Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Selasa, 05 Oktober 2021

Takdir Cinta #4

Cerita Bersambung

[Aku tunggu di lobby]

Sofia menatap ponsel di tangannya, pesan dari Karina. Gadis itu menyesali kebodohannya mengajukan diri membantu persiapan pernikahan wanita itu. Sofia tak habis pikir mengapa dia menyanggupi permintaan itu.

'Dasar bodoh! Sok kuat.' Sofia bergumam.
[Lima menit kamu tidak datang, say goodbye sama karir kamu]

Gadis itu tersenyum getir. Pesan dari Karina mengingatkannya pada Arya. Dia ingat bagaimana pria itu mengancam akan menuntut jika dia membatalkan kontrak kerja. Mereka serasi, begitu egois, pemaksa, dan otoriter.

Sofia menyambar tas tangan di atas meja kerja. Sedikit kerepotan dengan rok model span di atas lutut. 'Ingatkan aku membuang rok ini.' Lagi gadis itu bermonolog.
***

"Tolong! Tahan liftnya," seru Sofia, setengah berlari kepada pria yang baru saja masuk.
"Terima kasih," ucap sofia, seraya menenangkan napasnya yang ngos-ngosan.
"Lantai berapa?" Pria itu bertanya.

Sofia menoleh, suara itu tidak asing di telinga si gadis. Dia meneliti lekuk wajah pria di sampingnya, terlihat familiar di mata gadis itu.

"Aku 'ngga tanggung jawab, ya, kalau kamu jatuh cinta," goda pria itu.

Sofia tergagap, rona merah cepat menjalari pipi putihnya. "Looby, please ..." pinta Sofia
"Kevin." Pria itu mengulurkan tangan.
"Maaf ....?" Sofia mengernyitkan dahi.
"Namaku ... kamu?"
"Oh, Sofia ... " Sofia menyambut uluran tangan pria itu.
"Kerja di sini?" tanya Kevin.
"Yup," jawab Sofia singkat.

Setelah itu tidak ada lagi percakapan di antara mereka. Dari sudut mata, Sofia bisa melihat pria itu menatap ke arahnya lekat. Dingin terasa menusuk tulang punggung, lalu merambat ke tengkuk gadis itu.

Ting ....

Sofia menghela napas lega, gegas melangkah ke luar dari lift menuju lobby, tapi suara Kevin memaksa gadis itu menoleh.

"Sofia! See you soon." Kevin mengedipkan sebelah mata, sebelum pintu lift menutup sempurna.
***

Sudah dua jam Karina berdiskusi dengan owner WO yang akan menghandle pesta pernikahan Karina dengan Arya. Wanita itu menginginkan garden party yang bersifat privat. Karina hanya mengundang beberapa kolega penting dan keluarga dekat saja. Wanita itu ingin di setiap sudut, terhampar taburan mawar merah. Selain itu dia tidak ingin terlihat ada sekat dengan para undangan, karna itulah pelaminan ditiadakan.

"Bagaimana konsep pilihanku menurutmu, Sofia?" tanya Karina begitu mereka berada di dalam mobil, yang dikemudikan supir pribadinya untuk mengantar gadis itu kembali ke kantor.

"Sangat bagus, Nona," jawab Sofia.
"Baguslah. Oh, iya ... aku mau tanya sesuatu, kamu harus jawab jujur. Kamu tau 'kan, aku paling benci orang munafik," tutur Karina merubah posisi duduknya menghadap Sofia.

Sofia tercekat, nyali gadis itu menciut, tapi dia berusaha tenang. "Iya, Nona ... apa yang ingin Nona tanyakan.
"Ada hubungan apa kamu dengan Mattew?" tanya Karina lugas.
"Maksud, Nona ?" Sofia meremas jemari di atas pangkuan.

Mata Karina memicing, terkesan mengintimasi. "Kalian terlihat begitu akrab," tanyanya menyelidik.
"Kami tidak ada hubungan apa-apa, selain hubungan bawahan dan atasan," jawab sofia mati-matian menahan degupan jantungnya, sementara keringat dingin mulai ke luar dari dahinya.

"Benarkah," sindir Karina. "Tapi, kenapa aku merasa terganggu dengan kedekatan kalian," imbuhnya dengan nada sinis.

Sofia gugup. Kedua belah tangannya saling meremas, sorot mata Karina seakan menelanjangi dirinya.

"Ka-kami sahabat sejak kecil, Nona. Mungkin karna itu kami terlihat dekat, tapi kami tidak punya hubungan apa-apa," lirih Sofia tanpa berani mengangkat kepala.
"Kamu tidak sedang bermain peran, 'kan, Sofia? Aku benci pada kebohongan. Jika suatu saat aku tau kamu berbohong, aku tidak akan tinggal diam." Karina kembali menatap ke depan dengan tangan bersedekap, "saat ini aku percaya padamu, kuharap kau tidak berkhianat."

Sofia mengembuskan napas lega, seakan sebuah beban berat baru diangkat dari dada, tapi hanya sesaat, karena ultimatum Karina laksana vonis mati.
***

Sofia duduk termenung di belakang meja kerjanya, kata-kata Karina kembali terngiang di telinganya. 'Aku bukan pengkhianat.' Gumamnya. Gadis itu menutup wajah dengan kedua tangan bertumpu di atas meja.

"Permisi, Mbak Sofia? Paket untuk anda." Seorang pria menghampiri meja Sofia. Meletakkan sebuah box kecil berwarna hitam. Sofia mengangkat kepala, dahinya berkerut melihat kotak berbentuk kubus berwarna hitam. "Dari siapa?" tanyanya.

Pria itu hanya mengedikkan bahu, kemudian berlalu meninggalkan Sofia yang masih menatap kotak itu. Gadis itu kemudian tersadar jika pengantar barang itu bukan salah satu karyawan di sana. Dia cukup mengenal para karyawan yang bekerja di kantor itu dan sangat yakin tidak pernah melihat pria itu.

Tak ingin menduga-duga, Sofia membuka box tersebut, tiba-tiba gadis itu memucat, sejurus kemudian berteriak histeris.
***

Para karyawan Petterson Company, terlihat kasak-kusuk. Paket yang diterima Sofia menjadi 'trending topic' di kantor mereka. Box tersebut berisi belasan bangkai tikus yang terpotong-potong disertai surat ancaman untuk gadis tersebut

Arya membaca berulang-ulang surat berlumuran darah itu. "Jauhi Arya, dasar pe***ur." Perintah surat itu jelas. Pria itu menatap iba pada Sofia yang duduk di sofa di ruang kerjanya. Tubuh gadis itu menggigil, wajahnya terlihat kacau, dia shock!

"Arya, Karina mulai mengancamku," cicit Sofia. "Aku, takut ..." imbuhnya, mata gadis itu mulai berkabut.
"Tapi, ini bukan gaya Karina. Dia tidak pernah menggunakan cara sekotor ini," terang Arya kembali meneliti surat ancaman itu.

Mata Sofia melebar, gadis itu berdiri, lalu tergesa mendekati Arya. "Apa maksudmu? Jelas-jelas tadi dia mengancamku," bantahnya dengan intonasi suara meninggi.

Arya berdecak, meletakkan kertas itu di atas meja kerjanya. "Itu maksudku. Jika Karina tidak menyukai seseorang, dia akan langsung 'action'," jelasnya.

Sofia menggeleng kepala cepat. Dia tidak menyangka seperti itu reaksi Arya. Dia segera berlari keluar dari ruang kerja pria itu. Arya tidak sempat memegangi Sofia. Untuk mengejar, Arya enggan, pria itu takut akan tercipta gosip murahan yang merusak reputasinya.
***

Sofia terus berlari ke luar kantor. Hatinya benar-benar sakit, pria yang dia cintai tidak percaya padanya, tapi lebih membela Karina. Tiba-tiba ....

"Sofia, Awas!"

Sofia berbalik, tapi terlambat. Sebuah mobil meluncur cepat menabrak tubuh mungilnya. Gadis itu terlempar dan membentur aspal. Dia merasakan sakit di sekujur tubuh. Sayup terdengar seseorang memanggil namanya, sebelum gelap menyergap gadis itu.

==========

Mata Sofia perlahan terbuka, beberapa kali mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk dari celah jendela rumah sakit. Aroma khas obat-obatan menyeruak masuk ke indra penciumannya.

"Gempil, syukurlah ... akhirnya kamu sadar," lirih Arya. Senyum lega melengkung di bibir pria itu.
"A-a-apa yang terjadi?" erang Sofia. Rasa sakit di sekujur tubuh, membuat gerakan gadis itu tertahan saat ingin bangun, tangannya mencengkeram tepi brankar rumah sakit.

"Kamu kecelakaan, Gempil."

Sofia termangu, kilasan peristiwa itu terbayang di pelupuk mata. Entah datang darimana, sebuah mobil tiba-tiba menabrak tubuhnya. Yang diingat gadis itu hanyalah suara seseorang yang terus menerus memanggil namanya.
Mata gadis itu bergerak liar, menjelajahi setiap sudut kamar, raut Sofia berubah tegang, ketika melihat pantulan diri di cermin tepat di hadapan.
Arya heran melihat ekspresi Sofia yang berubah, matanya mengikuti arah pandangan sofia, tapi yang di lihat hanya pantulan wajah gadis itu sendiri.

"Gempil, hei, Gempil! Are you with me?" usik Arya saat melihat si gadis hanya terpaku menatap cermin.
"A-a-apa ... maaf aku, aku baik-baik aja," jawab sofia terbata.
"Kau membuatku takut Gempil. Aku tidak bisa kehilanganmu, kumohon bersabarlah sedikit lagi," pinta Arya lirih.

Sofia membuang muka. Hatinya seperti diremas tangan tak terlihat, tapi sakitnya nyata. Pembelaan Arya untuk Karina kembali terngiang. Pria itu sama sekali tidak percaya padanya. Namun, gadis itu mencoba bersabar, meski dadanya terasa menggelegak.

"Arya, makasih kamu udah nyelamatin aku." Akhirnya Sofia membuka suara.
"Sebenarnya bukan aku"
"Hei! Putri tidur kita sudah bangun." Sebuah suara familiar menerobos masuk ke telinga Sofia menyela kata-kata Arya.

Mata gadis itu nyaris meloncat, demi melihat siapa yang ada di depannya.

"Kamu?!" Dahi Sofia berkerut, dia bingung, bagaimana pria yang dia temui di lift terlihat akrab dengan Arya.

Pria itu, Kevin. Dia melangkah masuk ke ruangan serba putih, buah tangan yang dia bawa diletakkan di atas nakas yang ada di sebelah kiri brankar. Bibir pria itu melengkungkan senyum.
"Aku udah bilang kita bakal ketemu lagi. See ...!" Senyum pria itu semakin merekah.
"Kalian, udah saling kenal?" tanya Arya, menatap Sofia dan Kevin bergantian.
Kevin terkekeh. "Tadi ada gadis yang ngerepotin aku jadi tukang jaga lift, untung cantik," kerlingnya kepada Sofia.

Blush ... Pipi sofia memerah mendengar kata-kata pria itu. 'Dasar tukang gombal.' Sofia membathin

Seketika wajah Arya merah padam melihat aksi Kevin menggoda Sofia. Ingin sekali dia menonjok wajah pria di hadapan, tapi Arya menahan diri. Kevin partner bisnis sekaligus salah satu pemegang saham terbesar di perusahaannya. Dia tidak mau Kevin mengendus hubungannya dengan Sofia dan merusak reputasinya.

Arya menghela napas sejenak, menenangkan hatinya yang dilanda cemburu.
"Sebenarnya, Kevin yang bawa kamu ke sini. Dia juga yang ngasih tau aku," jelasnya seraya melirik Kevin.

Sofia menatap Arya, kemudian beralih menatap Kevin, dan pria tengil itu menganggukkan kepala, seolah membenarkan kata-kata Arya sembari mengulas senyum menawan.

"Terima kasih, Tuan ...." ucap Sofia tulus, tak lupa mengutus senyum di wajah.
Kevin terkekeh. "Pertolonganku ngga gratis lo, kamu harus bayar nanti, dan satu lagi, panggil aku Kevin. Hanya Kevin!" tegasnya.

Sofia terdiam, Gadis itu terbius saat manik coklat tua Kevin mengunci matanya. Ada kehangatan di sana, mata kevin laksana danau, menenangkan seakan memanggilnya masuk dan berenang di sana, melepas semua beban di hati.
Suara deheman Arya mengembalikan fokus Sofia. Gadis itu merutuki kebodohannya, yang hampir tenggelam pada pesona Kevin.
Sofia menatap Arya, tampak raut  kesal pada pria itu, ada kilat cemburu di matanya. Sofia tertawa geli di dalam hati. 'Akhirnya, kamu cemburu juga, tahukah kamu ... Itu yang kurasakan setiap hari,  saat kau bersama Karina.' Kata-kata itu hanya sampai tenggorokan saja, lalu kembali tertelan.

Dering gawai Arya membuat pria itu ke luar dari ruang rawat Sofia.
Tidak berapa lama Arya kembali, "Maaf, aku kembali ke kantor dulu, kamu ngga apa-apa 'kan sendiri ?" tanya Arya pada Sofia.
"Tenang aja, aku yang jagain Sofia," Kevin lebih dulu menjawab.

Arya menatap Sofia, seakan meminta gadis itu menolak, tapi gadis itu hanya diam. Pria itu sangat jengkel, ingin rasanya menemani si gadis di rumah sakit, tapi ada hal lain yang harus di urus. Akhirnya pria tersebut pergi dengan pikiran yang separuh tertinggal di rumah sakit.
***

"Kemana aja kamu? Pesan ngga dibaca, telpon ngga diangkat? Jangan bilang kamu lupa ada janji sama aku?!" sembur Karina begitu Arya sampai di kantor.
"Sorry, aku benar-benar lupa. Tadi Sofia kecelakaan, jadi aku nyusul dia ke rumah sakit." Arya mencoba menjelaskan.
"Wow! Sebegitu peduli kamu sama sekretarismu itu, hingga lupa janji denganku! Kalau kamu ngga mau kita menikah, batalkan saja!" teriak Karina. "Apa yang sudah gadis itu berikan, apa kamu sudah menidurinya?!" lagi, Karina bertanya dengan intonasi tinggi, wanita itu sudah lepas kendali.

"Karina! Tutup mulutmu. Sofia bukan gadis seperti itu," bantah Arya, kedua tangan pria itu mengepal menahan amarah. Dia tidak rela Sofia dihina oleh Karina.

Karina tersenyum sinis. "Ingat Mattew! Kau yang memohon padaku agar menikah denganmu, kau membuat aku jatuh cinta padamu. Aku selalu menolak 'kan ide gilamu?!"
"Aku menawarkan kerja sama bisnis, tapi kau ... kau merayuku agar menikah denganmu. Jangan kau pikir aku bodoh! Aku tau tujuanmu, kau mengincar sahamku 'kan?!" raung Karina, dia mengamuk membabi buta.

Arya terhenyak, tidak menyangka reaksi Karina sehisteris ini. Arya merutuki kebodohannya, bisa-bisa rencananya gagal. Arya mencoba meraih tangan Karina, tapi wanita itu menepis.

"Ingat Mattew, kau yang mengikat diriku padamu. Sekarang aku hanya mempertahankan milikku. Aku tidak mau gadis murahan itu mencurimu, lihat saja ... setiap air mata yang kuteteskan, akan kalian bayar!" Karina menghentikan sumpah serapahnya, dada wanita itu turun naik menahan amarah.

"Karina ... sorry, aku minta maaf. Kita akan tetap menikah, aku janji," balas Arya lirih.
"Tentu saja, kau pikir aku akan melepasmu begitu saja? Jangan mimpi Mattew!" Karina meninggalkan Arya yang masih terpaku di lantai ruang kerjanya.
***

Terdengar suara pintu dibanting dengan keras, Karina menyeka air mata yang sedari tadi dia tahan. Arya telah menggores hatinya dengan sangat dalam.
Karina bukan wanita cengeng, sebagai pewaris Suryakanta Grup, dia terbiasa bersikap keras dan tegas. Wanita itu berkiblat pada sifat sang ayah. Baginya, seorang pria akan dihormati karna janji yang ditepati, karna itu dia benci orang munafik apalagi pengkhianat.

"Mattew mengapa kau tega melakukan ini? Bukankah kau pernah berjanji tidak akan melukaiku lagi" erang lirih Karina. Bulir bening merinai di pipi mulusnya, wanita itu terisak. Membenamkan wajahnya di ranjang berukuran king size miliknya.
Di kamar ini, Karina akan melepas topeng sebagai wanita super kuat dan dingin. Di atas ranjang yang dialasi spei berwarna hitam polos, Wanita itu kerap menangis dan menumpahkan semua keluh kesah. Bagi wanita itu, hanya kamarnya sendiri yang tidak akan pernah berkhianat. Karpet tebal dan lembut berwarna merah darah terhampar di lantai kamar berukuran 7x7 meter itu.
Di dinding sebelah kanan terdapat walk in closset, di sebelah kiri menempel dengan cantik lemari pajang yang di isi koleksi boneka 'Winnie the pooh' milik Karina.
Lonceng kecil yang tergantung di jendela kamar Karina, mengeluarkan suara merdu setiap ditiup angin. Tepat di atas kepala ranjang, tergantung fotonya dengan ayah tercinta. Kamar yang dicat dengan perpaduan warna biru muda dan tua, terlihat sangat cozy dan nyaman. Kamar itu adalah tempat teraman bagi wanita itu melepaskan cangkangnya.
***

"Ayo, buka mulutnya ... aaa." Kevin dengan telaten menyuapi Sofia.

Gadis itu merasa tersanjung, dulu hanya Arya yang melakukan hal seperti itu. Setiap dia sakit, sang bunda pasti akan memintai tolong Arya menyuapi dirinya.

"Hei, bengong aja. Ayo habisin buburnya, biar cepat sembuh," ucap Kevin seraya tersenyum.

Sofia menatap Kevin intens. Gadis itu yakin pernah bertemu Kevin, tapi dia tidak ingat di mana.

"Emm, Kevin ... apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Sofia sedikit ragu.
"Tentu saja, kita bertemu di dalam lift," jawab Kevin asal.
Sofia mengerucutkan bibirnya. "Bukan itu, maksudku ... apa aku mengenalmu dulu?" Sofia menatap dengan sorot ingin tahu.

Gerakan tangan Kevin terhenti, dia menatap Sofia. "Menurutmu?" Kevin balik bertanya.
"Entah, tapi aku seperti pernah melihatmu?" gumam Sofia tidak yakin
"Kalau begitu, beritahu aku kalau kamu sudah mengingatnya," pinta Kevin lembut.

Sofia mengedikkan bahu dan kembali mengunyah bubur yang disuapi oleh pria itu.

Tanpa gadis itu sadari, bibir kevin melengkung senyum licik, hatinya pun berbisik. 'Ya, cobalah untuk mengingatnya Sofia, tapi jangan terlalu cepat.'

Bersambung #5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER