Cerita Bersambung
(side a)
Bergegas Putri dan Galang mendekati simbok.
"Ada apa to mbok?" tanya mereka hampir bersamaan.
"Lihat den.. ada sepasang gelang berlian di tumpukan pakaian pak Galang," kata simbok sambil mengacungkan dua buah gelang kearah mereka. Gelang2 yang cantik berbentuk naga melingkar bertatahkan berlian dikedua matanya. Pasti harganya sangat mahal.
"Ini kan milik ibu?" kata Putri sambil mengamati gelang itu.
"Ini tergeletak begitu saja?" tanya Galang heran mengapa gelang itu ada diatas tumpukan pakaiannya.
"Ada bungkusnya, sebuah kantung plastik."
"Itu, bukan?" tanya Galang ketika melihat sebuah plastik terserak disitu.
"Iya pak, ma'af tadi saya buka karena curiga kok ada bungkusan sementara tadi ketika saya tinggalkan nggak ada apa2 disini. Simbok mengulurkan kantung plastik itu kearah Galang.
"Lhoh.. ini ada secuil kertas disini." kata Galang sambil mengambil kertas kecil dari dalamnya.
"Itu ada tulisan, seperti tulisan ibu," kata Putri.
"Iya, coba bacalah," kata Galang.
"Lho, ini kan buat mas Galang. Coba baca.."
"Oh ya? Buat aku?"
"GALANG, SEPASANG GELANG INI DARI AKU, MERTUAMU. AKU SIAPKAN SEJAK DARI SOLO KARENA SUDAH MENDUGA HAL INI AKAN TERJADI. AKU TAU KAMU TAK MUDAH MENERIMA PEMBERIAN ORANG, ITU PULA MAKA KAMU KEMBALIKAN SEMUA PEMBERIAN KAMI YANG TERASA SEPERTI MEMBELI HARGA DIRIMU. TAPI GELANG INI AKU BERIKAN BUKAN KARENA APA2. INI PEMBERIAN SEORANG IBU BAGI MENANTU AGAR BISA DIPERGUNAKAN UNTUK BEKAL MENCARI HIDUP. JANGAN DITOLAK KARENA AKU AKAN MENANGIS. JUAL DAN PERGUNAKANLAH SEBAIK BAIKNYA. UNTUK HIDUPMU DAN ISTERIMU. AKU TITIPKAN PUTRI AGAR KAMU MELINDUNGI DAN MENYAYANGINYA."
DARI
IBU MERTUAMU
Galang mengulurkan kertas itu kepada Putri dengan air mata berlinang. Galang kini mengerti, bude Broto nya yang juga mertuanya ini memiliki hati yang lebih lembut dan penuh kasih sayang, bukan seperti pakde Broto yang berangasan dan sangat sombong. Dan celakanya, pak Broto justru mengatakan Galanglah yang sombong.
Putri sudah selesai membacanya. Iapun menitikkan air mata. Ternyata ibunya mengerti bahwa kalau kalung itu diberikannya pada Putri pasti Galang tak mau mempegunakannya untuk apapun. Seperti tadi ketika Putri ingin memberikan perhiasannya, Galang juga menolaknya. Itulah sebabnya bu Broto langsung memberikannya pada Galang.
"Ini milikmu mas, terimalah," kata Putri sambil mengusap air matanya.
"Aku akan menelpon bude nanti."
"Jangan sekarang mas, besok siang saja ketika kira2 bapak nggak ada dirumah."
Galang mengangguk lalu meneruskan mengepak barang2 yang akan dibawanya.
***
Rumah kontrakan itu kecil. Hanya ada satu kamar dan satu lagi agak kebelakang bersebelahan dengan dapur. Kamar untuk simbok.
Satu kamar didepan untuk Putri dan Galang yang lebih suka tidur dilantai beralaskan kasur tipis. Putri mengerti, Galang sudah berjanji tak akan menjamahnya sampai bayi yang dikandungnya lahir. Putri sangat berterimakasih karena Galang amatlah santun dan sangat menghormatinya. Itulah sebabnya mengapa Putri merasa nyaman hidup bersamanya. Dengan tabungan yang ada Putri membeli beberapa perkakas untuk kebutuhan rumah tangganya. Apapun yang ada dirumah lama tak ada yang dibawanya. Galang melarangnya.
Tapi untuk apa2 yang dibeli Putri dari uangnya sendiri, Putri mohon agar Galang tak melarangnya.
"Mas, kita kan suami isteri, jadi apa yang aku miliki ini milik kamu juga. Biarlah untuk kelengkapan kebutuhan kita, aku yang memenuhinya."
Galang tak sampai hati menolaknya. Ia berharap Putri merasa nyaman dan bisa melakukan apa yang diingininya. Ada sisa lahan sedikit didepan rumah yang ditanami bunga2 mawar. Galang tau itu mawar kesukaannya.
***
Uang penjualan gelang itu ternyata seharga ratusan juta. Galang tak mengira. Dan atas kesepakatan bersama dibelikannya sebuah mobil.
Ia mempergunakan mobil itu untuk menjalankan taksi on line.
"Sambil mencari pekerjaan yang lebih baik Putri, kamu tak apa2 bukan?"
"Nggak apa2 mas, lakukan saja apa yang baik menurut mas."
***
Sudah ber bulan2 Galang dan Putri menjalani hidup terlepas dari orang tua. Hasil menjalankan taksi itu ternyata cukup untuk hidup mereka yang sederhana. Galang juga menyisihkan uang penghasilannya untuk biaya persalinan Putri yang sudah menginjak 7 bulan.
Hari itu udara Jakarta cukup panas. Entah mengapa panggilan order hari itu agak sepi. Galang memarkir mobilnya ditempat yang agak teduh ketika terdengar dentang panggilan. Bergegas Galang memacu mobilnya kearah alamat si pemanggil.
Seorang perempuan memakai topi naik ke mobilnya. Galang tak memperhatikan siapa dan seperti apa penumpangnya dan serius menjalankan mobilnya kearah yang dimaksud ketika tiba2 perempuan itu memanggil namanya dengan setengah berteriak.
"Galang? Ini kamu?"
==========
(side b)
Galang terkejut. Ia seperti mengenali suara itu. Ia melongok kearah spion. Perempuan itu melepas topinya dan tersenyum kearah kaca spion.
"Widi ? Kamu disini?"
Gadis bernama Widi itu tersenyum.
"Berhenti dulu, aku mau duduk disamping kamu."
Galang menghentikan mobilnya dan Widi dengan seenaknya melompat kedepan, duduk disamping kemudi.
"Ini aneh.. aku sudah sebulan di Jakarta dan tiba2 ketemu kamu hari ini. Ini jodoh bukan?"
"Kamu ngapain disini?"
"Kuliahku udah selesai, aku mendapat kepercayaan dari om ku untuk membantu diperusahaannya disini."
"Oh, syukurlah.."
"Kamu sendiri.. ngapain jadi driver taxi on line? Mana isteri kamu"
"Aku lagi cari pekerjaan sambil cari uang dengan cara ini. Isteriku ada dirumah, kapan2 mampirlah, biar kenal sama isteriku."
"Jadi kamu lagi cari pekerjaan?" tanya Widi tanpa memperhatikan ajakan mampir yang ditawarkan Galang.
"Ya, lagi ngelamar2 nih."
"Nanti aku bilang sama om ku. Barangkali bisa ikutan bekerja disana."
"Diperusahaan apa?"
"Import eksport.. nih kartu namaku, aku minta nomor telpone kamu ya," kata widi sambil mengangsurkan karu namanya.
"Ok, nanti aku kirimkan lewat WA kamu ini."
Hari itu karena masih ada waktu menurut Widi, diajaknya Galang makan siang disebuah restoran. Galang menolaknya tapi Widi setengah memaksa.
"Ini pertemuan tak terduga Galang, aku ingin merayakannya, tolong jangan menolak."
Terpaksa Galang menurutinya.
Mereka duduk disebuah meja disudut ruangan yang ramai pengunjung karena memang sa'atnya makan siang.
"Kamu masih suka mie bukan? Atau mau nasi.. coba pilihlah di daftar menu."
"Terserah kamu saja, aku nggak lapar sih karena isteriku membawakan bekal makan siangku."
"Hm... isterimu pasti sangat sayang sama kamu."
Galang tersenyum senang. Memang setiap mau berangkat kerja Putri selalu membawakan bekal makan dan minum untuk Galang.
"Disini makanan mahal, supaya nggak boros ya mas," kata Putri waktu itu, yang di iyakan oleh Galang.
Bahagia rasanya mendapat perhatian Putri walau ia belum mau menjamahnya.
"Oke mie aja ya, aku juga. Minum lemon tea? Aku masih ingat kesukaanmu lho."
Widi langsung memesan makanan dan minuman yang dikehendakinya. Galang hanya terdiam. Sungguh ia sebenarnya tak ingin bertemu Widi yang dulu mengejar kejarnya, bahkan tanpa malu2 menyatakan cintanya.
Pertemuan ini membuatnya tak enak.
"Galang, sesungguhnya aku merasa patah hati."
Tuh kan.. mulai lagi, ini kata2 yang pasti menjurusnya kearah sana, padahal sudah tahu kalau aku sudah menikah. Batin Galang tanpa memandang kearah Widi.
"Heeiii... diajak ngomong kok malah ngelamun," tegur Widi sambil menepuk tangan Galang yang memang berada diatas meja.
"Ngomong apa sih.. ? Kamu itu kalau lapar ya udah.. mau aku temenin ya oke.. tapi nggak usah ngomong yang neka2," kata Galang sambil menjauhkan tangannya dari Widi.
"Oke.. aku tak akan bicara apapun, aku tau bahwa sejak dulu kamu tak pernah tertarik sama aku," kata Widi sambil memandang Galang lekat2. Ada genangan telaga bening pada mata yang sebenarnya indah itu.
Galang merasa serba salah. Dalam hati ia berjanji bahwa akan segera mengajaknya pergi begitu selesai makan.
"Kita bersahabat baik Widi, jangan merusak persahabatan karena kita tak bisa bersatu."
Widi terdiam. Bahkan ia masih saja terdiam ketika mereka menghabiskan makanan mereka kemudian Galang mengajaknya segera pergi.
Galang mengantarkan ke alamat yang tadi dituju, sebuah kantor besar dengan nama KARISMA.
"Oke kita sampai," seru Galang sambil tersenyum.
Widi mengulurkan 3 lembar uang ratusan ribu lalu turun dari mobil dan melambaikan tangan kearah Galang.
"Tunggu, ini terlalu banyak Widi, teriak Galang ketika menerima uang itu.
"Biarin saja, buat kamu. Jangan lupa hubungi aku kalau kamu tertarik bekerja diperusahaan om ku."
Widi berlalu dan lupa menanyakan nomor kontak Galang ketika makan bersama tadi.
Widi menyesal ketika sudah memasuki kantornya dan teringat belum menanyakannya. Ya kalau Galang mau menghubunginya, kalau tidak ?
Widi mencoba menghubungi nomor yang dulu ia pernah punya tapi nomor itu rupanya sudah tidak aktif.
Dalam hati Widi berdo'a semoga Galang tertarik pada tawarannya. Oh ya, Widi harus menghubungi om Haris lebih dulu, pemilik purusahaan itu, tentang Galang yang akan diajaknya bekerja disitu. Barangkali, siapa tau Galang mau. Maka kemudian ditemuinya pak Haris diruang doreksi.
***
Hari itu Galang pulang agak sore karena harus mengantar Putri ke dokter kandungan yang praktek di klinik tak jauh dari rumah.
"Sebenarnya mas nggak perlu pulang secepat ini kalau hanya karena ingin mengantar aku. Aku kan bisa sama simbok," protes Putri ketika melihat Galang pulang lebih cepat.
"Lho, aku kan punya kewajiban untuk melihat kesehatan isteri dan bayiku. Masa simbok yang harus mengantar," jawab Galang sambil menyentuh perut Putri yang semakin membesar. Senang hati Putri merasakan perhatian Galang untuk bayinya juga, bukan hanya untuk dirinya.
"Ya sudah.. mas mandi dulu, sementara aku bersiap siap."
"Baiklah ibu," jawab Galang bercanda.
"Ih kok ibu?"
"Sebentar lagi kan kamu mau jadi ibu, jadi aku harus membiasakan diri memanggil kamu ibu."
Putri tersenyum lebar dan Galang melangkah kebelakang dengan wajah bahagia."
***
Setiap tiba giliran Putri untuk diperiksa, Galang selalu ikut masuk kedalam. Ia harus mengetahui perkembangan kesehatan Putri dan bayinya secara langsung.
Selesai diperiksa, dokter Hany.. sang dokter kandungan mwnggeleng gelengkan kepala. Galang dan Putri menatapnya dengan perasaan was2.
"Bagaimana dokter?"
"Bayi anda letaknya sungsang."
Galang dan Putri terkejut.
"Sungsang itu bagaimana?" tanya Galang.
"Karena sudah mendekati kelahiran, harusnya letak kepala bayi ada dibawah, tapi ini masih diatas."
"Lalu bagaimana dokter?" tanya Galang khawatir.
"Kemungkinan isteri anda harus dioperasi."
Keduanya terkejut.
Bersambung #10
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel