Jilid #4
(side a)Siang itu di kantor pak Broto ada tamu. Seorang laki2 setengah baya, berambut putih, bertubuh sedikit pendek, berwajah kepucatan. Ia duduk dikursi dihadapan pak Broto, memandangi tulisan diatas meja. R.Subroto-Direktur. Ia adalah pak Sapto. Pak Sapto masih terhitung saudara dekat pak Broto, tapi jarang bertemu. Tapi ia sudah tau kalau kakak misannya ini seorang direktur dari sebuah perusahaan besar.
"Syukurlah kamu bisa datang Sapto, aku dengar kamu habis sakit?" Sapa pak Broto begitu pak Sapto duduk.
"Ya mas, baru pulang dari rumah sakit, serangan jantung mas.."
"Pantesan wajahmu pucat begitu."
"Ya mas, ini tadi datang kemari karena mas Broto menelpon aku, katamu penting, ada apa mas?"
"Anakmu Galang, masih kuliah?"
"Sudah lulus mas, sarjana Ekonomi, tapi ya itu, belum dapat pekerjaan. Masih nganggur."
"Lha apa lupa kalau pakdenya punya perusahaan disini, kok ya nggak mau kabar2..."
"Takut mas, namanya orang nggak punya, rikuh bikin repot."
"Lha aku ini siapa, kan ya masih kerabat sendiri, masa kalau saudara butuh pertolongan terus aku nggak mau bantu.."
"Iya sih mas,"
"Suruh anakmu datang kemari. nanti aku bicara sama dia."
"Baik mas, terimakasih sebelumnya kalau mas Broto mau kasih dia pekerjaan."
"Itu masalah gampang, tapi apa Galang sudah punya isteri?"
"Belum mas, mau dikasih makan apa isterinya, wong bekerja saja belum."
"Pacar, barangkali....?" tanya pak Broto penuh selidik.
"Belum punya mas, kalau punya pasti aku tau."
"Jadi menantuku mau nggak?"
Pak Sapto terkejut, dipandanginya kakak misannya seakan tak percaya apa yang didengarnya.
"Kok malah kayak orang bingung gitu."
"Mas Broto mau mengambil menantu anakku? Serius?"
"Ya serius lah.. mana ada orang tua ngomong nggak serius. Boleh nggak? Kamu mau nggak besanan sama aku?"
"Walah mas, ini kan anugerah bagi keluagaku. Kalau mas serius, aku pasti bersedia. Nanti aku bicara sama Galang."
"Suruh Galang datang kemari, atau langsung kerumah saja, biar ketemu Putri, dan ibunya Putri."
"Baik mas, nanti aku sampaikan."
***
Dikamar, Pitri merengek kepada ibunya agar bisa menghubungi Teguh, tapi bu Broto menolaknya, karena suaminya tak akan membiarkan hal itu terjadi.
"Tolonglah bu, kan Teguh juga harus tau tentang keadaan Putri ini."
"Tidak nduk, ayahmu tidak mau bermenantukan Teguh, ibu mana berani membantahnya?"
"Lalu apa maksudnya ayah melarangnya bu, ini anaknya Teguh."
"Ya, ibu tau, tapi ayahmu memilih tidak menghubungi Teguh."
"Lalu bagaimana bu? Apa bayi tak berdosa ini harus digugurkan?"
"Bukan begitu nduk, nanti saja tunggu bapakmu kalau sudah datang."
"Bu.. memang Putri bersalah, Putri minta ma'af.. tapi Putri mohon, biarlah Putri menghubungi Teguh, agar dia tau. Dia pasti akan bertanggung jawab,"
"Tidak !!" tiba2 saja pak Broto sudah berada dikamar Putri.
"Bapak...Putri minta ma'af.."
"Ya, kamu sudah mengucapkannya berulang kali. Bapak ma'afkan kamu, tapi kamu harus menurut apa kata bapak."
"Tapi bapak.. ini.."
"Diam dan jangan membantah. Bapak juga sudah mengeluarkanmu dari sekolah."
Kata2 pak Broto ini lebih mengejutkan Putri. Bagaimana mungkin ia harus keluar dari sekolah?
"Bapak, mengapa...?"
"Apa kamu tidak malu kalau teman2mu, guru2mu tau bahwa kamu sedang mengandung diluar nikah? Coba jawab bapak," kata pak Broto sambil memandang anaknya dengan sorot mata tajam. Putri menunduk, air matanya kembali bergulir membasah disepanjang pipinya.
"Dan kamu tidak perlu menangis, ini salah kamu sendiri. Bapak sedang mencari jalan agar keluarga ini luput dari aib yang kamu ciptakan. Malu bapak, Raden Sobroto mempunyai anak gadis yang mengandung diluar nikah."
"Tapi bapak, Teguh akan bertanggung jawab," pinta Putri memelas.
"Tidak. Mau jadi apa kamu kalau menjadi isteri Teguh? Kuliah belum selesai, keluarganya juga orang biasa saja. Pikir masa depan kamu," kata pak Teguh sambil menunjuk kearah wajah Putri.
Tangis Putri semakin menjadi. Ia memeluk ibunya sambil menangis sesenggukan. Bu Broto mengelus kepala Putri untuk menenangkannya.
"Sudah nduk, menurut saja apa kata bapak, ini demi kebaikanmu."
"Bu, suruh simbok menyiapkan hidangan. Besok sore Sapto dan Galang anaknya akan datang kemari," perintah pak Broto tanpa perduli pada tangis Putri yang semakin menjadi jadi.
"Sapto dan Galang?" tanya bu Broto heran.
"Ya, nanti kita akan bicara hal penting, tadi sudah ketemu Sapto dikantor."
"Apa Galang akan bapak jadikan menantu kita?"
"Ya, kemungkinannya begitu, kalau Galang mau."
Pak Broto meninggalkan kamar Putri. Putri melepaskan ibunya, melayangkan pandangannya kearah punggung ayahnya sampai menghilang dibalik pintu.
"Ibu... Putri nggak mau bu.. Putri nggak mau..." tangis Putri kembali terdengar memilukan.
"Putri, bapak akan memilihkan yang terbaik buat kamu. Sudah diam, tak ada yang bisa kita lakukan. Sudah Putri, jangan menangis lagi," kata bu Broto yang sesungguhnya juga merasa iba mendengar tangis anaknya.
***
"Mas, jadi kamu akan meninggalkan aku? Kamu tega mas?"
Suara rengek wanita cantik sambil menggoyang goyangkan tubuh laki2 tampan yang duduk disampingnya.
"Widi, aku sudah mengatakan bahwa kita ini adalah sababat dekat, tidak ada ikatan apa2. Jadi jangan menghalangi langkahku, aku butuh pekerjaan," kata sang laki2 tampan sambil melepaskan tangan si cantik yang mencengkeram lengannya.
"Tapi aku cinta sama kamu mas, aku sangat mencintai kamu," rengek si cantik sambil berlinangan air mata.
"Widi, aku sudah bilang sejak dulu bahwa kita hanya sahabatan, tak ada cinta dihati aku Widi, jangan salah terima terhadap sikapku. Kamu aku anggap sebagai adik, karena aku tidak memiliki seorang adikpun."
"Tapi aku cinta sama kamu mas Galang," Widi, gadis cantik itu merengek sambil menghentak hentakkan kakinya.
Ditaman kampus itu, Galang si tampan, sengaja menemui Widi sahabatnya untuk memberitahukan bahwa dirinya akan dinikahkan dengan seorang gadis kerabatnya. Dan dia akan bekerja pada perusahaan ayahnya. Tapi Widi berusaha menghalanginya karena perasaan cintanya pada Galang.
"Widi, jangan begitu," hibur Galang.
"Kamu bohong mas, kamu juga mencintai aku, sikapmu sama aku tak bisa menutupi perasaanmu, kamu cinta sama aku mas, jadi jangan pergi menikahi gadis itu."
"Kamu harus tau, aku tidak pernah mengatakan bahwa aku cinta kamu. Aku sayang kamu sebagai sahabat, sebagai adik, tidak lebih. Itu pula sebabnya aku memberitahu tentang kepergianku ke Solo, sore nanti."
"Kamu kejam mas."
"Ma'afkan aku Widi. Pesanku, belajarlah yang rajin dan selesaikan kuliahmu."
"Mas, kamu mau menikah bukan karena cinta.. suatu hari nanti aku akan merebutmu dari dia!" teriak Widi ketika melihat Galang melangkah keluar dari taman di kampus itu.
***
"Jeng, bapak minta supaya jeng Putri keluar," tiba2 kata simbok sambil tergopoh gopoh memasuki kamar Putri.
"Ada apa mbok?"
"Ituuu, ada tamu.. sepertinya itu calon suaminya jeng Putri..," kata simbok dengan wajah berseri.
"Nggak mau, aku emoh mbok..," Putri melompat ketempat tidur dan berbaring membelakangi simbok.
"Jeng, waduh.. menyesal kalau jeng Putri nggak mau, waduuh.. dia itu ganteng sekali lho jeng. Tubuhnya tinggi besar, matanya tajam, senyumnya sungguh membuat simbok hampir pingsan."
Putri sebenarnya ingin mentertawai simbok tapi kesedihan hatinya menutupi guyonan simbok yang biasanya bisa membuatnya terhibur, tapi tidak untuk kali ini.
"Jeng, cepet, kok malah tiduran, nanti kalau bapak marah malah jadi nggak karu2an."
"Bilang kalau aku tidur."
"Ya ndak mungkin, sore2 begini tidur, cepet ta jeng, keluar sebentaaar saja, percayalaaah.. jeng Putri nggak akan menyesal... itu baguse uleng2an lho jeng," kata simbok sambil menepuk kaki Putri.
"Aku nggak mau mbok, tolong aku... aku mau minggat saja dari sini."
==========
(side b)
Simbok terkejut mendengar kata2 momongannya.
"Jeng Putri itu ngomong apa?"
"Aku mau pergi saja dari sini. Aku nggak mau dijodohkan samab siapapun juga, Putri mulai menangis.
"Cah ayu, wong belum lihat seperti apa orangnya kok belum2 sudah bilang nggak mau. Jeng.. dia itu ngguantheng lho. Uleng2an ganthengnya jeng. Aduuh.. kalau simbok ini masih muda.. terus dijodohin sama laki2 seperti itu.. wiiss nggak usah dua kali simbok pasti langsung mengangguk. Bener lho jeng.. ayo ta jeng.. nanti keng rama duka...simbok takut jeng.. Oh yaa.. simbok ingat.. tamunya itu kan den Sapto.. saudaranya keng rama yang di Semarang itu.. lha sing nggantheng itu apa putranya ya.. yang namanya... aduh lupa... lama banget nggak ketemu... ayo jeng.. dandan dulu yuk.."
"Simbok kok nggak kasihan sama aku.. aku ini cintanya sama mas Teguh, nggak mau sama yang lainnya," tangis Putri sambil terus membelakangi simbok.
"Walaah.. lagi2 cinta.. Lhah cinta itu apa bisa bikin kenyang ta jeng..."
"Putriiiii..." tiba2 terdengar suara dari luar kamar, Keras dan menggelegar, suara yang tak asing lagi dan membuat hati simbok kecut menciut. Itu suara Pak Broto.
"Tuh jeng.. aduuh... simbok takuut...," kata simbok sambil melangkah keluar pintu. Sebelum pintu terbuka lebar, muncullah pak Broto dengan wajah gelap.
"Piye ta mbok, kamu kan aku suruh memanggil Putri?"
"Iya.. sudah pak.. sudah.. mm.. itu..," gagap simbok menjawabnya karena ketakutan.
"Sudah itu mana?" Pak Broto langsung memasuki kamar Putri. Dilihatnya Putri sedang membuka almari pakaian. Rupanya karena takut mendengar kemarahan ayahnya, Putri langsung turun dari tempat tidur dan pura2 sedang memilih pakaian.
"Lama benar kamu!" hardik pak Broto sambil memelototi anak gadisnya. Simbok yang masih ada diluar pintu melongok kedalam dan merasa lega melihat Putri sedang bersiap untuk berganti pakaian. Putri tak menanggapi kemarahan ayahnya. Ia tampak memilih milih baju.
"Mbok.. bantu Putri mengenakan pakaian dan segera suruh dia keluar," kata pak Broto sambil melangkah meninggalkan kamar Putri.
"Jeng.. tuh.. simbok bilang apa.. keng rama marah kan? Sini simbok bantuin mengenakan bajunya."
"Ini saja mbok."
"Lho.. piye ta jeng Putri, ini kan daster.. mosok nemuin calon suami pake daster?"
"Iihh.. simbok.. biarin aja," jawab Putri nekat mengenakan daster itu. Tapi simbok menahannya.
"Nggaak.. nggak boleeh... simbok nanti juga kena marah kalau begini caranya," kata simbok sambil menarik daster yang sudah mau dilenakannya.
"Sini.. simbok pilihkan saja," kata simbok sambil memasukkaan daster itu ke almari, lalu mengambil salah satu gaun di almari gantung.
"Pakai ini saja. Jeng Putri lebih cantik kalau pakai ini."
Putri duduk di pembaringan. Wajahnya kusut. Ia diam saja ketika simbok mengenakan gaun berwarna biru muda yang belum lama ini dibelikan ibunya. Rupanya dalam keputus asaan Putri sudah pasrah apapun yang akan terjadi pada dirinya. Simbok merapikan baju yang selesai dikenakannya pada momongannya. Lalu diambilnya sisir. Disisirnya rambut Putri yang ikal terurai sampai kepunggungnya. Putri diam saja. Ia tetap diam ketika simbok memoleskan bedak pada wajahnya. Tapi ketika simbok meraih lipstick dimeja riasnya, Putri menolaknya. Kecuali takut belepotan, putri juga tak ingin dandan.
Tapi walau tak ada polesan apapum kecuali bedak tipis diwajahnya, Putri tetap kelihatan cantik. Wajahnya yang tirus, hidung mancung, alis yang hitam tebal melengkung indah, bibir tipis kemerahan, mata indah bagai sepasang bintang
... oh tidak.. mata bintang itu tampak kuyu.. letih..lelah.. oleh tangis yang setiap hari menderanya.
"Sudah.. ayo keluar jeng, simbok harus menyiapkan hidangan," kata simbok sambil menggandeng tangan Putri dan membawanya keluar. Putri benar2 pasrah. Tak ada yang bisa dilakukannya.
Ketika ia tiba di ruang tamu, dilihatnya dua laki2 sedang duduk dan ketika melihat ia datang kemudian menatapnya tak berkedip. Ia mengenal laki2 separuh baya itu. Tapi lelaki muda disampingnya.. haa.. simbok benar.. dia ganteng dan senyumnya memikat. Tapi adakah yang lebih memikat kecuali Teguh yang dicintainya? Laki2 itu dipanggilnya oom Sapto. Sudah lama sekali tidak ketemu setelah oom Sapto pindah ke Semarang. Dan itu kan Galang. Dulu sering bermain bersama ketika ia masih kira2 kelas 5 SD dan Gilang sudah SMA. Jadi dia yang akan dijadikan suamiku? Pikir Putri.
"Putri, kamu Putri kan?" Sapa pak Sapto ketika melihat Putri.
Putri tersenyum tipis.. mendekati pak Sapto dan mencium tangannya.
"Jadi Putri ini yang mas Broto maksudkan kemarin?"
"Ya iyalah, anakku kan cuma satu."
"Galang, kok kamu bengong begitu. Ini Putri, apa kamu lupa?"
Galang memang bengong. Ia begitu terpesona melihat kecantikan Putri yang sekarang sudah dewasa. Jadi ini yang akan dijodohkan dengannya? Wouuw.. ini anugerah yang lebih dari apapun.
"Galang...," pak Sapto menegur anaknya.
"Oh.. eh.. hallow Putri,"sapanya sedikit gugup.
Putri menyalaminya, tampak kaku.
"Kamu lupa sama Galang?" tanya pak Broto.
Putri menggeleng, lalu duduk diantara ayah ibunya. Wajahnya menunduk dan kesedihan itu belum sirna dari sinar matanya.
"Putri sakit?" tanya pak Sapto.
"Ya, baru masuk angin sejak beberapa hari ini," jawab pak Broto sambil merangkul pundak Putri.
"Jadi bagaimana mas, tampaknya Galang tak akan menolak. Bukan begitu le?" tanya pak Sapto sambil memandangi anaknya. Galang menundukkan kepalanya, tapi Pak Sapto tau bahwa Galang tidak menolaknya."
"Galang menurut saja apa kata bapak," jawab Galang tanpa mengangkat wajahnya. Mungkin sambil menenangkan debar jantungnya.
"Nah, kalau begitu semuanya beres. Pernikahan akan dilakukan secepatnya. Bulan ini juga, karena setelah itu Galang akan aku serahi perusahaan yang ada di Jakarta," kata pak Broto.
***
Putri terisak dikamarnya. Seganteng apapun tak ada yang bisa menghilangkan cintanya pada Teguh. Dielusnya perutnya sambil memanggil manggil nama Teguh dengan rasa pilu.
Bu Broto yang selalu memperhatikan Putri sebenarnya trenyuh melihat kesedihan yang selalu tersirat dimatanya. Hati seorang ibu. Berbeda dengan pak Broto yang keras dan selalu minta agar semua keinginannya terpenuhi. Tak seorangpun bisa menghalanginya.
"Putri.. barangkali pilihan orang tua itu tidak sesuai dengan keinginanmu, tapi percayalah bahwa ini semua demi kebaikanmu," kata bu Broto sambil mengelus kepala anaknya.
Putri semakin terisak.
"Ibu.. Putri hanya mencintai Teguh..," tangisnya sambil merangkul ibunya. Hanya kepada ibunya ia berkeluh, mengatakan apa yang ada dihatinya. Hanya ibunya yang selalu menampakkan perhatian dan kasih sayangnya dengan lembut dan menenangkan.
"Putri, cinta itu tidak harus memiliki. Cinta yang tulus.. adalah rasa bahagia melihat kecintaannya juga bahagia. Dia masih sekolah.. kalau kamu menjadi isterinya sekarang.. pelajarannya akan terganggu dan belum tentu dia bisa meraih cita2nya. Apa kamu suka melihat kegagalannya? Pasti tidak bukan? Kalau demikian halnya.. relakanlah dia, agar dia bisa mencapai cita2nya.. dan menjadi orang yang sukses. Kamu suka nggak mengetahui dia menjadi orang sukses? Kalau kamu suka dan ikut bahagia.. itulah cinta yang sebenarnya.. bukan cinta karena hawa nafsu."
Putri terdiam. Apa yang dikatakan ibunya benar2 merasuki kepalanya. Tentu ia ingin melihat Teguh bahagia, sukses, berhasil mewujudkan cita2 orang tuanya, seperti dulu Teguh pernah menceritakan padanya. Putri memeluk erat ibunya.
"Galang laki2 yang baik. Semoga dia bisa melindungi kamu, dan bisa membahagiakan kamu."
***
Hampir sebulan Teguh tak pernah mendengar berita tentang Putri. Ia tak pernah bisa menghubungi Putri, demikian juga Putri pasti juga tak akan bisa menghubunginya karena ponselnya sudah dirampas bapaknya.
Sudah lama dia tak pernah melewati sekolah Putri karena tau bahwa sopirnya atau bisa juga bapaknya pasti menunggui didepan sekolahan. Tapi siang itu entah mengapa Teguh begitu rindu. Ia akan berdiri dikejauhan. Melihat sebentar saja juga mau. Ketika ia menghentikan sepeda motornya dibawah sebuah pohon besar, matanya melihat kesekeliling tapi tak dilihatnya mobil pak Broto. Apakah karena sudah mempercayai anaknya maka sekarang mereka tak perlu menungguinya sampai pelakaran usai?
Dua minggu lagi ujian, pasti Putri rajin mengikuti pelajaran, jadi tak mungkin ia tak masuk. Tapi sa'at pelajaran usai, ia tak melihat Putri. Teguh berjalan mendekati gerbang sekolah. Haa.. ada Susan.. teman sekolah Putri.
"Susan .." panggil Teguh. Sisan menoleh dan dengan heran dia mendekati Teguh.
"Kamu? Ngapain kesini ?"
"Apa Putri nggak masuk ?"
"Lho.. kamu mimpi ya.."
"Apa maksudmu?"
"Sudah hampir sebulan Putri keluar dari sekolah, apa dia nggak bilang sama kamu?"
Teguh menggeleng. Kedua kakinya mendadak terasa lemas.Dia tak menjawab ketika Susan pamit untuk pulang. Teguh menghampiri sepeda motornya dengan lunglai. Ia harus tau kemana Putri pindah sekolah. Hatinya sudah bulat, ia akan kerumah Putri.
Bersambung #6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel