Cerita Bersambung
(side a)
Siang itu pak Broto dan bu Broto duduk2 diteras. Dirumah itu hanya tinggal mereka berdua karena simbok mengikuti Putri yang diboyong ke Jakarta untuk mengikuti suaminya. Putri yang minta agar simbok menemaninya. Seminggu lalu Putri menikah di Jakarta. Pernikahan mewah itu dihadiri oleh kerabat dan rekan2 bisnis pak Broto. Namun tak satupun keluarga Solo diundang dalam perhelatan itu. Pak Broto tak ingin pernikahan itu sampai terdengar oleh Teguh, karenanya ia menikahkan Putri jauh dari kota Solo.
"Sepi ya pak nggak ada Putri, nggak ada simbok," keluh bu Broto.
"Ya bu, aku juga merasa kesepian. Bagaimanapun aku ini kan juga ayahnya yang sangat mencintainya. Jadi rasa sepi ini juga terasa.. "
"Seandainya tidak ada peristiwa memalukan itu, pasti sekarang Putri masih bersama kita."
"Gara2 bocah kurangajar itu..," kata pak Broto penuh geram.
"Ya sudah nggak usah diingat ingat lagi ya pak, barangkali memang demikian ini garis hidup kita."
"Hm.. iya bu. Sedih sebetulnya.. tapi mau bagaimana lagi. Yah.. sekarang ini untunglah ada jalan keluar untuk menutupi aib itu."
"Tapi kok bapak nggak mau berterus terang sama Galang bahwa Putri sedang mengandung, nanti kalau jadi masalah bagaimana?"
"Nggak... mana mungkin akan jadi masalah.. Galang pasti bisa menerima karena aku sudah memberi dia banyak harta, kedudukan.. mana bisa dia mendapatkan semua itu tanpa aku?"
Bu Broto terdiam, tapi dalam hati dia tak setuju atas pendapat suaminya.
"Tapi habis makan.. perut kenyang kok terus ngantuk aku. Kelamaan nggak kekantor malah bawaannya ngantuk melulu."
"Ya sudah bapak sare saja, ibu mau kedapur."
Tiba2 didengarnya sepeda motor berhenti didepan gerbang. Pak Broto menghentikan langkahnya dan memandang kearah jalan.
"Itu seperti Teguh," desis bu Broto pelan.
Seorang pemuda tegap berjalan kearah teras. Pak Broto dan bu Broto berdiri menunggu. Kata2 kasar sudah siap dimuntahkan ketika Teguh membungkuk dengan santun.
"Selamat siang pak, bu..," sapanya penuh hormat.
"Siang nak," sambut bu Broto sedikit ramah. Bagaimanapun anak muda itu datang dengan kesopanan yang tinggi. Namun pak Broto menuding wajah Teguh dengan kemarahan berapi api. Bahwa anak muda itulah penyebab segala petaka, kesedihan dan kehilangan dirumah itu, pak Broto tak bisa melupakannya begitu saja.
"Mau apa kamu datang kemari?" hardiknya.
Teguh yang sudah bersiap menerima caci maki manunduk menyembunyikan luka hatinya. Memang aku pantas dicaci maki, pikirnya.
"Saya mohon ma'af, tapi kedatangan saya kemari hanya untuk mengetahui keadaan Putri."
"Oh.. Putri bb..."
"Putri baik2 saja, untuk apa kamu menanyakannya?" potong pak Broto sebelum isterinya selesai bicara.
"Ma'af bapak, terakhir kalinya saya tau bahwa dia sakit, setelah pentas itu. Lalu saya tidak mendengar kabarnya lagi."
"Sekarang aku jawab bahwa Putri baik2 saja dan jangan harap kamu bisa bertemu karena dia sudah aku pindahkan kekota lain."
Teguh tercengang. Ada yang hilang dari hatinya. Ia terdiam dan tak mampu berkata kata.
"Ya sudah.. tunggu apa lagi?"
Kata2 itu berarti mengusir. Teguh menguatkan hatinya dan mengangguk.
"Baiklah bapak, ibu, saya mohon pamit, serta mohon dima'afkan kalau kedatangan saya mengganggu."
"Ya jelas mengganggu to," kata pak Broto yang segera dicubit lengannya oleh bu Broto.
"Hati2 ya nak..,"
Teguh melangkah keluar dari halaman lalu melarikan motornya menuju pulang.
"Ibu tuh kenapa.. pake nyubit2 aku segala.. terus berpesan supaya hati2..," pak Broto mengomel sambil masuk kedalam rumah diikuti isterinya.
"Ya jangan kasar begitu to pak, kan dia datang dengan baik dan sopan."
Pak Broto tidak menjawab, langsung masuk kekamarnya dengan wajah cemberut.
***
Teguh memasukkan sepeda motornya kesamping rumah. Wajahnya kusut, matanya kemerahan, ada bekas air mata masih mengambang disana.
"Heiiii... kekasihku sudah pulang.."
Teriakan itu tak digubris Teguh. Sudah biasa Naning mengoceh seperti itu. Teguh langsung masuk kekamarnya. Tapi Naning mengikutinya.
"Mas.. teh anget.. apa kopi panas.. apa wedang jahe dikasih susu ?"
"Nggak semuanya dan keluarlah !" kata Teguh sedikit kasar.
"Ya ampuun.. dilayani baik2 kok malah ngusir," kata Naning cemberut.
"Kamu itu nggak sopan, ini kamar laki2, nggak pantas kamu masuk kemari. Sudah aku ingatkan berkali kali kan?"
"Lha aku kan cuma mau nawarin kamu minum."
"Aku nggak pengin minum, jadi cepatlah keluar. Aku mau ganti baju nih."
"Waah..asik donk.. aku boleh bantuin nyiapin baju kamu?"
"Heee.. apa kamu bilang.. aku mau telanjang nih.."
Tapi dasar Naning yang lugu dan sedikit bodoh, ia malah menutup wajahnya dengan tangan tapi jari2nya terbuka lebar sambil terkekeh senang. Teguh menyeret Naning keluar lalu mengunci kamarnya.
"Halah mas.. besok2 pasti aku juga bisa melihatmu telanjang kan?" suara Naning dari luar kamar tapi semakin menjauh dari sana. Teguh menggeleng gelengkan kepalanya.
"Orang gila," keluhnya, lalu direbahkannya tubuhnya ke pembaringan. Pikirannya sedang kacau. Ia benar2 sudah kehilangan Putri. Ayahnya tak mau mengatakan dimana Putri disembunyikan. Kalau saja Teguh tau bahwa Putri sedang mengandung anaknya.. Ya, tak tau karena tak seorangpun memberinya tau. Hubungan terputus setelah pentas itu.
***
Sudah seminggu lebih Putri hidup di Jakarta bersama Galang yang sudah menjadi suaminya. Putri begitu pasrah karena tak ada yang bisa dilakukannya. Kata2 ibunya bahwa ia harus merelakan Teguh agar dia bisa menyelesaikan kuliahnya dan meraih cita2nya, terpateri dalam ingatannya. Cintanya suci dan ia harus berkorban agar Teguh menjadi "orang".
Galang selama ber hari2 sibuk mengurus perusahaan yang dipercayakan oleh ayahnya. Selama ini Galang memperlakukan Putri dengan sangat baik. Ia tau Putri belum siap meladeni keinginan Galang untuk bermesraan seperti pengantin baru pada umumnya, dan Galang tak ingin memaksanya.
Tapi malam itu, sa'at memasuki kamar, dilihatnya Putri sedang berganti pakaian. Malam itu sangat gerah dan Putri yang tak menyangka suaminya sudah pulang, sedang melepas pakaiannya untuk menggantikannya dengan yang lebih tipis.
Galang terpana. Didekatinya Putri yang belum sempat mengenakan baju yang sudah disiapkannya. Putri sangat terkejut. Ia mundur beberapa langkah sambil menutupi tubuhnya dengan baju yang belum sempat dikenakannya. Namun dibelakangnya adalah tempat tidur dan Putri jatuh tertelentang diatasnya.
Galang mendekat. Ada sesuatu yang ingin dilakukannya dan selalu ditahannya selama ber hari2.
"Putri..," nafas Galang tersengal. Putri ketakutan.
"Jangan mas.." katanya sambil beringsut mundur.
"Putri, kamu isteriku, dosa kamu menolaknya," bisik Galang lembut.
Tiba2 Putri berhasil merosot turun dari samping tempat tidur yang lain. Ia berjongkok dan dengan cepat mengenakan bajunya.
"Putri...," keluh Galang.
"Galang.. ada yang kamu belum tau, aku sedang mengandung."
==========
(side b)
Galang terpaku ditempatnya. Darah yang menggelegak surut seketika. Diseberang tempat tidur itu dilihatnya Putri memandanginya dengan linangan air mata.
"Apa? Kamu.. mengandung? Maksudnya.. ada janin didalam rahimmu?"
Putri diam tak bergerak, lalu terjatuh lunglai dilantai. Isaknya terdengar lirih memilukan.
Galang melangkah mendekati. Isak itu begitu mengiris perasaannya. Diraihnya tangan Putri, ditariknya agar duduk ditepi pembaringan.
Ada sesal ketika ia bersedia menikahinya. Tapi pilu mendengar ratap tangisnya.
"Jadi itu sebabnya maka pakde Broto minta agar aku cepat2 menikahi kamu? Kemana ayah bayi dalam kandunganmu? Dia kabur? Katakan biar aku seret dia kehadapanmu."
Putri terus tenggelam dalam isaknya.
"Kemana dia.. laki2 keparat itu???" suara Galang meninggi.
Galang marah bukan alang kepalang. Marah kepada laki2 yang menodai kesucian isterinya, tapi juga marah kepada pak Broto yang tidak mau berterus terang kepadanya tentang keadaan Putri.
Ia merasa direndahkan. Ia diberi iming2 harta dan kedudukan agar mau menjilat makanan sisa.
Tapi akan beda suasananya seandainya pak Broto mau berterus terang. Artinya entah apa yang terjadi maka dia akan membantunya. Sekarang ini Galang merasa diberi iming2 agar mau menikahi Putri. Ini menyakitkan. Membuatnya merasa rendah.
"Ma'afkan....," bisik Putri diantara isak.
"Ma'af untuk siapa? Laki2 laknat itu.. atau untuk ayahmu yang menutupi aibmu?"
"Semuanya mas..,"
Galang menghela nafas. Ingin rasanya ia menghapus air mata itu. Menyibakkan sebagian rambut ikal yang menutupi dahi dan pipinya, tapi diurungkannya.
"Nanti kalau hatimu sudah tenang, ceritakan semuanya," kata Galang kemudian keluar dari kamar itu lalu duduk menyandarkan kapalanya di sandaran sofa.
Simbok yang sudah tau kedatangan Galang, keluar dengan membawa secangkir teh hangat.
"Teh hangat den.." kata simbok sambil meletakkan cangkir dimeja.
"Mbok, kan aku sudah bilang.. jangan panggil pakai "den".. mas atau pak saja," tegur Galang.
"Iya sih den.. eh.. pak.. dirumah Solo juga pak Broto bilang jangan panggil "den" sama bapak.. juga ibu.. tapi ini baru.. jadi nggak enak."
"Sama saja mbok, kan simbok sudah dianggap keluarga oleh kami. Kalau sama bapakku juga jangan den Sapto. Pak Sapto saja."
"Baiklah den.. eh.. pak."
Namun ketika simbok akan mundur kebelakang, Galang memanggilnya.
"Sebentar mbok, jangan pergi dulu."
Simbok berhenti kemudian bersimpuh dihadapan Galang.
"Disini mbok, jangan dibawah. Duduk dikursi dihadapanku sini. Ada yang ingin aku tanyakan."
Simbok menurut, dengan canggungnya ia duduk dihadapan suami momongannya. Dalam hati dia berdebar, apakah ia telah membuat kesalahan?
"Simbok tau, kenapa Putri tiba2 dinikahkan sama aku?"
Simbok terkejut. Ia tau bahwa Putri dipaksa menikah, tapi ia sama sekali tak tau apa alasannya. Ia merasa hanya seorang abdi yang tak pantas mendengarkan semua permasalahan dirumah majikannya. Dikampungnya, gadis seusia Putri memang harus segera dicarikan suami, sehingga simbok tak merasa aneh ketika momongannya dipaksa menikah tiba2. Dulu ia pernah merasakannya. Dinikahkan dengan seorang mandor kebun tebu, tapi tak lama karena sebelum dikaruniai seorang anakpun, suaminya meninggal.
"Mbok..., simbok dengar pertanyaanku?" ulang Galang karena simbok hanya diam menatapnya.
"Oh.. iya dd.. pak.. dengar.. tapi simbok nggak tau kenapa. Lha jeng Putri kan sudah dewasa.. jadi ya biasa saja kalau kemudian dipaksa menikah. Dulu simbok juga begitu."
"Jadi menurut simbok nggak ada apa2? Masak sih simbok nggak tau apa2. Sebelum bertemu aku pasti ada sebuah peristiwa..."
"Peristiwa apa ya.. ya cuma jeng Putri nangis2 karena dipaksa menikah itu. Mungkin karena jeng Putri sudah punya pacar..," kata simbok yang buru2 menutup mulutnya dengan kedua tangan karena merasa keceplosan. Harusnya simbok tak membuat Galang cemburu, iya kan.. itu batinnya sembok yang berfikir sangat sederhana.
"O.. jadi Putri punya pacar?"
"I..iy..iya pak.. tapi ya jangan diambil hati.. anak muda sekarang kan begitu, lha mungkin bapak nggak suka sama pacarnya jeng Putri lalu dinikahkan sama pak Galang. Tapi ma'af, simbok nggak bermaksud membuat pak Galang cemburu.. ma'af ya pak. Yang penting kan sekarang jeng Putri sudah menjadi isterinya mas Galang."
Galang mengangguk angguk. Ternyata simbok tidak tau apa2 kecuali hal sederhana yang baru saja dikatakannua.
"Ya sudah mbok, sekarang pergilah kebelakang, dan istirahat."
"Ma'af lho pak.. jangan marah sama jeng Putri ya," pesan simbok.
"Ya mbok... "
***
Sementara itu Putri merasa sedikit lega karena telah mengatakan keadaan yang sebenarnya kepada suaminya. Ia tak sependapat dengan ayahnya yang melarang mengakui bahwa dirinya telah mengandung anaknya Teguh. Ia berjanji dalam hati akan mengatakan semuanya pada Galang. Dipejamkannya matanya dan tak lama kemudian ia terlelap dalam tidur yang nyenyak. Simbok yang melongok kedepan, dan bermaksud menawarinya makan, heran ketika melihat Galang tidur disofa. Ketika simbok melongok kekamar, dilihatnya Putri tertidur pulas. Simbok tak berani membangunkan keduanya, kemudian ia membersihkan meja makan dari makanan yang tadi disiapkannya.
***
"Jeng, tadi malam kok nggak makan. Simbok nggak berani membangunkan," kata simbok pagi hari itu.
"Iya mbok.. aku ngantuk sekali."
Ya sudah simbok bikin sarapan dulu, nanti keburu pak Galang pergi ke kantor."
" Ya mbok.. aku mau mandi dulu," kata Putri sambil masuk kekamar mandi. Tapi simbok heran mendengar suara Putri muntah2 lagi. Diketuknya pintu kamar mandi.
"Jeng... muntah2 lagi?"
"Oh.. nggak.. nggak papa," jawab Putri berbohong. Perutnya memang terasa mual dan sekarang Putri tau bahwa itu semua karena dirinya mengandung.
Ketika Putri selesai berganti pakaian, dihampirinya Galang yang sudah rapi, tapi tampaknya bukan baju kekantor yang dipakainya. Ia memakai celana jean dan t shirt biru muda. Ia duduk dikursi diteras depan, memandangi kebun kecil yang ditumbuhi mawar2 cantik beraneka warna. Dulu bu Broto yang menanamnya karena katanya Putri sangat menyukai bunga mawar.
Putri mengakui, suaminya ini bukan hanya tampan tapi juga penuh pengertian. Kalau semalam sedikit kasar itu karena terkejut mendengar kata2nya. Sayangnya hati Putri masih terpaut pada Teguh, yang ditinggalkannya tanpa pesan. Sudahlah, Putri mencoba mengibaskan bayangan Teguh yang melintas dibenaknya.
Sekarang Putri mendekati Galang, lalu duduk dihadapannya. Galang memandangi wajah cantik itu dengan perasaan tak menentu. Ia isterinya dan benih2 cinta mulai tumbuh dihatinya. Lihatlah, rambut yang tergerai sebahu, wajah tanpa polesan make up tapi tetap kelihatan cantik mempesona, bibir tipis kemerahan.. mata indah walau tampak kuyu.. aduhai.. tapi apakah benar aku bisa memilikinya? Kata Galang dalam hati.
"Mas..." Putri menata hatinya yang berdegup kencang. Ia harus menceritakan semuanya pagi ini juga.
Galang memandanginya tak berkedip.
"Aku akan menceritakan semuanya."
"Baiklah, katakan saja sebelum aku menentukan langkah apa yang akan aku ambil dalam pernikahan ini."
Dan Putripun mengatakan semuanya, tentang Teguh yang dicintainya tapi kemudian harus ditinggalkannya karena ayahnya tak menyukainya dan kemudian memaksanya menikah untuk menutupi aibnya.
Galang mendengarkan dengan sesama. Titik air mata yang semula mengambang kemudian jatuh dipipi Putri membuatnya iba.
"Ma'afkan aku mas, kalau kamu mau menceraikan aku, aku bisa menerima."
"Apa kamu ingin menjadi isteri Teguh?" tanya Galang tiba2.
Tapi tanpa diduga Putri menggelengkan kepalanya.
"Kenapa? Kamu tidak lagi mencintainya?" tanya Galang heran.
"Dia masih kuliah, aku tak ingin mengganggunya. Kalau mas Galang menceraikan aku, aku akan membesarkan anakku seorang diri."
Galang memandangi wajah cantik yang masih berlinangan air mata masih dengan perasaan iba. Ingin ia merengkuh tubuhnya dan mendekapnya erat2. Tapi takut Putri menolaknya.
"Ya sudah, nanti kalau aku pulang dari Semarang kita akan bicara lagi."
"Mas mau ke Semarang?"
Ya, sebentar lagi aku berangkat. Tapi besok aku sudah kembali."
"Kalau begitu makan pagi dulu, simbok sudah siapkan."
Galang mengangguk, ini pertama kalinya Putri menawarkan makan sejak menjadi isterinya.
***
Galang sudah berangkat. Putri masih termenung diteras. Barangkali Galang akan mengadukan peristiwa semalam kepada ayahnya, kemudian memutuskan untuk menceraikannya. Entahlah, Putri sudah pasrah. Ini lebih baik daripada hidup berumah tangga dengan menyimpan kebusukan selamanya. Tiba2 bayangan Teguh kembali melintas, dan Putri ingin menelponnya. Diambilnya ponsel dan mengingat ingat nomor telephone Teguh. Yah, masih ingat kok.
"Hallo..," suara dari seberang, tapi suara perempuan. Putri heran.
"Hallowww...," suara itu lagi karena Putri terdiam.
"Oh ya, hallo.. saya bisa bicara sama Teguh?"
"O.. temannya mas Teguh ya, ini mas Teguh sudah berangkat kuliah, hapenya ketinggalan."
"Oh ya, ini saya bicara dengan siapa?"
"Saya Naning, calon isterinya."
Dan Putri pun tercengang.
Bersambung #7
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel