Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Sabtu, 29 Januari 2022

Aku Disini Menunggumu #15

Cerita Bersambung

Aerin hanya sempat dirawat 12 jam di RS Premier Jakarta. Setelah kesadarannya pulih, Diana yang terbang ke Jakarta dengan pesawat pribadi, langsung menerbangkan Aerin ke Singapore untuk full body check up di Mount Elizabeth Hospital.
***

Senin pagi Andy dan Vita serta pasukan Aerin sibuk menghubungi Aerin, tapi Hp nya mati. Sudah pukul 10 pagi tapi Aerin belum muncul di kantor. Dia melewatkan weekly meeting tanpa ada kabar apapun.
Bahkan sampai dengan keesokan harinya HP Aerin masih tetap off. Vita menjadi panik, tidak pernah Aerin seperti ini. Vita mengecek file biodata Aerin, seharusnya ada nomer Hp keluarga yang bisa dihubungi. Vita menemukan sebuah nomer tapi sama saja, saat ia hubungi nomer tersebut juga off.
Andy bahkan sudah ke rumah Aerin, tapi tentu saja ia tidak bisa masuk karena tidak mempunyai password. Aerin merancang sistem keamanan yang canggih pada rumahnya. Dari security guard akhirnya ia tau kalau Aerin keluar dengan bodyguardnya Sabtu sekitar pukul 11 siang lewat dan sampai saat ini belum kembali.

Arya mendengar laporan dari Vita yang belum bisa menghubungi Aerin. Arya begitu suprised setelah tau bahkan Aerin punya bodyguard. Sudah hari rabu, besok acara pertemuan top management akan dilangsungkan.

"Oke. Minta stafnya atau Andy siapin presentasi untuk Jumat sore. Kamu dan Aerin bersahabat dekat kan? How can you have no any information about her family?" Tanya Arya tak bisa mengerti.

Vita terdiam. Pertanyaan yang sangat bagus, bahkan ia saja bingung kenapa sampai saat ini ia bahkan tak mengenal keluarga Aerin? Sementara Aerin mengenal semua keluarga terdekatnya.

"Sorry Pak Arya, Aerin sangat tertutup tentang keluarganya. Dia hanya pernah bilang kalau mamanya sudah meninggal dan papanya tinggal di Surabaya."

Arya sangat mengerti, bahkan di rumah Aerin pun ia tidak menemukan photo keluarga.

"Oke, keep trying to call her number and her family's number."
"Baik, Pak."
***

Sejujurnya Arya sangat khawatir, info dari Andy kalau Aerin meninggalkan komplek perumahannya dengan bodyguard pada Sabtu pukul sebelas lewat, membuat Arya sangat tak tenang. Itu seharusnya tak beberapa lama setelah ia meninggalkan rumah Aerin.
Akhirnya Arya menuju ke rumah Aerin. Ia mengucapkan password yang sama seperti malam itu, ternyata Aerin belum menggantinya. Mendekati pintu utama, Arya kembali mengucapkan password yang sama dan pintu terbuka.
Suasana sangat hening, Arya langsung masuk ke dalam, ke kamar Aerin. Tempat tidur Aerin terlihat berantakan dengan sprei yang sama seperti malam itu. Ia memasuki kamar mandi, baju kerja Aerin yang dikenakan Jumat yang lalu, masih ada di keranjang laundry.

Arya keluar menuju ke ruang kerja, tidak ada yang berubah. Secangkir kopi yang ia buat untuk Aerin di malam itu, masih ada diatas meja kerja.

Tiba-tiba Arya merasa kalut banget, bayangan-bayangan jelek melintas di benaknya. Arya berlari keluar menuju ke dapur. Dan seperti yang ia pikirkan, secangkir kopi yang isinya sudah habis beserta piring yang berisi potongan mangga yang sudah membusuk... masih ada diatas meja makan.
Oh my God! Apa yang sebenarnya telah terjadi? Rasa dekat yang terhubung sebagai efek ciuman malam itu, membuat Arya begitu was-was sesuatu yang buruk sedang menimpa Aerin. Pertemuan terakhir mereka sungguh tidak menyenangkan dan sama-sama emosi.
***

Sementara di Singapore, Aerin menikmati masa istirahatnya dengan tenang tanpa punya akses ke Hp. Mama yang setia menunggguinya, menyita Hp supaya ia bisa beristirahat tanpa gangguan apapun.

Setelah melakukan check up secara menyeluruh, ternyata tidak ditemukan ketidakstabilan pada kesehatannya, semuanya baik-baik saja. Dokter menyimpulkan mungkin ia punya masalah secara psikis yang mempengaruhi fisiknya melemah.

Diana tak mau menanyai Aerin lebih lanjut tentang masalah yang sebenarnya. Ia menunggu Aerin menceritakan masalahnya secara sukarela.

"Kalau kamu ngerasa bekerja di Global sangat melelahkan, kamu bisa keluar. Tidak usah memaksakan diri harus bekerja disana hanya karena Arya ada disana."

Aerin yang sudah sehat, memeluk mamanya.

"I will resign soon but it takes time because I have to finish what I planned from the start. Aku gak mungkin langsung keluar tiba-tiba. I love my staff, I love everyone there but for sure, I will submit my resignation letter within the next week."
"Arya?" Pancing Diana dengan senyum menggoda. Aerin menarik napas panjang lalu tersenyum.
"Let's forget Arya, ma. I'm done with Arya," ucapnya dengan sangat yakin.

Dalam masa istirahatnya, Aerin berpikir cukup panjang tentang masa depan cinta sepihaknya dengan Arya. Pernyataan Arya bahwa dia telah punya seseorang yang dicintainya, sudah cukup membuat ia berhenti bermimpi.
Ia tidak akan pernah mengganggu pria yang sudah punya seseorang yang dicintainya. Ia tidak mau mengulang kesalahan yang sama seperti yang pernah dilakukan almarhum mami.

==========

Kamis jelang sore, Aerin kembali ke Jakarta. Ia berpisah dengan mama di bandara karena mama segera terbang ke Surabaya.
Mas Anton dan Mas Hendra, dua bodyguard yang dipekerjakan oleh papa, menjemputnya.

"Aku belum sempat ngucapin makasih. Makasih untuk responnya yang sangat cepat," ucap Aerin tulus.

Keduanya tersenyum sangat sopan. Ini kali pertama Aerin berjumpa dengan keduanya padahal keduanya sudah menjaganya hampir lima tahun...sejak ia menetap di Jakarta sekembalinya dari Amerika.

"Sudah tugas kami."
"Dalam lima tahun bertugas, baru Sabtu kemarin itu, kami melakukan tugas yang sebenarnya." Aerin tertawa.

Ya tentu saja, tidak ada kejadian tragis yang menimpanya dalam lima tahun ini yang membutuhkan perlindungan ekstra dari bodyguard. Bahkan ia baru tau kalau ia punya bodyguard beberapa bulan yang lalu.
Aerin mengeluarkan dua paperbag dari backpacknya dan menyerahkan kepada keduanya.

"Hadiah perkenalan kita." Keduanya merasa sangat tersanjung bahwa Aerin yang berada di Singapore untuk berobat, masih sempat memikirkan memberikan hadiah buat mereka.
***

Begitu Aerin menghidupkan Hp, ada banyak WA yang masuk dan tak terhitung missed call. Mas Andy menduduki peringkat teratas, disusul oleh Mbak Vita, pasukannya dan Wiwid beserta banyak staf Global lainnya.

Aerin mulai membaca satu-persatu pesan yang masuk untuk memahami apa yang terjadi selama ia menghilang. Saat ini para top management sedang mengikuti meeting.
Bagian IT kebagian melakukan presentasi di Jumat sore, Mas Andy dan pasukannya sudah menyusun presentasi dan mengirimkan kepadanya walaupun mereka tau ia belum tentu akan hadir.

Aerin membaca isi presentasi dengan serius dan ia tersenyum senang. Mas Andy dan pasukannya berkolaborasi dengan sangat baik, sebuah indikasi bahwa mereka akan baik-baik saja saat ia meninggalkan Global nantinya.
***

Farah yang duduk di samping Arya, sudah dari tadi celingak-celinguk melihat satu per satu staf Global yang ada di ballroom. Ia tidak menemukan sosok gadis seperti yang dideskripsikan Arya.
Ada beberapa wanita, mungkin kisaran usia tiga puluh ke empat puluhan tapi tidak sesuai dengan deskripsi Arya. Seseorang yang bernama Aerin Alessandra dengan jabatan IT Expert dan selalu memakai kalung berliontin blue diamond...sangat membuatnya penasaran.

"Dimana dia?" Akhirnya Farah bertanya ke Arya, di sela-sela mendengarkan presentasi dari bagian marketing.

Arya tau banget siapa yang dimaksud. Selain penasaran dengan sosok Aerin, orangtuanya juga ingin menyampaikan rasa terimakasih karena Aerin telah mengatasi serangan hacker pada Global Bank.

"Dia tidak ada disini, ma. Sudah dari Senin, dia tidak masuk kerja."
"Dia kenapa? Sakit?" Arya menggeleng.
"No news. Kami sudah mencoba menghubungi nomer Hp keluarganya, tapi tidak berhasil. Sudah ke rumahnya juga, tapi tidak ada siapapun." Farah tau Arya tampak khawatir.
"Mama yakin dia baik-baik saja. Orang baik, langkahnya pasti akan baik."

Vita yang duduk disamping Arya tersenyum mendengar ucapan Ibu Farah. Ia tidak mengikuti betul percakapan ibu dan anak itu karena fokusnya terpecah dengan masuknya WA dari Mas Andy yang mengabarkan bahwa chat WA ke Aerin sudah ada tanda dibaca.

Vita langsung memeriksa juga chat yang ia kirimkan untuk Aerin, benar saja. Semua sudah ada tanda sudah dibaca, walaupun Aerin belum membalas. Setidaknya mereka tau Hp Aerin sudah aktif kembali. Vita menyodorkan HPnya kepada Arya sambil menunjuk tanda crosscheck sudah dibaca. Seketika senyum lega hadir di wajah Arya.

Pak Bramantio masih sangat mengkhawatirkan kesehatan anak gadisnya, walaupun sudah mendapatkan laporan dari istrinya bahwa kondisi Aerin sudah seperti semula, tapi ia tetap tak tenang. Akhirnya ia memutuskan sebuah rencana.

🎵I'm a big big girl, in a big...🎵
 
"Papa...apa kabar?" Aerin sangat tau papanya masih sangat mengkhawatirkannya.

Selama di Singapore, hampir setiap saat papa mengecek kondisinya.

"Sangat baik setelah mendengar mama bilang kondisi kamu sudah seperti sebelumnya. Tapi papa masih tidak tenang karena kamu tinggal sendirian. Papa sangat khawatir kejadian yang sama akan terulang dan kamu belum tentu selalu sempat menghubungi emergency number. So, I have decided that you have to move to our family house, starting from tomorrow."

Aerin tau ia tidak boleh menolak. Ini bukan permintaan, tapi sebuah perintah.

"Baik, pa. I will move out tomorrow," jawabnya dengan nada pasrah. Pak Bramantio tersenyum puas.
"Thanks, my girl. Take care and see you soon ya."

Aerin menghempaskan tubuh letihnya ke kasur dengan pikiran agak semrawut. Tinggal di rumah yang bersebelahan dengan Arya, tentu saja identitasnya akan sangat mudah terbongkar, kecuali kalau ia bisa mengajak semua orang yang tinggal di rumah untuk mengrahasiakan kehadirannya.
Ia masih belum lelah untuk menyembunyikan dirinya dari Arya walaupun ia tau menyembunyikan identitas dirinya juga tidak berarti apapun lagi sekarang ini karena Arya sudah punya seseorang yg dicintainya.
Kesempatannya untuk membuat Arya jatuh cinta kepadanya sudah tidak ada kecuali kalau Sang Pengatur mengtakdirkan ia dan Arya untuk bersatu.
Tak terasa, air mata Aerin menetes dengan sukses. Tentu saja sebagai manusia biasa yang sangat percaya pada takdir, ia sudah pasrah akan mimpi-mimpi indahnya bersama Arya.
***

Jumat pagi Aerin memutuskan untuk tidak datang ke meeting, ia harus mengemas barang-barangnya sesegera mungkin dan meluncur ke rumah keluarga. Papa pasti akan mengecek kepada pekerja disana tentang kehadirannya.

Setelah hubungannya dengan keluarga membaik, ia tak ingin sekalipun membuat keluarganya kecewa. Ia telah menghabiskan 29 tahun dari kehidupannya dengan hubungan yang tidak harmonis dengan keluarga.
Sekarang ini ia tidak akan menyia-nyiakan waktunya yang tersisa. Ia ingin membuat keluarganya bahagia, salah satunya dengan mengikuti kemauan keluarga.
Dan, disinilah Aerin berada. Diam terpaku di depan pintu gerbang rumah keluarganya.

Seorang satpam muncul, membukakan pintu gerbang dengan tombol otomatis dan menuju ke Range Rovernya. Aerin menurunkan kaca jendela mobil.

"Selamat siang. Maaf, mbak cari siapa ya?" Tanya pak satpam yang berumur sekitar 50 an yang di seragamnya bertuliskan nama 'Rahmat'.

Aerin tersenyum sambil melepaskan sunglasses nya, tapi Pak Rahmat tetap tak mengenalinya. Ia malah mendapati tatapan bengong plus kagum. Aerin tertawa kecil.

"Irin," ucap Irin sambil mengulurkan tangannya. Wajah di sampingnya langsung berubah kaget dan menyambut uluran tangannya dengan penuh antusias.
"Ya ampuun, Non Irin....maaf bapak tidak bisa mengenali Non Irin."

Mata Pak Rahmat berkaca-kaca sangking senangnya berjumpa kembali dengan putri majikannya yang sudah menjelma dari anak kecil yang suka menangis menjadi seorang gadis yang sangat cantik.

"Senang banget bapak masih bekerja disini. Aku akan tinggal disini mulai hari ini. Bantu aku angkat barang, setelah itu...kita ngumpul di dalam. Ada yang mau aku omongin."
"Siap, non".

Aerin memasukkan mobilnya ke halaman rumah dan langsung ke garasi. Pak Rahmat mengikutinya.
***

Suasana heboh dan penuh haru terjadi lagi begitu Aerin mengenalkan dirinya kepada Mbak Sri, nanny nya saat ia dibawa ke rumah ini sampai ia ikut pindah ke Surabaya.

Mbak Sri memeluk dan mengusap-usap punggungnya dengan lembut, seperti yang selalu dia lakukan saat Aerin menangis. Tak terasa air mata Aerin menetes, ia membalas pelukan Mbak Sri dengan erat. Keduanya saling terharu. Selain Mbak Sri, ada Mbak Lastri dan Mbak Wati yang juga bekerja dan tinggal dirumahnya.
Senang sekali bisa kembali kesini dan bertemu dengan orang-orang yang pernah bersamaku dulu. Aku akan tinggal disini mulai hari ini. Tapi aku ingin keberadaanku disini dirahasiakan dari siapapun. Hanya aku, keluargaku dan orang-orang yang tinggal di rumah ini saja yang boleh tau..."
Ada wajah-wajah bengong penuh dengan tanda tanya. Aerin tersenyum, sangat mengerti.

"Termasuk keluarga Pak Ferdinand?" Tanya Mbak Sri, Aerin langsung mengangguk.
"Termasuk Pak Ferdinand, Tante Farah, Mas Arya, satpam n ART mereka," jawab Aerin dengan nada tegas.
"Den Arya dan Ibu Farah pernah kesini nanyain Non Irin ada dimana?" Aerin tersenyum mengerti.

Sebagai tetangga yang dulunya sempat sangat dekat, wajar saja bila Tante Farah dan Arya menanyakan dirinya.

"Untuk saat ini, aku tidak mau orang luar tau kalau aku ada disini. Bantu aku menjaga rahasia ini."
"Baik, non." Keempatnya menjawab hampir bersamaan.
"Terimakasih banyak. Mbak Sri, bantu aku beres-beres ya. Aku mau tidur di kamarku yang dulu." Sri mengangguk, nada suara Aerin, masih semanja dulu. Nada manja yang selalu membuatnya tersentuh karena Aerin hanya bisa bermanja-manja dengannya, dengan Ibu Farah dan dengan Ibu Mirna.
***

Begitu sampai di kamarnya yang di lantai atas, Aerin tersenyum puas. Perabotan di kamarnya sudah diganti yang baru. Tempat tidur single nya sekarang sudah diganti dengan tempat tidur ukuran besar, begitu juga lemari dan lain-lain.
Bahkan kamarnya sudah punya connecting door dengan kamar disebelah sehingga ia bisa menjadikan kamar sebelah sebagai ruang kerja. Peralatan komputernya akan segera memenuhi kamar sebelah.

Setelah mengecek semua sudut, Aerin keluar ke balkon dan berdiri mematung dengan mata menatap balkon kamar Arya...yang walaupun jaraknya lumayan jauh tapi berhadapan langsung dengan balkon kamarnya. Tidak ada yang berubah.

Bersambung #16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER