaah.. kok nggak tilpun bapak.."
"Galang menelpon berkali kali tapi nggak diangkat sama bapak."
Pak Sapto merogoh saku celananya dimana ia selalu menyimpan ponselnya setiap kali pergi.
"Waduh.. ponselku ketinggalan dirumah kayaknya. Sebentar bapak cari dikamar.
Pak Sapto masuk kedalam diikuti Galang, yang kemudian duduk di kursi didepan kamar ayahnya.
Pak Sapto keluar dari kamar sambil membawa ponselnya.
"Iya le.. panggilan tak terjawab banyak sekali. Ya.. begini ini namanya orang tua. Sering kelupaan tentang banyak hal."
Galang menunggu dengan gelisah. Ia ingin mengatakan sesuatu yang sebenarnya bertentangan dengan hatinya.
"Sebenarnya ada apa kamu pulang. Agak aneh pengantin baru pulang sendiri."
"Ya pak..."
Galang memandangi ayahnya yang tampak semakin tua. Apakah nanti ayahnya akan kecewa mendengar penjelasannya?
"Wajahmu tampak tidak bahagia, kok pengantin baru nggak tampak sumringah? Apa isterimu masih belum mau kamu dekati?" tanya pak Sapto sambil tersenyum.
Galang tak menjawab. Memang benar sih, tapi bukan itu masalahnya.
"Kamu harus sabar le, Putri itu masih sangat muda dan setelah dewasa ini kan kalian lama sekali nggak bergaul. Lha apa kamu lebih suka perempuan yang nyah nyoh.. langsung siap," pak Sapto masih ingin menggoda anaknya.
"Bapak...," akhirnya Galang yang tanpa senyum mendengar canda ayahnya ini buka suara.
"Ada apa to le?"
"Galang ingin mengembalikan harta dan semua yang telah diberikan pakde Broto."
Pak Sapto tercengang

==========
(side b)

Pak Sapto tercengang mendengar cerita Galang, dan.lebih tercengang lagi mendengar Galang akan mengembalikan semua pemberian pak Broto.
"Apa maksudmu Galang? Kamu akan mengembalikan semuanya?"
"Iya pak, harta yang berlimpah dan perusahaan itu diberikan untuk membeli harga diri Galang. Galang nggak mau pak."
"Tapi Galang, keluarga Subroto itu masih kerabat kita, kamu tega melakukannya?"
"Ini bukan masalah tega pak. Ini masalah harga diri."
"Ini sama saja dengan kita menolong mereka dari aib yang tercoreng, Galang."
"Beda pak. Cara mereka meminta tolong itu yang membuat Galang terhina. Coba kalau pada awalnya pakde Broto mengatakan yang sesungguhnya, barangkali keadaannya akan lain. Pakde Broto menutupinya dan merasa bahwa apa yang sudah diberikannya cukup untuk menutupi aib itu. Pakde Broto membeli kehormatanku pak," kata Galang tandas.
"Tapi kamu jangan lupa, pakdemu itu bukan orang lain. Dia kerabat kita Galang," kata pak Sapto masih berusaha mengendapkan kemarahan Galang yang ber api2.
Tapi mata Galang  tampak garang, tampaknya susah diendapkan.
"Galang tersinggung pak, Galang merasa dibohongi. Dengan iming2 harta itu dikiranya Galang bersedia menjadi penutup aibnya. Galang tidak akan menolak seandainya pakde melakukannya dengan terhormat."
Pak Sapto terdiam. Tampaknya sedang memikirkan kata2 anaknya.
"Celakanya.. Galang terlanjur jatuh cinta pada Putri," bisik Galang lirih. Matanya sudah tak segarang tadi. Ia mengucapkannya dengan sepenuh hati. Cinta memang begitu indah.. dan meneduhkan jiwa yang menyala.
"Sesungguhnya berat melepaskan Putri.. tapi bagaimana lagi," kali ini Galang tampak mengeluh. Matanya menerawang jauh. Terbayang wajah cantik dengan rambut ikal sebahu dan mata kuyu yang tampak selalu menyimpan kepedihan. Itu membuat Galang trenyuh.
"Galang, apa sudah bulat tekatmu untuk mengembalikan semuanya?"
"Ya pak," jawab Galang mantap.
"Termasuk isterimu ?"
Kali ini Galang terdiam. Kali ini pikirannya belum mantap. Akankah diceraikannya Putri? Lalu terbayang kembali sepasang mata bintang yang kuyup oleh derita. Ingin Galang memeluknya. Memberikan apa yang diinginkannya. Bahkan kalau ia ingin kembali pada Teguh. Tapi pagi tadi ketika hal itu ditanyakannya, Putri menggeleng. Jadi apa yang harus ia lakukan?
"Galang....?"
"Oh.. ya.. eh.. itu.. nanti Galang akan tanyakan pada Putri, karena kan lepas dari semuanya.. pernikahan kami itu sah.") (note : pernikahan semacam ini menurut islam tidak sah. harus menunggu hingga jabang bayi lahir terlebih dahulu - Red.)
Pak Sapto mengangguk angguk.
"Baiklah, nanti aku akan bicara sama pakdemu. Besok aku ke Solo. Kamu nggak usah ikut dulu sampai bapak selesai membicarakannys baik2. Tapi apa yang akan kamu lakukan selanjutnya? Kamu kan belum punya pekerjaan. Dan isterimu..?" kata pak Sapto menghawatirkan kehidupan anaknya.
"Nanti akan Galang pikirkan. Pasti ada jalan kalau kita mau berusaha."
 ***

Sore itu juga Galang kembali ke Jakarta. Ketika sampai dirumah dilihatnya Putri sedang duduk diteras ditemani simbok. Wajah cantik itu tampak lebih tenang. Mungkin karena telah membuka aib yang selama ini disandangnya. Galang menatapnya lekat2 dan beribu pertanyaan sedang berkecamuk dihatinya. Akankah perempuan cantik ini diceraikannya? Apakah ia harus membasuh cinta yang perlahan mulai merayapi hatinya? Ketika  menginjakkan kakinya diteras, dilihatnya simbok bergegas kebelakang, mungkin untuk menyiapkan minuman, sementara Putri berdiri meraih tangannya dan menciumnya perlahan. Hal yang dilakukan seorang isteri terhadap suaminya. Galang tertegun. Ini baru pertama kalinya Putri melakukannya. Siapa yang menuntunnya? Mungkinkah ini hal terakhir yang dilakulannya karena sebentar lagi palu keputusan akan diketukkannya? Galang ingin memeluknya, sungguh.. tapi ditahannya. Ia hanya menepuk bahu Putri lalu mengajaknya masuk kerumah.
Simbok keluar membawa nampan berisi teh hangat dan diletakkannya dimeja didepan Galang yang sudah duduk disana berhadapan dengan isterinya.
"Silahkan pak," kata simbok yang kemudian beringsut kebelakang.
Galang meneguk teh yang dihidangkan, barangkali ini terakhir kalinya dia minum teh dengan cangkir cantik berukir emas. Cangkir orang2 berada.
"Apa kabar om Sapto?" akhirnya Putri membuka pembicaraan.
Galang memandanginya, lagi2 dadanya berdebar kencang. Ya Tuhan, aku mencintai perempuan ini. Keluhnya dalam hati.
"Mas.. apa kabar om Sapto?" Putri mengulang pertanyaannya.
"Oh.. eh.. baik.. beliau titip salam buat kamu." jawab Galang sambil menghirup lagi tehnya.
"Ada yang ingin aku katakan sama kamu. Tapi aku ingin mandi dulu," kata Galang yang kemudian bangkit berdiri.
"Biar simbok menyiapkan makan ya mas."
Galang mengangguk kemudian berlalu.
Putri menghela nafas. Tiba2 saja ia merasa telah menyakiti hati suaminya. Perasaan itu dirasakannya ketika Galang mau berangkat ke Semarang, dan Putri menangkap kesedihan dimatanya. Sungguh, Galang tak berdosa. Ia telah disakiti. Galang yang begitu baik, begitu menghormati dan menjaganya, mengapa harus terluka karena pernikahan ini? Itulah mengapa sikapnya berubah sejak kedatangannya. Tapi ia juga berdebar menunggu keputusan apa yang akan dikatakannya nanti. Apakah ia akan diceraikan? Tiba2 Putri merasa ada pisau mengiris jantungnya.
"Jeng.. apa simbok bisa menata makan sekarang?"
"Oh.. iya mbok, siapkan saja, mas Galang baru mandi."
***

"Barusan tilphone dari siapa pak? Kok bapak terus termenung begitu?"
"Dari Sapto. Katanya besok mau kemari. Dia wanti2 agar kita nggak pergi kemana mana."
"Ada yang penting?"
"Dia bilang begitu. Katanya tentang Galang."
"Tentang Galang?"
"Ya, katanya akan dijelaskannya besok. Tapi perasaanku kok jadi nggak enak."
" Tuh kan.. apa ini gara2 kita nggak mau berterus terang tentang keadaan Putri? Bapak itu gimana, harusnya dijelaskan saja dari awal. Kalau dia nggak tau sih nggak apa2.. tapi kalau tau terus dia merasa dibohongi.. kan nggak enak jadinya."
"Ibu itu belum2 sudah menduga yang tidak2. Coba saja kita tunggu sampai besok, apa yang akan Sapto katakan," kata pak Broto kesal, padahal sebenarnya dia juga berfikir kearah sana.
***

Putri dan Galang duduk diteras depan. Galang harus berterus terang sekarang juga supaya semuanya segera terselesaikan.
Putri berdebar menunggu. Diam2 dia berfikir.. akan kemana dia pergi apabila Galang menceraikannya. Tapi yang jelas dia tak akan kembali kepada orang tuanya. Hatinya sudah terluka ketika ayahnya memaksanya menikah.
"Putri," akhirnya Galang membuka pembicaraan.
"Aku ingin mengembalikan semua pemberian ayahmu."
"Apa?" Putri terkejut. Harta, kedudukan di perusahaan dan rumah.. mobil?
"Semua yang ayahmu berikan termasuk rumah seisinya dan mobil dan perusahaan.."
"Mengapa mas?"
"Harta itu diberikan untuk membeli harga diriku. Aku merasa dibohongi. Pakde Broto mengira dengan iming2 harta aku bisa menerima apapun dan bagaimanapun keadaanmu. Tapi aku tidak seperti itu." Kata Galang pilu.
Dan Putripun menitikkan air mata.

Bersambung #8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER