Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Sabtu, 15 Januari 2022

Aku Disini Menunggumu #1

Cerita Bersambung
Karya : Infi Zakaria

'Dear Mas Arya,

Happy birthday, semua yang terbaik aku doakan menyertai Mas Arya. I Love U.
Ini adalah kartu ucapan yang ke-19 yang aku kirimkan ke Mas Arya...ini akan menjadi kartu ucapan ulang tahun terakhir yang aku kirimkan. Bulan depan aku akan berusia 29 tahun...sudah saatnya aku melepaskan impian indah masa kecilku.

Good bye, my dream.

Irin'

Aerin menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Ada rasa sesak, sedih dan harapan terindah yang secara terpaksa harus ia lepaskan. Akhirnya ia harus menyerah kalah, menepati janjinya.Kartu berwarna biru dengan corak abstrak dimasukkannya ke dalam amplop berwarna senada. Aerin bangkit dari kursi kerjanya, mengambil kunci mobil dan keluar dari ruangan.

"Aku keluar sekitar 2 jam. Kalau ada yang urgent, call aja."
"Sip, mbak."
***

Perjalanan menuju rumah Arya yang biasanya sekitar 30 menit, hari ini terasa jauh sekali. Jauh...seperti impiannya yang pelan-pelan menjauh.

Setiap tahun sejak ia berumur 10 tahun, ia selalu mengirimkan kartu ucapan ulang tahun dengan harapan suatu saat nanti ia akan mendapat sebuah kabar. Hari ini tepat 19 tahun kemudian...ia tidak mendapat kabar apapun. Harapan optimisnya benar-benar berada di titik nol. Banyak sekali yang terjadi dalam 19 tahun menunggu tapi ia tetap bertahan akan impian masa kecilnya, akan cinta pertamanya.

Aerin memarkirkan mobilnya di depan gerbang rumah mewah yang saat ia kecil...ia bebas masuk sesuka hatinya, kediaman keluarga Arya. Tahun-tahun yang lalu, ia selalu menggunakan kurir untuk mengantarkan kartu, tapi karena ini adalah kartu yang terakhir ia kirimkan kepada Arya, ia ingin mengantarnya sendiri.
Tak ada Pak Satpam yang seharusnya berjaga di pos dekat gerbang pagar, tapi ada beberapa orang yang terlihat sibuk di halaman depan, sedang bersih-bersih dan menata taman.
Aerin turun dari Range Rovernya dan berdiri mematung di depan pintu pagar.
Salah seorang dari mereka melihat kehadirannya dan berjalan menuju pintu pagar.

"Maaf, cari siapa non?" Tanya sosok pria setengah baya itu, sambil menyeka keringat di keningnya.

Aerin tersenyum.

"Aku mau nitip ini buat Pak Satpam." Aerin mengulurkan amplop biru.

Pria itu mengambilnya sambil membaca sekilas ada nama Arya yang tertulis disana.

"Oh iya. Ntar saya sampaikan."
"Makasih." Aerin bermaksud hendak berlalu, tapi sebuah pertanyaan muncul di benaknya.
"Apa keluarga Pak Ferdinand akan kembali?" Tanyanya dengan ragu.

Pria itu mengangguk.

"Saya dengar nih, Bapak dan keluarganya akan balik kesini karena putra mereka akan menikah. Maaf, non siapa ya?"

Wajah didepannya tiba-tiba berubah pucat.
Aerin terdiam sambil mencerna pelan apa yang baru saja diucapkan pria itu barusan. Keluarga Om Ferdinand akan kembali kesini karena putra mereka akan menikah. Putra mereka? Apa Om Ferdinand punya putra lain selain Arya? Keringat dingin membasahi telapak tangan Aerin begitu menyadari kemungkinan bahwa putra yang dimaksud adalah Arya.

"Aku tetangga lama. Makasih." Aerin melangkah cepat menuju mobilnya.

Aerin tidak bisa membendung air matanya saat ia masuk ke mobil. Ia menangis tersedu-sedu, melepaskan semua rasa kecewanya.

Dalam 19 tahun penantian, sudah terlalu banyak air mata karena Arya. Ia mencintai Arya sejak ia mengenal arti suka seorang perempuan kepada seorang laki-laki, dan itu terjadi saat ia berumur 10 tahun. Rasa suka pada seorang anak laki-laki gendut, tetangga sebelah rumah yang selalu sebal dan marah-marah saat tahu ia membuntutinya.

“Mas Arya, jangan sedih! Saat aku besar nanti, aku pasti akan lebih cantik dari Mbak Indah. Dan aku akan mencintai Mas Arya sampai aku setua oma."

Itu yang Aerin ucapkan pada seorang anak laki-laki gendut yang saat itu tengah sangat bersedih karena cinta pertamanya ditolak. Pernyataan yang membuat orang-orang dewasa di sekeliling mereka terkaget-kaget. Pernyataan yang di kemudian hari setelah Arya pergi, membuat ia banyak mendapat ledekan dari anak-anak tetangga.

Sejak saat itu, Arya selalu menghindar bila mereka bertemu. Bahkan Arya melarang ia datang ke rumahnya.
Aerin sangat ingat saat-saat ia berdiri mematung di balkon kamar tidurnya, hanya untuk sekedar bisa melihat sosok Arya yang di sore hari suka membaca di balkon kamarnya yang berhadapan dengan balkon kamar Aerin. Tapi begitu Arya tahu Aerin sengaja berdiri di balkon untuk melihatnya, Arya segera masuk dan tak pernah lagi duduk di balkon.

Hubungan pertemanan berhenti disitu, bahkan saat orangtua Arya membawa Arya ke Amerika untuk melanjutkan sekolah disana, Aerin sama sekali tidak tahu. Aerin kecil yang saat itu berusia 10 tahun, menderita patah hati.
***

---I'm a big big girl, in a... ---

"Iya, Mas Andy."
"Kamu dimana?"
"Lagi diluar, ada urusan pribadi sebentar, will be back in one hour."
"Ada meeting dadakan dengan pihak management 30 menit lagi."
"Sorry mas, aku gak akan sampai di kantor dalam 30 menit, rush hour nih. Mas ajak Bagas aja."
"Suara kamu serak, something happened?"
Aerin tersenyum. "Yaah, but it's okay now."
"Take care ya. Chat me gitu sudah di kantor."
"Thanks, mas." Dengan mata sangat sembab dan suara serak, tak mungkin ia bisa beramah-tamah di rapat management.
***

Meeting dadakan, semua petinggi FF Global Cell sudah hadir. Pak Rasyid melihat ke sekeliling, mencari sebuah sosok.

Andy yang melihat wajah sang CEO, tersenyum geli.

"Ada yang belum muncul..."

Semua yang hadir tahu siapa yang dimaksud. Ruangan meeting hari ini memang kurang bersinar tanpa ada sosok itu.

"Ririn lagi diluar, Pak. Tadi minta off 2 jam, sebelum ada info meeting dadakan," info Andy tanpa nada segan.

Semua staf tahu gimana jadwal kerja Aerin dan staf IT lainnya yang sering diluar jam kerja resmi.

"Sip, let's start..."

Pak Rasyid, sosok kebapakan yang sangat dihormati oleh semua staf...berdiri sambil memegang microphone.

"Selamat siang. Maaf mengganggu jadwal kerja kalian karena meeting dadakan ini. Terimakasih sudah hadir. Seperti yang semuanya tahu, saya akan segera mengundurkan diri karena harus banyak istirahat demi percepatan kesembuhan penyakit saya. Dalam 2 minggu ke depan, CEO baru akan datang. Saya ingin kalian semua dapat bekerjasama dengan sangat baik, lebih baik dari saat saya ada disini."

Terdengar suara gumaman peserta rapat. Semua tahu kalau Pak Rasyid memang akan resign, tapi tidak ada yang menyangka akan secepat ini.

"CEO baru, Arya Ferdinand...pasti semuanya sudah pernah mendengar nama ini kan? Dan sudah tau siapa dia?" Pak Rasyid tersenyum.
"Pak Arya, pewaris tunggal FF Group. Kita semua harus bahagia dan lebih bersemangat lagi karena akhirnya Pak Arya setuju untuk memimpin perusahaan. Pak Arya ini punya banyak prestasi dalam hal management, selain itu beliau punya perusahaan yang sukses di Amerika. Jadi, ini kesempatan buat kalian semua untuk lebih bersinar lagi. Rebut hati owner dengan prestasi...saya sangat yakin owner akan memberi yang terbaik buat kalian."

Semua tampak diam, ada kesedihan di raut wajah para staf.

"Saya ucapkan terimakasih atas segalanya. Tanpa kalian semua, FF Global Cell tidak akan melangkah secepat ini. Saya masih akan ada disini sampai Pak Arya datang, jadi ayo kita manfaatkan waktu yang ada dengan pencapaian terbaik kita, menyambut kedatangan CEO baru. Meeting selesai, no question please. Seperti biasa, pintu ruangan saya selalu terbuka untuk curhatan."

Semua tertawa, memecah keheningan ruangan. Begitulah Pak Rasyid, semua menyukai sosok tegas dan humorisnya.
Aerin mendengar rekaman meeting tadi siang dari recorder yang direkam oleh Bagas, asistennya.
Arya Ferdinand, benar akan kembali. Ini adalah saat-saat yang selalu ia impikan. Akan bertemu kembali dengan mimpi masa kecilnya... tapi kenapa saat mimpi itu akan menjadi kenyataan ia malah ragu dan ingin berlari sejauh mungkin?
Sebagai seorang hacker, sudah lama Aerin mencoba melacak Arya dan keluarganya, tapi tak pernah berhasil. Mereka seolah sengaja menyembunyikan identitas diri. Kepergian Arya dan keluarganya ke Amerika juga sangat mendadak, bahkan saat itu orangtua Aerin juga tahu setelah mereka meninggalkan Jakarta.
***

"Kenapa cewek tidak suka cowok gendut? Memangnya apa yang salah dengan tubuh gendut?"
"Aku suka cowok gendut. Aku suka Mas Arya." Aerin kecil berkata dengan yakin.
"Ah, kamu! Aku rasa ada yang salah dengan isi kepala kamu." Walaupun Arya suka banget bicara apa adanya dan sering membuat Aerin bersedih, tapi Aerin tetap setia mendengar curhatan Arya.
"Suatu saat nanti, aku akan menjadi pria dewasa dengan tubuh yang sangat atletis. Aku akan menghajar semua cewek-cewek itu!"

Aerin hanya mengangguk dengan senyum bahagia, melihat Arya kembali tersenyum, walaupun ia tidak mengerti betul apa yang diucapkan Arya. Usia mereka beda 5 tahun, Arya sudah menginjak remaja saat itu.
Secarik photo di tangan Aerin, mengulang kembali cerita manis masa kecil. Sosok remaja cowok berkaos putih dengan celana panjang coklat, sedang menatap sebel ke kamera. Wajahnya ganteng walaupun melebar karena tubuhnya overweight.

==========

---I'm a big big girl, in a... ---

Airin melihat ke layar hpnya. Mama...sudah lama sekali mama tidak menelponnya. Terakhir saat papa harus diopname di rumah sakit, mama menelpon menyuruhnya pulang. Itu...9 tahun yang lalu.

"Mama, apa kabar?" Sapa Aerin dengan nada suara bergetar.
"Minggu depan, kamu pulang," nada tegas tanpa basa-basi. Bahkan saat ia pulang ke rumah, mama hanya menjawab sesingkat mungkin bila ia menyapa.
"Hm...ada apa, ma?"
"Apa perlu alasan untuk pulang ke rumah?"

Sekian lama ia menghabiskan masa kecilnya bersama mereka, tapi hubungan antara ia dan mama...masih sedingin saat ia pertama kali dibawa dengan paksa untuk tinggal bersama mereka. Salah satu alasan kenapa saat ia dewasa dan mandiri, ia memilih bekerja di Jakarta.

"Minggu depan ulang tahun kamu. Papa ingin ada makan malam keluarga. Minggu sore kamu sudah harus sampai di rumah."
"Baik, ma. Aku akan pulang."

Hubungan terputus. Hampir 5 tahun sejak ia kembali, tidak pernah ada makan malam khusus di hari ulang tahunnya. Juga, ia tidak pernah mendapat undangan untuk pulang saat papa, mama dan saudara-saudaranya berulang tahun padahal ia tahu pasti, selalu ada acara makan malam keluarga.
***

Andy membaca leave form yang disodorkan Aerin untuk ia tandatangani. Ia mengernyitkan keningnya sambil mengeleng-gelengkan kepala.

"No way! Tidak ada yang boleh cuti dalam minggu depan. Kamu tidak baca email dari HR?"
"Emang kenapa?"
"CEO baru datang dalam minggu depan."
"So, masalahnya apa? Kalo dia mau datang, ya...datang saja. Kenapa tidak boleh cuti?" Andy mendelikkan matanya. Ia tahu gimana keras kepalanya Aerin. Sosok cantik itu tampak sangat sebel. 

Wajah putih nan mulusnya sampai merona merah, menahan amarah. 1

"Ganti tanggal cuti!"
"No!" Aerin mengambil kembali leave form dari tangan Andy dan keluar ruangan.
"Ririn...!" Aerin berbalik, tersenyum sambil mengerdipkan mata kirinya. Andy menarik napas panjang, menatap sosok Aerin yang keluar ruangan.
***

"Hai, Mbak Vita. Apa kabar?" Vita yang sedang membereskan dokumen, melirik siapa yang datang. Si cantik Aerin yang memakai kemeja soft grey dipadan celana hitam dan sepatu jenis ballet flat berwarna grey.

Sosok tingginya tentu saja tidak perlu memakai high heels. Wajah putihnya selalu terlihat segar dengan make up simple. Rambut ikal sebahu yang dicat warna mahogany, alis berbentuk melengkung setengah lingkaran, warna bola mata hitam pekat, hidung mancung dan bibir penuh...membuat sosoknya sangat menarik dan sexy

"Kabar baik. Mau ketemu Pak Bos?" Aerin mengangguk.
"Bisa?" Vita menekan tombol PABX.
"Bos, ada Ririn nih."
"Come in," terdengar suara Pak Rasyid dari dalam. Aerin tersenyum.
"Thanks Mbak Vita. Tunggu aku buat lunch ya."
"Okeeeh," sambut Vita dengan semangat. Udah lama mereka tidak lunch bareng. Dari awal bulan lalu, jadwal Aerin berkunjung ke daerah begitu padat.
***

Pak Rasyid yang sudah mendapat info dari Andy tentang cuti Aerin, menatap sosok yang baru masuk ke ruangan. Dari cara Pak Bos menatapnya, Aerin sudah tau kalau Mas Andy sudah kasih bocoran tentang tujuannya datang kemari.

" Ririn, please..."
"Aku bener-bener harus balik ke Surabaya minggu pagi, bos. Bos tau kan, gimana jeleknya hubunganku dengan mamaku? Hampir 9 tahun, baru kali ini mama menelponku untuk pulang. Jadi ini, sesuatu yang tidak bisa aku lewatkan. I'm sorry."
"Tapi, kamu salah satu staf yang akan memberi briefing kepada Pak Arya."
"Bagas can do it! Aku mendidik Bagas untuk selalu siap bila suatu hari aku pergi." Pak Rasyid mengambil pena dan menandatangani leave form. Aerin tersenyum penuh kemenangan.
"You're the best. I will miss you, Pak."
"Kamu juga tidak bisa hadir di farewell party saya?"
"Pak bos, I'm sorry. Gimana kalau weekend aku ke Bandung?"
"Bener?"

Aerin mengangguk.
Hubungannya dengan Pak Rasyid sudah seperti hubungan keluarga. Ia mengenal istri dan anak-anak Pak Rasyid dengan sangat baik. Bahkan, di suatu waktu dulu...Pak Rasyid pernah bermaksud menjadikan ia istri buat anak laki-lakinya yang bungsu.
***

Begitu Aerin keluar dari ruangan Pak Rasyid, Vita udah siap sedia buat lunch.

"Kita kemana?"
"Gusto Resto aja, gimana mbak? Aku lagi malas keluar, macet banget." Gusto Resto berjarak hanya sekitar 10 menit jalan kaki dari kantor Global.
"Okeeh. Let's go, aku udah lapar banget." Aerin menggandeng tangan Vita dan menuju lift. Ruangan Pak Rasyid berada di lantai 15, lantai tertinggi gedung Global.

Sinar matahari siang itu tidak terlalu terik, angin juga sepoi-sepoi...saat yang pas buat berjalan kaki.

"Udah lama aku nggak jalan kaki buat lunch." Aerin tertawa kecil.

Vita yang lebih tua darinya 6 tahun tampak santai banget. High heels yang biasa dikenakannya diganti dengan sendal jepit.

"Mbak Vita sih, go food terus."
"Yaa...gimana lagi? Pak bos tuh, gak bisa jauh dari aku." Keduanya tertawa.
"Kamu yang jam kerjanya free banget, bisa break sesuka hati dan gak akan ada yang berani protes. Memang anak-anak IT ini ya, bikin sebel." Aerin tertawa.

Gusto Resto tidak terlalu ramai siang itu. Aerin suka nongkrong disini, selain makanannya otentik Italia banget, interior ruangan resto yang simple tapi indah, bikin betah. Kokinya juga asli orang Italia.

"Ayam Parmigiana dan orange juice. Kamu mau ayam juga?" Aerin menggeleng.
"Linguine Alle Vongole, porsi kecil aja dan iced lemon tea."
"Baik, mbak. Ditunggu sebentar." Sang waiter berlalu, terdengar suara merdu Carla Bruni menyanyikan Tu es ma came.
"Mantaap," ucap Vita sambil tertawa.

Aerin tersenyum melihat ekspresi Vita yang sangat menikmati suasana. Bisa keluar buat lunch dan menikmati suasana santai seperti ini, sesuatu yang istimewa banget.
Pintu resto terbuka, dua sosok yang baru masuk, sangat mereka kenal.

"Rena dan Bima resmi jadian?" Vita mengangguk.
"Wow...akhirnya, kejadian juga." Aerin gak bisa menahan tawa bahagianya.
"Si Rena itu ya, emang luar biasa banget, sabar banget. Kamu harus belajar banyak dari dia."

Semua tahu Bima sang playboy semula tak menganggap Rena ada. Tapi Rena yang berwajah standar aja, tak perduli. Walaupun Bima selalu sebal melihatnya, ia tetap gigih mengejar cinta Bima.

"Iya, mbak. Hidup ini sangat fair ya. Liat Rena, secara fisik...biasa banget, tapi dia bisa mendapat pria impiannya. Trus, liat aku...antrian panjang pria menanti. Kalau aku mau tinggal pilih aja, tapi hatiku...malah tertancap pada pria yang aku gak yakin apa ia mengingatku. Hah..."

Aerin menarik napas panjang, dari sudut ujung ruangan tampak Rena dan Bima yang saling menatap mesra.

"Mikirin ini, bikin aku sesak napas dan pengen makan banyak."
"Birthday nya kemarin, kamu antar kartu ucapan?" Vita tau sekilas kisah cinta masa kecil Aerin, tapi Aerin merahasiakan siapa sosok yang ditunggunya.
"Iya dan itu kartu ucapan terakhir." Ekspresi Aerin tampak sedih.
"Kenapa?"
"Dia akan menikah."
"What!" Aerin mengangguk.
"Selama cincin kawin belum tersemat, kamu masih punya kesempatan."
"No! Aku tidak akan mendekati pria yang sudah punya pacar, apalagi menggoda pria yang akan menikah. Aku takut banget sama karma."
"Give up?"
"Ya...mungkin dia memang bukan untukku.

Mungkin ada Mr Right lain yang sedang menungguku. Mungkin aku hanya perlu melepaskan yang ini dengan ikhlas, biar Mr Right yang lain bisa masuk tanpa hambatan cinta di masa lalu." Vita memegang erat tangan.

"Aku percaya kamu akan mendapat yang terbaik karena kamu orang baik"

Mata Aerin berkaca-kaca.

"Amiiin. Thanks mbak."

Waiter datang membawa orderan mereka.

"Makasih."
"Ini tiramisu cake, kiriman mas yang disana buat Mbak Aerin," info waiter sambil menunjuk ke pojokan ruangan sebelah kiri.

Aerin dan Vita serentak melihat ke pojokan kiri.
Ada seorang pria memakai jas coklat yang duduk sendirian disana yang juga sedang melihat ke arah mereka. Pria itu tersenyum, Aerin membalas senyumnya sambil mengucapkan 'Thank you' dari jauh.

"Siapa?" Selidik Vita.
"Aku juga gak ingat. Mbak tau kan, aku susah banget mengingat wajah pria... apalagi yang satu dua kali ketemu."

Vita tertawa. Itu salah satu kelemahan Aerin dan ada banyak cerita lucu karena itu.

Bersambung #2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER